PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH WILAYAH PESISIR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : R. Haryoto Indriatmoko dan Arie Herlambang. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN UMUM

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

POTENSI KETERSEDIAAN AIR TANAH DI DESA LIMO KECAMATAN SALIMPAUNG KABUPATEN TANAH DATAR - SUMATERA BARAT

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

APLIKASI METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGIDENTIFIKASI AIRTANAH ASIN DI WILAYAH KEPESISIRAN KECAMATAN REMBANG, KABUPATEN REMBANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

REVISI, PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

ANALISIS AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

MENENTUKAN AKUIFER LAPISAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN GRIYO PUSPITO DAN BUMI TAMPAN LESTARI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENELITIAN AIR TANAH DI WADUK PUNTUK SURUH KECAMATAN PENGADEGAN KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

KONDISI UMUM BANJARMASIN

SURVEI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI KELURAHAN BONTO RAYA KECAMATAN BATANG KABUPATEN JENEPONTO

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**)

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENENTUAN KEDALAMAN AKUIFER BEBAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

IDENTIFIKASI INTRUSI AIR LAUT KE DALAM AKUIFER MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI PANTAI BAJULMATI MALANG

Tata cara pencatatan akuifer dengan metode logging geolistrik tahanan jenis short normal (SN) dan long normal (LN) dalam rangka eksplorasi air tanah

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG

Taty Hernaningsih dan Satmoko Yudo : Alternatif Teknologi Pengolahan Air. JAI Vol.3, No

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

PENENTUAN POLA SEBARAN INTRUSI AIR LAUT DI PESISIR PANTAI BATAKAN KALIMANTAN SELATAN DENGAN METODE GEOLISTRIK

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan

Pemetaan Airtanah Dangkal Dan Analisis Intrusi Air Laut

Eksplorium ISSN Volume 34 No. 1, Mei 2013: 11-22

BAB I PENDAHULUAN I.1

METODE EKSPERIMEN Tujuan

GAMBARAN UMUM WILAYAH

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

PENENTUAN LAPISAN PEMBAWA AIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS DI DAERAH ATAS TEBING LEBONG ATAS BENGKULU

POTENSI SUMBERDAYA AIR TANAH DI SURABAYA BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

MENENTUKAN LITOLOGI DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER DAN SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN WADYA GRAHA I PEKANBARU

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

PEMETAAN POTENSI AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH DI DAERAH PESISIR PANTAI BATAKAN KABUPATEN TANAH LAUT

KONDISI W I L A Y A H

IDENTIFIKASI POLA AKUIFER DI SEKITAR DANAU MATANO SOROAKO KAB. LUWU TIMUR Zulfikar, Drs. Hasanuddin M.Si, Syamsuddin, S.Si, MT

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

PEMETAAN AIR TANAH MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS WENNER SOUNDING (Studi Kasus Kampus II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang)

EKSPLORASI SUMBERDAYA AIR TANAH DI DAERAH HANDIL BABIRIK KABUPATEN TANAH LAUT

METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

APLIKASI METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER- SCHLUMBERGER UNTUK SURVEY PIPA BAWAH PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DETEKSI KEBERADAAN AKUIFER AIR TANAH MENGGUNAKAN SOFTWARE IP2Win DAN ROCKWORK 2015

*

Transkripsi:

PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH WILAYAH PESISIR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR Oleh : R. Haryoto Indriatmoko Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT Abstract Coastal aquifers are an important ground-water resource for urban, fisheries, and agriculture areas. Coastal aquifer system at coast of Tanah Grogot Regency, at East Kalimantan Province, is important to community, but existing aquifers are not productive as ground water resources and therefore to meet community needs of water, a geoelectricity survey need to be conducted to find aquifers and this information will be used for development of water resources planning and method to be used for geoelectricity survey is rock layer resistivity. Result of this survey will identify aquifer layers as source of water. Katakunci : Wilayah pesisir, geolistrik, metoda schlumberger, satu dimensi, akuifer, air tanah, kualitas air, kabupaten pasir,tanah grogot, kalimantan timur 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuifer pantai merupakan sumberdaya air tanah yang sangat penting untuk suatu wilayah pemukiman, mulai dari kepentingan pertanian, perikanan, domestik, sosial, industri, komersial dan bisnis. Akuifer pantai merupakan suatu sistem akuifer darat yang berbatasan dengan laut, sehingga merupakan suatu sistem akuifer yang unik dimana air tanah tawar dan air tanah asin pada suatu sistem akuifer merupakan suatu kesetimbangan hidrogeologis. Perubahan sebagai akibat pengambilan air tanah tawar secara berlebihan akan mempengaruhi interface air tanah, oleh karena itu pengambilan air tanah pada sistem akuifer pantai perlu diatur untuk keperluan suatu pertimbangan yang matang agar air yang diekpliotasi tidak memberikan dampak lingkungan terhadap sistem akuifer pantai itu sendiri. Dampak yang dapat timbul pada pemakaian air tanah pada sistem akuifer pantai terutama masuknya air asin kedalam sistem akuifer pantai, sehingga jika eksploitasi secara berlebihan akan menyebabkan perubahan kesetimbangan hidrologi antara air tanah tawar dan air asin dapal suatu sistem akuifer pantai. Penelitian ini tidak untuk membahas pengaturan pengambilan air tanah dalam suati sistem akuifer pantai atau meneliti masuknya air tanah asin kedalam sistem akuifer air tanah tawar akan tetapi untuk mengetahui adanya lapisan akuifer pada wilayah pesisir melalui pendekatan geolistrik. Hasil dari pendekatan geolistrik ini adalah diketahuinya lapisan akuifer yang diduga potensiil sehingga nantinya akan dapat diekploitasi yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya air tanah. Pemerintah daerah sadar bahwa dengan tersedianya sumber air yang cukup bagi penduduk diwilayah pesisir akan membuat kualitas kehidupan masyarakat meningkat. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 22 dinyatakan bahwa Daerah di dalam menyelenggarakan otonomi daerah mempunyai beberapa kewajiban, dan salah satu kewajiban adalah meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir adalah melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih. Kebutuhan akan air bersih menjadi masalah utama khususnya pada musim kemarau. Untuk mendapatkan air bersih masyarakat harus mengupayakan baik dengan membeli dari pedagang air bersih atau mengupayakan sumber dari sungai atau mata air yang letaknya sangat jauh tempat tinggal mereka, sedangkan pada waktu musim hujan sumber air bersih diperoleh dari air hujan dan sumber air permukaan/sungai, sumur atau danau. Pemerintah bertekad demi pemenuhan kebutuhan dasar manusia kebutuhan air bersih di wilayah pesisir harus dimulai dengan melakukan studi potensi sumber air tanah, dengan mengaplikasikan teknologi pendugaan secara geolistrik, hasilnya diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai wilayah potensial yang akan dikembangan sebagai basis 43

