BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan dalam penyelenggaraan suatu negara hal ini untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumbersumber

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

TINJAUAN TERHADAP TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun Kebijkan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BUPATI BENGKULU UTARA PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. seperti jalan, jembatan, rumah sakit. Pemberlakuan undang-undang tentang

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa, dan negara. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya volume pembangunan dari tahun ke tahun dan ditambah dengan naiknya populasi penduduk dan kebutuhan hidup merupakan masalah dan beban pembangunan yang patut dicermati, upaya pemecahan masalah dan beban pembangunan tersebut menuntut peran pemerintah secara berkesinambungan. Meningkatnya peran pemerintah dalam pemecahan masalah tersebut berdampak pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masayarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahannya, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, diatur dengan undangundang. Dengan demikian, pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada undang-undang. Dalam hal ini, pajak daerah dan retribusi daerah 1

diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009 Desentralisasi atau otonomi daerah membuat daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengatur urusan rumah tangganya. Hal ini menuntut Pemerintah Daerah untuk lebih bijak dalam hal pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat mengalokasikan hasil penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kewenangan dalam urusan keuangan daerah yang memberikan hak untuk memberdayakan segala potensi perekonomian daerah yang ada menyebabkan pemerintah daerah berusaha menggali sumber-sumber perekonomian daerah yang dapat dijadikan pendapatan daerah. Salah satunya adalah pendapatan dari pajak daerah dan retribusi daerah, dimana mengenai pajak daerah ini ditetapkan berdasarkan peraturan daerah masing-masing dengan mengingat dan memandang kemampuan daerah dalam penarikan pajak untuk penerimaan daerah ( Ayuningtyas, 2008). Agar pendanaan penyelenggaraan pemerintah dapat terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintah. Penyelenggaraan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintah yang menjadi tanggung jawab negara dibiayai dari APBN (Mayasari, 2009). 2

Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintah daerah terdiri atas PAD, dana perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan lain-lain yang sah. PAD, yang salah satunya berupa pajak daerah dan retribusi daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung yang hasilnya digunakan membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan (M. Pahala Siahaan, 2005). Hal ini menunjukan bahwa pajak adalah suatu pembayaran yang wajib dikenakan berdasarkan undang-undang, dan yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Retribusi daerah merupakan pendapatan asli daerah yang cukup besar perannya dalam menyumbang pada terbentuknya PAD. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi dengan demikian, retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Pengertian dari retribusi daerah adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan (M. Pahala Siahaan, 2005). Jadi dalam retribusi daerah jasa dan adanya retribusi daerah langsung dapat ditunjuk. Misalnya, 3

retribusi pasar dibayar karena adanya penggunaan ruang pasar tertentu oleh sipembayar retribusi. Dengan demikian, penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan nantinya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap PAD dalam hal pencapaian dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Mayasari, 2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amiyanti Ayuningtyas (2008), pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Anggaran Belanja Daerah (ABD), baik sebelum maupun sesudah otonomi. Menurut Dina Anggraeni (2010), pajak dan retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah Kabupaten Provinsi Bengkulu. Menurut Dian Mayasari (2009), pajak daerah Kabupaten dan Kota masih tergolong sangat rendah selain itu kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kabupaten dan Kota di Jawa Timur masih tergolong sangat rendah. Alasan peneliti memilih Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat sebagai objek penelitian dikarenakan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat memiliki berbagai macam budaya dan ciri khas tersendiri di setiap Kabupatennya. Hal inilah yang menjadikan tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat memiliki cukup banyak kawasan-kawasan wisata yang berpotensi menghasilkan pajak daerah dan retribusi daerah yang cukup besar yang salah satunya bersumber dari sektor perdagangan dan pajak lainnya yang terkait dengan pajak daerah, 4

selain itu setiap tahunnya penerimaan pajak dan retribusi daerah tidak sama kontribusi pengaruhnya terhadap PAD. Menurut Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Selasa (24/5) yang diambil dari laman sumbarprov.go.id menyebutkan, Pendapatan Daerah terealisasi sebesar Rp4,052 triliun lebih atau 100,40 persen dari target Rp4,036 triliun lebih. Dengan demikian terjadi kelebihan sekitar Rp16,1 miliar dari target yang telah ditetapkan dalam APBD tahun 2015. PAD yang berhasil direalisasikan adalah sekitar Rp1,88 triliun dari target sekitar Rp1,78 triliun atau persentase capaian 105,64 persen dengan kelebihan sebesar Rp100,2 miliar. Kenaikan terjadi di semua sub PAD seperti dari pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen penting yang berpengaruh terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Provinsi Sumatera Barat dengan ciri khasnya sendiri memiliki peluang yang cukup tinggi untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerahnya, yaitu dengan meningkatkan potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. 5

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah penerimaan pajak daerah berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah di Provinsi Sumatera Barat? b. Apakah penerimaan retribusi daerah berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah di Provinsi Sumatera Barat? c. Apakah penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara bersama-sama terhadap pendapatan asli daerah di Provinsi Sumatera Barat? 1.3. Batasan Masalah Untuk memudahkan dan menyederhanakan masalah agar tidak terlalu melebar dan menyimpang dari tema, maka penulis hanya menitikberatkan pada data Realisasi PAD tahunan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 sampai tahun 2014. 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Sumatera Barat b. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Sumatera Barat 6

c. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Sumatera Barat Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Penulis Bagi penulis, menambah pengalaman dan pengetahuan tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah. 2. Pemerintah Bagi instansi pemerintah, mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah dengan tepat. Dengan diketahuinya pengaruh tersebut dapat digunakan sebagai acuan pemerintah guna meningkatkan pendapatan asli daerahnya. 1.5. Sistematika Penulisan Uraian dalam penulisan skripsi ini saling berhubungan dari seluruh rangkaian yang secara keseluruhan isinya akan terangkum sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa unsur yaitu latar belakang, rumusan masalah, bahasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi pendokumentasian atau pengkajian hasil dari penelitianpenelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama dan landasan teori. Landasan teori ini berisi teori sebagai hasil dari studi pustaka. Teori yang didapat akan menjadi landasan bagi penulis untuk 7

melakukan pembahasan dan pengambilan kesimpulan mengenai judul yang dipilih penulis. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan pembahasan mengenai metode analisa yang digunakan dalam penelitian dan jenis data yang digunakan beserta sumber data. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi semua temuan yang dihasilkan penulis dalam penelitian dan analisa statistik. BAB V. KESIMPULAN Bab ini menjelaskan kesimpulan dari analisa yang dilakukan dari hasil penelitian. 8