b. Pasal-pasal 38 ayat 3 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN VB (KEMENTRIAN PEREKONOMIAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN VB). KEMENTRIAN PEREKONOMIAN.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: Pasal 113 dari Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1956 tanggal 31 Desember 1956

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 44 Tahun 1960 Tentang : Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG MENGADAKAN SUATU TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM DALAM TARIP BEA-MASUK *)

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:20 TAHUN 1958 (20/1958) Tanggal:17 JUNI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN VB (KEMENTERIAN PEREKONOMIAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *)

Presiden Republik Indonesia,

Mengingat: pasal 97, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

SERA DAN VAKSIN. LEMBAGA PASTEUR DI BANDUNG. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1958 (7/1958) TENTANG PERALIHAN TUGAS DAN WEWENANG AGRARIA *) Presiden Republik Indonesia,

Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: BATAVIASCHE VERKEERS MAATSCHAPPIJ NV. (BVM). NASIONALISASI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan:

PENETAPAN BAGIAN VIIIB (KEMENTRIAN PERHUBUNGAN JAWATAN PELAYARAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN DINAS 1954 *)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENETAPAN BAGIAN XV (KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN DINAS 1954 *)

Indeks: ANGKATAN PERANG. IKATAN DINAS SUKARELA (MILITER SUKARELA). ANGGOTA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG MENGADAKAN SUATU TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM DALAM TARIP BEA-MASUK

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN. Presiden Republik Indonesia,

UU 64/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR *)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1958 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING *) Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN KONPENSI HAK-HAK POLITIK KAUM WANITA *) Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN IV). KEMENTERIAN KEUANGAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal:25 JULI 1958 (JAKARTA)

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PENETAPAN PERATURAN UMUM MENGENAI SYARAT-SYARAT KECAKAPAN, PENGETAHUAN DAN CARA PEMILIHAN SERTA PENGESAHAN KEPALA DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 44/1954, PENETAPAN BAGIAN VB (KEMENTRIAN PERKONOMIAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA;

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UU 12/1959, KEDUDUKAN KEUANGAN PERDANA MENTERI, WAKIL-WAKIL PERDANA MENTERI, MENTERI DAN MENTERI MUDA REPUBLIK INDONESIA.

*) Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-70 tanggal 2 Nopember 1956 pada hari Jum'at, P. 41/

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

UU 2/1959, PENETAPAN UNDANG UNDANG DARURAT NO Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1959 (2/1959)

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

MENGADAKAN SUATU TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM DALAM TARIP BEA-MASUK *) TARIP BEA-MASUK. TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM.

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1961 (3/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 6 (6/1949) Penambahan jumlah anggauta Komite Nasional Pusat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kampanye WALHI Sulsel 1

Indeks: PERBURUHAN INTERNASIONAL. KONPENSI NO. 98.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG MENYESUAIKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 80 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL

UU 44/1957, PENETAPAN BAGIAN X (KEMENTRIAN PENDIDIKAN, PENGAJARAN DAN KEBUDAYAAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN DINAS 1954

PERJANJIAN PERDAMAIAN DAN PERSETUJUAN PAMPASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG *) REPUBLIK INDONESIA. JEPANG. PERDAMAIAN DAN PAMPASAN.

Pasal-pasal 89 dan 38 ayat 2 dan 3 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:60 TAHUN 1958 (60/1958) Tanggal:17 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

PENETAPAN BAGIAN VIIIA (KEMENTERIAN PERHUBUNGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia, Memperhatikan : Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

Tentang: PERPANJANGAN JANGKA WAKTU MASA-KERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH YANG TERBENTUKBERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1959

Mengingat : Pasal-pasal 89 dan 118 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia,

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

UU 10/1959, PEMBATALAN HAK HAK PERTAMBANGAN *) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1959 (10/1959) Tanggal: 28 MARET 1959 (JAKARTA) Tentang: PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN *) Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa adanya hak-hak pertambangan yang diberikan sebelum tahun 1949, yang hingga sekarang tidak atau belum dikerjakan sama sekali, pada hakekatnya sangat merugikan pembangunan Negara; b. bahwa dengan membiarkan tidak atau belum dikerjakannya hak-hak pertambangan tersebut lebih lama, tidak dapat dibenarkan dan dipertanggung jawabkan. c. bahwa agar hak-hak pertambangan tersebut dapat dikerjakan dalam waktu sependek mungkin guna kelancaran pembangunan Negara Republik Indonesia, maka hak-hak pertambangan tersebut harus dibatalkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya; d. bahwa cara pembatalan hak-hak pertambangan seperti diatur dalam "Indische Mijnwet" yang berlaku sekarang tidak dapat digunakan untuk maksud di atas, maka oleh karena diperlukan suatu Undang-undang khusus; Mengingat: a. "Indische Mijnwet" Staatsblad tahun 1899 No. 214, sebagai- mana telah diubah dan ditambah kemudian; b. Pasal-pasal 38 ayat 3 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN Menetapkan: Undang-undang tentang "Pembatalan Hak-hak Pertambangan". Pasal 1. (1) Hak-hak pertambangan yang diberikan sebelum tahun 1949, sebagaimana tercantum dalam daftar lampiran Undang-undang ini, yang hingga mulai berlakunya Undang-undang ini belum juga dikerjakan dan/atau diusahakan kembali, begitu pula yang pengerjaannya masih dalam taraf permulaan dan tidak menunjukkan pengusahaan yang sungguh-sungguh, batal menurut hukum. *2414 (2) Pelaksanaan ayat (1) pasal 1 Undang-undang ini dilakukan oleh Menteri Perindustrian.

