BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adam Smith (1776) terdapat dua aspek utama pertumbuhan

dokumen-dokumen yang mirip
Pertumbuhan ekonomi wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. dan tidak memusnahkan sumberdaya asli, manakala teori dan model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan ekonomi

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

III.METODE PENELITIAN. rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini, berfokus pada sektor basis, faktor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA TERNATE

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

BAB III METODE PENELITIAN

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MINAHASA (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI DAN DAYA SAING EKONOMI)

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Katalog BPS :

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

MAKALAH PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori perubahan struktural (structural-change theory) menitikberatkan pada

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

Analisis Sektor Potensial di Kota Mojokerto Tahun

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

ANALISIS SEKTOR EKONOMI BASIS DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA BATU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakaat mengelola sumberdaya-sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu

STUDI PUSTAKA. ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dalam Jhingan, 1992) mengemukakan. Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di masa yang akan datang. Investasi tercipta dari pendapatan yang di tabung atau dari

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI DAN PENENTUAN SEKTOR UTAMA PEREKONOMIAN PROVINSI BANTEN DI MASA DEPAN OLEH:

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

Judul : Analisis Potensi Ekonomi Daerah Provinsi Bali Nama : Luh Nyoman Fajar Nur Ayu NIM : Abstrak

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Ekonomi Menurut Adam Smith (1776) terdapat dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Pada pertumbuhan output total terdapat tiga unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ialah sumber daya alam yang tersedia, sumber daya insani dan stok barang modal yang ada. Menurut Adam Smith, sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jika suatu saat nanti semua sumber daya alam tersebut telah digunakan secara penuh maka pertumbuhan output pun akan berhenti. Sedangkan sumber daya insani memiliki peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output dan stok modal merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Sedangkan pada pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Malthus (1820), menyoroti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Menurut Malthus kenaikan jumlah penduduk yang terus menerus merupakan unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan, tetapi kenaikan jumlah penduduk saja tanpa dibaringi dengan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur perkembangan yang lain sudah tentu tidak akan menaikan pendapatan dan tidak akan menaikan permintaan. Turunnya biaya produksi akan 10

memperbesar keuntungan-keuntungan para kapitalis dan mendorong mereka untuk terus berproduksi. Karl Marx (1867), memandang proses kemajuan ekonomi sebagai proses evolusi sosial. Menurutnya, faktor pendorong perkembangan ekonomi adalah kemajuan teknologi. Barang modal yang ada bukan merupakan milik pribadi (pemilik modal), melainkan milik bersama. Manusia bekerja bukan sekadar untuk makan, tetapi sebagai bagian dari ekspresi diri. Arthur Lewis (1954), menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan sektor industri. Menurut Lewis, syarat yang dibutuhkan untuk menjadikan sektor industri sebagai mesin pertumbuhan adalah investasi (barang modal) di sektor industri harus ditingkatkan. Pada saat yang bersamaan, upah kerja di sektor industri harus ditetapkan lebih tinggi dari tingkat upah di sektor pertanian. Perbedaan tingkat upah tersebut akan menarik pekerja di sektor pertanian pindah ke sektor industri. 2.1.1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, 11

perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita, 2005). Pembangunan regional sebaiknya lebih memperhatikan keunggulankeunggulan dan karakteristik khusus suatu daerah. Pembangunan juga harus dapat meningkatkan pendapatan per kapita dari penduduk tersebut dan akan meningkatkan daya tarik daerah untuk menarik investor-investor baru untuk menanamkan modalnya di daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kegiatan ekonomi yang lebih tinggi (Kuncoro, 2000). 2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznets dalam Jhingan (2008), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki 3 komponen utama, yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian ini mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Boediono (1999) juga menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan output 12

perkapita. Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). 2.2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan,2005). Perhitungan Pendapatan Wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang biasa kita kenal diantaranya: (1) Teori Ekonomi Klasik; (2) Teori Harrod-Domar; (3) Teori Solow-Swan; (4) Teori Jalur Cepat (Turnpike); (5) Teori Basis - Ekspor dan; (6) Model Interregional. (1). Teori Ekonomi Klasik Inti ajaran Adam Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluasluasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan 13

efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Pemerintah tidak perlu mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pandangan Smith kemudian dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perberbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan. (2). Teori Harrod Domar Dalam Sistem Regional Teori ini didasarkan pada asumsi: 1. perekonomian bersifat tertutup, 2. hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan, 3. proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta 4. tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap ( seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat syarat keseimbangan sebagai berikut. g = k = n 14

