BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan, dan keterampialan proses yang diperlukan dalam kehidupan (Undangundang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

JURNAL RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL INTERACTION WITH INDEPENDENCE PEERS TEENS ON STUDENTS CLASS X IN SMK MUHAMMADIYAH 2 KEDIRI LESSON YEAR 2016/2017

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY 6 LANGKAH (MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DI SMK

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan keluarga (in formal), pendidikan di sekolah (formal) maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang yang harus diutamakan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan dalam dunia pendidikan. Pembangunan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

PERSEPSI SISWA KELAS X TKJ TENTANG KEMAMPUAN MENGAJAR GURU MATA PELAJARAN IPPK DI SMK TAMANSISWA JETIS YOGYAKARTA. Oleh : Resti Kurnia Yulianti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai warga negara perlu mengembangkan diri untuk dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan proses pembentukan

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan. kepribadian manusia melalui pemberian pengetahuan, pengajaran

EKSPLORASI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PEMELIHARAAN SISTEM KELISTRIKAN KENDARAAN RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bermatabat dan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

2014 PENGARUH KEBIASAAN BELAJAR DAN KEADAAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dan perkembangan suatu negara. Pendidikan nasional berfungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MENYEDIAKAN LAYANAN ROOM SERVICE PADA KESIAPAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SMK ICB CINTA WISATA

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ferri Wiryawan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

2015 PENERAPAN METODE COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan kita semua, sekaligus menyisakan pekerjaan rumah bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Hal ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN NURUL FITRI ISTIQOMAH,2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Dalam UUD 1945 disebutkan salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu melalui pendidikan, karena dengan pendidikan akan dihasilkan generasi yang berkualitas yang akan berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat. Pendidikan tidak pernah dapat dideskripsikan secara gamblang hanya dengan mencatat banyaknya jumlah siswa, personel yang terlibat, dan fasilitas yang dimiliki. Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya mencapai kehidupan yang bermakna, baik bagi individu sendiri maupun masyarakat pada umumnya (Yusuf: 2005: 2). Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai tugas perkembangan yaitu mengembangkan kemandirian. Sesuai dengan tujuan pendidikan yang terdapat dalam undang-undang sistem pandidikan nasional No 20 tahun 2003 bab II pasal 3 (Yusuf: 2005: 3) yang berbunyi: 1

2 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Salah satu bentuk lembaga formal dalam pendidikan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dalam satu bidang keahlian tertentu. Trihantoyo (2007) mengemukakan bahwa terdapat dua hal yang menjadi kelebihan SMK yaitu: pertama, lulusan SMK dapat mengisi peluang kerja pada dunia usaha atau industri karena terkait dengan satu sertifikasi yang dimiliki lulusannya melalui uji kompetensi. Dengan sertifikat uji kompetensi lulusan SMK mempunyai peluang untuk bekerja. Kedua, lulusan SMK dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sepanjang para lulusan memenuhi persyaratan baik nilai maupun program studi atau jurusan sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan. Dengan demikian, SMK menjadi salah satu lembaga pendidikan yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Diharapkan lulusan SMK dapat merebut pasar kerja yang sesuai dengan bidang keahlian dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Oleh karena itu para siswa SMK dituntut untuk memiliki kemandirian, khususnya dalam hal belajar agar mampu memiliki kemampuan, keterampilan dan keahlian dalam bidang tertentu.

3 Usia siswa SMK berada pada rentang usia (15-18 tahun). Berdasarkan rentang usia maka siswa SMK disebut sebagai remaja. Erikson (Hurlock, 1994: 208) mengemukakan pencapaian kemandirian merupakan isu sentral bagi remaja, karena esensi dari kemandirian adalah kecakapan dalam mengambil keputusan dan bertanggungjawab. Berkaitan dengan perkembangan kemandirian, Kartadinata (1988: 88) mengemukakan kemandirian merupakan bagian sekaligus manifestasi keberhasilan seseorang. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam bidang akademiknya dapat dilihat juga pada kemandirian belajarnya. SMK sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan para siswa untuk dapat mengisi dunia kerja ataupun perguruan tinggi sebagai sekolah lanjutkan, diharapkan memiliki para siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurrani (2009: 74) terhadap 144 orang siswa pada salah satu SMK Negeri di Kabupaten Bandung kelas XI menunjukkan: 1) adanya keragaman tingkat pencapaian kemandirian belajar siswa; 2) secara umum siswa SMK memiliki tingkat kemandirian belajar yang tersebar pada setiap kategori pencapaian yaitu tinggi sekali sebesar 1.39%, tinggi sebesar 38.2%, sedang sebesar 41%, rendah sebesar 17.4% dan rendah sekali sebesar 2.08%; dan 3) dari data penelitian diketahui siswa SMK belum mencapai kemandirian belajar yang optimal yakni 19.48% sedangkan siswa yang telah mencapai kemandirian belajar secara optimal yakni sebesar 1.39%. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kemandirian belajar siswa secara umum belum mencapai taraf optimal.

