II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN. Suhu mempengaruhi sifat mekanik material, yaitu ketangguhan material

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Uji impak. Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu. Deformasi plastis Efek Hysteresis Efek Inersia

TUGAS AKHIR PENGARUH ELEKTROPLATING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014 PENGARUH KADAR KARBON DALAM BAJA PADA PROSES PELAPISAN ALUMINIUM CELUP PANAS

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pipa saluran uap panas dari sumur-sumur produksi harus mendapat perhatian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Pembahasan Materi #11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

Kategori Sifat Material

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik. Spot welding banyak

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Pengaruh Aging 450 ºC pada Al Paduan dengan Waktu Tahan 30 dan 90 Menit Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN ALAT UJI IMPAK METODE CHARPY KAPASITAS 100 JOULE. Yopi Handoyo 1)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

MATERIAL TEKNIK LOGAM

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi cair pada sebuah pot atau tangki, menggunakan energi dari gas pembakaran atau menggunakan energi alternatif seperti panas listrik. Titik lebur yang digunakan pada pelapisan material ini adalah biasanya beberapa ratus derajat celcius (tidak melebihi 1000 C). Yang harus dilakukan untuk mengerjakan proses hot dipping adalah persiapan permukaan, komposisi kimia yang berhubungan dengan larutan kimia yang berhubungan dengan material logam (kemurnian dan komposisi campuran) dan temperatur. (Indarto, 2009). Sebelum dilapisi dalam proses hot dipping permukaan benda kerja harus bersih dari lemak, oksida dan kotoran lain. Lapisan yang terbentuk relatif tipis. Dalam pelaksanaan proses ini haruslah dipenuhi persyaratan antara lain: Permukaan benda kerja yang dilapisi harus bersih dan bebas dari kotoran. Oleh karena itu harus dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan pembersih yang digunakan untuk hot dipping. Jumlah deposit logam yang akan melapisi permukaan benda hendaknya proposional.

5 Logam yang akan dilapisi harus mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dan untuk logam pelapis (timah, seng atau aluminium) mempunyai titik lebur yang lebih rendah. 2.2. Sifat Mekanik Sifat mekanik adalah sifat atau kemampuan yang dimiliki suatu benda terhadap gaya atau pembebanan yang diberikan pada benda tersebut secara fisik. Adapun beberapa sifat fisik yang akan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini seperti sifat kekerasan dan sifat kekasaran. 2.2.1. Sifat kekerasan Kekerasan adalah ketahanan suatu bahan terhadap deformasi (perubahan bentuk) yang permanen. Kekerasan linier dengan kekuatan artinya semakin tinggi kekuatan maka semakin keras benda tersebut dan semakin kecil kekuatan maka semakin lunak benda tersebut. Kekerasan adalah kemampuan bahan menahan kehausan atau cakaran. 2.2.2. Sifat ketangguhan (Impact) Sifat ketangguhan adalah kemampuan suatu bahan/material dalam menyerap energi atau gaya yang diberikan pada bahan/material tersebut patah (Peer Group Material, 2008). Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Proses penyerapan energi ini akan diubah menhadi berbagai respon material, yaitu

6 Deformasi plastis, Efek Hysteresis, Efek Inersia 2.2.3. Secara umum metode pengujian impact terdiri dari 2 jenis, yaitu : 1. Metode Charpy Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal / mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan. 2. Metode Izod Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi dan arah pembebanan searah dengan arah takikan. Gambar 2.1. Ilustrasi skematis pengujian impact

7 Gambar 2.2. Ilustrasi skematik pembebanan impact pada benda uji Charpy dan Izod Perbedaan charpy dengan izod adalah dari peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunakan charpy dapat dikatakan lebih akurat karena pada pengujian impact dengan metode izod pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu diserap oleh material seutuhnya. Gambar 2.3. Standar ASTM Uji Impact Tobler R.L. Et al., E 23-02, Charpy Impact Test Near Absolute Zero, Journal Of Testing and Evaluation, Vol 19, 1 1992.