Di mana: g = growth (tingkat pertumbuhan output) k = capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Untuk perekonomian daerah, Harry W. Richardson mengatakan bahwa kekakuan di atas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/ hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocorankebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. (3). Teori Solow Swan Model Solow Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Solow Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L) Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson menderivasikan rumus dari Solow - Swan menjadi sebagai berikut. Y i = a i k i + ( 1 - a i ) n i + T Di mana: Y i = Besarnya output 15

k i = Tingkat pertumbuhan modal n i = Tingkat pertumbuhan tenaga kerja T i = Kemajuan teknologi a = Bagian yang dihasilkan oleh faktor modal ( 1 a ) = Bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal (4). Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Teori Pertumbuhan Jalur Cepat ( Turnpike ) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Menurut teori ini, setiap negara perlu melihat sektor/ komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. (5). Teori Basis Ekspor Richardson Teori ini membagi kegiatan produksi/ jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan), atau disebut sektor nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan 16

pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Walaupun teori basis ekspor (esport base theory) adalah yang paling sederhana dalam membicarakan unsur unsur pendapatan daerah, tetapi dapat memberikan kerangka teoritis bagi banyak studi empiris tentang multiplier regional. Jadi teori ini memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional. Teori basis ekspor membuat asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan. Jadi, satu satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat di dalam siklus pendapatan daerah. Asumsi kedua ialah bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (intercept). Harry W. Richardson dalam bukunya dalam bukunya Elements of Regional Economics (Tarigan, 2005) memberi uraian sebagai berikut. Y i = (E i M i ) + X i Di mana: Yi = pendapatan daerah Ei = pengeluaran daerah Mi = impor daerah Xi = ekspor daerah (6). Model Pertumbuhan Interregional 17

Model ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor faktor yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. Richardson (Tarigan, 2005) dengan memanipulasi rumus pendapatan yang dikemukakan pertama kali oleh Keynes, merumuskan model interregional ini sebagai berikut. Y i = C i + I i + G i + X i - M i Di mana: Y i C i I i G i X i M i = Pendapatan daerah = Konsumsi daerah = Investasi daerah = Pengeluaran pemerintah daerah = Ekspor daerah = Impor daerah 2.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Pengukuran PDRB dapat disajikan melalui 2 (dua) jenis pendekatan antara lain yaitu: a). PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) 18

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku merupakan jumlah seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit unit produksi dalam suatu periode tertentu yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/ Output dengan biaya masing masing dinilai atas dasar harga berlaku. b). PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan pengertiannya sama dengan Atas Dasar Harga Berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga tahun dasar tertentu. NTB Atas Dasar Harga Konstan menggambarkan perubahan volume/ quantum. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai produksi dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral. 2.3.1. Metode Penghitungan PDRB Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu Metode Langsung dan Metode Tidak Langsung. 1. Metode Langsung Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan a). Pendekatan Produksi 19

Berdasarkan Pendekatan Produksi, PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit unit produksi di suatu wilayah dalam periode tertentu. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/ Output ) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Unit unit produksi tersebut akan dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan) lapangan usaha yaitu : 1. Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan, dan Kehutanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih, 5. Bangunan, 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran, 7. Pengangkutan dan Komunikasi, 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, 9. Jasa jasa termasuk pelayanan pemerintah. b). Pendekatan Pendapatan Berdasarkan Pendekatan Pendapatan, PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. c). Pendekatan Pengeluaran Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari : (1) Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga dan Lembaga Swasta Nirlaba, (2) Konsumsi Pemerintah, (3) Pembentukan Modal Tetap Bruto, (4) Perubahan Stok, dan (5) Ekspor Neto (ekspor dikurangi impor). 2. Metode Tidak Langsung (Alokasi) 20

