Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

dokumen-dokumen yang mirip
Penggunaan Thermal Energy Storage sebagai Penyejuk Udara Ruangan dan Pemanas Air pada Residential Air Conditioning Hibrida

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi

PERFORMANSI RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA DENGAN STANDBY MODE MENGGUNAKAN REFRIGERAN HCR-22 UNTUK PENDINGIN DAN PEMANAS RUANGAN

TEMPERATUR SISTEM RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA PADA PROSES CHARGING DAN DISCHARGING DENGAN THERMAL ENERGY STORAGE

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Pemakaian Thermal Storage pada Sistem Pengkondisi Udara

LAPORAN PENELITIAN. Oleh : Azridjal Aziz, ST. MT. NIP Ir. Herisiswanto, MT. NIP

Azridjal Aziz, ST. MT. NIP

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II LANDASAN TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERFORMANSI SISTEM REFRIGERASI HIBRIDA PERANGKAT PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON SUBSITUSI R-22

PENGGUNAAN ENCAPSULATED ICE THERMAL ENERGY STORAGE

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI 2012

PENGGUNAAN ENCAPSULATED ICE THERMAL ENERGY STORAGE

Azridjal Aziz (1) Hanif (2) ABSTRAK

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

KINERJA AIR CONDITONING HIBRIDA PADA LAJU ALIRAN AIR BERBEDA DENGAN KONDENSOR DUMMY TIPE HELICAL COIL (1/4", 6,7 m) SEBAGAI WATER HEATER

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

ANALISIS KINERJA AIR CONDITIONING SEKALIGUS SEBAGAI WATER HEATER (ACWH)

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293, Indonesia 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu,

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

Azridjal Aziz (1), Hanif (2) ABSTRACT

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE)

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY (TIPE HELICAL COIL, TROMBONE COIL DAN MULTI HELICAL COIL) TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN DAN TEMPERATUR AIR PANAS

Recovery Energi pada Residential Air Conditioning Hibrida sebagai Pemanas Air dan Penyejuk Udara yang Ramah Lingkungan

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

PENGARUH BEBAN PENDINGIN TERHADAP TEMPERATUR SISTEM PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP DENGAN PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

LAPORAN PENELITIAN. Oleh : Azridjal Aziz, ST. MT. NIP Ir. Herisiswanto, MT. NIP Dibiayai oleh :

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN PENELITIAN. Oleh :

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Analisa dan Pembahasan

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

Pengaruh Laju Aliran Air terhadap Performansi Mesin Pengkondisian Udara Hibrida dengan Kondensor Dummy Tipe Multi Helical Coil sebagai Water Heater

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab IV Analisa dan Pembahasan

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dilihat dengan semakin banyak digunakannya perlengkapan ini secara

MODUL PRAKTIKUM. Disusun Oleh: MUHAMMAD NADJIB, S.T., M.Eng. TITO HADJI AGUNG S., S.T., M.T.

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

BAB II LANDASAN TEORI

PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN. Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL

Performansi Mesin Pendingin Tipe Chiller untuk Cold Storage dan Indoor Menggunakan Ethylene Glycol Coolant

BAB II LANDASAN TEORI

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAJU PENDINGINAN AIR DENGAN ICE ON COIL PADA MESIN PENDINGIN TYPE CHILLER UNTUK COLD STORAGE

ANALISIS PERFORMANSI MINI FREEZER YANG DILENGKAPI DENGAN FLUIDA PENYIMPAN DINGIN (THERMAL STORAGE)

Transkripsi:

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada lemari pengering. Untuk instalasi siklus primer (siklus refrigerasi), kompresor, sight glass, filter drier, pipa kapiler, kondensor dan evaporator ditempatkan diatas meja dudukan. Sedangkan koil pemanas dan pompa air sirkulasi, ditempatkan dibagian bawah meja dudukan alat, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage Metode yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan metode eksperimental untuk menguji sebuah residential air conditioning hibrida dengan thermal energy storage yang menggunakan refrigeran R-22. 25

