PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

BIDANG SOSIAL BUDAYA. Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017

Penjelasan Teknis Jenis dan Mutu SPM Rehabilitasi Sosial

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

CAPAIAN KINERJA INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

USULAN PERUBAHAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BELANJA LANGSUNG DINAS SOSIAL TAHUN ANGGARAN perkantoran

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PRESIDEN REPUBLIK IND()NESIA BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL Penyebab utama dari permasalahan sosial adalah kemiskinan. Karena kondisi yang kurang

BAB II PROFIL INSTANSI

LAPORAN KINERJA KEPALA BIDANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TAHUN 2015

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

INDIKATOR KINERJA UTAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

Dirjen. Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial RI 2012

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

A. Latar Belakang PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT 1. Semakin meningkatnya jumlah penyandang masalah sosial di Indonesia terutama disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor yang saling berkaitan berikut ini : a. Krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997 serta masih besarnya jumlah penyandang masalah sosial yang belum tertangani sebelum krisis; b. Sistem politik yang menjadikan masyarakat terkotak-kotak dalam afiliasi kelompok politik tertentu, sehingga memandang masyarakat yang tidak sehaluan sebagai outsider (orang luar) sehingga menjadi benih-benih konflik. Hal ini lambat laun akan mengancam nilai-nilai luhur budaya bangsa yang mengedapankan gotong royong, tolong menolong, dan kesetiakawanan sosial. c. Keterbatasan kemampuan lembaga-lembaga kesejahteraan sosial, pemerintah maupun masyarakat dalam penyediaan pelayanan secara professional; d. Belum dimanfaatkannya secara sungguh-sungguh berbagai potensi dan sumber yang tersedia di masyarakat, baik tangible maupun intangible, dan formal maupun informal. 2. Peran pemerintah untuk untuk mengembangkan partisipasi masyarakat perlu diupayakan, terutama kepada masyarakat menengah dan mampu, baik melalui kegiatan formal mapun non formal. Hal ini sangat beralasan mengingat sejak tahun 2011 lalu tercatat kenaikan jumlah golongan menengah dalam perekenomian nasional di Indonesia. Bank Dunia menyebutkan, 56,5 persen dari 237 juta populasi Indonesia masuk kategori kelas menengah. Artinya, saat ini ada sekitar 134 juta warga kelas menengah di Indonesia. Sedangkan menurut Menko Perekonomian, kondisi ekonomi yang positif di Indonesia beberapa tahun terakhir telah memunculkan sekitar 9 juta warga kelas menengah baru setiap tahun. 3. Hal ini menjadi faktor yang sangat mendukung jika kenaikan ini diimbangi dengan penyadaran kepada mereka bahwa masih banyak masyarakat yang kurang beruntung yang perlu dibantu, seperti fakir miskin, anak terlantar, lansia terlantar, yatim piatu, dan sebagainya. 4. Di satu sisi, setiap manusia memiliki jiwa altruisme yaitu kecenderungan untuk memperhatikan, peduli dan membantu manusia lainnya yang mengalami kesengsaraan, malapetaka dan kesusahan. Melalui ajakan, informasi dan motivasi sederhana, altruisme ini dapat diwujudkan dalam tindakan-tindakan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan penyandang masalah sosial khususnya. 5. Keadaan ini perlu diarahkan dalam bentuk yang kongkrit dimana masyarakat mampu memiliki satu atau beberapa orang atau keluarga yang dibantu secara nyata dan menjadi tanggung jawabnya. Orang atau keluarga yang dibantu tersebut dianggap sebagai saudara angkat, seperti layaknya saudara mereka sendiri. Jika hal ini dilakukan secara masiv, dan dengan menghitung jumlah kekayaan yang dimiliki orang mampu dibanding dengan jumlah penyandang masalah, maka secara hitungan sederhana jumlah PMKS akan dapat terentaskan. Dengan landasan berpikir tersebut maka program Saudara Angkat menjadi sebuah inisiatif atau terobosan pendekatan yang cukup strategis untuk melibatkan masyarakat mampu sekaligus mengatasi masalah sosial yang ada di Indonesia. 1

