BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Semua manusia tentu lebih senang jika usia kronologisnya terlihat

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa datang. Diabetes sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB I PENDAHULUAN. akibatnya terjadi peningkatan penyakit metabolik. Penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

I. PENDAHULUAN. terlokalisasi pada bagian-bagian tubuh tertentu (Sudoyo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

Daun Yakon Studi Efek Antidiabetes

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

2016 PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA DAUN SIMPUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai mengalami penurunan fungsi akibat ketidakmampuan jaringan untuk memperbaiki diri dari kerusakan yang terjadi. Proses penuaan yang terjadi pada seseorang dapat juga terjadi lebih awal, tidak sesuai dengan usia kronologisnya. Yang menjadi perhatian saat ini adalah, walaupun penuaan pasti akan terjadi pada setiap manusia, didapatkan angka harapan hidup yang semakin meningkat dibandingkan dengan dekade sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 1993 dicetuskan konsep baru Anti Aging Medicine (AAM). Konsep ini terdiri dari 3 pemikiran yaitu pertama, konsep ini menganggap bahwa penuaan adalah suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat berfungsi kembali ke keadaan semula. Kedua, manusia bukanlah orang hukuman yang pasrah terperangkap dalam takdir genetiknya. Ketiga, manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena kadar hormonnya menurun, bukan kadar hormon menurun karena manusia menjadi tua (Pangkahila, 2011). Ada banyak faktor yang berperan dalam terjadinya proses penuaan. Pada dasarnya penyebab penuaan dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses 1

2 glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan genetik. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2007). Kerusakan yang terjadi dalam proses penuaan ini seringkali dipercepat atau diperberat dengan timbulnya penyakit-penyakit degeneratif dan gangguan medis tertentu. Salah satu masalah kesehatan yang seringkali dihubungkan dengan proses penuaan adalah obesitas. Obesitas saat ini telah menjadi suatu epidemi, masalah kesehatan global yang menjadi perhatian karena mengancam kesehatan secara umum dan menurunkan kualitas hidup seseorang, serta dapat menyebabkan penuaan dini bahkan kematian (Ahima, 2009). Obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang berpeluang menimbulkan risiko kesehatan pada seorang individu. Hal ini menggambarkan bahwa obesitas disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan penggunaan energi oleh tubuh. Keseimbangan antara kedua hal tersebut sangat kompleks dan dipengaruhi juga oleh faktor metabolik dan hormonal dari masing-masing individu (Nurmalina, 2011). Obesitas berkontribusi dalam berbagai kondisi patologis tubuh sepertti sindrom metabolik, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2 (T2DM), hipertensi, disfungsi endotel, serta hipogonadisme. Obesitas dan penurunan kadar testosteron memiliki hubungan yang saling mempengaruhi di mana deposisi lemak berlebih akan menyebabkan penurunan kadar testosteron dan kadar testosteron yang rendah akan menyebabkan semakin mudah terjadi timbunan

3 lemak viseral (Saad dkk, 2012; Pergola, 2000). Suatu penelitian prospektif menunjukkan bahwa obesitas berhubungan erat dengan risiko kematian tanpa memandang jenis kelamin, etnik dan usia (Adams dkk., 2006). Sedikitnya setiap tahun 2,6 juta orang meninggal karena overweight atau obesitas (Bray, 2007). Individu obesitas sebagian besar akan menunjukkan karakteristik dari sindrom metabolik, dengan salah satu komponen yang penting adalah resistensi insulin dan diabetes melitus. Prevalensi dari T2DM meningkat secara dramatis dalam kurun waktu terakhir ini, di mana berdasarkan laporan kasus didapatkan 6 juta penduduk Amerika menderita diabetes di tahun 1980 yang kemudian meningkat menjadi 15 juta di tahun 2004 dan saat ini menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sekitar 23 juta orang atau sekitar 8% dari total populasi orang di Amerika Serikat menderita diabetes (Traish dkk., 2009). Di Indonesia, yang memiliki jumlah penduduk melebihi 200 juta jiwa, sejak pada awal abad ini telah menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak keempat di dunia, setelah Amerika Serikat, India dan China. Menurut perkiraan yang dikemukakan oleh World Health Organization (WHO) tahun 2005, Indonesia menempati peringkat nomor 5 di dunia, dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, yang naik 2 tingkat jika dibandingkan dengan tahun 1995 (Suyono, 2005). Menurut laporan nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi diabetes melitus tertinggi di daerah perkotaan yang ada di Indonesia terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku (11,1%) dan di beberapa kota seperti Jakarta mencapai 6,6 % dan Bali mencapai 3,0 % (Depkes, 2013).