1. Charging Mode (Ice Making) Untuk pengujian charging mode, cairan brine pada evaporator tank dipompakan kemudian katup A dan B dibuka penuh, sedangkan katup C dan D ditutup penuh, sehingga cairan brine tersebut mengalir masuk ke ice pack thermal energy storage. Lalu cairan brine yang keluar dari ice pack thermal energy storage dipompakan dengan katup E, F, dan G dibuka penuh, sedangkan katup H dan I ditutup penuh, sehingga cairan brine yang mengalir keluar dari ice pack thermal energy storage kemudian masuk kembali ke dalam evaporator tank. 2. Discharging Mode (Ice Melting) Untuk pengujian discharging mode, cairan brine pada evaporator tank dipompakan kemudian katup A dan B dibuka penuh, sedangkan katup C dan D ditutup penuh, sehingga cairan brine tersebut mengalir masuk ke ice pack thermal energy storage. Lalu cairan brine yang keluar dari ice pack thermal energy storage dipompakan dengan katup E dan H dibuka penuh dengan katup F ditutup penuh, sehingga cairan brine tersebut mengalir masuk cold coil yang berada pada cold indoor, selanjutnya cairan brine mengalir keluar dari cold coil kemudian masuk kembali ke dalam evaporator tank dengan katup I dan G dibuka penuh. 3. Standby Mode (Traditional AC) Untuk pengujian standby mode, cairan brine pada evaporator tank dipompakan kemudian katup A, D dan H dibuka penuh, sedangkan katup C, B, E dan F ditutup penuh, sehingga cairan brine tersebut mengalir masuk ke cold coil yang berada pada cold indoor. Cairan brine yang mengalir keluar dari cold coil kemudian mengalir masuk kedalam evaporator tank dengan katup I dan G dibuka penuh. Sistem Ice Storage Sistem ice storage biasanya menggunakan larutan ethylene glycol, yang dikenal dengan brine sebagai media perpindahan panas. Sehingga air yang umumnya digunakan sebagai media perpindahan panas pada unit chiller harus diganti dengan brine apabila dikombinasikan dengan sistem ice storage. Karena brine memiliki kemampuan untuk bekerja pada temperatur rendah sehingga memungkinkan 26

penurunan temperatur yang cukup besar untuk mengubah fasa air menjadi es. Brine sebenarnya merupakan campuran 25% ethylene glycol dan 75 % air. Chiller sentrifugal memiliki kemampuan menghasilkan brine yang keluar dari evaporator bersuhu sekitar 23 º F - 26 º F (- 5 º C s/d 3 º C), sehingga sangat cocok untuk aplikasi sistem ice storage. Untuk merencanakan kontrol pada sistem ice storage agar dapat menjalankan tugas dengan baik tidaklah mudah. Hal ini dapat diawali dengan perencanaan sistem pengkondisian udara yang nyaman bagi para penghuni. Setelah dapat mengetahui beban pendinginan yang harus diatasi maka baru merancang kapasitas tangki ice storage. Beban pendinginan ini bisa diatasi secara penuh atau sebagian baik oleh chiller maupun ice storage. Agar hal tersebut di atas dapat berjalan dengan baik maka pembagian beban tersebut harus dikontrol oleh kontrol taktik dan kontrol strategi. Kontrol taktik mengontrol sistem kerja chiller dan ice storage, sedangkan kontrol strategi mengontrol penghematan pemakaian listrik. Encapsulated Ice system Encapsulated Ice system terdiri dari air atau gel yang terdapat dalam wadah atau kontainer plastik yang dicelupkan dalam cairan pendingin, yang terdapat dalam sebuah tangki penyimpan (Gambar 6). Selama siklus pembekuan (charging) cairan pendingin di bawah titik beku disirkulasikan ke dalam tangki penyimpan sehingga membekukan cairan dalam kontainer plastik. Pada proses penggunaan (discharging) cairan pendingin bersuhu lingkungan atau normal disirkulasikan ke dalam tangki penyimpan dan melewati kontainer plastik dan mencairkan es dalam kontainer tersebut. Encapsulated Ice biasanya berbentuk kotak plastik persegi, kemasan plastic yang lentur, kemasan bola plastik. Gambar 6. Encapsulated Ice/Ice Packs 27

