Pendidikan Formal Responden Tamat SMP 7 Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi Total

dokumen-dokumen yang mirip
KUESIO ER PERBA DI GA BERPASA GA SASARA STRATEGIS & KPI

KUESIONER PEMILIHAN SUBKRITERIA PENGUKURAN KINERJA SUPPLIER

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH)

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

LAMPIRAN 1 FORMULIR SUPPLIER ASSESSMENT PT GARUDA INDONESIA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

PROGRAM MAGISTER ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

LAMPIRAN: Daftar Kuesioner & Hasil Olah Data. Analisis keberadaan..., Marthin Hadi Juliansah, FE UI, 2010.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Hal ini menunjukan ekosistem mangrove mengalami tekanan-tekanan

Volume 23 No. 3, Juli September 2010 ISSN Daftar Isi. Demokrasi Elitis? Relasi Kekuasaan Pasca-Pilkada Syarif Hidayat...

X. ANALISIS KEBIJAKAN

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

Kuisoner Penelitian Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

KUESIONER TERTUTUP. Nama : Umur : Jenis Kelamin :

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB III METODE KAJIAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PAKET INTERNET OPERATOR TELEKOMUNIKASI DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS)

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

3 METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUESIONER. Lampiran 1. Judul Penelitian : Analisis kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman Kawasan Pesisir Kota Medan

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

Data Capaian Pada Tahun Awal Perencan aan. Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output)

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

K U E S I O N E R. Intensitas Pentingnya

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT

BUPATI BANGKA TENGAH

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Rancangan penelitian

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROGRESS IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI DI SUMATERA BARAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Penyebaran Kuisioner

Model Optimalisasi Kinerja DAS Solo Berbasis Pemberdayaan Masyarakat menggunakan AHP (Analisis Hirarki Proses) Lokasi SUB DAS :. Nama :...

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

Departemen Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Perhitungan uji t- hitung pada taraf t- tabel = 1, Karakteristik umur ( nilai r s = 0,035 ). t- hit = r s N - 2.

3. ANALISIS FAKTOR KEBIJAKAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA 3.1. PENDAHULUAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

Transkripsi:

Lampiran 1: Hasil Tabulasi Kuesioner Pendidikan Formal Responden Frequency Tidak Tamat SD & Tamat SD 2 1.6 1.6 1.6 Tamat SMP 7 Tamat SMA 44 36.1 36.1 37.7 Tamat Perguruan Tinggi 76 62.3 62.3 100.0 Lama aktif Di Institusi/ Lembaga Frequency Kurang dari 1 Tahun & Antara 1-8 6.6 6.6 6.6 2 Tahun Antara 2-3 Tahun & Antara 3-4 Tahun 34 27.9 27.9 34.4 Lebih dari 5 Tahun 80 65.6 65.6 100.0 Lama aktif dalam Kegiatan MCRMP Frequency Sejak tahun 2006-2007 & Sejak Tahun 2005-64 52.5 52.5 52.5 2007 Sejak tahun 2004-2007 22 18.0 18.0 70.5 Sejak tahun 2003-2007 & Sejak tahun 2002-2007 36 29.5 29.5 100.0

Penghasilan Responden Frequency < Rp. 250.000, Rp. 251.000-500.000,Rp. 3 2.5 2.5 2.5 501.000-1.000.000 Rp. 1.001.000 - Rp. 1. 500.000, Rp. 1. 501. 000 59 48.4 48.4 50.8-2.000.000 Rp. 2.001.000 - Rp. 3.000.000, > Rp. 3.000.000 60 49.2 49.2 100.0 Dalam Proses Perencanaan ICOM Frequency Kurang sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi, tidak 22 18.0 18.0 18.0 sesua Sesuai dengan kompetensi dan 89 73.0 73.0 91.0 kualifikasi Sangat sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi 11 9.0 9.0 100.0 Organisasi dalam porses Perencanaan ICOM Frequency Tidak mendukung upaya perencanaan ICOM 14 11.5 11.5 11.5 Mendukung upaya perencanaan ICOM 100 82.0 82.0 93.4 Sangat mendukung upaya perencanaan 8 6.6 6.6 100.0 ICOM