Pasal 2. Yang dimaksud dengan hak pertambangan ialah: a. izin penyelidikan pertambangan yang jangka waktu izinnya belum berakhir, oleh karena terhadapnya masih berlaku pelaksanaan pasal 65 Mijnordonnantie 1930 (moratorium); b. hak/hak-hak untuk mendapatkan konsesi-eksploitasi tambang seperti yang dimaksud pada pasal 28 ayat 3 "Indische Mijnwet" Staatsblad tahun 1899 No. 214 sebagaimana telah sering diubah dan ditambah kemudian; c. konsesi-eksploitasi tambang; d. perjanjian berdasarkan pasal 5a "Indische Mijnwet" untuk mengadakan penyelidikan penambangan (kontrak 5a Eksplorasi); e. perjanjian berdasarkan pasal 5a "Indische Mijnwet" untuk mengadakan penyelidikan dan penambangan bahan-galian (kontrak 5a Eksplorasi dan Eksploitasi); f. izin penambangan bahan-bahan galian yang tidak disebut dalam pasal 1 "Indische Mijnwet". Pasal 3. Terhadap hak-hak pertambangan berupa konsesi-eksploitasi, kontrak 5a Eksplorasi dan kontrak 5a Eksplorasi & Ekploitasi yang diberikan kepada pengusaha-pengusaha yang khusus berusaha untuk menyelidiki dan menambang minyak bumi dan/atau persenyawaannya oleh Menteri Perindustrian dapat diadakan pengecualian berlakunya Undang-undang ini berdasarkan pertimbangan kontinuiteit produksi perusahaan, baik untuk menjamin kebutuhan akan konsumsi dalam negeri, maupun untuk penghasilan devisen negara. Pasal 4. (1) Atas daerah-daerah yang karena pembatalan termaksud dalam pasal 1 menjadi bebas dapat dikeluarkan hak-hak pertambangan baru: (2) Pemberian hak-hak pertambangan yang termasuk kewenangan Menteri Perindustrian, sambil menunggu ditetapkannya Undang-undang Pertambangan dan Undang-undang Minyak, hanya dapat dilakukan kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Negara dan/atau Daerah-daerah Swatantra. Pasal 5. (1) Kecuali di mana dalam Undang-undang ini ditetapkan lain, maka pelaksanaan Undang-undang ini dilakukan dengan Peraturan Pemerintah; (2) Untuk melancarkan pelaksanaan itu di mana perlu dapat dikeluarkan peraturan-peraturan oleh Pemerintah. Pasal 6. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Tentang Pembatalan Hak-hak Pertambangan" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

*2415 Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. PENJELASAN DARI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG "PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN" UMUM. Oleh Pemerintah Hindia Belanda dahulu, berdasarkan Undang-undang - Indische Mijnwet, Staatsblad tahun 1899 No. 214, sebagaimana telah sering diubah dan ditambah kemudian - telah diberikan hak-hak pertambangan kepada fihak partikelir, tersebar diseluruh Indonesia. Banyak sekali diantara hak-hak pertambangan itu, yang sejak pemulihan kedaulatan Republik Indonesia, tidak dipergunakan, tidak dipergunakan selayaknya, atau pengerjaannya baru dalam taraf permulaan, oleh para pemenangnya. Usaha Pemerintah agar semua hak-hak itu dipergunakan sebaik-baiknya dan dengan begitu mengadakan penghasilan bahan gahan pelbagai macam yang dapat dipergunakan untuk pembangunan Negara sampai sekarang masih belum berhasil. Pengumuman Menteri Perekonomian No. 9463/M tanggal 6 Juli 1955 (sainan terlampir) serta keputusan Dewan Menteri tanggal 23 Oktober 1956 (salinan terlampir) yang tiap-tiapnya disampaikan oleh Jawatan Pertambangan langsung kepda para pemegang hak/hak-hak pertambangan tersebu sendiri, tidak berhasil sebagaimana yang dikehendaki oleh Pemerintah. Membiarkan tetap berlakunya hak-hak pertambangan tersebut dengan tidak ada hasilnya sama sekali dan disamping itu pula menghambat sekali kegiatan-kegiatan para peminat pertambangan lainnya, antara lain Pemerintah sendiri, adalah sangat merugikan Negara. Pembangunan Negara Republik Indonesia membutuhkan antara lain hasil sumber kekayaan buminya. Agar supaya Negara segera mendapat hasil dari sumber-sumber kekayaan buminya, maka didalam Undang-undang ini diatur pula pemberian hak-hak pertambangan baru atas daerah-daerah yang karena Undang-undang ini menjadi bebas. Menjelang keluarganya Undang-undang Pertambangan baru yang diharapkan akan mengatur pemberian hak-hak pertambangan secara luas, dalam pemberian hak-hak pertambangan baru ini Pemerintah membatasi diri dengan memberikan hak-hak itu hanya kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Negara dan/atau Daerah Swatantra. Pasal DEMI PASAL. Pasal 1 Pasal 2. Ad. a. Izin penyelidikan pertambangan diberikan untuk lamanya tiga tahun berturut-turut dengan kemungkinan perpanjangan sampai dua kali, tiap-tiap kali dengan satu tahun. Pasal 65 "Mijnordonnantie 1930" membuka kemungkinan bagi pemegang izin penyelidikan pertambangan dan pemegang kontrak 5a Eksplorasi untuk mendapat kebebasan dari waktu sebanyak yang tidak dapat dipergunakannya, oleh karena keadaan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepada pemegang izin. Kesempatan yang diberikan oleh pasal 65 "Mijnordonnantie 1930" ini telah dipergunakan oleh kebanyakan para pemgang izin penyelidikan pertambangan dan pemegang kontrak 5 a Eksplorasi dan keadaan darurat seperti pendudukan Jepang serta jaman sesudah itu membenarkan