pembangunan sarana dan prasarana air bersih guna menunjang kebutuhan air bersih di wilayah pesisir. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1) Untuk mendapatkan data sumber air tanah dengan menggunakan pendugaan secara geolistrik di wilayah pesisir di Kabupaten Pasir kalimantan Timur. 2) Memanfaatkan data tersebut untuk mendapatkan cara yang efisien dalam mengekploitasi sumber air tanah. Adapun sasaran penelitian adalah: 1) Melakukan pengukuran dan analisis geolistrik pada lokasi terpilih di Kecamatan Long Ikis, Kuaro, dan Tanah grogot kabupaten Pasir. 2) Melakukan sampling kualitas air tanah dangkal, air permukaan maupun danau. Variasi hambatan listrik dari batuan dipengaruhi oleh iklim dan sifat batuan. Batuan sedimen yang pada umumnya terdiri dari: konglomerat, batu pasir, tufa dan batu gamping mempunyai hambatan listrik tinggi, sedangkan argillite dan batu lempung hambatan listriknya rendah. Pada batuan yang sejenis akan tetapi umur batuan lebih tua variasi hambatan listriknya tergantung pada derajat metamorfik dan cuaca. Jika batuan lembab, akan memberikan banyak pengaruh pada hambatan batuan. Makin basah batuan makin rendah hambatan listriknya dan jika mengandung elektrolit, maka akan menjadi lebih kecil. Sebagai contoh adalah lapisan batuan yang terdiri dari pasir, mengandung gravel dan lapisan dibawahnya merupakan lapisan lempung impermeabel maka hambatan listriknya rendah. 2. METODOLOGI Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Studi literatur dan peta wilayah, dan survai lokasi. 2) Melakukan sampling geolistrik 1 dimensi pada lokasi survai. 3) Analisis hasil dengan metode schlumberger untuk menentukan lapisan akuifer potensiil. 4) Analisis kualitas air secara langsung maupun sampling untuk dianalisis di laboratorium. Melakukan pengukuran geolistrik pada wilayah atau titik sampling hasil survai awal dengan menggunakan peralatan geolistrik yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Peralatan geolistrik yang dimaksud seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Tujuan dilakukannya pengukuran geolistrik (pengukuran resistivitas) adalah untuk mendapatkan perubahan nilai tahanan jenis batuan dari setiap ketebalan/kedalaman lapisan batuan. Batuan tersusun oleh lapisan batuan yang mempunyai hambatan listrik. Secara umum, misalnya batuan beku yang bersifat asam mempunyai hambatan rendah sedangkan batuan metamorf seperti granit mempunyai hambatan tinggi. Batuan yang bersifat basa yang terdiri dari serpentinit dan basalt mempunyai hambatan rendah. Gambar 1 : Peralatan Geolistrik 2.1 Prinsip Sampling Dengan Geolistrik Penyelidikan geolistrik salah satunya untuk mengukur tahanan jenis batuan dilakukan berdasarkan sifat-sifat batuan terhadap arus listrik sebagai bidang penghantar. Secara prinsip jika arus searah (pada frekuensi sangat rendah) dialirkan ke dalam tanah maka sebagai akibatnya akan terbentuk medan listrik yang komposisinya tergantung dari konfigurasi dan sifat listrik batuan yang ada di dalam media tersebut seperti kesarangan, jumlah kandungan air bahan elektrolit dan komponen lainnya sebagai bahan penyusun batuan tersebut. Potensial listrik di sebaran titik dipermukaan tanah merupakan suatu refleksi dari struktur yang ada dibawahnya. Empat buah elektroda yang dipasang secara berbaris (untuk satu dimensi) Jika dua elektroda arus dimasukkan ke dalam tanah dan jika suatu tegangan (voltage) dari luar melintas kedua elektroda tersebut, maka akan ada suatu aliran arus melalui tanah dari satu elektroda ke elektroda lainnya. Garis arus selalu tegak lurus terhadap garis sepanjang mana potensialnya konstan, yang dimaksud terakhir ini dianggap sebagai garis equpotensial. Hubungan ini digambarkan sebagai bagian terpotong ditunjukkan dalam Gambar 2. 44

permukaan yang sama. Potensial pada elektroda C adalah: Iρ 1 1 VC =( ) ( - ) 2π r1 r2 (i) Gambar 2. Garis Equipotensial dan Garis Aliran Arus: a. Dibawah Permukaan Bumi Dengan Elektrode Secara Vertikal. (Dobrin, MB,1976) Perbedaan potensial (atau tegangan) yang melintasi elektroda A dan B tersebar sepanjang jarak antara kedua elektroda tersebut yang diindikasikan dengan garis putus-putus. Pada suatu konduktor yang homogen dengan adanya respek dari A memanjang secara vertikal memotong permukaan pada C yang merupakan jalan tengah antara A dan B, akan menjadi setengah dari nilai B. Hubungan kedua garis arus dan equipotensial seperti diilustrasikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. dimana r1 jarak dari elektrode potensial C terhadap elektroda arus A dan r2 adalah jarak dari elektroda C terhadap elektroda arus B. Demikian sebaliknya potensial pada elektroda D adalah: Iρ 1 1 VD =( ) ( - ) (ii) 2π R1 R2 Gambar 4 : Konfigurasi Elektroda Arus A dan B dan Elektrode Potensial C dan D. (Dobrin, MB,1976) dimana R1 adalah jarak dari elektroda D ke A dan R2 dari D ke B. Perbedaan potensial V yang dapat diukur melalui alat voltmater pada elektroda C dan D secara sederhana dapat dirumuskan sebagai VC-VD. Subtraksi kedua persamaan dari rumus (i) dan (ii) adalah: Gambar 3 : Dilihat Dari Atas Permukaan Bumi Dan Elektroda A dan B.( Garis Lurus adalah garis equipotensial dan garis potong-potong adalah garis aliran arus (Dobrin, MB,1976) 2.2 Pengukuran Resitivitas Semua teknik resistivitas secara umum menggunakan pengukuran geolistrik. Untuk mengilustrasikan konsep ini, kita ambil suatu benda yang agak tak terbatas dengan resistivitas yang seragam ρ. Diasumsikan bahwa arus diberikan pada kedua elektroda A dan B (Gambar 4). Asumsikan juga bahwa derajat potensial berasosiasi dengan arus tersebut yang diukur berseberangan dengan dua elektroda pada posisi C dan D pada 2πV 1 ρa = ( - - ) (iii) I 1/r1-1/r2-1/R1+1/R2 Hasilnya tergantung dari posisi elektroda dan menjadi tidak efektif ketika elektroda arus dan potensial diubah. Nilai ρa seperti yang ditunjukkan pada persamaan (iii) ditunjukkan sebagai nilai resistiviti yang sebenarnya, yang sama dengan resistiviti yang sebenarnya hanya ketika lapisan yang diukur seragam sampai ke permukaan. Teknik pengukuran geolistrik suatu lapisan ada tiga macam yaitu konfigurasi Wenner, Schlumberger dan dipole. Pada konfigurasi Wenner jarak antar elektroda yaitu antara elektroda arus dan potensial selalu sama. Pada konfigurasi Schlumberger jarak dari titik pusat dengan kedua elektroda arus selalu sama demikian juga jarak antara titik pusat dengan kedua elektroda potensial juga selalu sama, sedangkan pada motode dipole jarak antar 45

