II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP. Oleh Rommy Pratama*) Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Sumber: Dewi, A.I, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka book Publisher : yogyakarta.

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuann hukum, maka hilanglah sifat

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB II PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENCURIAN DALAM KELUARGA. A. Pencurian Dalam Keluarga Merupakan Delik Aduan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban, atau mengandung beban pertanggungan jawab pidana, yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti halnya unsure melawan hukum, unsure kesalahan ini ada di sebagian rumusan tindak pidana, yakni kejahatan tertentu dengan dicantumkan secara tegas dan sebagian lain tidak dicantumkan secara tegas. Unsur kesalahan (baik kesengajaan maupun kelalaian) dalam tindak pidana pelanggaran tidak pernah dicantumkan dalam rumusan. Asas tidak ada pidana tanpa (geen straf zonder schuld) tetap dipakai karena dalam pelanggaran tetap ada unsur kesalahan (Adami Chazawi, 2007: 151). Bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana, Pasal 17 Penjelasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14, pasal ini menunjukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditunjukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana. Pasal 1 butir 14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, disebut tersangka atau

17 orang yang diduga pelaku tindak pidana berdasarkan bukti permulaan. Maka, masih banyak hal yang harus di buktikan oleh penyidik jika seseorang tersebut benar-benar bersalah. Mencari dan pengumpulan bukti permulaan yang cukup merupakan wewenang Kepolisian. Menurut Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia: Bukti Permulaan yang Cukup merupakan dasar untuk menentukan seseorang menjadi tersangka, penahanan tersangka, selain tertangkap tangan ( Pasal 67 ayat (1)), pada ayat (2) bukti pe rmulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya adanya laporan polisi ditambah dengan 2 (dua) jenis alat bukti sebagai berikut: 1. Keterangan Saksi yang diperoleh oleh penyidik, 2. Keterangan Ahli yang diperoleh oleh penyidik, 3. Surat, 4. Petunjuk. Jika kita hubungkan antara isi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Peraturan Kapolri mengenai bukti permulaan yang cukup masih bersifat abstrak dalam penafsirannya, maka akan berbeda ditiap penyidikan, karena undang-undang tersebut belum menjelaskan secara konkret apa itu bukti permulaan. Jika dihubungkan, Asas tidak ada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) dalam hukum pidana. Terhadap proses penyelidikan dan penyidikan maka subtansi dari tugas dan wewenang mereka adalah untuk mencari kesalahan dan yang bertanggung jawab terhadap pristiwa pidana tersebut serta apakah perbuatan tersebut diatur atau tidak dalam hukum atau Undang-undang. Bukti Permulaan yang Cukup adalah proses untuk mencari unsur kesalahan menurut KUHAP.

18 B. Kepolisian, Penyelidikan dan Penyidikan 1. Kepolisian Kepolisian adalah segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-undang No. 2 Tahun 2002). Kepolisian atau Polri menduduki posisi sebagai aparat penegak hukum sesuai dengan prinsip deferensiasi fungsional yang digariskan oleh Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Kepada Polri diberikan peran role berupa kekuasaan umum menangani criminal (general policing authority in criminal matter) diseluruh wilayah Negara.Kepolisian Independen melakukan fungsi operasional ketertiban umum tanpa campur tangan (intervensi) dan kontrol dari kekuasaan pemerintah manapun. Dalam melaksanakan fungsi penyelidikan dan penyidikan, konstitusi memberi hak istimewa atau hak privilese kepada Kepolisian untuk memangil, memeriksa, menangkap, menahan, menggeledah, dan menyita terhadap tersangka dan barang yang dianggap berkaitan dengan tindak pidana. Akan tetapi, dalam melaksanakan hak dan kewenangan istimewa tersebut harus taat dan tunduk kapada prinsip the right of due process. Setiap tersangka berhak diselidik dan disidik diatas landasan sesuai dengan hukum acara, tidak boleh undue process. Bertitik tolak dari asas due process, Kepolisian dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan penyidikan harus berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus ( Special rule) yang diatur dalam hukum acara pidana ( criminal procedure) dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (A.M. Mendrofa. 2003: 10-14).

19 2. Penyelidikan Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 5 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Menurut Leden Marpaung: Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Perlu digaris bawahi kalimat mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Sasaran mencari dan menemukan tersebut adalah suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Dengan perkataan lain mencari dan menemukan berarti penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Akan tetapi, dalam kenyataan sehari-hari, biasanya penyelidik atau penyidik baru memulai tugasnya setelah ada lapora atau pengaduan dari pihak yang dirugikan (Leden Marpaung. 2009: 6). Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana semakin memperjelas pentingnya arti penyelidikan, sebelum dilanjutkan dengan tindakan penyidikan, agar tidak terjadi tindakan yang melanggar hak-hak asasi yang merendahkan harkat martabat manusia. Tujuan penyelidikan merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat dan martabat manusia (Leden Marpaung. 2009: 9). Sebelum melangkah melakukan penyidikan seperti penangkapan dan penahanan, harus lebih dahulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai alasan tindak lanjut penyidikan. Siapa yang berwenang sebagai penyelidik dalam melakukan penyelidikan diatur dalam Pasal 1 butir 4 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana:

20 Penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan. Sesuai dengan Pasal 4 KUHAP yang berwenang melaksanakan fungsi penyelidikan adalah setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Jaksa atau pejabat lain, tidak berwenang melakukan penyelidikan. Sebab penyelidikan adalah monopoli tunggal Kepolisian di mana kemanunggalan fungsi dan wewenang penyelidikan bertujuan untuk: a. Menyederhanakan dan memberi kepastian kepada masyarakat siapa yang berhak dan berwenang melakukan penyelidikan. b. Menghilangkan kesimpang siuran penyelidikan oleh aparat penegak hukum, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih seperti yang dialami masa HIR. c. Merupakan efisiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi pemborosan, jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun terhadap orang yang diselidiki tidak lagi berhadapan dengan berbagai macam campur tangan aparat penegak hukum dalam penyelidikan, demikian juga dari segi waktu dan tenaga jauh lebih efektif dan efisien. Dari bunyi Pasal 4 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dijernikan aparat yang berfungsi dan berwenang melakukan penyelidikan, hanya pejabat polri, tidak dibenarkan adanya campur tangan dari instansi dan pejabat lain (AM. Mendrofa. 2003: 22-23).

21 2. Penyidikan Pengertian penyidikan yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 2 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangka. Penyidikan dimulai setelah terjadinya tindak pidana dan telah dilakukan penyelidikan untuk menemukan bukti permulaan. Sesungguhnya penyidikan terhadap tindak pidana diharapkan dapat memperoleh keterangan-keterangan berupa: a. Jenis dan kualifikasi tindak pidana yang terjadi, b. Waktu tindak pidana dilakukan, c. Tempat terjadinya tindak pidana, d. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan, e. Alasan dilakukannya tindak pidana, f. Pelaku tindak pidana, Penekanan tindakan penyelidikan diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana. Pada penyidikan, titik berat penekannya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya (Rusli Muhammad. 2007: 58-60).

22 Hampir tidak ada perbedaan makna keduanya, kelihatannya hanya bersifat gradual saja antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan saling mengisi guna dapat diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana. Untuk membedakan keduanya maka dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu: 1. Segi pejabat pelaksana, pejabat penyelidik terdiri dari semua anggota Polri dan pada dasarnya pangkat dan wewenangnya berada di bawah pengawasan penyidik. 2. Kewenangan penyelidik sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan menemukan data atas suatu tindakan yang diduga merupakan tindak pidana, hanya dalam hal-hal telah mendapat perintah dari pejabat penyidik, barulah penyelidik melakukan tindakan yang disebut Pasal 5 ayat (1) huruf b (penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya) (AM. Mendrofa. 2003: 29). C. Delik (Tindak Pidana) Ada dua golongan penulis, yang pertama merumuskan delik itu sebagai suatu kesatuan yang bulat, seperti Simons, yang merumuskan bahwa strafbaar feit ialah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Jonkers dan Utrecht memandang rumusan Simons merupakan rumusan yang lengkap, yang meliputi: 1. Diancam dengan pidana oleh hukum, 2. Bertentangan dengan hukum, 3. Dilakukan oleh orang yang bersalah, 4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya (Andi Hamzah. 2005: 96-97)

23 Sungguh pun demikian setiap tindak pidana yang terdapat didalam kitab undang-undang hukum pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur obyektif dan subyektif. Unsur-unsur itu terdiri dari : a. Unsur-unsur obyektif. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Maka unsur-unsur obyektif dari suatu tindak pidana itu adalah: 1) Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid, 2) Kualitas dari pelaku, misalnya jabatan atau pengurus suatu instansi didalam kejahatan menurut KUHP 3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. b. Unsur-unsur subyektif. Unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hati. Maka unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah: 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa, 2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging, 3) Macam-macam maksud atau oogmerk,

24 4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, 5) Perasaan takut atau vress Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana. Dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah: a. Harus ada suatu perbuatan. Maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Kegiatan itu terlihat sebagai suatu perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa. b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum. Artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu. Pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib mempertanggung jawabkan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak perlu mempertanggung jawabkan. Perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan itu karena dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat.

25 c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum. d. Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyatanyata bertentangan dengan aturan hukum. e. Harus tersedia ancaman hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Dan ancaman hukuman itu dinyatakan secara tegas maksimal hukumnya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau di dalam suatu perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu melaksanakan hukuman (P.A.F. Lamintang. 1997: 192-194). Dari unsur-unsur tersebut dapat kita simpulkan bahwa subyek hukum pidana adalah manusia dan obyeknya adalah perbuatan manusia yang dilarang atau diatur di undang-undang. Sudarto membedakan jenis-jenis/penggolongan tindak pidana menurut doktrin. Penggolongan tindak pidana secara umum dibedakan kedalam beberapa pembagian sebagai berikut:

26 1) Tindak pidana dapat dibedakan secara kualitatif atas kejahatan dan pelanggaran. 2) Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana formil dan materiil. 3) Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana/delik comissionis, delik omisionis dan delik comisionis peromissionis comissa. 4) Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana kesengajaan dan tindak pidana kealpaan (delik dolus dan delik culpa). 5) Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana yang berlangsung terus dan tindak pidana yang tidak berlangsung terus (Togat. 2008: 117-124).