4 Pada sebuah artikel yang ditulis Marjohan (2008) dikemukakan siswa sekarang banyak yang bersifat seperti paku, baru bergerak jika dipukul dengan martil. Pelajar sekarang, walau tidak semuanya, banyak yang bersifat serba pasif. Pada saat membaca buku-buku pelajaran apabila tidak diperintahkan oleh guru maka buku tetap tidak tersentuh dan utuh karena tidak dibaca. Kerap kali siswa yang telah belajar di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sekalipun, dalam mengambil azas manfaat, masih bersikap seperti anak kecil. Siswa sering bertanya kepada guru ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung, tentang pelajaran yang ditulis di papan tulis apakah untuk disalin di buku atau tidak. Padahal jika terasa ada manfaatnya siswa harus menyalinnya. Begitu pula dalam mengomentari keberadaan buku-buku pelajaran yang jarang disentuh. Para siswa menjawab jika guru tidak menyuruh untuk mengerjakan tugas-tugas rumah atau membaca maka siswa tidak akan membacanya. Dengan demikian begitu terlihat kecenderungan konsep belajar siswa, baru bertindak jika diperintah. Kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu seperti kefasihan membaca, namun merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental ke dalam keterampilan akademik tertentu (Kurniasih, 2009). Berkaitan dengan pengarahan diri, hasil penelitian Suherman (2007: 128) mengenai kualitas pengarahan diri (self direction) terhadap 214 orang siswa kelas III yang tersebar di SMA Negeri 1 Lembang Kabupaten Bandung, SMA Negeri 3 Kota Cimahi, dan SMA Negeri 15

5 Kota Bandung, menunjukkan intensitas masalah siswa dalam pengarahan diri sangat tinggi. Siswa pada ketiga SMA tersebut tampak memiliki masalah dalam pengarahan dirinya, antara lain dapat dilihat dari: (a) kekurangmampuan dalam mengatur waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah (85%), (b) ketergantungan pada pihak lain dalam menemukan jati dirinya (82%), (c) mengabaikan tugas-tugas yang diberikan guru (79%), (d) suka melakukan kegiatan yang mengganggu tugas-tugas sekolah (76%), (e) memiliki kesulitan dalam memanfaatkan waktu secara efektif (74%), (f) kurang memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat (73%), (g) merasa kesulitan dalam memilih kegiatan yang menunjang cita-cita (72%), (h) melakukan kegiatan tanpa rencana (70%), (i) ketidakpercayaan terhadap upaya sendiri (68%); (j) kesulitan dalam menggunakan waktu luang (67%), (k) ketergantungan pada guru (64%), (l) menunda-nunda tugas-tugas sekolah (64%), (m) kesulitan dalam mengatur kegiatan di luar sekolah (61%), dan (n) apabila mengalami kegagalan menyalahkan pihak di luar dirinya (52%). Dari empat belas aspek yang diungkap dalam studi di atas menunjukan bahwa siswa SMA masih menunjukan tingkat kemandirian dan pengarahan diri dalam melakukan aktivitas belajar yang masih rendah. Pada masa remaja juga berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan konformitas pada masa remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun

6 negatif bagi dirinya (Yusuf, 2005: 198). Begitupun dalam hal belajar, ketika siswa berada pada kelompok teman sebaya yang malas dan sering mengabaikan tugastugas sekolah, jika siswa tidak memiliki kemandirian belajar, maka siswa cenderung mengikuti teman-temannya. Pendidikan di SMK berorientasi pada dunia kerja, jika para siswanya tidak memiliki kemandirian belajar sehingga kurang memiliki kompetensi yang bisa dibanggakan, maka akan banyak lulusan SMK yang tidak dapat diterima di dunia kerja dan akhirnya hanya menambah angka pengangguran. Namun sangat disayangkan karena banyak fenomena yang menunjukkan masih rendahya kemandirian belajar yang menyebabkan siswa tidak mampu mencapai standar kelulusan yang telah ditetapkan baik oleh sekolah maupun pemerintah yang akan menurunkan kualitas pendidikan sekolah yang besangkutan pada khususnya dan pendidikan di Indonesia pada umumnya. Kemandirian belajar merupakan kekuatan motivasional bagi siswa dalam mencapai keberhasilan belajar (Burtiham, 1999: 12). Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian pada Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ-UT) Jakarta yang dilakukan oleh Tahar dan Enceng (2006: 100) menunjukkan terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar mata kuliah Manajemen Keuangan ( = 0,80), dengan persamaan garis regresi Ŷ = -7,89 + 0,15 X (signifikan pada α = 0,05). Koefisien determinasi yang mengindikasikan 63,91% variansi yang terjadi pada hasil belajar peserta ajar dapat dijelaskan melalui kemandirian belajar mahasiswa. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diartikan kemandirian belajar merupakan salah satu penentu hasil

