TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN UNSUR HARA PADA KEDALAMAN SECCHI DI PERAIRAN WADUK PLTA KOTO PANJANG, RIAU.

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Oseanografi. Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

MANAJEMEN KUALITAS AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin)

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

TINJAUAN PUSTAKA. Produktivitas Primer. walaupun sejumlah kecil produktivitas primer dapat dihasilkan oleh bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan air laut bertemu dan bercampur. Kebanyakan estuari didominasi oleh substrat

2. TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas primer

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya akan energi dan berasal dari senyawa anorganik. Pada umumnya produktivitas primer dianggap sebagai padanan fotosintesis, walaupun sejumlah kecil produktivitas dapat dihasilkan oleh bakteri kemosintetik (Nybakken 1988). Odum (1971) menambahkan produktivitas primer di suatu sistem ekologi sebagai laju penyimpanan energi radiasi melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis dari produser atau organisme (terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pakan. Pembentukan senyawa organik dari senyawa anorganik pada umumnya hanya dapat dilakukan oleh organisme yang mempunyai klorofil lewat jalur fotosintesis. Wetzel (1983) menyatakan bahwa di dalam ekosistem akuatik sebahagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton, dimana fitoplankton dapat mengubah zat-zat anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari melalui proses fotosintesis yang hasilnya disebut dengan produksi primer. Levinton (1982) menambahkan bahwa produktivitas adalah jumlah yang dihasilkan oleh jaringan hidup dan secara umum dinyatakan sebagai gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (mg C/m 3 per hari). Produktivitas primer pada dasarnya tergantung pada aktivitas fotosintesis dari organisme autrotof yang mampu mentransformasi karbondioksida menjadi bahan organik dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu pendugaan produktivitas primer alami didasarkan pada pengukuran aktivitas fotosintesis yang terutama dilakukan oleh alga. Fotosintesis adalah proses fisiologis dasar yang penting bagi nutrisi tanaman termasuk fitoplankton. Reaksi fotosintesis secara sederhana dapat diringkas dalam persamaan umum sebagi berikut (Wetzel 1983): 6CO 2 + 12H 2 O C 6 H 12 O 6 + 6O 2 Dalam konsep produktivitas primer dikenal dengan istilah Produktivitas Primer Kotor atau Gross Primer Productivity (GPP) dan Produktivitas Primer Bersih

atau Net Primer Productivity (NPP). GPP adalah laju produktivitas primer zat organik dari jaringan tumbuhan termasuk yang digunakan untuk keperluan respirasi. NPP adalah laju produktivitas primer zat organik dikurangi dengan yang digunakan untuk respirasi. Pada umumnya profil vertikal penyebaran produktivitas primer mempunyai kurva yang menunjukkan adanya suatu nilai maksimum pada kedalaman tertentu. Nilai maksimum yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam bisa lebih baik daripada nilai maksimum yang terjadi pada lapisan permukaan, karena bisa jadi intensitas cahaya yang masuk ke lapisan dalam sesuai dengan kebutuhan fitoplankton untuk berfotosintesis (Khan 1980). Profil penyebaran produktivitas primer secara vertikal tersebut sangat dipengaruhi oleh kelimpahan atau penyebaran fitoplankton secara vertikal. Pada umumnya apabila kelimpahan fitoplankton (sebagai organisme yang dapat berfotosintesis) besar, maka nilai produktivitas primer juga akan besar. Akan tetapi menurut Odum (1993) nilai produktivitas primer tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan, suhu dan ketersediaan unsur hara, serta gas-gas terlarut. Nilai produktivitas primer fitoplankton sangat bervariasi dari satu perairan ke perairan lainnya dan dari satu lokasi ke lokasi lainnya juga dari waktu ke waktu walaupun di dalam satu perairan. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya (penyinaran) adalah jumlah energi yang diterima oleh bumi pada waktu dan areal tertentu (Wetzel & Licken 1979). Jumlah energi yang diterima oleh bumi bergantung pada kualitas dan lama periode penyinaran yang merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan. Intensitas cahaya matahari sering menjadi faktor pembatas yang sangat cepat memudar karena dipengaruhi oleh kedalaman dan kekeruhan (Porcella & Bishop 1975; Boyd 1982). Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan bertambahnya intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Dii atas nilai tersebut cahaya merupakan pembatas bagi fotosintesis (cahaya inhibisi). Semakin ke dalam perairan intensitas cahaya akan semakin berkurang dan merupakan