6. Program Saudara Angkat telah lama dikembangkan di Negara maju serta merupakan program di bidang kesejahteraan sosial. Program ini dikembangkan dalam rangka mengaktifkan peran warga masyarakat mampu untuk membantu memenuhi kebutuhan warga masyarakat lainnya yang mengalami masalah sosial yang karena aneka faktor sulit dipenuhi oleh lembaga kesejahteraan sosial yang ada. 7. Program ini dilaksanakan dengan berlandaskan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. Peran pemerintah semata-mata berupa fasilitasi, informasi, konsultasi dan koordinasi. B. Pengertian 1. Program Saudara Angkat adalah aneka bentuk bantuan yang diberikan oleh warga masyarakat mampu kepada warga masyarakat lainnya yang mengalami masalah sosial. Bantuan yang diberikan tidak bersifat amal atau filantropis tetapi berdasarkan prinsipprinsip professional, yaitu terencana, bertujuan dan berkelanjutan. 2. Beberapa ciri khas pemberian bantuan dalam Program Saudara Angkat adalah : a. Bantuan diberikan secara individual, dalam arti satu warga masyarakat mampu (pemberi bantuan) membantu satu warga masyarakat lainnya yang kurang mampu atau mengalami masalah sosial (penerima bantuan). Bantuan juga dapat diberikan oleh satu orang/keluarga kepada satu keluarga lainnya. b. Jenis bantuan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik penyandang masalah. c. Pilihan penerima bantuan, jenis dan besaran bantuan yang akan diberikan, jangka waktu dan frekuensi pemberian bantuan ditentukan sendiri oleh pemberi bantuan dengan memperhatikan masalah, kebutuhan dan pendapat penerima bantuan. d. Penerima bantuan tidak hanya berasal dari lingkungan geografis sekitar masyarakat mampu, tapi juga berasal dari lingkungan yang jauh. 3. Penerima bantuan yang umumnya termasuk dalam Program ini adalah : a. Anak dan remaja terlantar, termasuk anak jalanan; b. Anggota keluarga tidak mampu; c. Lanjut usia terlantar, didalam dan diluar panti sosial; d. Penyandang cacat; e. Penyandang ketunaan sosial (gelandangan, pengemis, tuna susila) yang telah direhabilitasi dan bekas narapidana; f. Korban tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran; g. Korban narkoba yang telah direhabilitasi; h. Penyandang masalah lain sesuai dengan kondisi setempat. 4. Jenis bantuan yang diberikan dapat berupa satu atau lebih hal-hal sebagai berikut : a. Pemenuhan kebutuhan penerima bantuan agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara normal dalam kehidupan masyarakat, khususnya kebutuhan sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dan pekerjaan; b. Pendampingan psiko-sosial atau hubungan persaudaraan; 2

c. Penyediaan kesempatan kerja, termasuk pelatihan keterampilan, modal, peralatan dan tempat kerja untuk usaha sendiri. d. Fasilitasi unifikasi dan rujukan ( referal) baik ke lembaga sosial, keluarga, lingkungan, mapun masyarakat penerima bantuan. Contoh-contoh bantuan dalam Program Saudara Angkat diberikan pada Lampiran Uraian ini. 5. Jenis bantuan yang diberikan dapat berubah atau berkembang sesuai dengan perkembangan tali persaudaraan antara pemberi dan penerima bantuan. 6. Dalam pelaksanaan Program ini, pemberi bantuan atau calon pemberi bantuan dapat meminta bimbingan, fasilitasi, informasi dan konsultasi Pekerja Sosial professional yang disediakan oleh instansi, organisasi atau lembaga yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial. C. Tujuan Tujuan Program Saudara Angkat adalah : 1. Memenuhi kebutuhan spesifik penerima bantuan dalam rangka penanggulangan masalah sosial; 2. Menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepada warga masyarakat mampu untuk mengabdikan diri di bidang sosial kemanusiaan sesuai dengan keinginan dan kemampuan masing-masing; 3. Meningkatkan dan menyebarluaskan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan sehari-hari yang berdampak positif pada peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa; 4. Mengurangi berbagai dampak tidak menguntungkan yang diakibatkan oleh adanya kesenjangan sosial vertikal antar warga masyarakat. D. Mekanisme Pelaksanaan Program Saudara Angkat dilaksanakan sesuai dengan aspek-aspek individual pemberi dan penerima bantuan seperti tergambar dalam diagram berikut ini : Pemberi Bantuan Aspek Individual Persepsi Kebutuhan Nilai Kemampuan Harapan Pengalaman Perasaan Masalah SAUDARA ANGKAT Penerima Bantuan 3