7 belajar. Semakin tinggi kemandirian belajar seseorang, maka akan memungkinkannya untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi. Keterkaitan antara kemandirian belajar dengan keberhasilan belajar juga dikemukakan oleh Burtiham (1999: 161) yang menyatakan kemandirian belajar dipandang sebagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran sedangkan prestasi belajar merupakan indikator dari keberhasilan proses pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan, jika ingin meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar maka harus ditingkatkan juga kemampuan siswa (kemandirian belajar) dalam mengikuti proses pembelajaran. Kemandirian belajar harus ada pada diri setiap siswa agar dapat mencapai suatu keberhasilan, terutama di bidang akademik. Sehingga untuk menangani fenomena rendahnya kemandirian belajar siswa diperlukan suatu upaya pemberian bantuan. Burtiham (1999: 14) mengemukakan kemandirian belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat dikembangkan oleh konselor sebagai fasilitator bagi siswa untuk mengembangkan diri. Fungsi konselor tercermin dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu mencapai tujuan dan cita-cita pribadi siswa. Keterpaduan bimbingan dan konseling dengan komponenkomponen lain yang terkait dalam pelaksanaan pendidikan digambarkan dalam bagan berikut:

8 Wilayah Manajemen & kepemimpinan Wilayah pembelajaran yang mendidik Wilayah Bimbingan dan Konseling yang memandirikan Manajemen dan Supervisi Pembelajaran Bidang Studi Bimbingan & Konseling TUJUAN Perkembangan optimal peserta didik Bagan 1.1 Wilayah Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (DEPDIKNAS, 2007: 25) Bagan 1.1 memberikan gambaran mengenai posisi masing-masing komponen dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu dihasilkannya manusia indonesia yang bermutu. Masing masing komponen berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan yang seimbang, yaitu pendidikan yang mampu memfasilitasi seluruh aspek perkembangan para siswa. Menurut Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2005: 4) pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, serta bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dipandang perlu dilakukan penelitian secara empiris mengenai kemandirian belajar sebagai landasan pengembangan program pelatihan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa Sekolah Menengah Kejuruan.

9 B. Rumusan Masalah Keinginan yang kuat untuk mandiri berkembang pada awal masa remaja dan mencapai puncaknya ketika akhir masa remaja atau menginjak dewasa awal, sehingga kemandirian dianggap penting dan harus dipupuk ketika seseorang berada pada masa kanak-kanak hingga rentang kehidupan remaja (Hurlock, 1994: 220). Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga pada akhirnya individu akan mampu berfikir dan bertindak sendiri. Begitupun dalam hal belajar, kemandirian belajar sebagai salah satu sikap yang harus terus dikembangkan pada diri siswa. Kemandirian belajar merupakan perilaku siswa yang bebas (otonom) dan bertanggungjawab dalam menentukan tujuan belajar, merencanakan dan melaksanakan, memelihara serta menilai hasil aktivitas belajarnya tanpa ada ketergantungan pada orang lain (Burtiham, 1999: 12). Marjohan (2008) mengemukakan pencapaian kemandirian belajar para siswa tergolong masih rendah dan memerlukan perhatian khusus. Salah satu faktor penyebab yang cukup dominan dalam menentukan kemandirian belajar siswa adalah faktor lingkungan rumah, yaitu sikap orang tua yang tidak acuh atas masalah pendidikan dan sikap suka menyerahkan urusan pendidikan anak kepada sekolah serta tidak mengajar anak dalam memanfaatkan waktu dan membiarkan anak terbiasa hidup dengan tidak teratur.

10 Berbagai fenomena dan hasil penelitian yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa siswa khususnya di SMK kurang memiliki kemandirian belajar. Apabila fenomena rendahnya kemandirian belajar tidak ditangani, maka ketidakmandirian belajar dari para siswa akan terus berlanjut. Apabila siswa melanjutkan studi ke perguruan tinggi, siswa akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri karena sistem belajar di perguruan tinggi menuntut untuk bisa belajar secara mandiri. Akibatnya akan mengalami ketertinggalan dan banyak hambatan dalam perkuliahan. Jika memasuki dunia kerja, kurang memiliki kompetensi dan produktivitas kerja yang diharapkan dan kemungkinan juga hanya akan menambah angka pengangguran di masyarakat. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, diperoleh beberapa rumusan masalah yang dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Seperti apa gambaran umum tingkat kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011? 2. Seperti apa gambaran pencapaian aspek, sub aspek dan indikator kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011? 3. Apakah pelatihan dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian bertujuan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011 melalui

11 sebuah pelatihan. Sedangkan beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran umum tingkat kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011. 2. Mengetahui gambaran pencapaian aspek, sub aspek dan indikator kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011. 3. Meningkatnya kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang tahun ajaran 2010/2011. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian dan program pelatihan memiliki beberapa manfaat, diantaranya: 1. Bagi siswa, penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa SMK Negeri 2 Sumedang sehingga mampu memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. 2. Bagi guru bimbingan dan konseling, diharapkan dapat menambah referensi dan menjadi masukan dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa sehingga sebagai sebuah profesi seorang guru bimbingan dan konseling (konselor) mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling secara profesional, khususnya dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa SMK.

12 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan bisa menjadi sumber inspirasi ataupun rujukan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai kemandirian belajar siswa. E. Asumsi Penelitian 1. Usia siswa SMK berada pada rentang kehidupan remaja. Rentang remaja merupakan masa transisi kemandirian anak-anak menuju dewasa, sehingga perlu dikembangkan menuju kemandirian yang bersifat autonomy (Steinberg, 1993: 287). 2. Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini (Mu tadin, 2002). 3. Kemandirian belajar merupakan kekuatan motivasional bagi siswa dalam mencapai keberhasilan belajar (Burtiham, 1999: 12). 4. Kemandirian belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat dikembangkan oleh konselor sebagai fasilitator bagi siswa untuk mengembangkan diri (Burtiham, 1999: 14). F. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif yang memungkinkan menggunakan perhitungan statistik dalam pencatatan data hasil penelitian secara nyata. Data penelitian diperoleh dengan

13 menggunakan instrumen non-tes berbentuk angket/kuesioner untuk disebarkan kepada siswa sebagai sampel penelitian. Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental design dengan desain prates-pascates satu kelompok atau one-group pretest-posttest design. Desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen (Sugiyono, 2007: 109). Alur penelitian one-group pretest-posttest design pada program pelatihan untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang diawali dengan melakukan pendahuluan berupa pengidentifikasian masalah dan tinjauan kepustakaan. Kemudian dilanjutkan dengan need assessment berupa pretest dengan menggunakan instrumen berupa angket kemandirian belajar siswa SMK yang sebelumnya telah divalidasi untuk mengetahui gambaran kemandirian belajar siswa sebelum diberi perlakuan (pelatihan). Berdasarkan hasil need assessment disusun program pelatihan yang kemudian ditimbang (judgment) oleh beberapa pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling. Setelah dinyatakan layak, program pelatihan dilaksanakan pada siswa dan dilanjutkan dengan posttest. Untuk mengetahui peningkatan kemandirian belajar siswa setelah mengikuti pelatihan maka dilakukan uji-t dengan cara membandingkan skor pretest dengan posttest siswa.

14 G. Lokasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian Program Pelatihan untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan dilaksanakan di SMK Negeri 2 Sumedang yang beralamat di Jalan Arif Rachman Hakim No. 59 Sumedang, tepatnya di kelas XI jurusan Administrasi Perkantoran. 2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generaliasasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007: 117). Populasi dalam penelitian menurut Riduan (2005: 54) dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu populasi terbatas dan populasi tidak terbatas (tak terhingga). Populasi terbatas adalah populasi yang mempunyai sumber data yang jelas batasannya secara kuantitatif sehingga dapat dihitung jumlahnya, seperti : jumlah guru SD di Kota Surabaya, jumlah siswa berprestasi di Jakarta. Sedangkan populasi tidak terbatas adalah populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat ditentukan batasannya sehingga relatif tidak dinyatakan dalam bentuk jumlah, seperti: penelitian terhadap jumlah/volume air pasang dan surut pada saat bulan purnama, atau percobaan seorang bandar ketika melempar dadu. Dalam desain penelitian ini, peneliti menggunakan data populasi terbatas yaitu siswa kelas XI SMK Negeri 2 Sumedang. Menurut Sugiyono (2007: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak

15 mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode nonprobability sampling, dengan teknik sampling purposive yaitu dengan mengambil sampel satu kelompok (satu kelas).