Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu,

BAB III PENUTUP. 1. Pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah karena (hibah) di

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan. dapat disimpulkan sebagai berikut :

IMPLEMENTASI HAK PENGELOLAAN DAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA 1 Oleh : Afra Fadhillah Dharma Pasambuna 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

BAB I A. LATAR BELAKANG

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

DAFTAR PUSTAKA. Gautama, Sudargo, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung : Citra Aditya, 1993.

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal juga sebagai sumber penghidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk. kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah

BAB III PENUTUP. konversi Leter C di Kabupaten Klaten telah mewujudkan kepastian. hukum. Semua responden yang mengkonversi Leter C telah memperoleh

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

PEROLEHAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK MILIK

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Analisis Yuridis, Pembuatan Sertifikat Tanah,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan pemberian Hak Milik dari tanah negara dan. perlindungan hukumnya di Kabupaten Kutai Timur pada tahun

DAFTAR PUSTAKA. A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa,

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009

HAT hak menguasai negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

KEPASTIAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN Oleh: Elsye Aprilia Gumabo 2

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

Transkripsi:

SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pembuktian kepemilikan hak atas tanah merupakan tanda bukti otentik dan bagaimana pengaturan hak atas tanah menurut UUPA No. 5 Tahun 1960. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pendaftaran tanah yang diadakan oleh pemerintah dalam rangka penerbitan sertifikat sebagai tanda kepemilikan hak milik (tanah milik), karena sertifikat tanah milik merupakan jaminan hukum, keperluan perekonomian sosial dan politik bagi pemegangnya, dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang hak milik secara otentik dibuktikan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftarkan dalam buku tanah. Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak milik dapat sebagai jaminan hak milik atas rumah susun, hak tanggungan, dan macam-macam sertifikat menurut objek pendaftaran tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara (hak menguasai) bertujun untuk kemakmuran sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat, negara hukum yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, pada pelaksanaannya dikuasakan kepada daerahdaerah dan masyarakat adat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tertuang dalam berbagai hak atas tanah milik, dikelompokkan menjadi hak atas tanh milik yang bersifat tetap, hak tanah milik yang ditetapkan dengan undang-undang dan bertanah milik yang bersifat sementara. Kata kunci: Sertifikat, Hak atas tanah, alat bukti otentik. 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Aneke Said, SH, MH; Atie Olii, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 120711498 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hakhak atas tanah dalam dua bentuk. Pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer. Kedua, hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu: a. Hak Milik atas tanah (HM); b. Hak Guna Usaha (HGU); c. Hak Guna Bangunan (HGB); d. Hak Pakai (HP). Selain hak primer atas tanah di atas, terdapat pula hak atas tanah bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu; a. hak gadai; b. hak usaha bagi hasil; c. hak menumpang; d. hak menyewa atas tanah pertanian. Salah satu hak atas tanah yang termasuk dalam kategori bersifat prime adalah Hak Milik. Sebab hak milik merupakan hak primer yang paling utama, terkuat dan terpenuh, dibandingkan dengan hak-hak primer lainnya, seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau hak-hak lainnya. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA yang berbunyi sebagai berikut: Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Menurut A.P. Parlindungan, kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa di antara hak- 137

hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, hak miliklah yang ter (paling kuat dan penuh). Begitu pentingnya hak milik, pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan hak milik atas tanah tersebut. 3 Pemberian hak milik atas tanah, bukan saja diberikan kepada perseorangan, tetapi juga dapat diberikan kepada badan-badan hukum sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam memberikan landasan hukum yang terkuat kepada badan-badan hukum untuk mendapat hak milik atas tanah, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. 4 Pada prinsipnya hak milik merupakan hak terkuat, hak turun temurun, hak yang tidak dapat dibagi-bagi. Memperhatikan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengkaji dan meneliti dengan seksama yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Skripsi dengan judul Sertifikat kepemilikan Hak Atas Tanah merupakan alat bukti otentik menurut UUPA No. 5 Tahun 1960. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pembuktian kepemilikan hak atas tanah merupakan tanda bukti otentik? 2. Bagaimana pengaturan hak atas tanah menurut UUPA No. 5 Tahun 1960? C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelisan skripsi ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif atau tidak jarang disebut dengan pendekatan norma atau kaidah hukum. PEMBAHASAN A. Pembuktian Kepemilikan Hak Atas Tanah Merupakan Tanda Bukti Otentik. 1. Pembuktian Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Sah Otentik Ketentuan-ketentuan dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang memuat tanda bukti hak atas tanah, yaitu: Pasal l9 UUPA (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. (2) Pendaftaran tersebut dalam Ayat 1 pasal ini meliputi: a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pcmberian surat-surat tanda bukti hak (garis bawah penulis), yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. (3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria. 5 Pasal 23 UUPA (1) Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya, hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. (2) Pendaftaran termaksud dalam Ayat 1 merupakan alat penelitian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. 6 2. Sertifikat sebagai Tanda Bukti Hak Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah. 7 3 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal. 18 4 Ibid 5 Pasal 19 UUPA 6 Pasal 23 UUPA 7 Lubis dan ABD Rahim Lubis Mhd. Yamin, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 78 138