8 2.3. Baja Karbon Baja dengan kadar Mangan kurang dari 0,8 % Silicon kurang dari 0.5 % dan unsur lain sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan Silicon sengaja di tambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxidizer untuk mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotoran. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat. Baja karbon dapat di golongkan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon yang terdapat di dalam baja tersebut, penggolangan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 2.3.1. Baja karbon rendah Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung 0,022 0,3 % C yang dibagi menjadi empat bagian menurut kandungannya yaitu : Tidak responsif terhadap perlakuan panas yang bertujuan membentuk martensit Metode penguatannya dengan cold working Relatif lunak, ulet dan tangguh Mampu lasnya baik Harga murah. 2.3.2. Baja karbon menengah (Amanto,1999) Baja karbon ini memiliki sifat sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja karbon rendah. Baja karbon menengah mengandung 0,3 0,6 % C dan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

9 Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah. Tidak mudah di bentuk dengan mesin. Lebih sulit di lakukan untuk pengelasan. Dapat dikeraskan (quenching) dengan baik. 2.3.3. Baja karbon tinggi (Amanto,1999) Baja karbon tinggi memeiliki kandungan karbon antara 0,6 1,7 % karbon dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Kuat sekali. Sangat keras dan getas/rapuh. Sulit dibentuk mesin. Mengandung unsur sulfur ( S ) dan posfor ( P ). Mengakibatkan kurangnya sifat liat. Dapat dilakukan proses heat treatment dengan baik. Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari pada baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahnya yang khusus yang di lakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran. Seperti nikel, kromium,molibden, vanadium, mangan atau wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat yang di kehendaki ( kuat, keras, liat), tetapi unsur karbon tidak di anggap sebagai salah satu unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran, misalnya baja yang di campur dengan unsur kromium dan molibden, akan menghasilkan baja

10 yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat di bentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika di campurkan dengan krom dan molibden akan menghasilkan baja dengan sifat keras yang baik dan sifat kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Tabel 2.1 Klasifikasi baja karbon berdasarkan kandungan karbon. Jenis baja karbon Prosentase unsur karbon (% C) 1 Baja karbon rendah < 0,25 % 2 Baja karbon medium 0,25 % - 0,55 % 3 Baja karbon tinggi > 0,55 % Sedangkan unsur pembentuk lainnya seperti Mn tidak lebih dari 0,8%, Si tidak lebih dari 0,5%, demikian pula unsur Cu tidak lebih dari 0,6%. Di samping jenis baja karbon berdasarkan kandungan karbonnya, juga dikelompokkan berdasarkan komposisi prosentasi unsur pemandu karbonnya. Baja hypoeutektoid kurang dari 0,8% C, baja eutektoid 0,8% C, sedangkan baja hypereutektoid lebih besar dari 0,8%. 2.4. Optimisasi Optimisasi adalah upaya untuk memperoleh nilai maksimum dan minimum dari suatu respon. Secara umum optimisasi dibagi menjadi dua, yaitu optimisasi matematik dan optimisasi statistik. Optimisasi matematik adalah upaya

11 pendekatan nilai maksimum dengan menggunakan metode matematik. Sedangkan optimisasi statistik adalah upaya untuk pendekatan nilai maksimum dengan menggunakan metode statistik (Rustagi, 1994). Dalam penenlitian ini menggunakan metode luas permukaan (RSM), yaitu gabungan metode statistic dan matematik yang digunakan dalam optimisasi untuk mendapatkan nilai maksimum dan minimum. 2.5. Aluminium Alminium sebagai salah satu logam non ferrous merupakan material yang sangat penting di dunia industri. Aluminium menjadi komponen yang digunakan di segala segmen khususnya pada dunia industri dimana sebagian besar digunakan pada bidang konstruksi, aplikasi elektronika, kontainer, tranportasi, serta peralatan mekanik. Fenomena kecenderungan penggunaan aluminium ini dikarenakan material ini memiliki keunggulan-keunggulan diantaranya berat jenisnya yang ringan, konduktivitas listriknya baik, ketahanan terhadap korosinya yang cukup baik, serta memiliki sifat tahan aus. 2.6. Mekanisme Pertumbuhan Alumunium Proses Celup Panas (Hot Dipping). Reaksi yang terjadi antara besi dasar (base metal) paduan aluminium dapat dibagi menjadi beberapa tahapan selama proses pertumbuhan aluminium pada proses celup panas (hot dipping aluminium). Langkah-langkah dari pertumbuhan lapisan celup panas pada baja dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