Aturan dalam proses perencanaan ICOM (SK atau Perda) Frequency Tidak mendukung upaya perencanaan ICOM 26 21.3 21.3 21.3 Mendukung upaya perencanaan ICOM 87 71.3 71.3 92.6 Sangat mendukung upaya perencanaan 9 7.4 7.4 100.0 ICOM Program Pengelolaan Lingkungan Hidup Pesisir Frequency Satu Jawaban 60 49.2 49.2 49.2 Dua Jawaban 32 26.2 26.2 75.4 Tiga Jawaban 30 24.6 24.6 100.0 Berapa lama Program dilaksanakan Frequency Dibawah 6 bulan, Antara 6 bulan - 1 49 40.2 40.2 40.2 tahun Antara 1-2 tahun, antara 2-3 tahun 53 43.4 43.4 83.6 Antara 3-4 tahun, di atas 4 tahun 20 16.4 16.4 100.0 Target Program Frequency 40% - 59% & Kurang dari 40% 42 34.4 34.4 34.4 80%-99%, 60-79% 75 61.5 61.5 95.9 100% tercapai 5 4.1 4.1 100.0

Bentuk Kerja Sama yang Pernah Di lakukan Frequency Tidak ada kerja sama 57 46.7 46.7 46.7 Ada Kerja sama antara 1-2 kali 57 46.7 46.7 93.4 Ada kerja sama 3-4 kali, Ada Kerja sama > 5 kali 8 6.6 6.6 100.0 Konsultasi Publik yang dilakukan dalam penyusunan RENSTRA Frequency Tidak sesuai dengan mekanisme 39 32.0 32.0 32.0 Kurang sesuai dengan mekanisme partispasi 57 46.7 46.7 78.7 Sesuai dengan mekanisme partisipasi 26 21.3 21.3 100.0 Keragaman Stakeholder dalam Penyusunan RENSTRA Frequency Kurang Beragam 28 23.0 23.0 23.0 Beragam 23 18.9 18.9 41.8 Sangat Beragam 71 58.2 58.2 100.0 yang menyusun RENSTRA Pengelolaan Wilayah Kurang sesuai dengan Kompetensi Frequency 25 20.5 20.5 20.5

Sesuai dengan Kompetensi dan 76 62.3 62.3 82.8 kualifikasi Sangat sesuai dengan kompetensi 21 17.2 17.2 100.0 dan kualifikasi Konsultasi Publik yang dilakukan dalam Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Frequency Tidak sesuai dengan mekanisme dan 24 19.7 19.7 19.7 partisipasi Kurang sesuai dengan mekanisme 88 72.1 72.1 91.8 Sesuai dengan Mekanisme 10 8.2 8.2 100.0 Keragaman Stakeholder Frequency Kurang Beragam 36 29.5 29.5 29.5 Beragam 23 18.9 18.9 48.4 Sangat Beragam 63 51.6 51.6 100.0 Rencana Pesisir dan Laut Frequency Kurang sesuai dengan kompetensi 32 26.2 26.2 26.2 Sesuai dengan kompetensi 73 59.8 59.8 86.1 Sangat sesuai dengan kompetensi 17 13.9 13.9 100.0

Konsultasi Publik Zonasi Frequency Tidak sesuai dengan mekanisme 33 27.0 27.0 27.0 Kurang sesuai dengan mekanisme 80 65.6 65.6 92.6 Sesuai dengan mekanisme 9 7.4 7.4 100.0 Keragaman Stake Holder Zonasi Frequency Kurang Beragam 51 41.8 41.8 41.8 Beragam 16 13.1 13.1 54.9 Sangat Beragam 55 45.1 45.1 100.0 Zonasi Frequency Kurang sesuaid engan kompetensi 44 36.1 36.1 36.1 Sesuaid engan Kompetensi 69 56.6 56.6 92.6 Sangat sesuai dengan kompetensi 9 7.4 7.4 100.0 Konsultasi Rencana Aksi Frequency Tidak sesuai dengan mekanisme 45 36.9 36.9 36.9 Kurang sesuai dengan mekanisme 72 59.0 59.0 95.9 Sesuai dengan mekanisme 5 4.1 4.1 100.0

Keragaman Rencana Aksi Frequency Kurang Beragam 50 41.0 41.0 41.0 Beragam 26 21.3 21.3 62.3 Sangat Beragam 46 37.7 37.7 100.0 Aksi Frequency Kurang sesuai dengan kompetensi 41 33.6 33.6 33.6 Sesuai dengan kompetensi 72 59.0 59.0 92.6 Sangat sesuai dengan kompetensi] 9 7.4 7.4 100.0

Lampiran 2 : Kuesioner AHP DATA RESPONDEN Nama : NIP : Telepon : Jabatan : Ttd ( )

KUESIONER. PEMBANDINGAN BERPASANGAN ANTAR KOMPONEN TUJUAN, KEBIJAKAN, STRATEGI DAN ELEMEN PROGRAM I. PENGANTAR Dalam rangka studi Pengembangan Kapasitas Perencanaan Daerah Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Di Pantai Timur Sumatera Utara dengan hormat Bapak/Ibu dimohon untuk memberikan penilaian terhadap setiap elemen hirarki, untuk menentukan bobot setiap kriteria/sub kriteria yang akan digunakan dalam penilaian penentuan kebijakan, strategi dan program prioritas terhadap pengembangan kapasitas perencanaan daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir di Pantai Timur Sumatera Utara yang berbasiskan pendekatan sustainable development yaitu ekologi, sosial dan ekonomi. Atas kesediaan Bapak /Ibu dalam mengisi kuisioner ini, saya ucapkan terima kasih. II. PETUNJUK PENGISIAN Dalam mengisi kuisioner ini, harap diperhatikan beberapa petunjuk sebagai berikut; 1. Kriteria-kriteria atau elemen pada tiap tingkatan hirarki didefinisikan dan dibatasi oleh penyusunan kuisioner untuk menghindari asumsi yang terlalu luas dan tidak terfokus. 2. Dalam mengisi kuisioner ini, Bapak/Ibu diminta memberikan persepsi atau pengetahuan dan intuisi Bapak/Ibu selama ini. 3. Untuk membantu Bapak/Ibu dalam memberikan pertimbangan, tingkat kepentingan yang digunakan adalah sebagai berikut;

Tingkat Definisi Penjelasan Kepentingan 1 Kedua Kriteria Sama Penting Kedua kriteria memiliki pengaruh yang sama 3 Kriteria yang satu sedikit lebih penting Penilaian sedikit lebih memihak pada salah satu kriteria di banding pasangannya 5 Kriteria yang satu lebih penting dari pada yang lainnya Penilaian sangat memihak pada salah satu kriteria di banding pasangannya 7 Kriteria yang satu jelas sangat penting dari pada kriteria yang lainnya Salah satu kriteria sangat berpengaruh dan dominasinya tampak secara nyata. 9 Kriteria yang satu mutlak sangat penting dari pada kriteria yang lainnya 2,4,6,8 Nilai tengah diantara dua pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Bukti bahwa salah satu kriteria sangat penting daripada pasangannya adalah sangat jelas. Nilai ini diberikan jika terdapat keraguan diantara kedua penilaian yang berdekatan Jika kriteria x mempunyai salah satu nilai di atas pada saat dibandingkan dengan kriteria y maka kriteria y mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan kriteria x. Bentuk penilaian adalah sebagai berikut: Kriteria X Kriteria Y Angka 1 diisi jika kriteria X memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan kriteria Y. Bagian kiri skala diisi jika kriteria X memiliki tingkat kepentingan di atas kriteria Y. Bagian kanan skala diisi jika kriteria Y memiliki tingkat kepentingan di atas kriteria X. Contoh pengisian kuisioner : Berikut ini adalah pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pemebelian rumah tinggal.

Pembelian Rumah Harga Lokasi Luas Tanah Bentuk Bangunan Untuk menentukan bobot prioritas dari setiap kriteria yang penting terhadap Pembelian Rumah maka dibuat perbandingan berpasangan sebagai berikut; Jika harga dianggap sedikit lebih penting dari lokasi, maka pilih angka 3 pada bagian kiri. Harga 9 8 7 6 5 4 x3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lokasi Jika luas tanah dianggap berada diantara lebih penting [5] dan sangat penting [7] dari pada harga, maka pilih angka 6 pada bagian kanan. Harga 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 x 7 8 9 Luas Tanah Jika bentuk bangunan dianggap mutlak sangat penting daripada luas tanah, maka pilih angka 9 sebelah kiri. Bentuk Bangunan x Luas Tanah Sebaliknya, jika luas tanah dianggap mutlak sangat penting daripada bentuk bangunan, maka pilih anggka 9 pada bagian kanan. Bentuk Bangunan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 x9 Luas Tanah

Konsistensi Pengisian Kuisioner Dalam mengisi kuesioner perbandingan berpasangan ini dibutuhkan sikap objektif dan konsisten. Objektif artinya, responden yang mengisi kuisioner dapat mewakili kepentingan berbagai pihak. Sedangkan konsisten disini artinya, intensitas relasi antar gagasan atau antar objek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu saling membenarkan secara logis. Jadi jika kemanisan merupakan kriteria dan madu dinilai lima kali lebih manis daripada gula pasir, sementara gula pasir dua kali lebih manis dari pada molase (tetes gula), maka madu harus dianggap lebih manis sepuluh kali dari pada molase. Jadi jika madu hanya 4 kali lebih manis daripada molase, maka penilaian tadi menjadi tak konsisten dan apabila ingin diperoleh penilaian yang lebih akurat, maka proses tersebut dapat saja diulang. III. PENILAIAN TINGKAT KEPENTINGAN A Pembandingan berpasangan untuk Kapasitas Perencanaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara yang berbasiskan Sustainable Development yaitu Ekonomi, Ekologi dan Sosial EKONOMI SOSIAL EKONOMI EKOLOGI SOSIAL EKOLOGI B.1. Pembandingan Berpasangan subkriteria Ekonomi Mendekatkan akses modal kepada masyarakat untuk memberi nilai tambah produksinya Membentuk asosiasi/koperasi nelayan untuk mengatasi sistem rantai pemasaran produk perikanan Mendekatkan akses modal kepada masyarakat untuk memberi nilai tambah produksinya Mengadakan pelatihan manajemen usaha perikanan skala rumah tangga Membentuk asosiasi/koperasi nelayan untuk mengatasi sistem rantai pemasaran produk perikanan Mengadakan pelatihan manajemen usaha perikanan skala rumah tangga

B.2 Pembandingan Berpasangan subkriteria SOSIAL Pemberdayaan LSM, PT /sekolah/ Lembaga pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wil.pesisir dan laut Mengadopsi norma/nilai tradisional yang ada dalam masyarakat ke dalam perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut Pemberdayaan LSM, PT /sekolah/ Lembaga pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wil.pesisir dan laut Mengadakan pelatihan tentang hukum lingkungan, konservasi sumberdaya alam hayati, dan ekosistem serta UU perikanan bagi aparat penegak hukum Pemberdayaan LSM, PT /sekolah/ Lembaga pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wil.pesisir dan laut Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Mengadopsi norma/nilai tradisional yang ada dalam masyarakat ke dalam perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut Mengadakan pelatihan tentang hukum lingkungan, konservasi sumberdaya alam hayati, dan ekosistem serta UU perikanan bagi aparat penegak hukum Mengadopsi norma/nilai tradisional yang ada dalam masyarakat ke dalam perda Mengadakan pengelolaan pelatihan wilayah tentang pesisir hukum dan lingkungan, laut konservasi sumberdaya alam hayati, dan ekosistem serta UU perikanan bagi aparat penegak hukum Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut B.3 Pembandingan Berpasangan subkriteria EKOLOGI Mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan lingkungan Meningkatkan kemampuan staf teknis dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran Mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan lingkungan Mengembangkan program penanganan sampah untuk desa dalam pengelolaan pesisir Mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan lingkungan Menerbitkan Perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut

Meningkatkan kemampuan staf teknis dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran Mengembangkan program penanganan sampah untuk desa dalam pengelolaan pesisir Meningkatkan kemampuan staf teknis dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran Menerbitkan Perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut Mengembangkan program penanganan sampah untuk desa dalam pengelolaan pesisir Menerbitkan Perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut C. Pembandingan Berpasangan kriteria tujuan C.1. Mendekatkan akses modal kepada masyarakat untuk memberi nilai tambah produksinya ATURAN

C.2. Membentuk asosiasi/koperasi nelayan untuk mengatasi sistem rantai pemasaran produk perikanan masyarakat pesisir C.3. Mengadakan pelatihan manajemen usaha perikanan skala rumah tangga

C.4. Pemberdayaan LSM, PT /sekolah/ Lembaga pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wil.pesisir dan laut

C.5. Mengadopsi norma/nilai tradisional yang ada dalam masyarakat ke dalam perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut C.6 Mengadakan pelatihan tentang hukum lingkungan, konservasi sumberdaya alam hayati, dan ekosistem serta UU perikanan bagi aparat penegak hukum.

C.7 Membuat kesepakatan bersama tentang kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut. ATURAN 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 9 8 ATURAN

C.8 Mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan lingkungan C.9 Meningkatkan kemampuan staf teknis dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran

C.10 Mengembangkan program penanganan sampah untuk desa dalam pengelolaan pesisir ATURAN

C.11 Menerbitkan Perda pengelolaan wilayah pesisir dan laut V ATURAN ATURAN