Menghitung Jumlah Pendinginan/Refrigerasi dan Blue Ice Yang Dibutuhkan di Fan Coil Unit (FCU) Untuk menghitung jumlah kalor yang dibutuhkan, maka dengan rumus sebagai berikut: Q = m.c.δt (1) Q = Jumlah panas yang dibutuhkan(kkal) m = massa zat (kg) C = Panas spesifik (Kkal/kg. 0 C) ΔT = Beda temperatur ( 0 C) Untuk ruang uji diasumsikan jumlah pendinginan yang dibutuhkan adalah 4000 Btu/hr dan 8 jam operasional mesin pendingin. Q = 4000 Btu / hr x 8 hr = 32000 Btu 1 = 32000 Btu Btu / Kkal 8064 Kkal 3,97 = 32000 Btu x 0,293 Watt-hr/Btu = 9376 Watt-hr Dipilih beda temperatur ruangan dan temperatur koil adalah: T = 5 0 C dan panas spesifik air adalah = 1 Kkal/kg. 0 C Maka : Q = m x C x T 8064 Kkal = m x 1 Kkal/Kg. 0 C x 5 0 C 8064Kkal m 5 Kkal Kg 1612,8 Kg selama 8 jam. Jadi massa air yang diperlukan untuk 4000 Btu/hr adalah = 1612,8 Kg Laju aliran massa air adalah : 1612,8 201,6 Kg/ jam = 3,36 Kg/ menit 8 28

Jadi pompa yang diperlukan = > 3,36 Kg/menit untuk mencari panas spesifik blue ice maka dapat kita gunakan persamaan: Q a = Q b Dimana kalor yang dibuang blue ice sama dengan kalor yang diserap air atau sebaliknya Jadi Jumlah air yang dibutuhkan = massa air dalam koil pendingin + massa air yang disirkulasikan permenit. Massa air total = 0,491 kg + 3,36 kg = 3,85 kg Jumlah air yang digunakan adalah 4 kg pada temperatur 10 0 C, berdasarkan hasil perhitungan diperoleh : Untuk merubah air bertemperatur 10 0 C menjadi air 0 0 C (panas sensibel) Q10 0 C air ke 0 0 C air Q a = m x c a x T = 4 x 1 x 10 = 40 Kkal Massa Blue Ice yang digunakan adalah, m = 0,5 Kg dengan beda temperatur T = -30 0 C Q b m. C b 0,5. C b 15 C. T b. 30 Panas yang dilepas Blue Ice sama dengan panas yang diserap air, Q a =Q b 15 0,37 Kkal / kg. C 40 C b 0 Q b = m x C b x T Q b = 0,5 x 0,37 x -30 29

= 5,62 Kkal (kalor yang dapat dibuang dalam 1 botol blue ice). Jadi jumlah blue ice yang dibutuhkan dalam 1 jam adalah: 40 Kkal : 7,11 Botol blue ice 5,62 Kkal / botol Jumlah Blue Ice dipilih = 8 Botol Hasil pengujian dengan massa blue ice 8 kg dapat mempertahankan temperatur ruangan sekitar 25 0 C, selama 1 jam pemakaian, untuk 8 jam pemakaian, dibutuhkan blue ice 62.24 kg atau sekitar 120 botol untuk pemakaian penuh. Ruang Uji Pendingin dan Pengering Ruang uji adalah ruang yang digunakan untuk menguji mesin refrigerasi hibrida yang berfungsi sebagai ACWH. Ruang uji bisa dikondisikan sesuai dengan parameter pengujian yang dibutuhkan untuk menganalisis kinerja mesin refrigerasi hibrida yang dipasang dalam ruang uji. Dimensi ruang uji adalah panjang 2,26 m, lebar 1,75 m dan tinggi 2 m. Realisasi ruang uji hasil rancangan dapat dilihat pada gambar 5.4. Pada ruang uji pendingin (Gambar 7), ditempatkan beban pendingin dari lampu pijar dengan beban masing-masing lampu 100W. Jumlah beban keseluruhan adalah 30 buah lampu pijar dengan daya 3000W atau 3 kw. Beban pendingin dapat divariasikan dari 1000W, 2000W dan 3000W. Pada penelitian ini hanya digunakan dua variasi yaitu pengujian dengan beban 2000W dan tanpa beban. Ruang pengering (Gambar 8) berukuran panjang1,85 m, lebar 130 m, dan tinggi 1,96 m. Pada ruang pengering terdapat Fan Coil Unit untuk pengeringan. Air panas dari tanki kondensor dipompakan ke ruang pengering, kemudian air panas ini kalornya dibuang di Fan Coil Unit ruang pengering. Proses pendinginan dan pengeringan berlangsung secara bersamaan. 30