kedua elektroda arus selalu sama dengan elektroda potensial. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4. (11.603,94 Km 2 ) terdiri dari 1.085.118 Ha (10.851,18 Km 2 ) berupa daratan dan 75.276 Ha (752,76 Km 2 ) berupa wilayah perairan serta memiliki panjang pantai ± 200 Km, yang terbentang dari Kecamatan Longkali, Longikis, Kuaro, Tanah Grogot, dan Tanjung Harapan. Gambar 5 : Konfigurasi Elektrode Secara Umum: 5.a. Wenner; a spasi antar elektroda. 5.b. Schlumberger; a konstan dan r meningkat selama pengukuran. (Dobrin, MB,1976) Di dalam konfigurasi Schlumberger, operator melakukan pemindahan spasi antar elektroda sejalan dengan meningkatnya jarak diantara dua elektroda arus atau kedua elektroda potensial, akan tetapi hanya satu kali pada saat pengukuran dilakukan. Elektroda potensial diambil pada jarak yang sangat kecil (kurang dari 25 meter) dan nilai pengamatan potensial diatur dengan memperhitungkan terhadap asumsi yang tepat. Berdasarkan konfigurasi elektroda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.b maka untuk mengukur besarnya resistivitas jenis maka rumus (iii) menjadi: (Dobrin, MB,1976) π r 2 V ρa = ( - ) (iv) a I Konfigurasi elektroda dan sebaran data pada teknik pengukuran geolistrik 1 Dimensi dapat dilihat pada Gambar 6. Konfigurasi elektroda pada saat pengambilan sampel disesuaikan dengan tabel yang sudah dipersiapkan. 3. GAMBARAN UMUM WILAYAH Kabupaten Pasir dengan Ikukota Tanah Grogot, merupakan kabupaten yang terletak paling selatan dari Propinsi Kalimantan Timur (Gambar 5). Letak atau posisi geografis Kabupaten Pasir adalah 0 o 45 18,37 LS 2 o 27 20,82 LS dan 115º 36 14,5 BT 116º 57 35 03 BT. Luas kabupaten Pasir adalah 1.160.394 Ha Gambar 6 : Susunan Konfigurasi Sebaran Elektroda Metode Schlumberger. Kawasan pesisir Kabupaten Pasir merupakan wilayah perikanan yang sangat potensial, yang menghasilkan ikan baik yang berasal dari hasil budidaya tambak maupun keramba/jala apung maupun hasil tangkapan dari laut. Budidaya tambak di Kabupaten Pasir mencapai areal yang cukup luas lebih dari 1% wilayah daratan. Areal pertambakan ini secara meluas tersebar di sepanjang pantai timur Kabupaten Pasir. Pengukuran geolistrik dilakukan di 10 lokasi yaitu Dukuh Sungai Langir, Dukuh Parepat, Desa Muara Pasir Dekat Lokasi Jalan Desa, Desa Muara Pasir Dekat Hutan dan Desa Muara Pasir dekat Tambak. (Kecamatan Tanah Grogot). Desa Teluk Waru Kebun Sawit, Desa Teluk Waru Dekat Sumur, Desa Muara Adang Laut (Kecamatan Longikis). Desa Muara Adang SPII Kecamatan Longkali, dan Desa Pasir Mayang (Kecamatan Kuaro). Kondisi topografi pada umumnya datar sampai bergelombang. Bagian pantai pada umumnya berpasir dengan jenis tumbuhan semak-semak sedangkan kearah dalam pada umumnya merupakan wilayah berhutan campuran, semakin ke dalam umumnya merupakan lahan kelapa sawit. Penduduk pada umumnya bermukim diwilayah dekat pantai hal ini disebabkan karena mata pencaharian mereka yang pada umumnya sebagai nelayan. Jumlah penduduk pada tahun 2004 di dua desa pesisir Kecamatan Longikis Desa Teluk Waru adalah 635 orang dan Desa Muara Adang Laut 1861 orang, di tiga desa pesisir Kecamatan Longkali yaitu Desa Muara Telake adalah 2.168 orang, Desa Sebakung Petiku 1.884 orang dan 46