12 Gambar 2.4. Proses Pertumbuhan Aluminium Pada Permukaan Besi Dasar (Base Metal). Akibat dari difusi dua arah (dikenal sebagai difusi reaksi), fase-fase kisi kristalografi berbeda dari kisi penyebaran logam yang terbentuk. Karakteristik dari proses difusi reaksi adalah bahwa laju seringkali tidak hanya tergantung pada difusivitas elemen individu hadir dalam setiap fase tetapi juga pada kinetika reaksi antarmuka logam. Proses fase ini meliputi tahapan sebagai berikut: Difusi substrat (Fe dan Al) ke daerah batas fase, Efek dari atom Fe dan Al melalui batas fase akibat bersentunya kedua atom Fe dan Al. Difusi unsur melalui lapisan fase intermetalik baru. Pada tahap awal, tahapan ini harus dianggap sebagai urutan perpindahan transient ditandai dengan pertukaran atom aluminium dengan atom besi secara difusi, karena efek ini, dalam waktu yang relatif singkat pada fase ini mengantisipasi

13 terbentuknya sistem biner. Pengamatan pertumbuhan celup panas lapisan aluminium menunjukkan bahwa reaksi-reaksi ini berjalan pada tingkat yang sangat tinggi, sementara pertumbuhan lapisan individu dikendalikan oleh proses yang jauh lebih lambat, yaitu dengan difusi. Oleh karena itu untuk penjelasan dari pertumbuhan lapisan difusi di bawah kondisi celup panas, hanya dua fase intermetalik dalam struktur lapisan memiliki ketebalan yang cukup untuk pemeriksaan yang mungkin dapat dilakukan. Salah satu dapat diasumsikan bahwa fase lain yang hadir dalam sistem kesetimbangan Fe-Al ditandai oleh koefisien difusi sangat rendah sehingga pembentukan lapisan dengan ketebalan yang cukup tidak mungkin. Untuk menentukan arah perpindahan dari batas-batas fase individu dan proses utama yang berperan untuk semua perpindahan perlu dilakukan untuk menentukan rasio masing-masing antara fluks. Ketebalan lapisan fase tumbuh dengan cara yang hampir parabolik dalam fungsi dari waktu perendaman. Permukaan memisahkan lapisan antara dari lapisan bergeser dari bidang batas fase awal untuk pada substrat. Kandungan zat besi dilarutkan dalam proses celup panas. Dalam zona difusi, keadaan dinamis kesetimbangan yang terbentuk dengan cara yang hampir parabolik dalam fungsi dari waktu perendaman. Pemisah permukaan lapisan yang bergeser dari bidang batas fase awal pada substrat, kandungan zat besi meningkat dalam proses celup panas dalam zona difusi. Setelah spesimen diangkat dari proses celup panas, karena pertukaran panas spesimen yang telah dicelup dengan suhu kamar mengakibatkan penurunan suhu specimen secara bertahap. Pada permukaan besi pada waktu yang singkat terbentuk fase intermetalik. Pada permukaannya

14 terdapat lapisan tipis, fase dengan kristalit tumbuh setelah spesimen dikeluarkan dari furnace. Volume cairan yang didapat dari viskositas proses celup panas tergantung pada besar kecilnya volume cairan aluminium tersebut tergantung pada spesimen yang diangkat dari furnace. (A.S. Witkin, Metaliczeskije pokrytja listowoj I poloswoj stali izd. Mietallurgija Moskwa 1971 (In Russian)).