Gambar 7. Ruang uji mesin refrigerasi hibrida yang digunakan Gambar 8. Drying Room (ruang uji pengering) Massa Refrigeran R22 dan HCR22 Pada gambar 9. terlihat bahwa massa refrigeran optimum R22 sebesar 900 gram pada COP 2,42, sedangkan massa refrigeran optimum HCR22 sebesar 380 gram pada COP 2,55. Massa refrigeran menggunakan refrigeran HCR 22 lebih hemat 57 persen 31

dari massa refrigeran R22, karena ada perbedaan massa jenis dan kekentalan dari bahan refrigeran. Penghematan massa ini karena karakteristik penyerapan kalor dari refrigeran hidrokarbon (HCR-22) lebih tinggi dari pada refrigeran halokarbon (R- 22), sehingga penggunaan refrigeran hidrokarbon jelas lebih hemat, sehingga lebih ekonomis pada pemakaian jangka panjang. Massa refrigeran optimum 3.000 2.500 Performansi 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 280 360 460 540 620 Gram 700 780 860 940 1020 COP HCR-22 COP R-22 Gambar 9. Grafik massa refrigeran optimum dan COP optimum Daya kompresor dengan menggunakan refrigeran HCR22 lebih rendah dari daya kompresor yang menggunakan refrigeran R22 (gambar 10). Dimana daya kompressor rata-rata dengan menggunakan R22 adalah 0,63 kw, sedangkan daya kompresor dengan HCR22 adalah 0,47 kw (lebih hemat 25%). Hal ini disebabkan karena jumlah massa refrigeran yang ditekan oleh kompressor dengan HCR22 lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan massa refrigeran yang ditekan kompressor yang menggunakan R22. Karena kerja kompresor dengan HCR22 lebih ringan dari R22, maka daya listrik yang digunakan untuk menggerakkan kompresor akan lebih hemat dari R22. Daya Kompressor KW 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 menit Wk HCR-22 Wk R-22 Gambar 10. Daya kompressor HCR22 dan R22 32

5.1. Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban Metode pengujian standby mode (traditional AC) tanpa beban ini dilakukan setelah pendinginan terlebih dahulu pada cairan brine di tangki evaporator sampai temperatur cairan brine 5 ºC. Setelah itu cairan brine disirkulasikan ke koil cold room. Metode pengujian standby mode (traditional AC) ini dilakukan selama 120 menit, dengan data yang diambil setiap 5 menit. Pada Gambar 11, terlihat kapasitas panas air pada kondensor rata rata dari HCR-22 adalah 1,9278 kw, kapasitas dingin cairan brine pada evaporator rata rata adalah 1,3849 kw dengan daya kerja kompresor rata rata 0,5429 kw. Dari proses metode pengujian standby mode (traditional AC) tanpa beban ini didapatkan COP rata rata sebesar 2,460 dengan COP tertinggi 3,093 pada waktu 5 menit pengujian sedangkan COP terendah 2,398 pada waktu 100 menit sampai 120 menit pengujian. Untuk PF rata rata sebesar 3,42, sedangkan TP rata rata sebesar 5,88. Terlihat pada Gambar 12, terjadi penurunan COP, PF dan TP selama pengujian berlangsung dikarenakan pemanfaatan dari kondensor oleh air dan evaporator oleh cairan brine terhadap kerja kompresor secara keseluruhan. Gambar 11. Kapasitas Panas Air, Kapasitas Dingin Cairan Brine, Dan Kerja Kompresor Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban 33