cahaya penghambat sampai pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi (Cushing 1975; Mann 1982; Valiela 1984; Parsons et al. 1984; Neale 1987). Pola ini dapat digambarkan dalam grafik hubungan antara intensitas cahaya dengan laju fotosintesis dan kedalaman (Gambar 2). Penetrasi cahaya ( % ) Fotosintesis (g C/ m 3 per hari) Cahaya pembatas Kedalaman (m) Kedalaman (m) Fotosintesis Cahaya optimal Cahaya Penghambat Respirasi Kedalaman Kompensasi Cahaya Pembatas Cahaya Optimal Cahaya penghambat 100 F max Kedalaman (m) 0 Titik Kompensasi Fotosintesis (g C/ m 3 per hari) Ik Intensitas Cahaya (%) Gambar 2 Hubungan intensitas cahaya dengan kedalaman dan fotosintesis, respirasi (Fogg 1980). Cahaya matahari yang memasuki suatu medium optik seperti air maka intensitas cahaya tersebut akan berkurang atau mengalami peredupan (extinction attenuation) seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Besarnya tingkat peredupan (absorbsi) bergantung pada materi pengabsobsi yang ada di dalam kolom air itu sendiri. Pada kolom air yang memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi,

tingkat absorbsi juga tinggi. Materi-materi yang biasanya menjadi pengabsorbsi adalah Suspended solid, Dissolved Organic Matter (DOM), dan Particulate Organic Matter (POM) termasuk plankton. Besarnya tingkat absorbsi ditunjukkan oleh besarnya koefisien pengabsorbsian yang mengikuti hukum Beer-Lambert, yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Parsons et al. 1984; Valiela 1984), yaitu: I z = I o e -kz dengan: k = Koefisien absorbsi I 0 = Intensitas cahaya dipermukaan I z = Intensitas pada kedalaman z z = Kedalaman e = bilangan dasar logaritma (2.7) Aksi pada proses fotosintesis adalah mengabsorbsi cahaya karena tidak semua radiasi elektromagnetik yang jatuh pada tanaman yang berfotosintesis dapat diserap, hanya cahaya tampak (visible light) yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 400 sampai 720 nm yang diabsorbsi dan digunakan untuk fotosintesis (Govindjee & Braun 1974; Nybakken 1988). Menurut Parsons et al. (1984) energi cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis fitoplankton terbatas pada panjang gelombang 300 sampai 720 nm. Radiasi total pada panjang gelombang ini disebut Photoszynthetically Available Radiation (PAR). Definisi ini tidak memperhitungkan seberapa besar energi cahaya yang benar-benar digunakan pada proses fotosintesis. Mempertimbangkan hal tersebut maka (Marel 1979, diacu dalam Parsons et al. 1984) menggunakan dua definisi tambahan tentang radiasi yaitu, Photosynthetically Usable Radiation (PUR) dan Photosyntetic Stored Radiation (PSR). Photosynthetically Usable Radiation didefinisikan sebagai bagian energi radiasi yang secara aktual diabsorbsi oleh fitoplankton. PUR seluruhnya tergantung pada komposisi pigmen dari populasi fitoplankton dan pada posisi spektral energi matahari yang menembus kolom air. Hanya sebahagian PUR ini yang benar-benar digunakan untuk proses fotosintesis dan bagian ini didefinisikan sebagai jumlah radiasi matahari yang dikonversi kedalam dan disimpan sebagai energi kimiawi dalam bentuk bahan organik Photosyntetic Stored Radiation (PSR). Secara umum ada hubungan yang luas antara ketiga nilai ini yaitu : PSR < PUR < PAR.