permohonan tersebut diantaranya dengan keputusan Lt. Gouverneur-General van Nederlandsch-INdie No. 6 tahun 1946 (salinan terlampir). Demikianlah maka banyak diantara izin-izin penyelidikan pertambangan dan kontrak-kontrak 5a Eksplorasi yang diberikan sebelum tahun 1949, dapat berlaku terus sampai dewasa ini dan dengan "Undang-undang" ini hendak dibatalkan. Pada hakekatnya terhadap izin penyelidikan pertambangan dan kontrak 5a *2416 Eksplorasi yang berada dalam status "moratorium" tersebut, telah lama dapat dibebaskan dari status moratirumnya itu. Akan tetapi berdasarkan pertimbagan-pertimbangan antara lain belum keluarnya Undang-undang Pertambangan Republik Indonesia yang baru, maka dipandang ada baiknya pembabasan moratorium tersebut ditunda dahulu. Ad. a s/df Pasal 3. Pasal ini mengadakan pengecualian yang tertentu. Pada umumnya tiap-tiap pengusaha pertambangan memiliki lebih dari satu hak pertambangan/kontrak 5a Eksplorasi/konsesi/ kontrak 5a Eksplorasi & Eksploitasi). Dan pada hakekatnya sipmegang hak, tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan pada semua konsesi-ekspoloitasi dan/atau kontrak 5a Eksplorasi & Eksploitasi. Sebagian diperuntukkannya sebagai cadangan. Pengecualian yang tertentu diberikan oleh Menteri Perindustrian kepada perusahaan-perusahaan pertambangan minyak apabila menurut pertimbangan Pemerintah perlu menjamin kebutuhan akan konsumsi berbagai jenis minyak didalam negeri dan penghasilan devisen Negara. Pasal 4 Agar hak-hak pertambangan yang telah dibatalkan itu dapat dipergunakan semanfaat-manfaatnya, maka obyek-obyek pertambangan tersebut yang telah merupakan kosensi-konsesi, kontrak-kontrak 5a Eksplorasi & Eksploitasi dan izin-izin penambangan bahan-bahan galian yang tidak disebut dalam pasal 1 Undang-undang Pertambangan (Indische Mijnwet tahun 1899 No. 214 sebagaimana telah diubah dan ditambah kemudian), dikuasai spenuhnya oleh Pemerintah. Penegasan ini diambil ialah mengingat akan syarat pemberian hak-hak pertambangan tersebut didahului dengan penyelidikan-penyelidikan, sehingga sudah diketahui sedikit banyaknya bahan-bahan galian yang terpendam didalam bidang-bidang pertambangan tersebut. Sesuai dengan azas-azas tersebut diatas maka pemberian hak- hak pertambangan yang dibatalkan hanya dapat dilakukan kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Negara. Pasal 5 Pasal 6 Termasuk Lembaran-Negara No. 24 tahun 1959. Diketahui: Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM. Disahkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 1959. Presiden Republik

Indonesia, SOEKARNO. Diundangkan pada tanggal 25 April 1959. Menteri Kehakiman, *2417 G. A. MAENGKOM. Menteri Perindustrian, F.J. INKIRIWANG. -------------------------------- CATATAN Di dalam dokumen ini terdapat lampiran dalam format gambar. Lampiran-lampiran ini terdiri dari beberapa halaman yang ditampilkan sebagai satu berkas. *) Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-15 tanggal 11 Pebruari 1959 pada hari Rabu, P. 329/1959 Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 YANG TELAH DICETAK ULANG