I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada dasarnya merupakan sarana

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang menjadi

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Kasus yang menimpa TKI tersebut merupakan hal yang ironis karena negara tidak

I. PENDAHULUAN. kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

No.849, 2014 BAWASLU. Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM,

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BERITA NEGARA. No.1080, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawasan Pemilu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemilihan Umum (Pemilu)

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB II KEWENANGAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM PELANGGARAN LARANGAN KAMPANYE

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia. 1 Jika

seperti tersebut dibawah ini dalam perkara Terdakwa : Umur/Tgl. lahir : 58 Tahun/10 Juni 1956 Limapuluh, Kabupaten Batubara

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada dasarnya merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu Legislatif diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang berasal dari partai politik. Pemilihan para wakil rakyat yang akan duduk di lembaga legislatif ini merupakan perwujudan dari demokrasi Indonesia yang menganut sistem kepartaian melalui partai politik. Pemilihan para calon anggota legislatif dari partai politik secara langsung, mengindikasikan bahwa suara rakyat adalah penentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik, karena partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat. Upaya yang lebih penting lagi adalah untuk memberdayakan partai politik, agar partai lebih kuat dan mandiri, sehingga melahirkan kebijakan partai yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Rakyat dalam wacana negara demokrasi menjadi titik sentral karena pada hakikatnya demokrasi adalah pemerintahan yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk rakyat.

2 Arti penting pemilu dalam negara demokrasi berkaitan dengan tiga fungsi utamanya yaitu (1) Legitimasi politik, Melalui Pemilu, legitimasi pemerintah atau penguasa dikukuhkan karena pemerintah terpilih hakikatnya adalah pilihari rakyat terbanyak yang memiliki kedaulatan. (2) Sirkulasi elit politik. Dengan Pemilu, terjadinya sirkulasi atau pergantian elit kekuasaan dilakukan secara lebih adil, karena warga negaralah yang langsung menentukan siapa yang masih dianggap memenuhi syarat sebagai elit politik dan siapa yang tidak. (3) Pendidikan politik. Hal ini menunjukkan bahwa Pemilu berfungsi sebagai alat untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara agar dapat memahami hak dan kewajiban politiknya. Dengan keterlibatan dalam proses pelaksanaan Pemilu, diharapkan warga negara akan mendapat pelajaran langsung tentang bagaimana selayaknya warga negara berkiprah dalam sistem demokrasi) 1 Konteks sistem pemilu dan sistem kepartaian tidak terlepas dari sistem pemerintahan suatu negara. Sistem pemerintahan mempengaruhi cara atau metode seseorang dalam memperoleh kekuasan tertinggi maupun jabatan strategis lainnya. Sebut saja sistem pemerintahan monarki yang secara otomatis mengangkat seseorang berdasarkan garis keturunan, kekuasaan terletak pada raja. Sistem pemerintahan sosialis atau lebih dikenal dengan sistem komunis berdasarkan satu partai tunggal yang paling berkuasa dinegara tersebut dengan menjalankan sistem perekrutan/ indoktrinasi kader-kadernya sejak usia dini hingga pemaksaan terhadap rakyatnya. Kekuasaan terletak pada pemerintah. Kemudian pada sistem pemerintahan demokrasi dimana kekuasaan diperoleh 1 Muhammad A.S. Hikaam Politik Kewarganegaraan Landasan Redemokratisasi di Indonesia Penerbit Bentara. Jakarta. 2002.hlm. 7

3 melalui sistem Pemilihan umum dengan beberapa partai yang mengikutinya, kekuasaan berada di tangan rakyat. Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses Pemilihan yang bebas. Maknanya adalah demokrasi merupakan suatu sistem yang meletakan kekuasaan atas rakyat melalui perwakilan yang ada diparlemen yang dipilih secara langsung dalam suatu Pemilihan umum. 2 Upaya yang dilakukan untuk menciptakan pemilu yang berkualitas adalah menciptakan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Komitmen menyelenggarakan pemilu berintegritas yang telah dibangun secara nasional tidak boleh terciderai oleh adanya kepentingan individu dan kepentingan sesaat dan oknum penyelenggara. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara meski masuk dalam kategori pelanggaran ringan, tetap harus dikenai sanksi. Hal ini penting untuk memberikan peringatan kepada setiap penyelenggara bahwa KPU secara berjenjang tetap melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara. integritas dan profesionalitas mutlak dimiliki semua jajaran penyelenggara pemilu. Penyelenggara harus memiliki daya tahan terhadap setiap godaan yang datang dari luar, termasuk godaan yang datang dari para kandidat yang ikut berkontestasi dalam pemilu. Pelaksanaan supervisi secara berjenjang 2 Arifin Rahman Sistem Politik Indonesia. SIC. Surabaya. 2006. hlm. 21

4 harus ditingkatkan untuk memastikan kinerja penyelenggara di kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan dan TPS sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Penyelenggara Pemilu Legislatif baik harus dapat bekerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa azas penyelenggara Pemilu yang harus dijadikan pedoman bagi setiap penyelenggara Pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara Pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Pelaksanaan pemilu Legislatif Tahun 2014 memiliki potensi konflik dan tindak pidana dalam tiap tahapannya, mulai dari pelaksanaan kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi suara sampai dengan tahapan penetapan dan pengumuman hasil Pemilihan, di antaranya adalah: a. Tahap Kampanye Berpotensi memperebutkan pengaruh terhadap calon pemilih yang berbuntut pada terjadinya bentrok antar pendukung, perusakan/pencabutan tanda gambar peserta, pelanggaran jadwal kampanye, tuntutan memberikan sanksi terhadap calon tertentu karena dianggap melanggar aturan main kampanye, politik uang, kemacetan dan pelanggaran lalu lintas, kegaduhari, intimidasi, fitnah, teror, ancaman, provokasi, aksi fanatisme, pendiskreditan nama baik, kerumunan massa, isu negatif untuk menjatuhkan nama baik calon, perang dingin, pengrusakan, pembakaran, dll. b. Tahap Pemungutan Suara Dalam persiapan pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS), kelengkapan alat, surat panggilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berpotensi terjadi intimidasi, tata cara pencoblosan yang tidak sesuai, ketidaktegasan, kecurangan, penolakan pemantau, saksi, kesalahan nama, hilang/rusak surat suara, sabotase, penggalangan massa, lokasi pemungutan suara, jadwal waktu disediakan, sampai pada masalah konsumsi termasuk pembagian honor bagi yang bertugas.

5 c. Tahap Penghitungan Suara Keterkaitan dengan ketelitian dalam penghitungan suara, penetapan sah tidaknya, penolakan saksi, pembuatan Berita Acara, pengiriman dan pengantaran hasil perhitungan suara, termasuk kotak suara serta rekapitulasi hasil dan Pemilu Legislatif iangsung yang dilaksanakan di masing-masing tempat/lokasi, dan lain sebagainya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. d. Tahap Penetapan Pasangan Calon Terpilih Untuk menentukan waktu pengesahari, dan pelantikan, terutama aksi luapan kegembiraan pendukung terhadap calon terpilih, berpotensi terjadi kecurangan, intimidasi, sabotase, dan kemungkinan terjadi penyanderaan. 3 Dalam konteks yang demikian maka hukum memiliki peranan penting dalam mengantisipasi setiap perubahan atau gejolak yang berkembang di masyarakat, terkait dengan adanya situasi politik. Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dan keempat unsur dasar sistem hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut. Tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dari institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui 3 Hilman Anggara. Potensi Pelanggaran dan Tindak Pidana Pemilu Legislatif www.hukumonline.com. Diakses 29 November 2014

6 diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom. 4 Perkembangan tersebut menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin kompleks, karena dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya.sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu didalam masyarakat terikat pada baharibahari yang disediakan oleh masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Salah satu tindak pidana pemilu yang terjadi dalam konteks pelaksanaan Pemilu Legislatif di Provinsi Lampung adalah dalam Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk, dengan terdakwa para ketua dan anggota PPK Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat yang melakukan tindak pidana pemilu yaitu dengan sengaja melakukan penambahari suara pada peserta pemilu tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Majelis hakim menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dipidana yaitu penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama I (satu bulan). 4 Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT.Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. hlm. 23

7 Penjatuhan pidana terhadap terdakwa tersebut pada dasarnya merupakan bentuk pertanggjawaban para terdakwa atas kesalahan yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana ini didasarkan pada adanya unsur kesalahan para terdakwa, selain adanya kemampuan bertanggungjawab, tidak ada unsur pemaaf dan pembenar atas kesalahan yang dilakukan para terdakwa. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis melaksanakan penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi dengan judul: Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk) b. Apakah dasar pertlinbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.)? 2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah hukum pidana dan dibatasi pada kajian pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif

8 dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk) Ruang lingkup Lokasi Penelitian adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan penelitian dilaksanakan pada Tahun 2014. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan Permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk). b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.) 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut: a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.)

9 b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan dan kontribusi positif bagi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana pemilu pada masa-masa yang akan datang, sehingga penanggulangan tindak pidana pemilu dapat dilaksanakan secara lebih optimal. D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. KerangkaTeori Kerangka teori merupakan pengabstrakan hasil pemikiran sebagai kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya dalam penelitian ilmu hukum. Peneliti menggunakan kerangka teori sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap Permasalahan yang dibahas dalam penelitian, sehingga setiap pembahasan yang dilakukan memiliki landasan secara teoritis. Kerangka teoritis yang digunakan dalain penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Teori Pertanggungjawaban Pidana Untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, maka suatu perbuatan harus mengandung kesalahan. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa). 1. Kesengajaan (opzel) Kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut: a. Kesengajaan yang bersifat tujuan Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dan delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

10 c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. 2. Kelalaian (culpa) Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana. 5 Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat, yaitu: a. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan dan si pembuat. b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yang disengaja dan sikap kurang hatihati atau lalai c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf dapat yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pernbuat 6. Pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuataannya, dengan dasar kemampuan bertanggung jawab, ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada alasan pemaafatan pembenar atas tindak pidana yang dilakukannya. 5 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara, 1993, hlm. 46. 6 Ibid, Hal. 51.

11 b. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan demikian, putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori pembuktian, yaitu sating berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain, misalnya, antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain atau saling berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain (Pasal 184 KUHAP). Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusanputusannya. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang diciptakan dalam suatu negara, dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menuju kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak, sebagai salah satu unsur negara hukum. Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai kewenangan dalam peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan hal ini dilakukan oleh hakim melalui putusannya. Fungsi hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan, di mana dalam perkara pidana, hal itu tidak terlepas dan sistem pembuktian negatif, yang pada pninsipnya menetukan bahwa suatu hak atau

12 penistiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakirian hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik 7. Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu: a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan; b. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim; c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya. 8 Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat mengintervensi hakim dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya dan rasa keadilan masyarakat. Menurut Mackenzie ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam Penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut: 7 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresf Jakarta: Sinar Grafika,.2010, hlm. 103. 8 Ibid hlm.104.

13 a. Teori keseimbangan Yang dimaksud dengan keseimbangan disini keseimbangan antara syaratsyarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa. b. Teori pendekatan seni dan intuisi Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam Penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam Penjatuhan putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dan pada pengetahuan dari hakim c. Teori pendekatan keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses Penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dan putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya. d. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman dan seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat. e. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam Penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. f. Teori kebijaksanaan Teori ini diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, di mana sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Aspek ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik dan

14 melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bagi bangsanya 9. 2. Konseptual Konseptual adalah susunan konsep-konsep sebagai fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian, khususnya dalam penelitian ilmu hukum. Analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan yaitu sebagai berikut: a. Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undangundang. 10 b. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku 11. c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang- 9 Ahmad Rifai, op cit hlm. 105-106. 10 Moeijatno, op cit, hlm. 49. 11 Ibid. hlm. 53.

15 undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum 12. d. Tindak pidana pemilu dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahari suara atau perolehari suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah). E. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dalam lima bab untuk untuk memudahkan pemahaman terhadap isinya. Secara terperinci sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoni dan Konseptual serta Sistematika Penulisan. 12 Satjipto Rahardjo, Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum. 1998, hlm. 25.

16 II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahari pustaka terdiri dari pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian dan jenis tindak pidana, tindak pidana pemilu. III METODE PENELITIAN Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Narasumber, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahari Data serta Analisis Data. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/ PT.Tjk.) dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terhadap pelaku Tindak Pidana Pemilu Legislatif dalam Pasal 309 UndangU ndang Nomor 8 Tahun 2012 (Perkara Nomor: 70/Pid./2014/ PT.Tjk.).). V PENUTUP Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan Permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.