Dengan Metode Tidak Langsung/ Alokasi, nilai tambah suatu kelompok ekonomi dihitung dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. 2.4. Pola Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sumitro (Erawati, 2012), pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses pembangunan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan hasil pendapatan. Perbedaan pertumbuhan ekonomi akan membawa masing-masing daerah membentuk suatu pola pertumbuhan dimana dapat digolongkan dalam klasifikasi tertentu untuk mengetahui potensi relatif perekonomian suatu daerah yang dapat dilihat dengan menggunakan analisis Klassen Typology. 2.5. Sektor Potensial Potensi ekonomi suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Soeparmoko, 2002). 2.6. Penelitian Terdahulu Mangun (2007), tentang Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sulawesi Tengah, menggunakan data sekunder kurun waktu tahun 2000-2005. Model analisis yang digunakan yakni Analisis LQ, Shift-Share, 21

Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak satupun Kabupaten/Kota yang masuk kriteria pertama yakni notasi overlay ketiga komponen bertanda positif (+++), sebaliknya terdapat 4 Kabupaten yang memiliki sektor ekonomi yang bernotasi negatif untuk ketiga komponen (---) dengan sektor yang sama. Demikian pula hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa tidak terdapat sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif di semua Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Tengah, tetapi memiliki spesialisasi. Di Propinsi Sulawesi Tengah tidak ada Kabupaten/Kota masuk Tipologi daerah cepat maju dan cepat tumbuh dan Tipologi daerah berkembang cepat. Tiga Kabupaten/Kota masuk Tipologi daerah maju tapi tertekan dan 7 Kabupaten masuk Tipologi daerah tertinggal. Kabupaten Tojo Una- Una mempunyai prioritas pertama untuk pengembangan wilayah semua sektor basis yang dimilikinya. Safitri (2009), tentang Analisis Potensi Ekonomi Derah Kabupaten Pati Pada Periode Sebelum Dan Selama Pelaksanaan Otonomi Daerah (Periode 1995 2006) menggunakan data sekunder yang berupa variabel PDRB beserta komponenkomponennya di Kabupaten Pati dan Propinsi Jawa Tengah. Adapun metode analisis data yang digunakan antara lain Analisis Shift-Share, analisis LQ dan DLQ, analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Overlay, analisis Indeks Spesialisasi, analisis tekanan penduduk dan daya dukung lahan serta Human Development Index (HDI). Selain itu, untuk menguji apakah terjadi peran sector ekonomi pada periode sebelum dan selama pelaksanaan otonomi daerah digunakan uji beda dua mean untuk sampel berpasangan. Dari hasil perhitungan 22

uji beda dua mean didapat hasil bahwa komponen Dij dan Mij yang berbeda secara significant (thit < ttsb) pada periode sebelum dan selama pelaksanaan otonomi daerah, sedangkan komponen Cij dan Nij tidak berbeda secara significant pada kedua era tersebut. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan sektor basis pada kedua periode, hal ini diperkuat dengan uji beda dua mean. Berdasarkan analisis MRP menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan sektor potensial pada kedua periode, hal ini diperkuat dengan uji beda dua mean. Hasil analisis Overlay menunjukkan bahwa sektor unggulan pada periode sebelum otonomi daerah adalah sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; listrik, gas dan air bersih; dan keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Pada periode selama pelaksanaan otonomi daerah, sector unggulan Kabupaten Pati adalah sektor pertanian; listrik, gas dan air bersih; keuangan, sewa dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Berdasarkan analisis indeks spesialisasi didapat hasil bahwa pola pertumbuhan ekonomi baik pada era sebelum maupun pada era otonomi daerah adalah semakin menyebar/tidak terspesialisasi. Dari pengujian beda 2 mean didapat hasil bahwa perubahan koefisien spesialisasi antara kedua era tersebut tidak terdapat perbedaan yang significant. Rosyetti (2011), tentang Analisis Sektor Potensial Kabupaten Kuantan Singingi, menggunakan data time series 2001 2005. Metode yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share. Dari hasil pengamatan, diperoleh temuan : (a) sektor potensial yang berpotensi dalam meningkatkan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertanian. Sektor jasa kurang berpotensi dalam peningkatkan perekonomian daerah dan 23

