1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

OPTIMASI FUNGSI EKOLOGI-EKONOMI DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG BERBASIS IKAN TARGET

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut, peran terumbu karang yang lebih menonjol adalah dalam kaitannya dengan fungsi ekologi seperti fungsi fisik terumbu karang sebagai penahan gelombang dan pelindung pantai dari hantaman gelombang dan gerusan air laut (Suharsono 2007). Menurut Fauzi (2004) fungsi ekonomi suatu ekosistem dilihat dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekosistem tersebut. Nilai ekonomi terumbu karang merupakan nilai total dari kegunaan terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung. Nilai total dari terumbu karang sangat bervariasi tergantung dari lokasi, kemudahan dan beberapa faktor lainnya. Sampai saat ini metoda perhitungan nilai ekonomi masih beragam. Salah satu nilai ekonomi dari ekosistem terumbu karang yang menonjol adalah nilai manfaat langsung perikanan terumbu berupa hasil tangkapan ikan target (ikan ekonomis penting). Hasil penelitian LIPI menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Indonesia pada akhir tahun 2007 yang datanya diambil dari 77 daerah dan 908 lokasi adalah 5,51% dalam kondisi sangat baik, 25,11% dalam kondisi baik, 37,33% dalam kondisi sedang dan 32,05% dalam kondisi buruk. Lebih lanjut dikatakan bahwa terumbu karang yang berada di Kawasan Barat Indonesia pada tahun 1995 lebih buruk jika dibandingkan dengan karang yang ada di Kawasan Tengah dan Timur Indonesia, namun pada hasil evaluasi terakhir kategori terumbu karang yang buruk meningkat di Kawasan Timur Indonesia dan di Kawasan Barat Indonesia menjadi lebih baik (Suharsono 2007). Keberadaan ikan karang termasuk di dalamnya ikan target dipengaruhi oleh kondisi atau kualitas karang sebagai habitatnya (Dartnall & Jones 1986; Choat & Bellwood 1991; Kuiter 1992; La Mesa et al. 2004; Gratwicke et al. 2006). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan fungsi ekologi terumbu karang juga akan menurunkan fungsi ekonomi terumbu karang khususnya nilai manfaat langsung perikanan terumbu. 1

2 Untuk mengatasi penurunan fungsi ekologi terumbu karang diperlukan kajian yang dapat menjelaskan dan menganalisis kondisi fungsi ekologi-ekonomi dan pengambilan keputusan dalam kebijakan pengelolaan pesisir khususnya terumbu karang yang bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas ekologi dan manfaat ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, Jentoft et al. (2007), Chuenpagdee dan Jentoft (2009), Kooiman et al. (2008) dan Chuenpagdee et al. (2008) menyatakan perlunya melihat keberlanjutan pengelolaan dari segi sistem pengelolaan, sistem yang dikelola dan pengelolaan interaktif. Dalam sistem ini, sistem pengelolaan dipandang sebagai subyek tatakelola dimana instrumen manajemen dihasilkan, sistem yang dikelola sebagai obyek tatakelola dimana sistem sosial-ekologis harus dikelola dalam mencapai tujuan manajemen, dan pengelolaan interaktif sebagai proses interaksi antara sistem pengelolaan dan sistem yang dikelola. Semakin menipisnya sumberdaya alam khususnya terumbu karang dan menurunnya kemampuan terumbu karang dalam menyediakan jasa-jasa lingkungan bagi keperluan pembangunan dan kehidupan manusia, mendorong semua bangsa di dunia untuk menerapkan paradigma pembangunan baru, yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan dengan konsep pengelolaan ekosistem sumberdaya alam secara berkelanjutan mengacu pada upaya pemanfaatan ekosistim sumberdaya alam secara optimal dan diimbangi dengan tindakan konservasi secara berkelanjutan. Pengelolaan yang dimaksud menghindari pemanfaatan yang eksploitatif dan melampaui ambang batas daya dukung ekosistem sumberdaya tersebut. Sebaliknya menjaga kelestarian ekosistem tersebut merupakan nilai tambah tersendiri bagi penduduk setempat secara khusus dan masyarakat luas secara umum. Integrated coastal management-icm merupakan metode pengelolaan yang banyak digunakan untuk melindungi dan mengelola sumberdaya pesisir. Menurut Schwartz (2005) definisi ICM bisa dikatakan sebagai suatu proses terintegrasi yang mengelola semua bidang kegiatan wilayah pesisir yang terjadi sepanjang bentangan garis pantai, secara holistik, sehingga meminimalisasi dampak yang dapat merugikan pesisir itu sendiri. Hasil ICM dapat menjadi rencana pengelolaan yang mengidentifikasi masalah pesisir dan menguraikan solusi untuk setiap

3 pemanfaatan wilayah pesisir. Salah satu ekosistem yang ada di pesisir dan memegang peranan penting dalam ICM adalah terumbu karang. Terumbu karang sebagai lahan milik bersama, oleh karena itu sumberdaya yang terkandung di dalamnya tidak dapat dimiliki secara pribadi. Dalam pengelolaan sumberdaya milik bersama tersebut, semua berhak memanfaatkan segala potensinya dan karenanya persaingan antar pelaku, baik nelayan maupun pengusaha, sangat ketat dan sulit dikendalikan. Setiap pelaku cenderung berupaya memaksimumkan kepentingannya sendiri dengan cara menggunakan alat yang memaksimalkan hasilnya seperti dengan menggunakan trawl, purse seine dan bahkan memakai bahan kimia dan peledak tanpa menghiraukan kelestarian lingkungan dan daya dukungnya. Sumberdaya alam khususnya terumbu karang, dalam hal ini pemanfaatan ikan target di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus umumnya dilakukan oleh masyarakat Desa Basaan, dimana sumberdaya manusia yang ada terbatas dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Penduduk Desa Basaan umumnya bekerja sebagai nelayan dan petani, selain ada pekerjaan-pekerjaan lainnya yang mereka lakukan, dengan tingkat pendidikan umumnya hanya sampai pada sekolah dasar sampai sekolah menengah. Keberlangsungan hidup penduduk ini tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, namun demikian pemanfaatan yang tidak sesuai akan memberikan dampak negatif terhadap penduduk setempat, seperti pemanfaatan hutan mangrove yang berlebihan dan penangkapan ikan di daerah terumbu karang dengan cara merusak ekosistem terumbu karang. Kegiatan-kegiatan inilah yang membawa kondisi sumberdaya alam pesisir gugus Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus mengalami penurunan kualitas yang berdampak negatif terhadap kondisi fisik pulau dan penduduk setempat. Berdasarkan uraian di atas, status keberlanjutan ekosistem terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus dipahami sebagai suatu permasalahan yang layak dikaji dalam kerangka pengembangan dan pelestarian ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dari tahun 2002-2010 telah terjadi penurunan tutupan karang 5-20% dan produksi ikan target dari 65,45 ton pada tahun 2002 menjadi hanya 38,83 ton pada tahun 2010. Dalam konteks pengelolaan terumbu karang, belum ada penelitian yang

4 memperhatikan fungsi ekologis suatu kawasan terumbu karang secara spasial dan temporal (wilayah pemijahan, pembesaran dan mencari makan), sehingga penelitian ini ingin menentukan wilayah-wilayah tersebut sebagai dasar dalam pengelolaan terumbu karang. Suatu upaya penelitian yang komprehensif dan terintegrasi diarahkan untuk peningkatan fungsi ekologi-ekonomi terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus untuk memperoleh suatu arahan pengembangan menjadi penting untuk dilakukan. Integrasi berbagai aspek dan kondisi yang ada saat ini dapat menjadi bagian bagi pengembangan konsep pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Ekosistem terumbu karang merupakan mata rantai utama yang berperan sebagai produsen dalam jaring makanan ekosistem pantai. Selain itu ekosistem terumbu karang yang memiliki produktivitas tinggi menyediakan makanan berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut dan menyediakan tempat memijah, berkembang biak, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting dan udang, sehingga secara tidak langsung kehidupan manusia tergantung pada keberadaan ekosistem terumbu karang. Terumbu karang juga memiliki fungsi fisik bagi pantai yaitu sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan penahan abrasi. Ancaman terhadap usaha perikanan laut, khususnya keberadaan ikan target, menjadi semakin besar karena degradasi terumbu karang yang menyebabkan penurunan stok ikan dan adanya konflik sosial di antara pengguna (nelayan) sumberdaya ikan. Persoalan nyata dalam perikanan tangkap adalah persaingan antar nelayan di daerah penangkapan ikan, karena sumberdaya dan daerah operasinya menjadi terbatas, sementara jumlah unit penangkapan ikan yang beroperasi semakin meningkat. Perikanan ikan karang hidup untuk konsumsi (life reef food fish-lrff) memberikan kehidupan bagi banyak nelayan pantai. Di daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit alternatif mata pencaharian, perdagangan LRFF bisa menjadi sumber pendapatan utama bahkan dapat dijadikan komoditi eksport. Ikan karang hidup untuk konsumsi mempunyai nilai jual yang tinggi, dengan volume yang

5 rendah, untuk itu perikanan tersebut sangat berharga dan dapat menjadi nilai tambah bagi perikanan karang di suatu daerah jika dikelola secara bertanggung jawab. Namun demikian, perikanan ini identik dengan praktek penangkapan ikan yang merusak dan penangkapan ikan secara berlebihan, dimana tidak hanya merusak lingkungan laut namun juga ekonomi dan jaringan sosial komunitas nelayan pantai yang bergantung pada sumberdaya ekosistem terumbu karang. Dampak negatif dalam jangka yang lebih panjang dari perikanan LRFF yang tidak dikelola dengan baik, dapat mengancam ketersediaan potensi ikan dan juga komunitas nelayan tradisional yang memanfaatkan perikanan tersebut, dimana kondisi ini telah dirasakan di banyak negara di dunia. Pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab menjadi kebutuhan untuk menjamin pemanfaatan sumber daya kelautan yang berkelanjutan dan perlindungan terumbu karang untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada saat ini aktivitas dan jumlah orang yang ingin memanfaatkan sumberdaya terumbu karang semakin hari semakin meningkat, sedangkan sumberdaya terumbu karang tetap atau cenderung berkurang. Di sisi lain pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang ada saat ini kurang ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan. Kondisi ini akhirnya akan menurunkan daya dukung sumberdaya terumbu karang. Oleh karenanya, dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir terpadu, maka optimasi fungsi ekologi-ekonomi dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berbasis ikan target memunculkan permasalahan yang dapat diajukan sebagai berikut: 1. Bagaimana menentukan wilayah pemijahan (spawning ground), tempat pembesaran (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan target pada kawasan terumbu karang? 2. Bagaimana meningkatkan kondisi ekologi terumbu karang sebagai tempat pemijahan, tempat pembesaran dan tempat mencari makan bagi ikan target? 3. Bagaimana potensi ikan target pada sumberdaya terumbu karang dimanfaatkan secara optimal? Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu penelitian yang sistematis, rasional dan obyektif terhadap semua faktor yang mempengaruhi optimasi fungsi ekologi-ekonomi agar sesuai untuk kepentingan pengelolaan terumbu karang berkelanjutan. Alur pemikiran dan tahapan penelitian ini disajikan dalam Gambar 1 dan Gambar 2.

6 Kondisi existing Ekosistem Terumbu Karang Organisme Bentik Penyusun Terumbu Karang - Degradasi Terumbu Karang - Penurunan Fungsi Ekologi Keberadaan Ikan Target - Pemanfaatan oleh nelayan - Penurunan tingkat pendapatan Optimasi Fungsi Ekologi-Ekonomi Feedback Analisis Kebutuhan Identifikasi Optimasi Formulasi Optimasi Penentuan Optimasi Validasi Partisipasi Masyarakat Kajian Pemanfaatan Ekosistem Terumbu Karang yang optimum Desain Optimasi Pengelolaan Terumbu Karang Yang Terpadu Berkelanjutan Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

7 Kajian Teoritis Ekosistem 1. Faktor Biofisik dan Ekonomi 2. Optimasi Konsep Hubungan Organisme Bentik Penyusun Terumbu Karang Dengan Ikan Target Konsep Optimasi Tahap 1 Observasi (data) Lapang Kajian Pustaka Analisis Data Ekologi Ekonomi Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Target Spasial Temporal Tahap 2 Optimasi Ekologi-Ekonomi Tahap 3 Kesimpulan dan Rekomendasi Terhadap Desain Optimasi Pengelolaan Terumbu Karang Terpadu Berkelanjutan Gambar 2 Tahapan penelitian optimasi pengelolaan terumbu karang berbasis ikan target

8 1.3 Tujuan Penelitian Dari uraian di atas maka tujuan penelitian ini secara umum adalah membangun desain optimasi pengelolaan untuk meningkatkan kondisi ekologi dan ekonomi terumbu karang yang berorientasi pada keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus, sedangkan tujuan khususnya adalah : 1. Menentukan wilayah pemijahan (spawning ground), tempat pembesaran (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) pada kawasan terumbu karang, serta mengevaluasi hubungan keberadaan ikan target dengan organisme bentik penyusun terumbu karang secara spasial dan temporal. 2. Mengoptimasi fungsi ekologi-ekonomi pada wilayah pemijahan, tempat pembesaran dan tempat mencari makan dalam pengelolaan terumbu karang berbasis ikan target. 3. Mengevaluasi manfaat ekosistem terumbu karang terhadap ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sekitar. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Pemanfaatan kawasan dan potensi ekosistem terumbu karang yang optimal dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. 2. Adanya desain optimasi pemanfaatan ekosistem terumbu karang dapat menjadi masukan dalam menyusun perencanaan pembangunan kawasan pesisir dan lautan umumnya dan khususnya di Kabupaten Minahasa Tenggara. 3. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada wilayah pesisir lain yang memiliki terumbu karang. 1.5 Kebaruan Kebaruan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Penentuan wilayah pemijahan, pembesaran dan mencari makan berdasarkan sebaran ukuran panjang ikan target. 2. Hubungan komponen penyusun terumbu karang dengan kehadiran ikan target. 3. Optimasi fungsi ekologi-ekonomi terumbu karang berbasis ikan target.