Gambar 12. COP, PF, Dan TP Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban Seperti yang terlihat pada Gambar 13 untuk tekanan kondensor rata rata sebesar 318,4 psi dan tekanan evaporator sebesar rata rata 56,6 psi. Tekanan evaporator cenderung naik, hal ini karena temperatur cairan brine di evaporator berada pada temperatur rata rata 4,60 ºC, sedangkan tekanan standar pada sistem refrigerasi berada pada temperatur rata rata 8,391 ºC. 34

Gambar 13. Tekanan Kondensor Dan Tekanan Evaporator Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban Untuk Gambar 14 yang terlihat, temperatur panas air kondensor rata rata sebesar 50,75 ºC dengan temperatur hot room sebesar 38,78 ºC. Temperatur panas air kondensor ini diperoleh dari tekanan kondensor rata rata sebesar 318,4 psi. Dari temperatur panas air kondensor dan temperatur hot room terjadi selisih sebesar ±12 ºC, hal ini terjadi karena adanya rugi rugi kalor/panas proses pertukaran kalor saat distribusi panas air ke koil pemanas di hot room. Pada temperatur dingin cairan brine rata rata di evaporator yaitu 4,60 ºC dengan temperatur terendah pada 2,80 ºC seperti yang terlihat pada Gambar 15. Sedangkan untuk temperatur cold room rata rata sebesar 22,54 ºC. 35

Gambar 14. Temperatur Panas Air Kondensor Dan Temperatur Hot Room Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban Gambar 15. Temperatur Dingin Cairan Brine Evaporator Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban Untuk temperatur dingin cairan brine masuk koil rata rata sebesar 12,71 ºC, sedangkan temperatur dingin cairan brine keluar koil rata rata sebesar 18,88 ºC. Selisih antara temperatur dingin cairan brine masuk koil dengan keluar koil sebesar ± 36

6,20 ºC, adanya selisih ini dikarenakan cairan brine menyerap kalor dari cold room, seperti yang terlihat pada Gambar 16. Gambar 16. Temperatur Cold Room Untuk Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Tanpa Beban 5.2. Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt Untuk metode pengujian standby mode (traditional AC) beban 1000 Watt ini hampir sama tahapan awal pengujian yaitu terlebih dahulu cairan brine didinginkan. Setelah itu cairan brine disirkulasikan ke cold room yang diberikan beban lampu 1000 Watt sebagai beban pendinginan. Terlihat Gambar 17, kapasitas panas air pada kondensor rata rata dari HCR- 22 adalah 2,0567 kw, kapasitas dingin cairan brine pada evaporator rata rata adalah 1,4742 kw dengan daya kerja kompresor rata rata 0,5825 kw. Proses metode pengujian standby mode (traditional AC) beban 1000 Watt ini didapatkan COP rata rata sebesar 2,452 dengan COP tertinggi 3,265 pada waktu 5 menit pengujian sedangkan COP terendah 2,252 pada waktu 100 menit sampai 120 menit pengujian. Untuk PF rata rata sebesar 3,41, sedangkan TP rata rata sebesar 5,86. Terlihat pada Gambar 18, terjadi penurunan COP, PF dan TP selama pengujian 37

berlangsung dikarenakan pemanfaatan dari kondensor oleh air dan evaporator oleh cairan brine terhadap kerja kompresor secara keseluruhan. Gambar 17. Kapasitas Panas Air, Kapasitas Dingin Cairan Brine, Dan Kerja Kompresor Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt Gambar 18. COP, PF, Dan TP Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt Seperti yang terlihat pada Gambar 19 untuk tekanan kondensor rata rata sebesar 331,8 psi dan tekanan evaporator sebesar rata rata 60,8 psi. Tekanan evaporator cenderung naik, hal ini karena temperatur cairan brine di evaporator 38

berada pada temperatur rata rata 5,77 ºC, sedangkan tekanan standar pada sistem refrigerasi berada pada temperatur rata rata 9,359 ºC. Gambar 19. Tekanan Kondensor Dan Tekanan Evaporator Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt Untuk Gambar 20 yang terlihat, temperatur panas air kondensor rata rata sebesar 56,04 ºC dengan temperatur hot room sebesar 44,96 ºC. Temperatur panas air kondensor ini diperoleh dari tekanan kondensor rata rata sebesar 331,8 psi. Dari temperatur panas air kondensor dan temperatur hot room terjadi selisih sebesar ±11 ºC, hal ini terjadi karena adanya rugi rugi kalor/panas proses pertukaran kalor saat distribusi panas air ke koil pemanas di hot room. Pada temperatur dingin cairan brine rata rata di evaporator yaitu 5,77 ºC dengan temperatur terendah pada 4,90 ºC seperti yang terlihat pada Gambar 21. 39

Gambar 20. Temperatur Panas Air Kondensor Dan Temperatur Hot Room Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt Gambar 21 Temperatur Dingin Cairan Brine Evaporator Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt Sedangkan untuk temperatur cold room rata rata sebesar 28,30 ºC. Untuk temperatur dingin cairan brine masuk koil rata rata sebesar 15,31 ºC, sedangkan temperatur dingin cairan brine keluar koil rata rata sebesar 24,01 ºC. Selisih antara temperatur dingin cairan brine masuk koil dengan keluar koil sebesar ± 9,0 ºC, 40

adanya selisih ini dikarenakan cairan brine menyerap kalor dari cold room, seperti yang terlihat pada Gambar 22. Gambar 22. Temperatur Cold Room Untuk Metode Pengujian Standby Mode (Traditional AC) Beban 1000 Watt 5.3. Charging Mode (Discharging Mode Tanpa Beban) Dalam proses metode pengujian charging mode (discharging mode tanpa beban) ini terlebih dahulu dilakukan pendinginan pada cairan brine, kemudian cairan brine disirkulasikan ke ice storage. Setelah itu cairan brine yang ada di ice storage dipompakan ke tangki evaporator untuk didinginkan kembali. Temperatur cairan brine rata rata di tangki evaporator sebesar 0,10 ºC, sedangkan temperatur cairan brine rata rata di ice storage sebesar 17,79 ºC dengan temperatur terendah -2,10 ºC. Untuk metode pengujian charging mode (discharging mode tanpa beban) ini dilakukan selama 240 menit dengan data yang di ambil setiap 5 menit. Pada Gambar 23, dapat dilihat kapasitas panas air kondensor rata rata sebesar 2,1285 kw, kapasitas dingin cairan brine evaporator rata rata sebesar 1,5104 kw, dan kerja kompresor rata- rata sebesar 0,6181 kw. 41

Gambar 23 Kapasitas Panas Air, Kapasitas Dingin Cairan Brine, Dan Kerja Kompresor Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Tanpa Beban) Gambar 24. COP, PF, Dan TP Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Tanpa Beban) Untuk COP rata rata pada metode pengujian charging mode (discharging mode tanpa beban) sebesar 2,406 dengan COP tertinggi 3,772 pada waktu 5 menit 42

pengujian sedangkan COP terendah 2,180 pada waktu 96 menit pengujian. Untuk PF rata rata sebesar 3,39, sedangkan TP rata rata sebesar 5,79. Terlihat pada Gambar 24, terjadi penurunan COP, PF dan TP selama pengujian berlangsung dikarenakan pemanfaatan dari kondensor oleh air dan evaporator oleh cairan brine terhadap kerja kompresor secara keseluruhan. Untuk tekanan kondensor rata rata sebesar 314,8 psi dan tekanan evaporator sebesar rata rata 49,6 psi. Tekanan evaporator cenderung naik, hal ini karena temperatur cairan brine di evaporator berada pada temperatur rata rata 0,10 ºC, sedangkan tekanan standar pada sistem refrigerasi berada pada temperatur rata rata 3,2506 ºC, seperti yang terlihat pada Gambar 25. Gambar 25. Tekanan Kondensor Dan Tekanan Evaporator Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Tanpa Beban) Dari Gambar 26. yang terlihat, temperatur panas air kondensor rata rata sebesar 49,34 ºC dengan temperatur hotroom sebesar 43,23 ºC. Temperatur panas air kondensor ini diperoleh dari tekanan kondensor rata rata sebesar 314,8 psi. Dari temperatur panas air kondensor dan temperatur hot room terjadi selisih sebesar ±6,11 ºC, hal ini terjadi karena adanya rugi rugi kalor/panas proses pertukaran kalor saat distribusi panas air ke koil pemanas di hot room. 43