penyerapan tenaga kerja. (b) Perubahan struktur ekonomi terjadi pada sektor pertambangan. Faktor spatial atau lokasional yang menguntungkan menyebabkan berpotensinya sektor pertambangan dalam meningkatkan kesempatan kerja wilayah. Erawati (2012), tentang Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Dan Sektor Potensial Kabupaten Klungkung, menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan, baik pertumbuhan, kontribusi dan per kapitanya, dan data jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja. Metode analisis dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen, Location Quotients (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Overlay, dan Rasio Penduduk Pengerjaan (RPP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten Klungkung periode 2008-2010 berada pada zone daerah makmur yang sedang menurun. Sektor ekonomi yang potensial dikembangkan, yaitu sektor bangunan dan jasa-jasa. Dari sektor-sektor tersebut muncul beberapa sub sektor yang potensial, yaitu sub sektor jasa swasta. Peluang/kesempatan kerja yang diciptakan sektor bangunan rata-rata hanya 3,01 persen dan sektor jasa ratarata 5,96 persen, masih sangat minim bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Klungkung. Umaroh (2012), tentang Analisis Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan Perekonomian Dan Pembangunan Di Wilayah Kabupaten Probolinggo, menggunakan data time series 2005 2009. Alat analisis yang digunakan adalah Klassen Typologi, Location Quotient, Shift Share. Hasil dari analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral, menunjukkan bahwa sektor pertambangan 24

dan penggalian menduduki kuadran I yaitu sektor maju dan tumbuh cepat. Disusul oleh sektor pertanian pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan. Hasil perhitungan LQ terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Probolinggo yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun 2005-2009 yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Putra (2013), tentang Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menggunakan data sekunder dalam kurun waktu tahun 2006-2010. Model analisis yang digunakan yakni Analisis LQ, Shift- Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kabupaten/kota mempunyai potensi masing-masing sesuai dengan kondisinya. Sektor Petanian, Sektor pertambangan dan penggalian, sektor Industri pengolahan serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang dominan di Provinsi DIY karena 3 Kabupatennya mempunyai basis/unggulan di sektor ini; sedangkan sektor lainnya bervariasi khusus sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi hanya dimiliki Kota Yogyakarta sekaligus sebagai Kota yang paling banyak memiliki sektor basis sama seperti Kabupaten Sleman (5 Sektor basis). Kota Yogyakarta masuk dalam Tipologi daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Kemudian Kabupaten Sleman yang masuk dalam Tipologi daerah berkembang cepat. Tiga kabupaten lainnya masuk dalam tipologi daerah relatif tertinggal. Dari hasil analisis LQ, Shift-Share, Tipologi daerah dan pertumbuhan sektoral dapat ditentukan kabupaten/kota yang menjadi prioritas pengembangan sektor-sektor unggulan yang dimiliki. Kota Yogyakarta 25

dan Kabupaten gunung Kidul mempunyai prioritas pertama untuk pengembangan wilayah atas semua sektor basis yang dimilikinya. 2.7. Kerangka Konseptual Perekonomian daerah dapat dinilai dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapitanya. Dari total PDRB dapat dilihat sektor apa yang menjadi sektor potensial suatu daerah. Sementara dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dapat ditentukan pola pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Dengan merujuk pada sektor potensial dan pola pertumbuhan ekonomi daerah, maka pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk pembangunan ekonomi daerah. Perekonomian Daerah PDRB Pola Pertumbuhan Ekonomi Potensi Wilayah Prospek Sektor Ekonomi Kebijakan Pemerintah Daerah Pembangunan Ekonomi Daerah Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 26