4 Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis, yang disebabkan akibat adanya kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik dan menumpuk dalam sirkulasi darah karena pankreas tidak cukup memproduksi insulin untuk metabolisme glukosa darah dan tubuh yang tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksi tersebut, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia (Wijaya dkk., 2011). Keadaan hiperglikemia pada diabetes merupakan kombinasi dari resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat, serta sekresi glukagon yang berlebihan. Sekresi insulin diperankan oleh sel beta dari pulau Langerhans dalam pankreas, sehingga apabila sekresi insulin tidak adekuat dapat dianggap sebagai gangguan dari sel beta pankreas. Sel beta pankreas mudah mengalami kerusakan ataupun apoptosis akibat adanya radikal bebas karena sel beta memiliki kapasitas antioksidatif yang rendah (Morimoto dkk., 2005). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hormon testosteron berkaitan erat dengan kondisi obesitas di mana kadar testosteron yang rendah dapat ditemui pada kasus obesitas, dan kadar testosteron yang rendah pun memiliki korelasi terbalik dengan kadar insulin. Pada banyak penelitian, telah dilakukan pemberian terapi sulih hormon testosteron untuk mengatasi sindrom metabolik serta kondisikondisi yang menyertainya seperti hiperkolesterolemia, diabetes melitus, serta penumpukan lemak viseral (Kapoor dkk., 2006; Heufelder dkk., 2009). Terapi sulih hormon testosteron dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki kontrol kadar gula pada individu dengan diabetes melitus (Hanchang dkk., 2013).

5 Penelitian terdahulu juga menyimpulkan bahwa hormon androgen memiliki efek protektif terhadap kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas seperti reactive oxygen species (ROS) dan nitric oxide (NO). Pemberian hormon androgen eksternal yang dilakukan pada tikus yang dikastrasi menunjukkan penurunan pembentukan mega islet, yang merupakan suatu indikator awal dari kerusakan jaringan pankreas, dibandingkan dengan kelompok kontrol (Rosmalen dkk., 2001). Pemberian injeksi testosteron enanthate pada tikus yang mengalami kastrasi menunjukkan adanya penurunan indeks apoptosis sel beta pankreas melalui mekanisme yang kemungkinan dimediasi oleh reseptor androgen (Morimoto dkk., 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka dianggap kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh hormon steroid khususnya hormon testosteron dapat menghambat kerusakan yang terjadi pada sel beta pankreas pada kondisi diabetes mellitus (Morimoto dkk., 2005; Hanchang dkk., 2013). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan atas latar belakang yang sudah dijabarkan, maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Apakah pemberian injeksi testosteron dapat menghambat kerusakan sel beta pankreas pada tikus wistar jantan obesitas dengan diabetes melitus? 1.2.2 Apakah pemberian injeksi testosteron dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus wistar jantan obesitas dengan diabetes melitus?

6 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pemberian injeksi testosteron pada tikus wistar jantan obesitas dengan diabetes melitus. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk membuktikan pemberian injeksi testosteron dapat menghambat kerusakan sel beta pankreas pada tikus wistar jantan obesitas dengan diabetes melitus. 2. Untuk membuktikan pemberian injeksi testosteron dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus wistar jantan obesitas dengan diabetes melitus. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Memberikan informasi mengenai efektivitas pemberian preparat testosteron terhadap perbaikan sel beta pankreas dan penurunan kadar glukosa darah pada tikus obesitas dengan diabetes melitus, serta kemungkinan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan informasi awal mengenai peran terapi sulih hormon testosteron pada kasus obesitas dengan hipogonadisme, yang disertai dengan diabetes melitus.