Gambar 26. Temperatur Panas Air Kondensor Dan Temperatur Hot Room Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Tanpa Beban) Gambar 27. Temperatur Dingin Cairan Brine Evaporator Dan Temperatur Dingin Cairan Brine Ice Storage Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Tanpa Beban) Temperatur dingin cairan brine rata rata di evaporator sebesar 0,10 ºC dengan temperatur terendah sebesar -7,90 ºC, sedangkan untuk temperatur dingin cairan brine rata rata di ice storage sebesar 17,79 ºC dengan temperatur terendah - 2,10 ºC. Temperatur tersebut didapatkan pada tekanan rata rata 49,6 psi, seperti yang terlihat pada Gambar 27. 44

5.4. Discharging Mode Tanpa Beban Untuk metode pengujian discharging mode tanpa beban ini merupakan hasil pendinginan dari metode pengujian charging mode. Pada proses pendinginan dari metode pengujian charging mode dilakukan oleh sistem refrigerasi, hanya saja hasil dingin cairan brine tidak disirkulasikan ke cold room melainkan disirkulasikan ke ice storage. Gambar 28. Kerja Pompa Untuk Metode Pengujian Discharging Mode Tanpa Beban Terlihat pada Gambar 28, daya pompa rata rata sebesar 0,1067 kw selama 410 menit. Dari hasil pendinginan pada metode charging mode, waktu yang diperlukan untuk mendinginkan cairan brine pada ice storage selama 240 menit dengan daya kompresor rata rata sebesar 0,6181 kw. Dari lama pendinginan yang didapatkan pada metode pengujian discharging mode ini dibandingkan dengan metode pengujian charging mode yaitu selama 170 menit dan menghemat daya kompresor sekitar 0,5114 kw. Temperatur dingin cairan brine rata rata di ice storage sebesar 18,63 ºC dengan temperatur cold room rata rata sebesar 24,83 ºC, dengan selisih temperatur sebesar ±6,19 ºC. Selisih ini terjadi karena cairan brine penyerap kalor di cold room. 45

Dengan hasil selisih tersebut membuat cairan brine bertahan lebih lama untuk melakukan proses pendinginan ke cold room, seperti yang terlihat pada Gambar 29. Gambar 29. Temperatur Dingin Cairan Brine Ice Storage Dan Temperatur Cold Room Untuk Metode Pengujian Discharging Mode Tanpa Beban 5.5. Charging Mode (Discharging Mode Beban 1000 Watt) Proses metode pengujian charging mode (discharging mode beban 1000 Watt) ini sama dengan metode pengujian charging mode (discharging mode tanpa beban) yaitu terlebih dahulu dilakukan pendinginan pada cairan brine, kemudian cairan brine disirkulasikan ke ice storage. Setelah itu cairan brine yang ada di ice storage dipompakan ke tangki evaporator untuk didinginkan kembali. Temperatur cairan brine rata rata di tangki evaporator sebesar -0,48 ºC, sedangkan temperatur cairan brine rata rata di ice storage sebesar 15,78 ºC dengan temperatur terendah - 2,0 ºC. Untuk metode pengujian charging mode (discharging mode tanpa beban) ini dilakukan selama 240 menit dengan data yang di ambil setiap 5 menit. Pada Gambar 30, dapat dilihat kapasitas panas air kondensor rata rata sebesar 1,6293 kw, kapasitas dingin cairan brine evaporator rata rata sebesar 1,1694 kw, dan kerja kompresor rata- rata sebesar 0,4599 kw. 46

Gambar 30. Kapasitas Panas Air, Kapasitas Dingin Cairan Brine, Dan Kerja Kompresor Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Beban 1000 Watt) Untuk COP rata rata pada metode pengujian charging mode (discharging mode beban 1000 Watt) sebesar 2,513 dengan COP tertinggi 3,875 pada waktu 5 menit pengujian sedangkan COP terendah 2,222 pada waktu 235 menit pengujian. Untuk PF rata rata sebesar 3,49, sedangkan TP rata rata sebesar 6,01. Terlihat pada Gambar 31, terjadi penurunan COP, PF dan TP selama pengujian berlangsung dikarenakan pemanfaatan dari kondensor oleh air dan evaporator oleh cairan brine terhadap kerja kompresor secara keseluruhan. 47

Gambar 31. COP, PF, Dan TP Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Beban 1000 Watt) Untuk tekanan kondensor rata rata sebesar 298,4 psi dan tekanan evaporator sebesar rata rata 47,2 psi. Tekanan evaporator cenderung naik, hal ini karena temperatur cairan brine di evaporator berada pada temperatur rata rata -0,48 ºC, sedangkan tekanan standar pada sistem refrigerasi berada pada temperatur rata rata 2,99 ºC, seperti yang terlihat pada Gambar 32. Dari Gambar 33 yang terlihat, temperatur panas air kondensor rata rata sebesar 47,14 ºC dengan temperatur hot room sebesar 41,29 ºC. Temperatur panas air kondensor ini diperoleh dari tekanan kondensor rata rata sebesar 298,4 psi. Dari temperatur panas air kondensor dan temperatur hot room terjadi selisih sebesar ±5,8 ºC, hal ini terjadi karena adanya rugi rugi kalor/panas proses pertukaran kalor saat distribusi panas air ke koil pemanas di hot room. 48

Gambar 32. Tekanan Kondensor Dan Tekanan Evaporator Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Beban 1000 Watt) Gambar 33. Temperatur Panas Air Kondensor Dan Temperatur Hot Room Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Beban 1000 Watt) Pada Gambar 4. 43 temperatur dingin cairan brine rata rata di evaporator sebesar -0,48 ºC dengan temperatur terendah sebesar -8,0 ºC, sedangkan untuk temperatur dingin cairan brine rata rata di ice storage sebesar 15,78 ºC dengan 49

temperatur terendah -2,0 ºC. Temperatur tersebut didapatkan pada tekanan rata rata 47,2 psi, seperti yang terlihat pada Gambar 34. Gambar 34 Temperatur Dingin Cairan Brine Evaporator Dan Temperatur Dingin Cairan Brine Ice Storage Untuk Metode Pengujian Charging Mode (Discharging Mode Beban 1000 Watt) 5.6. Discharging Mode Beban 1000 Watt. Dari metode pengujian discharging mode beban 1000 Watt ini sama dengan metode pengujian discharging mode tanpa beban yang merupakan hasil pendinginan dari metode pengujian charging mode. Terlihat pada Gambar 35, daya pompa rata rata sebesar 0,1045 kw selama 260 menit. Dari hasil pendinginan pada metode charging mode, waktu yang diperlukan untuk mendinginkan cairan brine pada ice storage selama 240 menit dengan daya kompresor rata rata sebesar 0,4599 kw. Dari lama pendinginan yang didapatkan pada metode pengujian discharging mode ini dibandingkan dengan metode pengujian charging mode yaitu selama 20 menit dan menghemat daya kompresor sekitar 0,3554 kw. 50

Gambar 35. Kerja Pompa Untuk Metode Pengujian Discharging Mode Beban 1000 Watt Gambar 36. Temperatur Dingin Cairan Brine Ice Storage Dan Temperatur Cold Room Untuk Metode Pengujian Discharging Mode Beban 1000 Watt Temperatur dingin cairan brine rata rata di ice storage sebesar 18,63 ºC dengan temperatur cold room rata rata sebesar 31,41, ºC, dengan selisih temperatur sebesar ±12,76 ºC. Selisih ini terjadi karena cairan brine penyerap kalor di cold room yang diberikan beban panas lampu dengan jumlah 1000 Watt. Dengan hasil selisih 51

tersebut membuat cairan brine tidak bertahan terlalu lama untuk melakukan proses pendinginan ke cold room. Akan tetapi cairan brine mampu bertahan lebih lama dari proses pendinginan metode pengujian charging mode, seperti yang terlihat pada Gambar 36. 52