Pasal 19 Ayat (2) huruf c UUPA dinyatakan bahwa akhir kegiatan pendaftaran tanah yang diadakan oleh Pemerintah adalah pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. UUPA tidak menyebut nama surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar. Baru pada Pasal 13 Ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dinyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan sertifikat, yaitu salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak, yang berupa sertifikat. Pengertian sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 9 Ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 8 Sertifikat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Sedangkan pejabat yang menandatangani sertifikat, adalah: a. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik, sertifikat ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. b. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat individual (perseorangan), sertifikat ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. c. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat masal, sertifikat ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 3. Sertifikat dalam Peraturan Perundangundangan Pertanahan Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan selain dalam UUPA dimuat ketentuan sertifikat sebagai tanda bukti hak, yaitu: Pasal 1 Angka 20 Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana di dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bcrsangkutan. 9 Pasal 4 (1) Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan Sertifikat Hak Atas Tanah. (2) Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum. (3) Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapus-nya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar. 10 Pasal 31 (1) Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pihak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah terdaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1). (2) Jika di dalam buku tanah terdaftar catatan sebagaimana di maksud dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf b yang menyangkut data yuridis, atau catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf c, d, dan e yang menyangkut data fisik maupun data yuridis penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan dihapus. (3) Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya. (4) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan 8 Ibid, hal. 79 9 Pasal 1 Angka 20 UUPA 10 Pasal 4 UUPA 139

bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain. (5) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut. 11 Pasal 32 (1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berbentuk sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data-data fisik dan yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang dan data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. (2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan suatu sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut lagi pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut. 12 B. Pengaturan Hak Atas Tanah Menurut UUPA No. 5 Tahun 1960 1. Pengaturan Hak Atas Tanah Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-pokok Agraria, atau lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa Atas dasar ketentuan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi,air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang 11 Pasal 31 UUPA 12 Pasal 32 UUPA terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. 13 Penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara dikenal dengan sebutan Hak Menguasai Negara. Pasal (2) UUPA menetapkan bahwa hak menguasai negara memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; b. menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan c. menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. 14 Tujuan hak menguasai negara atas bumi, air, ruang angkasa adalah untuk mencapai sebesarbesar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Hak menguasai negara atas bumi, air, dan ruang angkasa dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra (pemerintah daerah) dan masyarakatmasyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah. Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UUPA, yaitu : Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. 15 Hak atas permukaan bumi, yang disebut hak atas tanah ber-sumber dari hak menguasai negara atas tanah. Hak atas tanah dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh 13 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 14 Pasal 2 ahyat (2) UUPA 15 Pasal 4 ayat (1) UUPA 140

perseorangan, baik warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersamasama, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan hukum privat atau badan-badan hukum publik. Wewenang dalam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 4 Ayat (2) UUPA, yaitu: Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam Ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undangundang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi, wewenang dalam hak atas tanah berupa menggunakan tanah untuk keperluan mendirikan bangunan atau bukan bangunan, menggunakan tubuh bumi, misalnya penggunaan ruang bawah tanah, diambil sumber airnya, penggunaan ruang di atas tanah. Yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau pengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Kata menggunakan 16 mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, pabrik. Kata mengambil manfaat mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan, pcrkebunan. Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Wewenang umum Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air, dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas 16 Op Cit menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA) dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. 2. Wewenang khusus. Wewenang yang bersifat khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan hanya untuk kepentingan usaha di bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan. 17 Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA dijabarkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu: a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai; e. Hak Sewa untuk Bangunan; f. Hak Membuka Tanah; g. Hak Memungut Hasil Hutan. h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53. 18 Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara disebutkan macam-nya dalam Pasal 53 UUPA, yaitu: a. Hak Gadai; b. Hak Usaha Bagi Hasil; c. Hak Menumpang; d. Hak Sewa Tanah Pertanian. 19 Peraturan perundang-undangan yang di dalamnya mengatur hak atas tanah, antara lain, yaitu: a. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 17 Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Jakarta, hal. 83 18 Pasal 16 ayat (1) UUPA 19 Pasal 53 UUPA 141

b. Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. c. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Bendabenda yang Berkaitan dengan Tanah. d. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. e. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah; f. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. g. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. h. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. i. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. j. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. 2. Ketentuan-ketentuan dalam Hak Atas Tanah Macam-macam hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 dan Pasal 53 UUPA dikelompokkan menjadi 3 bidang, yaitu: 1. Hak atas tanah yang bersifat tetap. Yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada atau berlaku selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan. 2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Macam hak atas tanah ini belum ada. 3. Hak atas tanah yang bersifat sementara. Yaitu hak atas tanah yang sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA. 20 Macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian. Berkaitan dengan lahirnya hak atas tanah yang tidak dapat di masukkan ke dalam hak atas tanah yang bersifat tetap maupun hak atas tanah yang bersifat sementara, Eman Ramelan menyatakan bahwa pembentuk UUPA menyadari bahwa dalam perkembangannya nanti akan sangat dimungkinkan timbulnya hak atas tanah yang baru sebagai konsekuensi dari adanya perkembangan masyarakat, hanya saja pengaturannya harus dalam bentuk undangundang. 21 Sistem dalam UUPA menentukan bahwa macam hak atas tanah bersifat terbuka, artinya masih terbuka peluang adanya penambahan macam hak atas tanah selain yang ditentukan dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA dan Pasal 53 UUPA. Hal ini dapat diketahui secara inplisit dari ketentuan Pasal 16 Ayat (1) huruf h UUPA, yang menyatakan bahwa hak-hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Macam-macam hak atas tanah tersebut mempunyai sifat limitatif. Lahirnya hak atas tanah ini mensyaratkan harus diatur dengan Undang-undang. Pasal 16 Ayat (1) huruf h UUPA memberikan peluang akan lahir hak atas tanah yang ditetapkan dengan undang-undang. Pembentuk UUPA sudah mengantisipasi bahwa suatu saat kelak lahir hak atas tanah baru seiring dengan perkembangan masyarakat dan pembangunan. 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahu 1997 menetapkan bahwa hak atas tanah wajib didaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk 20 Op Cit, hal. 136 21 Eman Ramelan, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, Majalah YURIDIKA, Vol. 15 No. 3, Fakultas Hukum UNAIR Surabaya, 2000, hal. 194 22 Sutedi Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Peralihannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 136 142

pertama kalinya melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan pendaftaran tanah secara sistematik menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertifikat. Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yang dimaksud sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masingmasing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat berisi data fisik dan data yuridis. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban beban lain yang membebaninya. Esensi sertifikat hak atas tanah adalah surat tanda bukti hak atas bidang tanah yang berisi salinan buku tanah yang memuat data fisik dan data yuridis, dan surat ukur yang memuat data fisik. 23 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pendaftaran tanah yang diadakan oleh pemerintah dalam rangka penerbitan sertifikat sebagai tanda kepemilikan hak milik (tanah milik), karena sertifikat tanah milik merupakan jaminan hukum, keperluan perekonomian sosial dan politik bagi pemegangnya, dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang hak milik secara otentik dibuktikan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftarkan dalam buku tanah. Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak milik dapat sebagai jaminan hak milik atas rumah susun, hak tanggungan, dan macam-macam sertifikat menurut objek pendaftaran tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara (hak menguasai) bertujun untuk kemakmuran sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat, negara hukum yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, pada pelaksanaannya dikuasakan kepada daerah-daerah dan masyarakat adat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku tertuang dalam berbagai hak atas tanah milik, dikelompokkan menjadi hak atas tanh milik yang bersifat tetap, hak tanah milik yang ditetapkan dengan undang-undang dan bertanah milik yang bersifat sementara. B. Saran 1. Sangat diharapkan kepada masyarakat yang hendak mengsertifikatkan tanah milik baik yang berasal dari salah satu peralihan hak tanag milik hendaknya mendaftarkan tanah miliknya kepada Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dimana warga masyarakat berdomisili. 2. Diharapkan kepada pemerintah (Badan Pertanahan) dalam penerbitan sertifikat tanah milik, memperhatikan dengan cermat, lokasi tanah milik, pengukuran tanah milik, ini untuk menghindari terbitnya sertifikat ganda. DAFTAR PUSTAKA A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Sistem UUPA, Mandar Maju,Bandung..., Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung. Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Agraria. Dalam Pembangunan di Indonesia, Alumni, Bandung, 1978. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2001..., Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 1994. 23 Ibid 143

Departemen Dalam Negeri, Pertahanan Dalam Era Pembangunan Indonesia, Jakarta, 1982. Eko Hadi Wiyono, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Palenta, Jakarta, 2007. Eman Ramelan, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, Majalah YURIDIKA, Vol. 15 No. 3, Fakultas Hukum UNAIR Surabaya, 2000. Hutagalung, Seputar Masalah Hukum Tanah, LPH, Jakarta, 2005. Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta. Lubis dan ABD Rahim Lubis Mhd. Yamin, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008. Moh. Yamin Lubis dan Abd. Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008. Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Pranata Group, Jakarta, 2006. Rony Hanityo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet Ke V, tahun 1998. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 2001. Soerodjo Irawan, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, 2003. Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria 1960) dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya (1996), Cetakan Kesepuluh, Citra Aditya Bakti, 1997, Bandung. Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Jakarta. Sutedi Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Peralihannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007. Sumber-sumber Lain : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1991. PP No. 24 Tahun 1997 PP No. 38 Tahun 1963 PP No. 40 Tahun 1996 UU No. 9 Tahun 1999 UUPA No. 5 Tahun 1990 144