BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini, masalah kegemukan ( overweigth dan obesitas) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

FAKTOR-FAKTOR PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS DI KELAS 4 DAN 5 SD PEMBANGUNAN JAYA BINTARO, TANGERANG SELATAN TAHUN 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi berlebihnya lemak dalam tubuh yang sering

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi lebih dapat terjadi pada semua tahap usia mulai dari anak -

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas saat ini merupakan epidemi global dan kini melanda anak-anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah kalori yang dibakar dalam proses metabolisme (Hasdianah dkk, Obesitas juga dapat membahayakan kesehatan (Khasanah, 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan dengan memberi nutrisi yang memadai pada ibu hamil. Pemberian nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau

BAB 1 PENDAHULUAN. orang dewasa dan usia balita. Jika kegemukan terjadi pada masa balita

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

HUBUNGAN KONSUMSI FAST FOOD TERHADAP OBESITAS REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 9 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

hiperkolesterolemia, asam urat, dan lain-lain. Pada tahun 2003 WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era yang serba modern ini, negara berkembang dan negara miskin di dunia tengah mengalami beban ganda masalah gizi atau biasa disebut Double Burden of Malnutrition. Di satu sisi Negara-negara berkembang dan miskin masih dibebani dengan banyaknya anak yang kekurangan gizi dalam bentuk gizi kurang dan gizi buruk, namun masalah kegemukan juga mulai melanda Negara-negara tersebut. Beban ganda masalah gizi ini tentu saja berdampak serius bagi Negara berkembang dan miskin tersebut. Dampak dan akibat dari gizi kurang dan gizi lebih, keduanya tentu saja menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia dan membebani ekonomi bangsa. Masalah gizi kurang akan berdampak pada pertumbuhan fisik dan kecerdasan yang tidak optimal yang bermuara pada rendahnya produktivitas dan kemiskinan. Demikian juga masalah kegemukan (obesity) merupakan penyebab utama semakin merebaknya penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, diabetes mellitus, sleep apnea, ostreoartritis, gout, dislipidemia, batu empedu, dan lain-lain. (http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=4439) Tidak berbeda dengan negara berkembang lain, beban ganda masalah gizi kini juga terjadi di Indonesia. Belum selesai masalah gizi kurang di negeri ini, muncul masalah gizi lebih yang tidak hanya terjadi pada masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas tapi juga terjadi pada masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Apalagi konon Indonesia sudah digolongkan masuk ke era obesogenik. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perekonomian penduduk di

2 negeri ini tercipta sebuah lingkungan yang cenderung menyebabkan anak-anak semakin gendut (http://www.gatra.com/2003-10-16/artikel.php?id=31711). Menurut Damayanti (2002), dokter ahli anak pada Subbagian Nutrisi Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Jakarta, obesitas adalah kelainan/penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan tubuh secara berlebihan (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0406/02/humaniora/1058591.htm). Hal ini terjadi karena asupan tinggi sementara keluaran energinya rendah. Adapun selama ini, faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab dari obesitas adalah pola makan yang salah, kurang melakukan gerak fisik/olah raga, serta faktor genetik (http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=8&katsus=16&id=171). Beberapa faktor lain yang juga disebut-sebut menjadi penyebab masalah obesitas diantaranya adalah faktor psikologis, faktor sosial keluarga, serta faktor ekonomi. (http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1426.asp?fnm=1426) Obesitas yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini tengah menjadi epidemi di dunia ternyata tidak hanya menyerang orang dewasa tapi juga menyerang anak-anak. Dennis Bier dari Pediatric Academic Society (PAS) mengatakan lebih dari 9 juta anak di dunia berusia 6 tahun ke atas mengalami obesitas. Bahkan sejak tahun 1970, obesitas kerap meningkat di kalangan anak. Hingga kini angkanya terus melonjak 2 kali lipat pada anak usia 2-9 tahun dan usia 12-19 tahun. Selain itu, kejadian obesitas juga terus meningkat 3 kali lipat pada anak usia 6-11 tahun (http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?idnews=465). Data WHO pada tahun 2000-an menyebutkan, sekitar 1 miliar orang mengalami kegemukan dan 30% diantaranya mengalami kegemukan berlebihan atau obesitas. (http://beingmom.org/index.php?s=obesitas) Menurut laporan Newsweek edisi 11 Agustus 2003, kasus obesitas di dunia meningkat 50% dalam sepuluh tahun terakhir. Terlebih lagi lembaga obesitas internasional di London, Inggris, memperkirakan sebanyak 1,7 milyar orang di dunia

3 mengalami kelebihan berat badan. Disebutkan juga dalam laporan tersebut 2 negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia (sekitar 37%) adalah Panama dan Kuwait, yang diikuti oleh Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%). Sementara di Brasil, lonjakan obesitas yang cukup mengejutkan justru terjadi pada anak-anak dengan jumlah kasus sebesar 239% (http://www.gatra.com/2003-10- 16/artikel.php?id=31711). Komite Keselamatan Makanan, Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup di Parlemen Eropa pada Selasa, 27 Mei 2008 menyatakan bahwa sekitar 22 juta anak di Eropa mengalami kelebihan berat badan dan sebanyak 1,3 juta anak lagi akan mengalami kegemukan atau obesitas pada 2010 mendatang. Masalah tersebut menyebabkan pemerintah menghabiskan 6% dari biaya kesehatan secara langsung dan biaya yang lebih besar lagi secara tidak langsung (http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/28/11080477/obesitas.ancam.anakanak.di.eropa). Pada konferensi obesitas Internasional di Milan, Italia, menjadi Negara nomor 1 dalam kasus obesitas pada anak-anak di Eropa dengan angka prevalensi 36%. Di bawahnya, menurut Tim Obesitas Internasional, adalah Spanyol dengan prevalensi 27%. Kasus serupa juga dihadapi Inggris (salah satu negara yang cukup terancam dengan kasus obesitas pada anak-anak). Sebuah penelitian obesitas pada anak di negeri itu menyebutkan dari semua anak obes usia 11-14 tahun yang diteliti sudah memperlihatkan beberapa tanda resiko terkena penyakit jantung koroner (http://www.gatra.com/2003-10-16/artikel.php?id=31711). Data kenaikan obesitas di Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh badan kesehatan nasional, NCHS menyebutkan sepertiga penduduk negeri Paman Sam adalah tergolong obes. Jumlahnya yang sekitar 31% pada tahun 2000 itu meningkat 2 kali lipat dibandingkan 2 dekade sebelumnya yang hanya sekitar 15% (http://www.gatra.com/2003-10-16/artikel.php?id=31711). Di Negara lain, prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 6-18 tahun di Rusia adalah 6% dan 10%, di

4 China adalah 3,6% dan 3,4% bergantung pada umur dan jenis kelamin. Sementara prevalensi obesitas di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19% (Damayanti, 2002). Di Indonesia sendiri, prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menunjukkan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6% laki-laki dan 5,9% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan 6,3% laki-laki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 provinsi adalah 4,6% (Damayanti, 2002). Pada tahun 2000-2005, Dr. Damayanti bersama koleganya yang bergabung dalam Masyrakat Pediatri Indonesia melakukan penelitian pada anak-anak sekolah dasar di 10 kota besar Indonesia dengan metode acak. Hasilnya didapat ternyata prevalensi kegemukan pada anak-anak usia sekolah dasar tertinggi terdapat di Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan (17,75%), Denpasar (11,7%), Surabaya (11,4%), Padang (7,1%), Manado (5,3%), Yogyakarta (4%), Solo (2,1%). Dengan rata-rata prevalensi kegemukan di 10 kota besar tersebut mencapai 12,2% (2,1-25%) (http://forum.kotasantri.com/viewtopic.php?t=95). Penelitian yang dilakukan oleh Meilany (2002) menunjukkan prevalensi obesitas pada anak di tiga SD swasta di kawasan Jakarta Timur sebesar 27,5% (http://www2.kompas.com/kompascetak/0406/02/humaniora/1058591.htm). Sementara itu penelitian pada murid kelas 4 dan 5 di SDIT Nurul Fikri Depok pada tahun 2005 (yang merupakan salah satu SD terbaik di Jawa Barat) menunjukkan prevalensi obesitas pada murid-murid tersebut mencapai 17,6% (Wahdini, 2006). Untuk prevalensi obesitas di Tangerang Selatan, karena merupakan daerah yang baru memcahkan diri, hingga saat ini penulis belum mendapatkan data-datanya. Penelitian Handayani (2007) membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian MP ASI dengan kejadian obesitas pada anak. Penelitian Nugroho (1999) menemukan hubungan yang bermakna antara variabel jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak. Penelitian Widhuri (2007) mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian obesitas pada anak.

5 Penelitian Marbun (2002) sebagaimana dikutip oleh Fathia (2003) mendapatkan hubungan yang bermakna antara status ibu bekerja dengan kejadian obesitas pada anak. Penelitian Hadi (2005) sebagaimana dikutip oleh Anggraeni (2007) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi anak. Penelitian Anggraeni (2007) menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian obesitas pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Garn et.al. (1986) sebagaimana dikutip oleh Prihatini (2006) berhasil membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan obesitas pada anak. Penelitian Pereira (2008) di Minneapolis Amerika Serikat menemukan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan sarapan dengan kejadian obesitas. Penelitian Padmiari (2002) di sekolah dasar swasta dan negeri di Bali menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan fast food dengan kejadian obesitas. Penelitian Nogroho (1999) mendapatkan hubungan yang bermakna antara kebiasaan jajan dengan kegemukan pada anak. Penelitian Fathia (1999) berhasil membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan cemilan saat menonton TV dengan kejadian obesitas. Penelitian Hilma (2004) berhasil membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum susu dan hasil olahannya dengan kejadian obesitas. Penelitian Janssen et.al (2005) sebagaimana dikutip oleh Prihatini (2006) di 34 negara menemukan hubungan positif antara waktu menonton TV dengan kejadian obesitas. Penelitian Wahdini (2005) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan bermain video games dengan kejadian obesitas. 1.2 Perumusan Masalah Prevalensi obesitas pada anak-anak di Indonesia yang kini meningkat pada tahun 2003 sebesar 20% dari sekitar 5-6% pada tahun 1989 masih juga belum mendapat perhatian yang lebih di Indonesia (Damayanti, 2002). Padahal obesitas merupakan salah satu penyebab utama merebaknya penyakit degeneratif baik di Negara maju maupun Negara berkembang dimana dalam jangka panjang akan menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.

6 Berdasarkan pengamatan, kejadian obesitas kini meningkat sejak usia anak-anak, termasuk pada murid SD Pembangunan Jaya Bintaro. Penelitian ini ingin mempelajari bagaimana kejadian obesitas dan faktor-faktor perilaku apa saja yang berhubungan pada murid SD. Penelitian ini dilakukan di SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan pada tahun 2009. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kejadian obesitas pada murid SD? 2. Bagaimana gambaran karakteristik murid SD (jenis kelamin, pemberian MP ASI, dan pengetahuan tentang obesitas)? 3. Bagaimana gambaran karakteristik orang tua murid SD (pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, pandangan ibu terhadap anak obes, status ibu bekerja, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendapatan keluarga)? 4. Bagaimana gambaran perilaku makan murid SD (kebiasaan sarapan, makan makanan utama, membawa bekal, makan fast food, makan cemilan saat nonton TV, jajan di sekolah, minum susu dan hasil olahannya, serta makan buah dan sayur)? 5. Bagaimana gambaran aktivitas fisik murid SD (kebiasaan olah raga, kebiasaan mengikuti kegiatan ekskul dan pelajaran tambahan, kebiasaan menonton TV, dan kebiasaan bermain video games)? 6. Bagaimana hubungan antara karakteristik murid SD (jenis kelamin, pemberian MP ASI, dan pengetahuan tentang obesitas) dengan kejadian obesitas? 7. Bagaimana hubungan antara karakteristik orang tua murid SD (pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, pandangan ibu terhadap anak obes, status ibu bekerja, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendapatan keluarga) dengan kejadian obesitas?

7 8. Bagaimana hubungan antara perilaku makan murid SD (kebiasaan sarapan, makan makanan utama, membawa bekal, makan fast food, makan cemilan saat nonton TV, jajan di sekolah, minum susu dan hasil olahannya, serta makan buah dan sayur) dengan kejadian obesitas? 9. Bagaimana hubungan antara aktivitas fisik murid SD (kebiasaan olah raga, kebiasaan mengikuti kegiatan ekskul dan pelajaran tambahan, kebiasaan menonton TV, dan kebiasaan bermain video games) dengan kejadian obesitas? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui kejadian obesitas serta faktor-faktor perilaku apa saja yang berhubungan pada murid SD. Penelitian ini dilakukan terhadap murid kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan pada tahun 2009. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran kejadian obesitas pada murid SD 2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik murid SD (jenis kelamin, pemberian MP ASI, dan pengetahuan tentang obesitas) 3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik orang tua murid SD (pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, pandangan ibu terhadap anak obes, status ibu bekerja, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendapatan keluarga) 4. Untuk mengetahui gambaran perilaku makan murid SD (kebiasaan sarapan, makan makanan utama, membawa bekal, makan fast food, makan cemilan saat nonton TV, jajan di sekolah, minum susu dan hasil olahannya, serta makan buah dan sayur) 5. Untuk mengetahui gambaran aktivitas fisik murid SD (kebiasaan olah raga, kebiasaan mengikuti kegiatan ekskul dan pelajaran tambahan, kebiasaan menonton TV, dan kebiasaan bermain video games)

8 6. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik murid SD (jenis kelamin, pemberian MP ASI dan pengetahuan tentang obesitas) dengan kejadian obesitas 7. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik orang tua murid SD (pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, pandangan ibu terhadap anak obes, status ibu bekerja, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendapatan keluarga) dengan kejadian obesitas 8. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku makan murid SD (pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, pandangan ibu terhadap anak obes, status ibu bekerja, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendapatan keluarga) dengan kejadian obesitas 9. Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik murid SD (kebiasaan olah raga, kebiasaan mengikuti kegiatan ekskul dan pelajaran tambahan, kebiasaan menonton TV, dan kebiasaan bermain video games) dengan kejadian obesitas 1.5 Manfaat Penelitian 1. Menambah hasanah pengetahuan tentang gizi perilaku pada umumnya dan obesitas pada khususnya 2. Menambah hasanah ilmu melalui metode penelitian yang dilakukan 3. Mendapatkan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh : Dinas Kesehatan: mengenai pentingnya menghidupi kembali UKS dalam rangka penanganan masalah obesitas pada anak-anak Dinas Pendidikan Nasional : mengenai pentingnya memasukkan pelajaran tentang kesehatan, terutama yang berkaitan dengan gizi ke dalam kurikulum Sekolah : mengenai pentingnya menghidupi kembali UKS dalam rangka penanganan masalah obesitas pada murid di sekolah yang bersangkutan Orang tua : mengenai penanganan masalah gizi pada anak-anak

9 Guru : mengenai pentingnya dilakukan penyuluhan gizi di sekolah Murid : menumbuhkan perilaku pencegahan obesitas 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan mengenai gambaran kejadian obesitas serta faktor-faktor perilaku apa saja yang berhubungan pada murid kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro pada tahun 2009, dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil penimbangan berat badan dan tinggi badan serta pengisian kuesioner oleh murid dan orang tua. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Adapun pelaksanaan penelitian ini dimulai pada tanggal 1 Mei sampai dengan 1 Juni 2008 dengan objek penelitian adalah murid kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan. Kecendrungan peningkatan terjadinya obesitas dari tahun ke tahun dengan berbagai penyebabnya (aktivitas fisik yang buruk, konsumsi makan yang tidak tepat, orang tua yang kerap ingin serba praktis dan lainnya) akan berakibat pada meningkatnya kematian akibat penyakit degenaratif pada anak-anak dan penurunan kualitas SDM di masa mendatang. Dengan alasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran kejadian obesitas serta faktor-faktor perilaku apa saja yang berhubungan pada murid kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan.