PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1959 TENTANG POS INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1959 TENTANG POS INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG POS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1961 (5/1961) Tanggal: 1 MARET 1961 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG MENAIKKAN JUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1959 TENTANG POS DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b.bahwa berhubung dengan itu "Postordonnantie 1935" perlu dicabut dan diganti dengan Undang-undang baru;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1969 UNDANG UNDANG TENTANG KONSTITUSI PERHIMPUNAN POS SEDUNIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1959 (4/1959) 9 MARET 1959 (JAKARTA) Sumber: LN 1959/12; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1959 TENTANG POS DALAM NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1959 TENTANG POS DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERJANJIAN POS SEDUNIA. Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 32 TAHUN 2002 TENTANG TARIF JASA POS DASAR DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI MENTERI PERHUBUNGAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1985 TENTANG PENYELENGGARAAN POS Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1985 TENTANG PENYELENGGARAAN POS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1984 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERSETUJUAN LAYANAN PEMBAYARAN POS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PEMBANGUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG MENGADAKAN SUATU TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM DALAM TARIP BEA-MASUK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1985 TENTANG PENYELENGGARAAN POS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG MENGADAKAN SUATU TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM DALAM TARIP BEA-MASUK *)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TITIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.137/MPP/Kep/6/1996 Tentang : Prosedur Impor Limbah

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TITIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

2016, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 3

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PARA MENTERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1960 TENTANG BADAN MUATAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1969 TENTANG KONSTITUSI PERHIMPUNAN POS SEDUNIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 6 TAHUN 1984 TENTANG POS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1951 TENTANG TARIP UANG TERA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI KONFRONTASI TAHUN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : 1453/HK.402/DRJD/2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Badan Koordinasi Penerangan mempunyai tugas : 1. Memberikan pertimbangan kepada Pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan umum Pemerintah tentang: a.

ORDONANSI PENGANGKUTAN UDARA (Luchtvervoer-ordonnantie).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1961 TENTANG

Presiden Republik Indonesia Serikat,

83/PMK.03/2009 PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI SERTA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 89, 97 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, diatur ketentuan mengenai wewenang Pejabat Bea dan Cukai;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTRIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN-TAHUN DINAS 1952 DAN 1953

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN IV). KEMENTERIAN KEUANGAN.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1959 TENTANG POS INTERNASIONAL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan telah berlakunya Undang-undang Pos (Undang-undang No. 4 tahun 1959, Lembaran Negara tahun 1959 No. 12), perlu ditetapkan peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan pasal 8 dari Undang-undang tersebut. b. Bahwa oleh sebab itu Internasional Posteluit 1948 (Staatsblad 1949 No 75) dan internationale Posverordening 1948 (Staatsblad 1949 No 76, sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 No.96) perlu dicabut; Mengingat : 1. pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; 2. Pasal 8 Undang-undang Pos (Undang-undang No. 4 tahun 1959, Lembaran Negara 1959 No. 12); 3. Undang-undang No. 29 tahun 1957 (Lembaran Negara tahun 1957 No. 101); Mendengar : Dewan Menteri dalam sidangnya pada tanggal 9 Juni 1959. M e m u t u s k a n : A. Mencabut : International Postbesluit 1948 (Staatsblad 1949 No. 75) dan Internationale Postverordening 1948 (Staatsblad 1949 No. 76), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1957 (Lembaran Negara tahun 1957 No. 96). B. Menetapkan :

- 2 - B. Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Pos Internasional Penjelasan istilah. Pasal 1. Dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksud dengan : a. Surat, kartu pos, dokumen, barang cetakan, braile, contoh, bungkusan dan fonopos ialah suratpos-suratpos yang tersebut dalam lajur pertama dari daftar tarip yang dimuat dalam pasal 49, ayat (1) dari Perjanjian Pos Sedunia Ottawa tahun 1957 dan yang disebut di sana masing-masing letters, Cartes postales, papiers d affaires, imprimes, impressions en relief a l usage des aveugles, echantillons de merchandises, petits paquets dan envois phonopost ; b. Suratpos: semua yang tersebut bawah a; c. Kotak : boites avec valeur declare, yang termaksud dalam pasal 1 dari persetujuan tentang surat dan kotak dengan harga tanggungan Ottawa tahun 1957; d. Pospaket: colis postaux, yang dimaksud dalam pasal 1 dari Persetujuan tentang Pospaket Ottawa 1957; e. Poswesel : mandates de poste yang diatur dalam Persetujuan tentang poswesel Ottawa tahun 1957; f. Tebusan : remboursements yang diatur dalam Persetujuan tentang Tebusan Ottawa 1957; g. Tagihan uang : recouvrements yang diatur dalam Persetujuan tentang Tagihan Uang Ottawa tahun 1957; h. Porto dan bea : porto atau bea yang harus dibayar di Indonesia untuk perhubungan pos dengan luar negeri. Berlakunya

- 3 - Berlakunya ketentuan-ketentuan dari Peraturan Pos Dalam Negeri untuk perhubungan pos dengan luar negeri. Pasal 2. Sejauh dalam Peraturan Pemerintah ini tidak ditetapkan lain, ketentuanketentuan dari Peraturan Pos Dalam Negeri berlaku dalam semua hal, yang tidak ditetapkan dengan cara mengikat dalam Perjanjian Pos Sedunia atau dalam Persetujuan-persetujuan yang tersebut dalam pasal 1, maupun dalam Protokol final dan Peraturan penyelenggaraannya. Ketentuan tentang kiriman-kiriman yang di dalam Peraturan-Peraturan Internasional ditetapkan sebagai facultatif. Pasal 3. (1) Dalam perhubungan dengan Negara-negara yang bersedia mengerjakannya, diperkenankan : a. Bungkusan; b. Fonopos; c. Suratpos tercatat dengan tebusan; d. Pospaket dengan tebusan atau tidak; e. Surat, kotak dan pospaket dengan harga tanggungan, dengan tebusan atau tidak; f. Suratpos tercatat, kotak dan pospaket, yang pengirimannya bersedia menanggung semua beapos dan bea-bea lainnya, yang mungkin dikenakan atas kiriman itu waktu penyerahannya; g. Poswesel, dengan kurs yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; h. Kiriman dan poswesel dengan antaran espres;

- 4 - i. Penagihan uang dengan kwitansi. (2) Barang-barang yang dikenakan bea-masuk, dapat dimasukkan dalam surat dan contoh yang ditujukan ke Indonesia. Porto-porto. Pasal 4. (1) Porto yang harus dibayar di muka untuk suratpos ditetapkan sebagai berikut: a. surat yang tidak lebih dari 20 gram, 115 sen dan untuk setiap 20 gram atau bagian dari 20 garam berikutnya, 70 sen; b. kartupos dan untuk masing-masing dari kedua bagian dari kartupos kembar, 70 sen; c. dokumen, barang cetakan dan contoh, 20 sen setiap 50 gram, dengan minimum 115 sen untuk dokumen dan contoh; d. bungkusan, 45 sen dan setiap 50 gram atau bagian dari 50 gram, dengan minimum 225 sen; e. fonopos tidak lebih dari 20 gram 90 sen, dan untuk setiap 20 gram atau bagian dari 20 gram berikutnya 60 sen; f. kotak, 80 sen setiap 50 gram, dengan minimum 450 sen. (2) Untuk menetapan porto pospaket, sebagaimana diatur dalam Persetujuan tentang Pospaket Ottawa 1957, pasal 8 bagian-biaya Indonesia dihitung : a. untuk angkutan didarat, sebanyak dua kali jumlah, yang ditetapkan, dalam pasal 10 dari Persetujuan tentang PospaketOttawa 1957, ditambah dengan tambahan yang diperkenakan kepada Indonesia menurut pasal X Protokol-final dari Persetujuan itu : b. untuk...

- 5 - b. untuk angkutan di laut, sebanyak jumlah yang ditetapkan dalam pasal 11 dari Persetujuan tentang Pospaket Ottawa 1957, ditambah dengan kenaikan sebesar 50% yang diperkenankan menurut pasal 14 dari persetujuan itu. (3) Harga penjualan kupon balasan ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan memperhatikan peraturan internasional yang berlaku. Bea-bea Pasal 5. Bea-bea ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan persetujuan Mentridengan tidak melebih muksimum jumlah-jumlah yang ditetapkan dalam Perjanjian dan Persetujuan-persetujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1. Surat kumpul Pasal 6 Direktur Jenderal menetapkan peraturan-peraturan tentang mengerjakan surat-surat untuk orang-orang yang diterima dari luar negeri, yang diduga berisi kumpulan surat-surat untuk orang-orang yang tidak termasuk anggota keluarga serumahtangga. Hubungan luar biasa. Pasal 7. (1) Dalam perhubungan dengan Negara, yang tidak ikut serta dengan suatu atau beberapa dari Persetujuan-persetujuan yang tersebut dalam pasal 1 dan dalam perhubungan dengan daerah-daerah yang tidak termasuk dalam Uni Pos Sedunia, porto dan bea untuk suratpos tidak berbeda dengan porto dan bea yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, satu dan lain jika dinas itu dibuka dengan Negara yang bersangkutan. (2). Direktur...

- 6 - (2) Direktur Jenderal berwenang untuk mengadakan peraturan guna membuka dinas pospaket atau poswesel yang langsung dengan Administrasipos dari suatu Negara, yang tidak ikut serta dengan persetujuan tentang pospaket atau poswesel, setelah memperoleh persetujuan dari Menteri untuk itu. Tindakan-tindakan untuk menjamin kelancaran Dinas Pos Internasional. Pasal 8. Direktur Jenderal berwenang untuk mengambil tindakan-tindakan selanjutnya yang perlu untuk menjamin kelancaran Dinas Pos Internasional. Ketentuan Penutup Pasal 9. Peraturan Pemerintah ini disebut Peraturan Pos Inetrnasional dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1959. Agar...

- 7 - Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 26 Juni 1959. Pejabat Presiden Republik Indonesia SARTONO. Diundangkan Pada tanggal 1 Juli 1959, Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM. Menteri Perhubungan, SUKARDAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH No. 27 TAHUN 1959 Tentang POS INTERNASIONAL. I. UMUM. 1. Peraturan Pemerintah ini mengatur khusus pelaksanaan pasal 8, Undang-undang Pos (Undang-undang No. 4 tahun 1959, Lembaran Negara 1959 No. 12). 2. Selama ini soal-soal yang mengenai hubungan Pos Internasional diatur dalam Internasional Postbesluit 1948 (Staatsblad 1949 No. 75) dan Internationale Postverofening 1948 (Staatsblad 1949 No. 76 berdasarkan Perjanjian Pos Sedunia dan Persetujuan-persetujuan yang ditetapkan oleh Kongres Uni Pos Sedunia di Paris 1947. Dengan dibaharuinya traktat-traktat tersebut oleh Kongres di Brussel 1952, sewajarnya Internasional Postbesluit 1958 dan Internationale Postverofening 1948 itu dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah baru, akan tetapi satu dan lain menantikan berlakunya Undang-undang Pos yang baru, dan baru sekarang pencabutan dapat dilakukan. Dalam pada itu traktat-traktat Brussel 1952 sudah tersusul oleh traktat-traktat Ottawa 1957, sehingga Peraturan Pemerintah mengenai Dinas Pos Internasional ini didasarkan atas traktat-traktat yang tersebut terakhir. Selanjutnya sesuai dengan susunan ketata-negaraan sekarang, soal-soal yang tadinya diatur dalam Internationale Postbesluit 1948 dan Internationale Postverordening 1948 dapat diatur dalam satu Peraturan Pemerintah. 3. Pada umumnya untuk Dinas Pos dalam hubungan internasional berlaku ketentuanketentuan dari Peraturan Pos Dalam Negeri, kecuali jika diatur lain dalam Peraturan Pemerintah ini dan dalam traktat-traktat Ottawa 1957 (lihat Peraturan Pemerintah ini pasal 2). PASAL

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Menjelaskan berbagai istilah dalam hubungan internasional. Pasal 2. Tidak memerlukan penjelasan. Lihat penjelasan umum ayat (3). Pasal 3. Menetapkan kiriman-kiriman mana yang dalam traktat-traktat Ottawa dianggap Facultatif dan di Indonesia diperkenankan. Pasal 4. Porto-porto keluar negeri dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan lepas dari harga lawan yang sesungguhnya dari franc mas, dan hanya menunjukan kenaikan -+ 50% atas tarip keluar negeri yang hingga kini berlaku di Indonesia. Jika harga lawan franc mas ditetapkan dengan memperhitungkan B.E., porto-porto tersebut akan lebih tinggi, Misalnya porto surat yang beratnya 20 gram menurut tarip pokok internasional adalah 25 centimes = 25/100 X 332 X Rp. 3,75 = -+ Rp. 3,10. Jika tarip terendah dikenakan, yakni dengan potongan 20%, maka porto surat tersebut akan berjumlah -+ Rp. 2,50. Pasal 5. Atas alasan-alasan praktis penetapan bea-bea diserahkan kepada Direktur Jenderal dengan tarip maksimum harga lawan dari tarip-tarip yang ditetapkan dalam traktat-traktat Ottawa 1957. Pasal 6

- 3 - Pasal 6 Surat-kumpul dalam hubungan internasional lazim disebut clubbed letters, Kumpulan surat-surat yang sedemikian hingga kini dikenakan porto dan bea sebanyak jumlah dari semua porto dan bea yang dihitung untuk semua surat tersendiri. Pasal 7. (1). Contoh Negara yang bukan anggota Uni Pos Sedunia, walaupun berulang-ulang mengajukan permintaan : Republik Rakyat Tiongkok. Dengan Negara ini Indonesia memelihara hubungan berdasarkan ayat ini. (2). Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 8 dan 9. Tidak memerlukan penjelasan. Termasuk Lembaran Negara No. 42 tahun 1959. Diketahui : Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM.