BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

Analisa Kinerja Simpang Bersinyal Pingit Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

PENDAHULUAN. simpang bersinyal tersebut sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. D. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

Kata kunci : Pemodelan, Simpang Tak Bersinyal, Simpang Bersinyal, PTV. VISSIM. xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Perbandingan Tundaan Pada Persimpangan Bersinyal Terkoordinasi antara PTV Vissim 6 dan Transyt 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

Kaji Banding Waktu Tundaan Dua Persimpangan Terkoordinasi Dengan Simulasi Jarak Antar Simpang Menggunakan Program Transyt 12 dan PTV Vissim 6

PEMODELAN LALU LINTAS PADA SIMPANG APILL GIWANGAN RINGROAD SELATAN, BANTUL, YOGYAKARTA. M HARITS ARRABBY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

PEMODELAN LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI KASUS SIMPANG PINGIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

Naskah Seminar Tugas Akhir Wiwit Kurniawan Page 1

2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan jalan.

simpang. Pada sistem transportasi jalan dikenal tiga macam simpang yaitu pertemuan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang, dan kombinasi keduanya.

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR TRANSPORTASI

EVALUASI PENERAPAN BELOK KIRI LANGSUNG PADA SINMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS SIMPANG TIGA SUPRIYADI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Anton Saputra dan Astuti Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Riau Jalan Kaharuddin Nasution 113 Pekanbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

Kinerja Simpang Jalan Jakarta Jalan Supratman Kota Bandung dengan Metode MKJI 1997 dan Software PTV Vissim 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jaringan Jalan. B. Simpang

M.Nurhadi,MM,MT PERSIMPANGAN

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Dampak Pertumbuhan Pariwisata terhadap Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas yang ada. Hal tersebut merupakan persoalan utama di banyak kota.

KINERJA LALU LINTAS PERSIMPANGAN LENGAN EMPAT BERSIGNAL (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN WALANDA MARAMIS MANADO)

TINJAUAN PUSTAKA. ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk. persimpangan (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA. Gambar 5. 1 Kondisi Geometrik Simpang

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

STUDI PERENCANAAN TRAFFIC LIGHT SIMPANG JALAN AMBE NONA OPU TO SAPPAILE BATARA, KOTA PALOPO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Tipikal Simpang Bersinyal dan Sistem Pengaturan

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN KALIGARANG JALAN KELUD RAYA JALAN BENDUNGAN RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas di dalamnya. Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Mulai

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Menurut Morlok (1995) Transportasi adalah suatu sistem yang di butuhkan manusia untuk menggerakkan suatu barang atau jasa dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik digerakkan dari manusia maupun dengan mesin. Dengan adanya transportasi ini memudahkan manusia dalam beraktivitas sehari hari. Transportasi merupakan permintaan turunan (derived demand) Karena kebutuhan transportasi yang muncul adanya pergerakan manusia, kebutuhan transportasi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan yang timbul akibat adanya komoditas atau jasa lainnya. Permintaan transoprtasi dipengaruhi berbagai macam faktor, salah satunya untuk meningkatkan perekonomian di suatu daerah (Morlok, 1995). B. Klasifikasi Jalan Di Indonesia Menurut Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 pasal 1, jalan merupakan prasarana transportasi yang mencakup seluruh bagian jalan, termasuk banguan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi Lalu Lintas umun, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Berdasarkan kelas-kelasnya, jalan di kelompokkan menjadi empat kelompok yang terdiri dari : 1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton. 2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton. 5

6 3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton. 4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton. C. Lalu Lintas Lalu lintas merupakan pergerakan baik kendaraan maupun manusia yang berada pada ruang lalu lintas jalan. Lalu Lintas transportasi selalu dikaitkan pada Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas yang berfungsi sebagai serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas. Malkhamah (1996) lampu Lalu Lintas merupakan alat pengatur Lalu Lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai pengatur hak berjalan pergerakan Lalu Lintas (termasuk pejalan kaki) secara bergantian di pertemuan jalan. D. Simpang ( Intersection ) Menurut Khisty (2005) simpang adalah daerah di mana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan Lalu Lintas di dalamnya. Terjadinya konflik di persimpangan merupakan hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu dibutuhkan pengendalian persimpangan guna mengurangi konflik yang ada di persimpangaan. Tujuan pengaturan simpang adalah: 1. Untuk mengurangi kecelakaan. Simpang merupakan sumber konflik bagi pergerakan Lalu Lintas sebab merupakan bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah menuju suatu area yang sama yaitu ruang di tengah simpang. Dapat digambarkan sebagai Botteleneck dimana arus dari kaki simpang merupakan bagian upstream dan area di tengah simpang sebagai down stream. Kondisi ini tidak menjadi masalah jika

7 arus dari bagian pendekat tidak datang bersamaan. Namun kenyataannya sulit dijumpai pada persimpangan di perkotaan pada kenyataannya arus datang pada saat bersamaan sehingga rawan terjadi kecelakaan atau konflik antar kendaraan. Konflik kendaraan pada simpang terjadi karena : a. Gerak saling memotong (crossing) b. Gerak menggabung (converging) c. Gerak memisah (diverging) 2. Untuk meningkatkan kapasitas. Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan adanya pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas meningkat. 3. Meminimumkan tundaan Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian utama(major) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama merupakan arus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa pengaturan maka arus yang datang dari arah minor akan sulit menyela terutama jika arus dari arah major cukup tinggi. Dengan demikian maka arus dari arah minor akan mengalami tundaan yang besar. E. Jenis-Jenis Simpang Menurut Morlok (1995) berdasarkan penggolonganannya simpang dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: 1. Simpang tak sinyal (Unsignalised intersection) Simpang tak bersinyal merupakan persimpang yang pada setiap titiknya tidak memakai rambu-rambu Lalu Lintas. pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang tersebut, 2. Simpang bersinyal (Signalised intersection) Simpang bersinyal merupakan persimpang pada setiap titiknya memiliki rambu Lalu Lintas, sehingga pengguna jalan dapat melewati simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal Lalu Lintas. Pemakaian jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal Lalu Lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpangnya.

8 Beberapa definisi umum yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan permasalan pada simpang bersinyal diantaranya adalah : a. Tundaan (delay) adalah waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bersinyal bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang bersinyal. Tundaan terdiri dari 2 (dua) yaitu: 1. Tundaan Lalu Lintas (Delay Traffic), yakni waktu menunggu akibat interaksi lalu lintas dengan lalu lintas yang berkonflik. Tundaan Lalu Lintas terdiri dari : 1) Tundaan Lalu Lintas jalan utama yaitu tundaan Lalu Lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. 2) Tundaan Lalu Lintas jalan minor yaitu tundaan Lalu Lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang perisimpangan dari jalan minor. 2. Tundaan Geometri (Delay Geometric), yakni akibat perlambatan dan percepatan dan percepatan kendaraan terganggu dan terganggu. b. Panjang antrian (queue length) adalah panjang antrian kendaraan pada suatu pendekat (meter). c. Antrian (queue) adalah jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat (kendaran;smp). d. Fase (phase stage) adalah bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan Lalu Lintas. e. Waktu siklus (cycle time) adalah jumlah waktu yang di butuhkan untuk menyelesaikan satu putaran dari sinyal pada suatu simpang dan di beri simbol c. f. Waktu hijau (green time) adalah waktu nyala lampu hijau dalam suatu pendekat (detik). g. Rasio hijau (green ratio) adalah perbandingan waktu hijau dengan waktu siklus dalam suatu pendekat. h. Waktu merah semua (all red) adalah waktu sinyal merah menyala secara bersamaan pada semua pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (detik). i. Waktu antar hijau (inter green time) adalah jumlah antara priode kuning dengan waktu merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan (detik). j. waktu hilang (lost time) adalah waktu dimana sidak efektif digunakan untuk pergerakan yang dalam hal ini terjadi selama waktu antara dan awal dari masing-

9 masing fase dimana kendaraan dalam antrian mengalami keterlambatan dan diberi simbol LTI. k. Derajat kejenuhan (degree of saturation) adalah rasio dari Lalu Lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat. l. Arus jenuh (saturation flow) adalah besarnya keberangkatan antrian didalam suatu pendekat selama kondisi yang ditentukan (skr/jam hijau). m. Over saturated adalah suatu kondisi dimana volume kendaraan yang melewati suatu pendekat melebihi kapasitasnya. F. Lampu Lalu Lintas Menurut UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Alat Pemberi Isarat Lampu Lalu Lintas (APILL) merupakan lampu yang mengendalikan arus Lalu Lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat penyebrangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus Lalu Lintas lainnnya. Tujuan lampu Lalu Lintas antara lain sebagai berikut : a. Menghindari hambatan karena adanya perbedaan arus jalan bagi pergerakan kendaraan. b. Memfasilitasi persimpangan antara jalan utama untuk kendaraan dan pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran arus Lalu Lintas dapat terjamin. c. Mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tabrakan karena perbedaan arus jalan. G. Konflik Persimpangan dan Penetuan Fase Terdapat beberapa jenis pergerakan arus Lalu Lintas yang menggunakan ruang persimpangan yang dapat menimbulkan titik-titik konflik di persimpangan antara lain sebagai berikut:

10 a. Diverging b. Merging c. Weaving d. Crossing Gambar 2.1 Tipe-tipe Pergerakan Lalu Lintas a. Diverging (gerakan memisah) Peristiwa berpencarnya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan ketika kendaraan tersebut sampai pada titik persimpangan. Konflik ini dapat terjadi pada saat kendaraan melakukan gerakan membelok atau berganti jalur. b. Merging (gerakan bergabung) Peristiwa bergabungnya kendaraan yang bergerak dari beberapa ruas jalan ketika bergabung pada suatu titik persimpangan, dan juga pada saat kendaraan melakukan pergerakan membelok dan bergabung. c. Weaving (bersilang) Peristiwa terjadinya perpindahan jalur atau jalinan arus kendaraan menuju pendekat lain. Gerakan ini merupakan perpaduan dari gerakan diverging dan merging. d. Crossing (berpotongan) Peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke jalur lain pada persimpangan, biasanya keadaan demikian akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan. Kendaraan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditunjukkan agar kendaraan bermotor, para pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor dapat bergerak dalam arah yang berada pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian pada persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari persimpangan, jadi pada

11 umumnya pengaturan simpang Lalu Lintas dengan menggunakan sinyal digunakan untuk beberapa tujuan, yang antara lain adalah : 1. Menghindari terjadinya kemacetan pada simpang yang di sebabkan oleh adanya konflik arus Lalu Lintas yang dapat di lakukan menjaga kapasitas yang tertentu selama kondisi Lalu Lintas puncak. 2. Memberi kesempatan kepada kendaraan lain dan pejalan kaki dari jalan simpang yang lebih kecil untuk memotong jalan utama. 3. Mengurangi terjadinya kecelakaan Lalu Lintas akibat pertemuan kendaraan yang berlawanan arah atau kinflik. Prinsip APILL adalah dengan cara meminimalkan konflik baik konflik primer maupun konflik sekunder. Konflik primer adalah konflik antara dua fase arus Lalu Lintas yang saling berpotongan, dan konflik sekunder adalah konflik yang terjadi dari arus lurus yang melawan atau arus membelok yang bepotongan deangan arus lurus atau pejalan kaki yang meyeberang. Seperti Gambar 2.2 konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan. Gambar 2.2 Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan (Sumber: PKJI),2014)

12 a. Penetuan Fase Pada perencanaan Lalu Lintas, dikenal beberapa istilah : 1. Waktu siklus (cycle time) adalah waktu satu periode lampu Lalu Lintas, miasalnya pada saat suatu arus diruas jalan jalan A mulai hijau, hingga pada ruas jalan tersebut mulai hijau lagi 2. Fase adalah suatu rangkaian dari kondisi yang diberlakukan untuk suatu arus atau beberapa arus, yang mendapat identifikasi lampu Lalu Lintas yang sama. contoh : a. Suatu pengaturan 4 fase, dengan pemisahan belok kanan pada kedua jalannya (Fase 2 dan 4) Gambar 2.3 Pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 4 fase, khususnya pemisahan pergerakan belok kanan (Sumber: PKJI,2014) H. Pemodelan Transfortasi Model dapat diartikan sebagai suatu realita lingkungan atau dunia yang sebenarnya, termasuk diantaranya: a. Model fisik (model arsitek, model teknik, wayang golek). b. Peta dan diagram (grafik). c. Model statistika dan metematika (persamaan) yang menyampaikan data seperti aspek fisik, sosial ekonomi, dan model trasportasi. Model merupakan salah satu cerminan dan penyederhanaan suatu realita lingkungan untuk tujuan tertentu, seperti memberi masukkan, pengertian, serta peramalan. Model sebagai ilustrasi dapat diartikan sebagai maket (bagian dari

13 model fisik) sering dipakai dalam ilmu arsitektur untuk mempelajari dan manganalisis dampak pembangunan untuk suatu kota ataupun model dengan sekala kecil. Selain itu model yang bisa dimasukkan kedalam perencanaan dan pemodelan transportasi, akan sangat sering menggunakan beberapa model utama, yaitu model grafis dan matematis. Model grafis adalah model yang mengaspirasikan gambar, warna dan bentuk sebagai media penyampaian informasi tentang keadaan realita yang sebenarnya terjadi (Tamin,1997). Aplikasi yang digunakan dalam mengolah pemodelan yaitu Program Komputer VISSIM 9. 1) Definisi VISSIM 9.00-03 Stundent Version Menurut PTV-AG (2016), VISSIM adalah perangkat lunak simulasi aliran Mikroskopis untuk model lalu lintas perkotaan. Pemodelan ini pertama kali dikembangkan oleh PTV (Planung Transportasi Verkehr AG) di Karlsruhe, Jerman. Nama ini berasal dari Verkehr Stadten SIMulationsmodell (bahasa Jerman untuk Lalu Lintas di kota model simulasi ). VISSIM dimulai pada tahun 1992 dan saat ini pemimpin pasar global. VISSIM model simulasi telah dipilih untuk mengkalibrasi kondisi jalan. VISSIM merupakan simulasi mikroskopik atau mikrosimulasi, yang berarti tiap karakteristik kendaraan maupun pejalan akan disimulasikan secara individual. VISSIM dapat mensimulasikan kondisi operasional unik yang terdapat dalam sistem transportasi. Penggunaan dapat memasukkan data-data untuk dianalisis sesuai dengan keinginan pengguna. Perhitunganperhitungan keefektifan yang beragam dapat dimasukkan pada software VISSIM, pada umumnya yang dimasukkan kedalam pemodelan VISSIM antara lain tundaan, kecepatan antrian, waktu tempuh dan berhenti. VISSIM telah digunakan untuk menganalisis jaringan-jaringan dari segala jenis ukuran jarak persimpangan individual hingga keseluruh daerah metropolitan. VISSIM menyediakan kemampuan animasi dengan perangkat tambahan dalam bentuk 3-D. Simulasi jenis kendaraan (motor, mobil

14 penumpang, truk dan kereta api). Selain itu, klip video yang dapat direkam dalam program, dengan kemampuan secara dinamis dapat mengubah pandangan dan perspektif. Elemen visual lainnya, seperti pohon, bangunan, fasilitas transit dan rambu Lalu Lintas, dapat dimasukkan dalam animasi 3-D dalam permodelan VISSIM. 2) VISSIM Dekstop berikut : Dekstop VISSIM 9.00-03 dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu sebagai Gambar 2.4 Dekstop VISSIM Menu yang sering dipakai dalam pengerjaan VISSIM 9.00-03 sebagai berikut : a. Header : Menunjukan judul program, versi dan nama file jaringan. b. Menu Bar : Akses disediakan melalui klik mouse atau shortcut keyboard c. Tool Bar : Kontrol editor jaringan dan fungsi simulasi. d. Status Bar : Menujukkan petunjuk editing dan status simulasi. e. Scroll Bar : Digunakan untuk bergulir horizontal dan vertikal dari jaringan area tampil.

15 I. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang disurvei pada simpang APILL Madukismo dengan studi yang dilakukan menurut lokasi dan judul yang berkaitan dengan penelitian terdahulu, karena simpang APILL Madukismo belum ada atau belum sama sekali yang melakukan penelitian pada simpang APILL Madukismo. Penelitian terdahulu akan dijelaskan sebagai acuan untuk analisis data disimpang Madukismo, hasil penelitian terdahulu sebagai berikut: 1. Bayunagoro, Deka Haryadi (2016), melakukan penelitian disimpang Pingit Yogyakarta. Hasil yang didapat dari penelitian volume Lalu Lintas yang mengalami kenaikan kinerja tertinggi pada simpang yang terjadi pada jam puncak pada pukul 06.45-0745 WIB dengan nilai kapasitas masing-masing dilengan utara, selatan, timur dan barat yaitu sebesar 1367,758,1002 dan 794 dalam smp/jam, nilai derajat kejenuhan (DS) yang terjadi pada simpang untuk lengan utara,selatan,timur dan barat adalah 0,86; 0,782; 1,00 dan 0,611. Nilai derajat kejenuhan (DS) pada lengan utara dan timur (DS> 0,85) akan mengalami terjadinya antrian cukup panjang pada lenga utara dan timur yaitu dengan panjang antrian 171 m dan 184 m, tundaan yang didapat pada lengan utara, selatan, timur dan barat sebesar 111,784; 118,194; 172,722 dan 108,529 det/smp. 2. Utomo, Irman Rifki (2016), melakukan penelitian disimpang Ring Road Utara, Monumen Jogja Kembali. Berdasarkan hasil yang didapat Faktor faktor yang mempengaruhi kinerja simpang yaitu kondisi geometrik, kondisi lingkungan, volume lalu lintas, arus Lalu Lintas, kapasitas simpang, derajat kejenuhan, panjang antrian, tundaan dan kecepatan. Volume yang mengalami arus lalu lintas tertinggi pada simpang bersinyal Monjali Yogyakarta terjadi pada hari dan jam kerja dengan jam puncak pagi pada interval jam 07.00 08.00 WIB dengan jumlah kendaraan sebesar 11.897 kendaraan/jam, niai tundaan total sebesar 118,8549,43 smp/detik dan tundaan simpang rata-rata 254,50 smp/detik sehingga tingkat pelayanan simpang pada kondisi jam puncak masuk dalam kategori F/buruk sekali (>60 detik/smp). Hasil analisis dan evaluasi yang didapatkan kinerja operasi pada simpang kajian telah melebihi batas dari apa yang dikondisi

16 dan ditetapkan yaitu nilai derajat kejenuhan (DS) yang terjadi pada simpang bersinyal Monjali Yogyakarta untuk lengan Utara, Selatan, Timur dan Barat adalah sebesar 1,562; 1,064; 0,777 dan 0,984. Nilai derajat kejenuhan (DS) pada lengan Utara, Selatan, dan Barat (DS > 0,85). Nilai panjang antrian masingmasing lengan untuk lengan Utara 350 meter, lengan Selatan 152 meter, lengan Timur 100 meter, dan 100 meter.