1. Kondisi geologi a. Tidak berlokasi di zona holocene fault; serta b. Tidak boleh di zona bahaya geologi. 2. Kondisi hidrogeologi a. Tidak boleh mempunyai muka air tanah < 3 m; b. Keluasan tanah tidak boleh lebih besar 10-6cm/det; c. Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran; serta d. Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, maka harus diadakan masukkan teknologi. 3. Kemiringan zona harus kurang dari 20 %. 4. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1500 meter untuk jenis lain. 5. Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun. Sedangkan untuk pengelolaan sampah di perkotaan dapat dikembangkan cara pembakaran sampah dengan incinerator mini dengan memanfaatkan biomass dari sampah perkotaan, tandan kelapa sawit, sekam padi, ampas tebu, dan potongan kayu yang jumlahnya melimpah untuk mengatasi defisit energi listrik di masa mendatang. Potensi sumber listrik dari biomass itu bisa mencapai 50 ribu megawatt. Pemanfaatan biomass sebagi sumber listrik saat ini sudah tidak mengalami kendala, karena sudah muncul banyak teknologi pembangkit listrik yang mampu mengubah biomass menjadi sumber listrik. Langkah-langkah yang dilakukan adalah adalah sebagai berikut: 1. Pemisahan Jenis Sampah Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih jenis sampah. 2. Pembakaran Sampah Sampah padat dibakar di dalam incinerator. Hasil pembakaran adalah gas dan residu pembakaran. Kelebihan sistem pembakaran ini adalah: a) Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill. b) Dapat dibangun di dekat lokasi industri. c) Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik. d) Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas, listrik dan pencarian logam. Secara umum proses pembakaran di dalam incinerator adalah: a) Sampah yang dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpanan atau penyuplai. b) Berikutnya, sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakaran. c) Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup sampah pada landfil dan sebagai bahan bangunan d) Sedangkan hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan scrubber atau ditampung untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut : Sampah perkotaan yang organik pada dasarnya ialah biomass (senyawa organik) yang dapat dikonversi menjadi energi melalui sejumlah proses pengolahan, baik dengan maupun tanpa oksigen yang bertemperatur tinggi. Energi yang dihasilkan berbentuk energi listrik, gas, energi panas dan dingin yang banyak dibutuhkan industri, seperti cool storage, gedung perkantoran, dan hotel, termasuk pupuk untuk pertanian dan perkebunan. Laporan Akhir IV - 33
Diagram 4.2 : Pengelolaan Sampah Dengan Incinerator Diagram 4.3 : Alur Kerja Sama Pengelolaan PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN INCINERATOR ALUR KERJA SAMA PENGELOLAAN Diagram 4.4 : Alur Kerja Sama Pengelolaan Laporan Akhir IV - 34
Pengelolaan sampah dengan incinerator hingga menghasilkan bahan untuk bangunan diperlukan kerja sama antar berbagai stake holder yaitu antara masyarakat, pemerintah daerah dan investor. Untuk lebih jelasnya mengenai alur kerja sama pengelolaan dapat dilihat pada diagram diatas. B. Pengelolaan Sampah di Kawasan Perdesaan Sistem pengelolaan sampah di kawasan perdesaan dapat dilakukan dengan cara menimbun dan membakar, mengingat kawasan perdesaan 4.4.5.3 Pengelolaan Limbah Industri Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah polusi yang tidak diinginkan maka perlu dilakukan pengelolaan limbah industri berdasarkan ketentuan yang berlaku pada kawasan industri dan pada sentra-sentra industri yang memungkinkan dilakukan pengolahan limbah industri secara terpadu. Adapun lokasi pengolahan limbah industri dapat dikembangkan di Kecamatan Ngawi, Geneng, Pitu dan Karangjati kecenderungannya masih tersedia cukup luas lahan pekarangan. Pada sisi lain di kawasan perdesaan kecenderungannya didukung dengan lahan budidaya pertanian yang cukup luas, maka keberadaan sampah tersebut dapat diolah menjadi kompos (pupuk organik) yaitu dengan cara memisahkan jenis sampah yang dapat diuraikan bakteri (dimanfaatkan untuk kompos) dan sampah yang tidak dapat diuraikan bakteri Untuk sampah yang tidak dapat diuraikan akan ditampung di LPS pada setiap kecamatan. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana sistem jaringan sampah di Kabupaten Ngawi dapat dilihat pada Peta 4.6 Produksi Sampah Perkecamatan dan Peta 4.7 Rencana Distribusi Sampah. 4.4.5.2.Kebutuhan Sanitasi Untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih, maka diperlukan adanya sistem pengelolaan limbah khusus yang dihasilkan oleh setiap KK. Dalam penanganan limbah khusus rumah tangga diperlukan pengembangan fasilitas sanitasi. Upaya penanganan permasalahan limbah khusus rumah tangga dibedakan menurut wilayah perkotaan dan perdesaan. 1. Pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan fasilitas septic tank pada masing-masing KK; serta 2. Pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas sanitasi umum. Laporan Akhir IV - 35
RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2010-2030 Laporan Akhir IV - 36
RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2010-2030 Laporan Akhir IV - 37