Untuk melakukan penyerapan terhadap cahaya, alga menggunakan berbagai macam pigmen. Setiap pigmen memiliki tingkat absorbsi yang berbeda terhadap spektrum cahaya. Govindjee dan Braun (1974) mengklasifikasikan pigmen-pigmen ini ke dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu: 1) Chlorophylls yang dengan kuat mengabsorbsi cahaya biru dan merah, contohnya adalah chl a yang terdapat pada seluruh alga dan chl b terdapat pada alga hijau saja, 2) Carotenoids yang mengabsorbsi cahaya hijau dan cahaya biru, contohnya adalah ß carotene yang terdapat pada seluruh alga dan fucoxanthin yang terdapat pada alga coklat, 3) Phycobillins yang mengabsorbsi cahaya hijau, kuning dan orange, contohnya R- phycoerythin yang terdapat pada alga merah dan C-phycocyanin yang terdapat pada alga hijau biru. Pigmen-pigmen tersebut merupakan antena bagi alga untuk menangkap energi cahaya. Nitrogen Inorganik Terlarut (DIN) Nitrogen anorganik terlarut di perairan terdiri dari ammonia-nitrogen (NH 3 -N), nitrat-nitrogen (NO 3 -N) dan nitrit-nitrogen (NO 2 -N). Nitrogen dalam bentuk senyawa anorganik dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut menjadi protein nabati selanjutnya dimanfaatkan oleh organisme hewani sebagai pakan (Wardoyo 1982). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan alga, yang dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi 2003). Nybakken (1988) melengkapi bahwa nutrien anorganik utama yang paling dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak ialah nitrogen (dalam bentuk nitrat) dan fosfor (dalam bentuk fosfat). Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat (NO 3 -N) dan ammonia (NH 3 -N). Fitoplankton lebih banyak menyerap NH 3 -N dibandingkan dengan NO 3 -N karena lebih banyak dijumpai di perairan baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Welch 1980). Selain itu penggunaan N-NO 3 membutuhkan penambahan energi seperti adanya enzim nitrat reduktase (Goldman & Horne 1983). Pada kondisi anaerobik senyawa organik nitrogen dirubah menjadi N-NH 3 yang pada konsentrasi tertentu bersifat racun terhadap organisme air. Goldman dan Horne (1983) menjelaskan terdapat perbedaan antara nitrat dan ammonia dalam hal

toxisitas dan mobilitasnya. Dimana toxisitas ammonia lebih tinggi dari pada nitrat sedangkan mobilitasnya lebih rendah dari pada nitrat Senyawa-senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak (NH 3 ) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (NO - 3 ). Melalui proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas sp dan Nitrobacter sp N- NH 3 diubah menjadi N-NO 3 kemudian nitrat direduksi menjadi gas nitrogen oleh bakteri yang terjadi pada keadaan oksigen terlarut rendah di daerah sedimen dan di lapisan hipolimnion. Urutan reaksi oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas. Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter secara sederhana seperti berikut (Novotny & Olem 1994) yaitu: 2NH 3 + 3H 2 O Nitrosomonas 2NO 2 - + 2H + + 2H 2 O 2NO 2 - + O 2 2NO 3 - Nitrobacter Umumnya ketersedian nitrogen lebih banyak di perairan tawar dibandingkan di perairan laut dimana konsentrasi nitrat sekitar 1 mg/l NO 3 -N atau kurang dan lebih dari 25 mg/atom/l. Konsentrasi dari bentuk-bentuk nitrogen yang lain (selain nitrat) yang digunakan oleh produser adalah amonium, urea, asam-asam amino dan dapat bervariasi. Namun secara umum rendah dan lebih rendah dari kadar nitrat (Valiela 1984). Nitrit merupakan salah satu bentuk nitrogen yang terdapat dalam perairan. Nitrogen dalam bentuk nitrit merupakan bentuk antara nitrat dan ammonia, baik dalam proses oksidasi ammonia menjadi nitrat maupun dalam reduksi nitrat menjadi nitrit (APHA 1989). Hal inilah yang menyebabkan kandungan nitrit dalam perairan berada dalam jumlah yang paling sedikit. Selain nitrit, senyawa nitrogen lainnya adalah ammonia yang banyak terdapat dalam proses produksi urea. Adapun sumber utama ammonia di dalam perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen organik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari proses dekomposisi bahan organik.

