ANALISIS KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN DAN MENYIMPULKAN MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING.

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT-NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

THE ANALYZING ABILITY OF DRAWING CONCLUSIONS AND APPLYING CONCEPTS

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI SISWA PADA MATERI REDOKS DI SMA

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI REDOKS DI SMAN 16 BANDAR LAMPUNG.

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR LANCAR PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR LUWES PADA MATERI ASAM BASA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING.

KEMAMPUAN MEMFOKUSKAN PERTANYAAN DAN MENGANALISIS ARGUMEN PADA MATERI KOLOID DENGAN INKUIRI TERBIMBING

ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu berdasarkan

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR LANCAR PADA MATERI ASAM-BASA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING.

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penentuan subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan kelas yang memiliki

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SMA N 2 Metro dengan kelas X yang berjumlah 8

III. METODOLOGI PENELITIAN. memiliki kemampuan kognitif heterogen, sehingga dipilih teknik purposive sampling

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 03, pp , September 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SMA N 2 Metro dengan kelas X yang berjumlah 8

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penentuan subyek penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan kelas yang

ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

Unesa Journal of Chemical Education ISSN Vol. 5 No. 3. pp , September 2016

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai susunan, struktur, sifat, perubahan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LANCAR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan subyek didasarkan pada pertimbangan tertentu, yaitu kelas yang

INKURI TERBIMBING PADA LARUTAN ELEKTROLIT NON- ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Kelas XI IPA tahun ajaran 2012/2013 di MAN 1 Bandar Lampung terdapat 4 kelas.

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No.2, pp , May 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

PENINGKATAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN MERUMUSKAN HIPOTESIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

PENERAPAN STRATEGI SNOWBALLING PADA MATERI ATOM, ION, MOLEKUL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN 19 SURABAYA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Bandar Sribhawono

Amelia dan Syahmani. Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Melalui Pendekatan Scientific 32

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses menyiapkan siswa agar mampu beradaptasi dan berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini pengambilan subyek didasarkan pada pertimbangan kelas yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SMA YP Unila Bandar Lampung dengan kelas XI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

Elsa Sinaga, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna, Chansyanah Diawati Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Kelas XI IPA tahun ajaran 2012/2013 di MAN 1 Bandar Lampung terdapat 4 kelas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

I. PENDAHULUAN. ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangannya.

INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LANCAR.

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

Dena Marista, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna, Ila Rosilawati Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 2, pp , May 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB III METODE PENELITIAN


INKUIRI TERBIMBING PADA LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL.

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Elok Mufidah dan Amaria Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tlp: , Abstrak

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI IPA MAN SUMENEP

Unesa Journal of Chemical Education Vol. 1, No. 2, pp September 2012 ISSN:

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2 No.2 pp May 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA KELAS XI IPA SMA

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Persada Bandar

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

INKUIRI TERBIMBING PADA REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN KLARIFIKASI

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENDEKATAN ILMIAH PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KEPEKAAN SISWA.

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

III. METODE PENELITIAN. Setting penelitian ini adalah di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI REDOKS

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERORIENTASI SOFT SKILLS PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT KELAS X DI MAN MOJOKERTO

THE ENHANCEMENT OF FORMULATING HYPOTHESES AND INFERRING SKILLS IN COLLOIDAL CONCEPT BY PROBLEM SOLVING LEARNING MODEL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Sampel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sekolah.

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

I. PENDAHULUAN. pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan

PENDEKATAN ILMIAH PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN ELABORASI

Transkripsi:

ANALISIS KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN DAN MENYIMPULKAN MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING Ria Okta Rini, Ila Rosilawati, Chansyanah Diawati, Noor Fadiawati, Pendidikan Kimia, Universitas Lampung riaoktariniii@gmail.com Abstract: This research aimed to describe the skills of students in answering questions and draw conclusions on the electrolyte and nonelectrolyte matery through the application of Problem Based Learning for students cognitive groups of high, intermediate and low level group. The subjects were students of class X1 SMA Negeri 1 Sidomulyo Academic Year 2012/2013. This research used the pre-experimental method with a one-shot case study design. It was a descriptive research. The results showed that the skills of answering questions in high level group: half were excellent, and the other half good. In the intermediate level group just small part were excellent, good, enough, very less, and almost entirely were less. In the low level group almost half were enough, half were less and just small part were very less. The skills of draw conclusions in high level group entirely were very good. In the intermediate level group, almost entirely were excellent, and just small part were good and enough. In the low level group almost entirely were very good and just small part of the remaining were enough. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model Problem Based Learning untuk siswa kelompok kognitif tinggi,sedang dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X 1 SMA Negeri 1 Sidomulyo Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen dengan desain penelitian oneshot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan menjawab pertanyaan pada kelompok tinggi separuhnya berkriteria sangat baik, dan separuhnya lagi berkriteria baik. Pada kelompok sedang, sebagian kecil berkriteria sangat baik, baik, cukup, sangat kurang, dan hampir seluruhnya berkriteria kurang. Pada kelompok rendah hampir separuhnya berkriteria cukup, separuhnya berkriteria kurang dan sebagian kecil berkriteria sangat kurang. Keterampilan menarik kesimpulan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok sedang, hampir seluruhnya berkriteria sangat baik,dan sebagian kecil berkriteria baik dan cukup. Pada kelompok rendah hampir seluruhnya berkriteria sangat baik dan sebagian kecil sisanya berkriteria cukup. Kata kunci: problem based learning, kelompok kognitif, keterampilan menjawab pertanyaan menarik kesimpulan 1

PENDAHULUAN Dalam KTSP, pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning) sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif dan senantiasa ambil bagian dalam aktivitas belajar. Pada dasarnya siswa juga diharapkan tidak hanya mempelajari konsep, teori dan fakta, tetapi juga aplikasi dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis, untuk itu dibutuhkan keterampilan siswa untuk lebih berpikir kritis guna mencapai hal tersebut. Pelajaran kimia di SMA dan MA memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2003). Berdasarkan tujuan tersebut, siswa harus mampu menjelaskan fakta-fakta dan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep- konsep kimia yang telah dipelajari, hal ini akan melatih proses berpikir kritis siswa. Achmad dalam Gustini (2010) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Berpikir kritis tidak hanya menerima informasi dari pihak lain, tetapi melakukan pencarian, dan bila diperlukan akan menangguhkan keputusan sampai ia yakin bahwa informasi itu sesuai dengan penalarannya dan didukung oleh bukti atau informasi. Ennis (1985) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Seorang siswa tidak akan dapat mengembangkan berpikir kritis dengan baik, tanpa ditantang untuk berlatih menggunakannya dalam konteks berbagai bidang studi yang dipelajarinya. Berpikir kritis dalam ilmu kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan menghafal konsep-konsep, tetapi mengintegrasikan dan mengaplikasikan konsepkonsep yang telah dimiliki. 2

Kenyataan di lapangan dalam proses pembelajaran, masih banyak guru yang kurang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk melakukan proses berpikir kritis. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan guru kimia SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan, diperoleh informasi bahwa selama ini pembelajaran di sekolah umumnya masih berpusat pada guru, dimana penyampaian materi pelajaran disampaikan langsung secara lisan oleh guru. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi pasif dan cepat merasa bosan karena siswa hanya memperoleh penjelasanpenjelasan dari guru tanpa dilibatkan langsung dalam menemukan konsep dari materi tersebut. Kebanyakan siswa kurang dapat memahami materi dan siswa cenderung hanya menghafal materi sehingga siswa kurang optimal dalam memberdayakan potensi yang dimiliki, termasuk kemampuan berpikir kritisnya dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan. Kemampuan yang melibatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual atau berpikir siswa adalah kemampuan kognitif (Winarni, 2006). Menurut Nasution dalam Winarni (2006) dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) dan keterampilan berpikir kritisnya akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya. Namun dari hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa terutama dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan masih kurang optimal dikarenakan dalam proses pembelajaran umumnya masih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan hanya memperoleh penjelasan-penjelasan dari guru tanpa dilibatkan langsung dalam menemukan konsep dari materi tersebut. Oleh karena itu dalam proses belajar pada kelas yang terdiri dari kelompok tinggi, sedang, dan rendah perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan agar lebih baik lagi. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran berbasis masalah adalah alternatif model pembelajaran inovatif yang di- 3

kembangkan berlandaskan paradigma konstruktivisme. Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sari (2012) yang berjudul Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran IPA Kelas VII SMP Negeri 5 Sleman menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik di kelas VIII B SMP Negeri 5 Sleman dapat ditingkatkan melalui penerapan model Problem Based Learning. Salah satu Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia di kelas X adalah mengidentifikasi sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit berdasarkan data hasil percobaan. Pada KD ini dapat diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning, karena melalui penerapan model Problem Based Learning siswa dapat melatih cara berpikirnya dalam menyelesaikan masalah-masalah dan memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik tentang materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Menurut Ram dalam Nurfatimah (2010) Problem Based Learning merupakan suatu model yang mengkolaborasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Selain itu pada KD ini juga terdapat teori dan konsep kimia yang dapat ditemukan melalui analisis hasil praktikum. Oleh karena itu, siswa perlu melibatkan keterampilan berpikir kritisnya dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan sebagai proses menganalisis hasil praktikum tersebut. Pada keterampilan menjawab pertanyaan siswa diminta untuk dapat mencari serta menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masalah yang ada, misalnya pada materi elektrolit dan nonelektrolit menuntut siswa menjawab pertanyaan bagaimana cara mengidentifikasi suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik atau tidak dan bagaimana cara menjelaskan penyebab perbedaan kemampuan larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan nonelektrolit dalam menghantarkan arus listrik berdasarkan proses ionisasinya. Pada keterampilan menarik kesimpulan siswa diminta untuk menyimpulkan dari data percobaan larutan elektrolit dan nonelektrolit, selain itu siswa juga dapat menyimpulkan fakta-fakta yang ada disekitar mereka. 4

Penelitian mengenai keterampilan berpikir kritis dilakukan oleh Gustini (2010) dengan judul : Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan Ph Terhadap Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif menunjukkan bahwa dari seluruh sub indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah tergolong pada kriteria baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul Analisis Keterampilan Menjawab Pertanyaan dan Menyimpulkan pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Melalui Penerapan Model Problem Based Learning. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah?. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit melalui penerapan model problem based learning untuk siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah. METODOLOGI PENELITIAN Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Diperoleh subyek penelitian ini yaitu siswa kelas X 1 tahun ajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Sidomulyo Lampung Selatan dengan jumlah siswa sebanyak 37 siswa. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain penelitian one-shot case study. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) data primer yaitu data hasil tes (posttest), data aktivitas siswa dan data kuisioner (angket), (2) data sekunder yaitu nilai ulangan mata pelajaran kimia yang telah dilakukan sebelumnya oleh guru mata pelajaran kimia. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah silabus dan RPP materi larutan elektrolit dan nonelektrolit, Lembar Kerja Siswa (LKS) larutan elektrolit dan nonelektrolit, tes tertulis berupa posttest materi larutan elektrolit dan nonelektrolit yang terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian, lembar aktivitas siswa dan Kuesioner (Angket) tertutup berjumlah 6 pertanyaan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian diperoleh nilai ratarata setiap kelompok pada keterampilan 5

% sebaran siswa Nilai rata-rata % sebaran siswa menjawab pertanyaan dan menyimpulkan yang disajikan pada Gambar 2. 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 100 87.5 50.2 Gambar 2. Nilai rata-rata siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan Pada gambar 2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa untuk keterampilan menjawab pertanyaan pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut adalah 87,5 (kriteria sangat baik), 50,2 (kriteria cukup) dan 37,5 (kriteria kurang). Nilai rata-rata siswa untuk keterampilan menarik kesimpulan pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah berturut-turut adalah 100, 93,3 dan 89,2 dengan kriteria sangat baik. Selanjutnya menentukan persentase jumlah siswa untuk setiap kelompok tinggi, sedang dan rendah pada keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan yang disajikan pada gambar 3 dan 4. 93.3 89.2 37.5 Tinggi Sedang Rendah Kelompok kognitif menjawab pertanyaan menarik kesimpulan 60 50 40 30 20 10 0 50 50 6.9 0 0 0 24.1 20.7 44.8 Gambar 3. Diagram persentase sebaran siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah pada keterampilan menjawab pertanyaan Pada gambar 3, terlihat bahwa pada siswa kelompok tinggi keterampilan menjawab pertanyaan tersebar pada kriteria sangat baik dan baik. Kriteria sangat baik memiliki persentase sebesar 50% dan untuk kriteria baik memiliki persentase sebesar 50%, sedangkan untuk kriteria cukup, kurang dan kurang sekali tidak ditemukan. Pada siswa kelompok sedang keterampilan menjawab pertanyaan tersebar pada kriteria sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang sebesar 6,9%, 20,7%, 24,1%, 44,8%, dan 3,4%. Pada siswa kelompok rendah keterampilan menjawab pertanyaan tersebar pada kriteria cukup, kurang, dan sangat kurang sebesar 33,3%, 50% dan 16,7%. 33.3 3.4 0 0 50 tinggi sedang rendah 16.7 kelompok kognitif sangat baik baik cukup kurang sangat kurang 150 100 100 82.7 83.3 50 0 13.8 0 0 3.4 16.7 0 0 0 0 0 0 0 tinggi sedang rendah kelompok kognitif sangat baik baik cukup kurang sangat kurang 6

Gambar 4. Diagram persentase sebaran siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang dan rendah pada keterampilan menarik kesimpulan Pada Gambar 4, terlihat bahwa 100% dari jumlah siswa kelompok tinggi memiliki kriteria tingkat kemampuan sangat baik pada keterampilan menarik kesimpulan. Siswa kelompok sedang memiliki kriteria tingkat kemampuan yang sangat baik, baik, dan cukup dalam menarik kesimpulan dengan persentase berturut-turut 82,7%, 13,8%, dan 3,4%. Pada Gambar 4, juga terlihat bahwa 83,3 % dari jumlah siswa kelompok rendah memiliki kriteria tingkat kemampuan yang sangat baik dalam menarik kesimpulan, sedangkan 16,7% sisanya memiliki kriteria tingkat kemampuan yang cukup. Selain data hasil posttest mengenai keterampilan menjawab pertanyaan dan menarik kesimpulan, pada penelitian ini juga diperoleh data keterlaksanaan proses pembelajaran pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit menggunakan model problem based learning. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa tidak ada siswa yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan diskusi kelompok merupakan hal yang baru, dan hampir seluruh siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan diskusi kelompok dapat membuat siswa lebih memahami materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Kemudian hampir separuh dari siswa menyatakan bahwa penggunaan LKS seperti yang mereka alami pada pembelajaran untuk materi larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan hal yang baru dan seluruh siswa menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan LKS kimia membuat siswa lebih memahami materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Selain itu, hampir seluruh siswa menyatakan bahwa melakukan praktikum sebelum mendapat teori, memudahkan mereka dalam memahami materi larutan elektrolit dan nonelektrolit sehingga sebagian besar siswa menyatakan bahwa dengan diskusi kelompok, LKS, dan praktikum pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit, membuat mereka tertarik dengan pelajaran Kimia. Model Pembelajaran Problem Based Learning Proses pembelajaran terdiri dari 3 kali pertemuan dimana pertemuan ke-1 dan ke-2 digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based learning, dan pertemuan ke-3 digunakan untuk posttest dan menyebar angket pada siswa. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa di- 7

bagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa tiap kelompok dan diberi LKS berbasis problem based learning setiap pertemuannya. Adapun tahap-tahap model pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut: Introduction (tahap pemunculan masalah). Pada pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru menggunakan LKS 1 mengenai larutan elektrolit dan nonelektrolit guru memberikan fakta untuk memunculkan masalah yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Pada pertemuan pertama guru mengajukan fenomena tentang para nelayan yang secara ilegal menangkap ikan dengan cara menggunakan alat setrum, dan kemudian memberikan permasalahan untuk diselesaikan oleh siswa : (1) jika air dapat menghantarkan arus listrik bagaimana dengan larutan lainnya? Apakah semua larutan dapat menghantarkan arus listrik?, (2) bagaimana cara mengidentifikasi suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik atau tidak? Pada pertemuan kedua, melalui LKS 2 mengenai sifat dan jenis larutan elektrolit siswa dihadapkan kembali dengan fenomena yang diperoleh dari pertemuaan pertama mengenai larutan HCl yang merupakan larutan elektrolit sedangkan larutan gula merupakan larutan nonelektrolit. Dari fenomena tersebut guru kembali memberikan permasalahan untuk diselesaikan yaitu: (1) bagaimana cara menjelaskan penyebab perbedaan kemampuan larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan nonelektrolit dalam menghantarkan arus listrik berdasarkan proses ionisasinya?, (2) manakah yang termasuk senyawa ion dan senyawa kovalen polar pada lartutan gula,air garam, air murni, laruitan cuka, larutan ammonia, larutan natrium hidroksida, larutan asam sulfat, dan larutan urea? (3) larutan apa yang dapat menghantarkan arus listrik, senyawa ion atau senyawa kovalen polarkah?. Permasalahan yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah. Kemampuan dasar yang dimiliki siswa dapat mereka gunakan untuk menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Pada tahap pertama ini siswa juga sudah mulai dilatih untuk mengembangkan keterampilannya dalam menjawab pertanyaan dari permasalahan yang ada. Pemberian fakta-fakta, informasi atau permasalahan yang diajukan pada setiap pertemuan dilakukan agar siswa menyadari adanya suatu masalah tertentu, sehingga 8

siswa dapat termotivasi dan terlibat dalam pemecahan masalah dengan kemampuan dasar yang mereka miliki dan juga siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang ditemui. Inquiry & Self-Directed Study. Pada tahap ini siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang disajikan. Siswa mencari sebanyak mungkin informasi yang diperlukan terkait dengan permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan penjelasan yang diajukan. Pencarian data yang dilakukan siswa misalnya, dengan membaca buku, mencermati LKS, dan membuka internet. Dengan demikian, bukan hal yang sulit bagi siswa untuk mencari berbagai data atau informasi guna untuk pengumpulan data. Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut. Dalam membuat hipotesis, guru terlebih dahulu menjelaskan tentang makna hipotesis, karena sebagian siswa belum paham makna dari hipotesis. Kemudian guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang telah diberikan. Pada tahap ini keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dari suatu masalah yang muncul akan lebih terlatih lagi karena siswa telah mempunyai banyak informasi dan pengetahuan yang telah mereka peroleh dari tahap pengumpulan data. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk menuangkan pendapatnya berdasarkan pengetahuan mereka. Pada pertemuan ke-1 terdapat beberapa siswa dalam tiap kelompok yang masih kebingungan dalam menuliskan hipotesis hal ini dikarenakan siswa jarang diberikan kesempatan untuk merumuskan hipotesis sehingga meraka kurang percaya diri dengan hipotesis yang mereka tulis. Akan tetapi melalui proses bimbingan yang dilakukan guru, siswa dapat dengan baik merumuskan hipotesis pada pertemuan ke-2. Melalui diskusi terjalin komunikasi dan interaksi antar kelompok, saling berbagi ide atau pendapat, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bebas mengungkapkan pendapatnya. Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat kemudian diuji kebenarannya. 9

Siswa menguji kebenaran jawaban sementaranya yaitu dengan melakukan percobaan. Percobaan ini bertujuan memberi kesempatan siswa untuk memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin untuk mengamati fenomena-fenomena yang terjadi. Pada tahap ini siswa akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan permasalahan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan cara membuktikannya melalui praktikum dan menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Setiap kelompok diminta untuk melakukan percobaan sesuai dengan prosedur yang ada dalam LKS. Pada tahap ini siswa terlihat aktif dan sangat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada pertemuan ke-1 siswa melakukan praktikum mengenai larutan elektrolit dan nonelektrolit menggunakan LKS1 yang telah dibagikan pada masing-masing kelompok. Sebelum melaksanakan percobaan, guru menjelaskan prosedur kerja, kemudian siswa melaksanakan percobaan sesuai dengan prosedur percobaan yang ada pada LKS. Siswa mulai melakukan pemecahan masalah dari hipotesis yang mereka kemukakan, sesuai dengan petunjuk percobaan pada LKS. Setelah percobaan selesai siswa diarahkan untuk menuliskan hasil pengamatan yang mereka peroleh ke dalam tabel yang telah disediakan di LKS. Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan agar siswa memikirkan tentang kelayakan hipotesis dan metode pemecahan masalah serta kualitas informasi yang telah mereka kumpulkan. Begitu pula pada pertemuan ke-2, hanya bedanya pada pertemuan ke-2 ini siswa tidak lagi melakukan percobaan atau praktikum seperti pada pertemuan ke-1. Siswa hanya diberikan LKS 2 mengenai sifat dan jenis larutan elektrolit, dalam LKS ini diberikan tabel hasil pengamatan yang diperoleh dari LKS 1 kemudian siswa diminta untuk melengkapi dan menganalisis kembali data yang telah diperoleh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKS 2 dengan masing-masing kelompoknya. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah hipotesis diuji kebenarannya. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Setelah siswa melakukan percobaan dan menguji kebenaran dari hipotesis yang telah mereka buat, maka selanjutnya siswa berdiskusi dalam menyelesaikan pertanyaanpertanyaan yang ada pada LKS. Hal-hal yang didiskusikan termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis tersebut. Setelah dilakukan pengamatan dan diskusi kelompok, maka setiap kelompok akan dapat 10

menarik kesimpulan dari pengujian hipotesis tersebut. Pada tahap ini dapat terlihat k- emampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis nya yaitu keterampilan menarik kesimpulan. Setelah siswa selesai menulis kesimpulan, guru mempersilakan perwakilan kelompok untuk menyampaikan kesimpulan yang mereka buat dalam kelompoknya. Pada akhir pembelajaran guru memberi penguatan terhadap kesimpulan yang telah disampaikan oleh perwakilan masing-masing kelompok. Keterampilan menjawab pertanyaan memiliki nilai rata-rata untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada kriteria berturut-turut sangat baik, cukup dan kurang. Adapun hipotesis yang telah dibuat pada penelitian ini yaitu siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi akan memiliki keterampilan menjawab pertanyaan yang tinggi pula. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh dari siswa kelompok tinggi berkriteria sangat baik dan separuhnya lagi berkriteria baik. hal ini berarti siswa pada kelompok tinggi memang memiliki tingkat kemampuan kognitif yang tinggi pula. Berbeda dengan kelompok tinggi pencapaian pada siswa kelompok sedang tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat karena dari hasil penelitian terdapat siswa pada kelompok ini yang memiliki tingkat kemampuan sangat baik dan baik dengan persentase 6,9 % dan 20,7% atau sebagian kecil dari siswa memiliki kriteria sangat baik dan sebagian kecilnya lagi berkriteria baik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan jika dilihat dari lembar hasil observasi siswa menunjukkan bahwa ada sebagian dari siswa-siswa kelompok sedang yang terlibat secara aktif pada proses pembelajaran. Siswa- siswa tersebut aktif berdiskusi dalam kelompok, mampu menjawab pertanyaan dan menyelesaikan pertanyaan yang ada di LKS, dan berani mengungkapkan pendapatnya serta tidak malu untuk bertanya apabila ada kesulitan dalam memahami materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Sehingga beberapa dari mereka dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dari cukup menjadi sangat baik dan baik. Selain itu pada kelompok sedang juga masih terdapat siswa dengan kriteria kurang dan sangat kurang, hal ini disebabkan karena hampir separuh dari siswa termasuk siswa dari kelompok sedang menyatakan bahwa pembelajaran kimia dengan menggunakan LKS dengan penerapan model problem based learning ini merupakan hal baru bagi mereka. Sehingga siswa merasa kesulitan dalam menjalankan proses 11

belajarnya dan kurang dapat mengembangkan keterampilan mereka dalam menjawab pertanyaan dari masalah yang ada. Pada siswa kelompok rendah juga menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana pada kelompok ini terdapat siswa yang memiliki kriteria cukup. Sama seperti pada kelompok sedang, jika dilihat dari hasil observasi siswa terdapat beberapa siswa dari kelompok rendah ini yang terlibat secara aktif pada proses pembelajaran. Sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada LKS dan mampu mengembangkan kemampuan kognitifnya dari kurang menjadi lebih baik atau cukup. Keterampilan menarik kesimpulan memiliki nilai rata-rata untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada kriteria sangat baik. Hipotesis yang telah dibuat pada penelitian ini yaitu siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi akan memiliki keterampilan menarik kesimpulan yang tinggi pula. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% atau seluruh dari jumlah siswa kelompok tinggi memiliki kriteria tingkat kemampuan sangat baik pada keterampilan menarik kesimpulan. Pencapaian dengan kriteria sangat baik ini didukung dengan hasil obsevasi aktivitas siswa pada proses pembelajaran problem based learning, dimana siswa-siswa pada kelompok tinggi terlibat aktif dalam aktivitas yang meliputi berdiskusi aktif dalam kelompoknya, membuat kesimpulan dan menjawab pertanyaan. Siswa kelompok sedang memiliki kriteria tingkat kemampuan yang sangat baik, baik, dan cukup dalam menarik kesimpulan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang telah dibuat, karena ada hampir seluruhnya dan sebagian kecil dari siswa mampu mengembangkan keterampilan menarik kesimpulan dengan sangat baik dan baik. Begitu pula siswa pada kelompok rendah memiliki kriteria tingkat kemampuan yang sangat baik dalam menarik kesimpulan, sedangkan 16,7% atau sebagian kecil sisanya memiliki kriteria tingkat kemampuan yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok rendah mampu memperoleh hasil yang baik dalam menarik kesimpulan. Ketidaksesuain hasil penelitian dengan hipotesis awal pada kelompok sedang dan rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1) jika dilihat dari lembar hasil observasi siswa menunjukkan bahwa ada beberapa dari siswa-siswa kelompok 12

sedang dan rendah yang terlibat aktif dalam aktivitas belajar meliputi berdiskusi aktif dalam kelompoknya, membuat kesimpulan dan menjawab pertanyaan. 2) Hasil kuisioner atau angket juga menunjukkan tidak ada siswa yang menyatakan bahwa pembelajaran kimia dengan diskusi kelompok merupakan hal baru. Mereka sudah sering melakukan diskusi kelompok, meskipun hanya sekedar mendiskusikan soal-soal latihan. Pada kegiatan diskusi, siswa diberi kesempatan belajar lebih aktif sehingga kemampuan berpikir kritis juga berkembang. Hal ini dikemukakan oleh Amien (1987) bahwa kemampuan tingkat tinggi dapat dicapai apabila siswa diberi semangat untuk berpartisipasi lebih banyak dalam diskusi atau seminar anatara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru. 3) Anggota dalam kelompok diskusi yang mempunyai kemampuan yang heterogen. Pengelompokkan heterogen ini dapat membantu siswa yang berkemampuan sedang dan rendah pada proses diskusi, siswa kelompok tinggi bisa berbagi pengalaman atau informasi dengan siswa kelompok rendah dalam pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. 4) Instrumen atau soal posttest yang digunakan kurang sesuai untuk mengukur keterampilan menarik kesimpulan dan diianggap sangat mudah oleh para siswa termasuk siswa pada kelompok sedang dan rendah sehingga mereka dapat menyelesaikan soal tersebut tanpa ada kesulitan. 5) Penyebab lain juga dapat dilihat dari data nilai kognitif yang digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah. Data tersebut diperoleh dari guru mata pelajaran kimia yang tidak diketahui bagaimana proses guru tersebut mendapatkan data nilai itu, sehingga bisa jadi siswa yang seharusnya memiliki kemampuan kognitif tinggi masuk pada kelompok rendah begitupun sebaliknya siswa dengan kemampuan rendah bisa saja masuk ke kelompok sedang bahkan kelompok tinggi. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menggunakan model problem based learning pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dapat disimpulkan bahwa keterampilan menjawab pertanyaan pada kelompok tinggi separuhnya berkriteria sangat baik, dan separuhnya lagi berkriteria baik. Pada kelompok sedang, sebagian kecil berkriteria sangat baik, baik, cukup, sangat kurang, dan hampir seluruhnya berkriteria kurang. Pada kelompok rendah hampir separuhnya berkriteria cukup, separuhnya berkriteria kurang dan 13

sebagian kecil berkriteria sangat kurang. Keterampilan menarik kesimpulan pada k- elompok tinggi seluruhnya berkriteria sangat baik. Pada kelompok sedang, hampir seluruhnya berkriteria sangat baik,dan sebagian kecil berkriteria baik dan cukup. Pada kelompok rendah hampir seluruhnya berkriteria sangat baik dan sebagian kecil sisanya berkriteria cukup. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa Pembelajaran dengan model problem based learning sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, karena dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa menjadi lebih baik. Lalu bagi calon peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian sejenis diharapkan agar dalam penerapan model pembelajaran problem based learning dapat dilaksanakan dengan lebih maksimal, dan peneliti juga harus lebih memperhatikan dalam pengolalan waktu karena waktu merupakan salah satu kendala dalam proses pembelajaran menggunakan model problem based learning. DAFTAR PUSTAKA Meggunakan Metode Discovery Inquiry. DEPDIKBUD. Jakarta. Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Gustini, N. 2010. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Pengaruh Ion Senama dan ph Terhadap Kelarutan dengan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif. Skripsi. Diakses tanggal 2 Oktober 2012 dari http://repository.upi. edu/operator/upload/s_d0451_0606857. pdf Nurfatimah, A. 2010. Penerapan Model Problem Based Learning Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa (skripsi). Diakses 26 Oktober 2010 dari http://repository. upi.edu/skripsiview.php?no_skrip Sari, D.D. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran IPA kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.skripsi. tidak dipublikasikan. Winarni, E.W. 2006. Inovasi dalam Pembel ajaran IPA. FKIP Press.Bengkulu Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)dengan 14

15