Pemberi dan penerima bantuan mengkaji serta memahami kedelapan aspek, baik yang terdapat dalam diri masing-masing maupun dalam diri pihak lain. Melalui pemahaman ini diharapkan masing-masing pihak mampu memahami peranannya sehingga proses hubungan persaudaraan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan program. E. Azas dan Prinsip Saudara Angkat 1. Prinsip Kesetiakawanan, yaitu pelaksanaan Progam Saudara Angkat harus dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan dengan empati dan kasih sayang. 2. Kemanfaatan, yaitu Program Saudara Angkat tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh penerima bantuan tapi juga pemberi bantuan dengan terciptanya kerukunan hidup yang akan berpengaruh terhadap kondisi dan stabilitas ekonomi, politik dan sosial secara umum. 3. Persaudaraan, yaitu Program Saudara Angkat berupaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara penerima dengan pemberi bantuan sehingga terwujud harmoni sosial. 4. Partisipasi adalah bahwa Program Saudara Angkat mengedepankan pelibatan seluruh komponen masyarakat. 5. Berkelanjutan adalah bahwa dalam pelaksanaan Program Saudara Angkat harus dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga tercapai kemandirian penerima bantuan. 6. Prinsip Keadilan, yaitu Program Saudara Angkat berupaya untuk menekankan aspek pemerataan di kalangan sesama warga masyarakat dan menghindari kecemburuan sosial. 7. Kesetaraan, yaitu hubungan yang tercipta dalam Saudara Kandung, yaitu antara Pemberi dan Penerima Bantuan berada dalam hubungan saling menghargai dan menghormati F. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. 3. Inpres Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanan Prioritas Pembangunan Nasional. 4. Inpres Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pembangunan yang Berkeadilan. 4

G. Langkah-Langkah Pelaksanaan Langkah-langkah dibawah ini sifatnya umum dan penerapannya disesuaikan dengan kondisi obyektif setiap daerah. 1. Langkah I : Persiapan Sosial Persiapan sosial bertujuan untuk membangun akses serta kepercayaan secara konstruktif dengan berbagai stakeholder, terutama pemberi bantuan. Kegiatan persiapan sosial mempunyai tujuan untuk menyamakan pemahaman berbagai pihak terkait serta menentukan peran dan fungsi masing-masing dalam Program Saudara Angkat. Adapun kegiatannya terdiri dari : a. Penyusunan Pedoman Program Saudara Angkat. b. Konsolidasi dan Koordinasi tim Pelaksana di lingkungan Kementerian Sosial. c. Koordinasi dan diseminasi kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, masyarakat mampu dan dunia usaha maupun BUMN/BUMD. d. Penentuan criteria calon penerima bantuan saudara angkat. e. Rekrutmen Pemrakarsa. Pemrakarsa merupakan orang atau pihak yang berasal dari struktur pemerintahan maupun warga masyarakat aktif biasa yang memiliki informasi atau data awal tentang kondisi penyandangan masalah di daerahnya. Tugas pemrakarsa meliputi adalah: (1) persiapan program, (2) m enyelenggarakan pertemuan dengan PMKS yang menerima program, (3) pertemuan dengan calan pemberi bantuan, (4) Mengelompokkan peserta berdasarkan jenis masalah kesejahteraan sosial, (5) Identifikasi dan pemutakhirkan data dan informasi, dan lain-lain. 2. Langkah II : Pemetaan Sosial Pemetaan sosial adalah untuk melihat mengidentifikasi jumlah dan sebaran PMKS calon penerima bantuan di wilayah sekitar. Langkah-langkah sebagai berikut: a. Identifikasi data PMKS, PSKS, calon pemrakarsa, dan masyarakat mampu. b. Identifikasi daerah kumuh atau kantong-kantong kemiskinan (slum area) di suatu lokasi c. Identifikasi lembaga/ panti sosial yang menampung PMKS untuk dikunjungi dan dijadikan calon penerima bantuan. d. Identifikasi dan penentuan pendamping yang berasal dari Pekerja sosial profesional dan atau tenaga kesejahteraan sosial lokal. 3. Langkah III. Perencanaan dan Pelaksanaan a. Pertemuan dengan kalangan warga masyarakat mampu untuk membahas tentang arti, tujuan, sasaran dan manfaat Program Saudara Angkat. Dalam pertemuan ini dapat diundang seorang Pekerja Sosial profesional yang benar-benar memahami berbagai aspek serta proses pelaksanaan Program Saudara Angkat. b. Mengadakan kunjungan pengamatan lapangan ke Panti Sosial dan Daerah kumuh atau kantong-kantong kemiskinan untuk melihat secara langsung kondisi penyandang masalah sosial yang berpotensi untuk dipilih menjadi Saudara Angkat. 5