Fosfor Inorganik Terlarut (DIP) Fosfor adalah unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis selain nitrogen. Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan 1972, diacu dalam Effendi 2003) dan unsur hara yang ensensial bagi tumbuhan sehingga menjadi faktor pembatas dan mempengaruhi produktivitas perairan. Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat (PO 4 ) untuk pertumbuhannya. Parsons et al. (1984) menyatakan bahwa fosfor di perairan berada dalam tiga bentuk utama yaitu fosfor anorganik terlarut, fosfor organik terlarut dan fosfor partikulat. Grahame (1987) menambahkan bahwa fosfor terlarut terutama berfungsi sebagai ortofosfat anorganik (PO - 4 ) atau yang secara sederhana disebut sebagai fosfat. Wetzel (1983) menyatakan bahwa ortofosfat merupakan bentuk senyawa dengan unsur dasar P yang efektif bagi pertumbuhan fitoplankton. Wetzel (1983) menjelaskan bahwa kisaran fosfat yang optimum bagi petumbuhan fitoplankton adalah 0.09 1.80 mg/l. Selanjutnya dikatakan juga pada perairan alami ikatan senyawa fosfat umumnya berada pada ikatan Fe dan Al, sedangkan pada perairan basa fosfat berikatan dengan kation natrium dan pada perairan netral berikatan dengan kalsium (Prescott 1973). Struktur Komunitas Fitoplankton Fitoplankton adalah mahluk hidup yang berupa tumbuhan renik yang melayang-layang di dalam kolom air yang tidak mampu bergerak secara aktif melawan arus air (Odum 1993). Secara ekologis fitoplankton merupakan dasar dari rantai pakan, sehingga keberadaanya akan menentukan keberadaan seluruh biota air (Nybakken 1988). Lebih lanjut dijelaskan bahwa perkembangan fitoplankton sangat ditentukan oleh faktor fisik kimiawi lingkungan seperti intensitas cahaya matahari, nutrien dan suhu serta faktor biologis seperti struktur komunitas fitoplankton. Krebs (1972) menambahkan bahwa keanekaragaman fitoplankton dapat dikatakan sebagai kehetoregenan spesies dan merupakan ciri khas dari struktur komunitas yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dimana biota

hidup sedangkan indeks keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan komposisi setiap spesies dalam suatu komunitas. Wetzel (1983) menyatakan bahwa pada danau oligotrofik memiliki keanekaragaman yang tinggi dan struktur komunitas fitoplankton di dominansi oleh kelas Chyrsophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae dan Bacillariophyceae sedangkan pada danau eutrofik memiliki keanekaragaman yang menurun dan struktur komunitas fitoplankton di dominasi oleh kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae dan Bacillariophyceae. Hal ini terjadi pada danaudanau di daerah tropis dan temperate (beriklim sedang). Struktur komunitas fitoplankton merupakan susunan individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas, yang dapat dipelajari dengan mengetahui satu atau dua aspek khusus tentang organisasi komunitas yang bersangkutan seperti indeks deversitas jenis, zona stratifikasi, dan kelimpahan (Brower et al. 1990). Kuantitas dan kualitas fitoplankton dalam kolom air selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Davis (1955) bahwa di setiap perairan terdapat perkembangan komunitas yang dinamis, sehingga suatu spesies dapat lebih dominan dari pada spesies yang lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang tahun, spesies yang dominan pada satu bulan tertentu bisa menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya dan digantikan dengan spesies lainnya yang lebih dominan. Nybakken (1988) menjelaskan Kondisi lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya matahari, ph, kekeruhan, dan konsentrasi unsur hara serta berbagai senyawa lainnya Klorofil-a Klorofil adalah katalisator fotosintesis yang penting dan terdapat di alam sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan berfotosintesis. Zat ini terdapat dalam kloroplas dalam jumlah yang banyak, sering terikat longar dengan protein, tetapi mudah diekstraksi dengan pelarut lipid seperti aseton dan eter. Semua alga memiliki klorofil-a dan beberapa pigmen tambahan seperti klorofil-b, klorofil-c, karotenoid, juga pigmen pelengkap seperti xanthofil, fikosianin, fikoeritrien. Peranan pigmen pelengkap tersebut adalah menangkap sinar yang tidak

dapat diserap oleh klorofil dan karotenoid. Elektron-elektron pada pigmen tadi diteruskan ke klorofil untuk diubah menjadi energi kimia yang digunakan dalam fotosintesis (Bold & Wyne 1985, diacu dalam Rafii 2004). Klorofil-a dengan rumus kimia C 55 H 72 O 5 N 4 Mg merupakan salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada diperairan khususnya fitoplankton (Parsons et al. 1984). Klorofil terdapat dalam jumlah banyak pada fitoplankton sehingga sering digunakan untuk mengukur biomass fitoplankton (Strickland & Parsons 1965). Ekstrak klorofil dari algae yang berbeda menunjukkan sifat spektrumnya. Masing-masing klorofil mempunyai karakter dalam penyerapan spektrum cahaya yang berbeda. Klorofil-a menyerap cahaya dengan panjang gelombang 430-670 nm, sedangkan klorofil-b menyerap cahaya pada panjang gelombang 455-640 nm. Absorbansi maksimal klorofil-a terjadi pada panjang gelombang 700 nm (Boyd 1982).