c. Pengkajian dan penentuan nama dan alamat calon penerima bantuan Saudara Angkat. d. Pengkajian masalah calon penerima bantuan dan kebutuhan yang dapat dipenuhi. e. Penyusunan Rencana Kerja Saudara Angkat oleh pemrakarsa yang pelaksanaannya dapat dibantu oleh Pekerja Sosial professional. Kalau dipandang perlu, pemrakarsa dapat bekerja sama dengan instansi, organisasi, lembaga dan forum terkait serta wakil warga masyarakat mampu/relawan sosial dalam penyusunan Rencan Kerja ini. f. Pendampingan yang berasal dari Pekerja sosial profesional dan atau tenaga kesejahteraan sosial lokal, untuk memberikan dampingan profesional agar proses pemberian bantuan berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan serta pendekatan pekerjaan sosial profesional. 4. Langkah IV: Pengembangan Hubungan Pertolongan Program ini menekankan pada pengembangan dan mempertahankan pola hubungan pertolongan yang telah terjalin dalam wadah Saudara Angkat 5. Langkah V: Pengembangan Jaringan Program ini merupakan penguatan sinergitas intra dan antar lembaga/ instansi yang bertujuan untuk menjaga kemandirian dan keberlanjutan Program Saudara Angkat, dengan memanfaatkan berbagai sistem sumber formal maupun nonformal yang ada dalam komunitas lokal, baik instansi pemerintah,dunia usaha dan masyarakat mampu lainnya, serta lembagaan sosial yang ada. 6. Langkah V : Terminasi Pada prinsipnya tidak ada terminasi antara pemberi bantuan dengan penerima bantuan dalam periode tertentu. Namun demikian jika terminasi terjadi diperkirakan dengan kondisi sebagai berikut : Pemberi bantuan berada pada kondisi tertentu dimana bantuan tidak dapat dilanjutkan. Penerima bantuan telah mampu dan mandiri secara wajar sesuai dengan kondisi permasalahannya berdasarkan penilaian profesional pekerja sosial Pemberi bantuan akan mengambil atau menjadi Saudara Angkat dari PMKS lain. H. Indikator Kinerja Utama (IKU) Keberhasilan Program Saudara Angkat dapat diukur dengan melihat Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri atas tiga kelompok indikator yaitu: (1) Indikator Input, (2) Indikator Proses, dan (3) Indikator Output, (4) Indikator Outcome, dan (5) Indokator Impact. Penentuan aspek-aspek dari setiap indikator didasarkan pada kerangka kerja program. 1. Indikator Input, yaitu : a. Kebijakan dan Program Kemensos b. Kebijakan dan Program Kementerian/ Lembaga lain. c. Data PMKS, PSKS & Masyarakat d. Data kondisi kewilayahan. 6

2. Indikator Proses, yaitu : a. Persiapan dan Pemetaan Sosial b. Perencanaan dan Pelaksanaan Program c. Terbentuknya pemrakarsa d. Karakterisik pemberi bantuan dan calon penerima bantuan. e. Karakteristik bantuan f. Pengembangan Jaringan dan akses sistem sumber 3. Indikator Output, yaitu : a. Terciptanya jalinan Saudara Angkat. b. Tersalurkannya bantuan dari pemberi bantuan kepada penerima bantuan. 4. Indikator Outcome, yaitu : a. Terpenuhinya kebutuhan penerima bantuan b. Permasalahan penerima bantuan dapat diatasi c. Meningkatnya Kesejahteraan penerima bantuan/ PMKS 5. Indikator Impact, yaitu : Terwujudnya harmonisasi dan kesetiakawanaan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Tim Pakar Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia Sahawiah Abdullah 7