Muara Adang SP II 129 orang dan tiga desa pesisir Kecamatan Tanah Grogot yaitu Dusun Sungai Langir dan dusun Parepat desa Pasir Baru adalah 1.108 dan 2.658 orang sedangkan desa Muara Pasir adalah 2.300 orang. Jika pertumbuhan pertahun mencapai 2,0 %/tahun maka proyeksi perkembangan penduduk pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1: Proyeksi Penduduk Tahun 2010 No TAHUN Kecamatan/ (Orang) Desa/Dusun 2004 2010 I Kec. Long Ikis 1 Ds Teluk Waru 635 711 2 Ds Muara Adang L 129 144 II Kec Longkali 1 Ds Muara Telake 2.168 2.428 2 Dn Sebakung P 1.884 2.110 3 Ds Muara Ad SPII 1861 2.084 III Kec Tnh Grogot 1 Dn S Langir 1.108 1.241 2 Dn Parepat 2.658 2.977 3 Ds Muara Pasir 2.300 2.576 Jenis mata pencaharian utama penduduk di wilayah pesisir umumnya adalah Nelayan, Petani, Pedagang, serta sebagian lainnya adalah buruh pegawai swasta dan negeri. Karena sebagian besar mata pencaharian adalah sebagai nelayan pada umumnya mereka memiliki perahu sendiri. Perahu yang mereka gunakan untuk usaha di laut ini pada umumnya berkisar antara 0,5-2 ton. Problem utama yang dihadapi penduduk pada musim kemarau adalah masalah air bersih. Pada musim kemarau potensi air menjadi berkurang sementara ini sumber yang ada menjadi asin. Untuk mencukupi kebutuhan akan air bersih penduduk harus rela membeli air dengan harga yang cukup mahal yaitu Rp.20.000 untuk setiap drum (140 lt). Masyarakat pada umumnya tidak mempunyai sumur. Adapun mengenai alasan tidak mempunyai sumur sendiri adalah karena air sumur pada umumnya asin, alasan lainnya adalah sumber air tawar yang ada masih cukup tersedia. Berdasarkan hasil survai dapat diketahui bahwa masyarakat sangat mengharapkan adanya program pengadaan air bersih yang dilakukan oleh pemerintah, dan bersedia membayar air bersih jika program perencanaan pembangunan air bersih akan diupayakan di daerah ini. Secara geologi wilayah Kabupaten Pasir secara vertikal dan lateral terdiri dari Formasi Pemaluan, Pulau Balang, Balik Papan dan Kampung Baru. Susunan batuan tersusun batuan lempung lanauan, batu lempung pasiran, lempung serpihan dengan sisipan lanau, batu pasir dan batu bara. Sistem akuifer bersumber pada hasil endapan tersier yang terdiri dari pasir, lempung pasiran dan lempung pada formasi pulau balang. Berdasarkan hasil penelitian geolistrik sebelumnya dan hasil pemboran di Desa Keladen dan Labuangkallo diperoleh informasi bahwa pada wilayah ini tidak diperoleh lapisan akuifer yang mengandung air tanah tawar. Curah hujan bulanan rata-rata adalah 154 mm dengan jumlah hari hujan 10, sedangkan suhu dan kelembaban relatif rata-rata 29 o C dan 84,2%. Gambar 7 : Peta Propinsi Kalimantan Timur. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran geolistrik dilakukan pada tiga wilayah kecamatan dengan jumlah titik pengambilan sampel ada pada 11 Lokasi yaitu: 1. Dukuh Sungai Langir, 2. Dukuh Parepat, 4. Desa Muara Pasir Dekat Lokasi Jalan Desa, 5. Desa Muara Pasir Dekat Hutan dan 6. Desa Muara Pasir dekat Tambak. Keenam lokasi tersebut berada pada Kecamatan Tanah Grogot. 7. Desa Teluk Waru Kebun Sawit, 8. Desa Teluk Waru Dekat Sumur, 9. Desa Muara Adang Laut berada pada wilayah Kecamatan Longikis. Sedangkan 10. Desa Muara Adang SPII berada 47

pada Kecamatan Longkali, dan 11. Desa Pasir Mayang berada pada wilayah Kecamatan Kuaro. 4.1 Pengukuran Geolistrik di Dukuh Sungai Langir (Gambar 8) Titik pengukuran geolistrik berada pada koordinat 02 o 01' 49" LS dan 116 o 27' 06,5" BT. Lokasi pengukuran berada dekat dengan sumur penduduk, dengan jarak 20 m. Hasil pengukuran menghasilkan suatu gambaran adanya tiga lapisan batuan yaitu lapisan 1 terdiri dari lempung berpasir sampai kedalaman 3,3 m, lapisan kedua diduga terdiri dari material pasir halus sampai kasar sampai kedalaman 10 m, lapisan ketiga pasir berlempung sampai kedalaman 82 m umumnya merupakan lapisan akuifer yang kurang potensiil. Untuk mendapatkan sumber air dari lapisan akuifer yang ada disarankan tidak lebih dari 82 m. Ini dikawatirkan akan kontak dengan akuifer dengan air tanah asin. 4.2 Pengukuran Geolistrik di Dukuh Parepat (Gambar 9) Titik pengukuran geolistrik Dukuh Parepat berada pada koordinat 01 o 59' 22" LS dan 116 o 26' 40" BT. Lokasi titik pengukuran dengan sumber mata air berjarak 1 Km. Hasil pengukuran menunjukkan gambaran adanya tiga lapisan yaitu lapisan pasir berlempung sampai kedalaman 40 cm, lapisan didominasi lempung sampai kedalaman 7 m dan lapisan lempung sedikit pasir sampai kedalaman 23 m. Lapisan ini umumnya merupakan lapisan akuifer yang kurang baik dan mengandung air tanah asin. Pada lokasi ini tidak disarankan untuk dilakukan pemboran. 4.3 Pengukuran Geolistrik di Desa Teluk Waru (Gambar 10 dan Gambar 11) Titik pengukuran geolistrik berada pada koordinat 01 o 39' 20" LS dan 116 o 17' 40"BT Dekat dengan sumur desa dan pada lokasi 01 o 39' 08" LS dan 116 o 17' 36" BT berada pada wilayah kebun sawit. Hasil pengukuran pada wilayah kebun sawit menunjukkan adanya lapisan pasir lepas lignit sisipan lempung sampai kedalaman 2 m kemudian lapisan pasir lempung sampai kedalaman 7 m kemudian lapisan pasir didominasi lempung keras sampai kedalaman 117. Lapisan akuifer tawar tapi kurang potensiil diperkirakan hanya sampai delalaman 7 m selanjutnya jika diperdalam lagi diperkirakan akan payau atau asin. Hasil pengukuran pada Desa teluk Waru dekat sumur menunjukkan adanya lapisan pasir lepas sedikit kerikil dan lempung merupakan akuifer yang cukup baik sampai kedalaman 10 m, kemudian semakin kedalam makin didominasi lempung sampai kedalaman 100 m, lapisan ini diperkirakan masih merupakan akuifer yang kurang potensiil jika dibanding dengan lapisan diatasnya. 4.4 Pengukuran Geolistrik di Desa Muara Adang SPII (Gambar 12). Lokasi titik pengukuran berada di depan Masdjid dengan posisi koordinat 01 o 37 55 LS dan 116 o 22 03 BT. Hasil pengukuran menunjukkan adanya lapisan pasir berlempung sampai kedalaman 4,5 m dengan kualitas air diperkirakan payau asin sampai mendekati kedalaman 60 m. Setelah kedalaman lebih dari 60 meter diperkirakan lapisan lempung berkurang. Secara umum tidak menunjukkan adanya lapisan akuifer yang potensiil. 4.5 Pengukuran Geolistrik di Desa Muara Adang Laut (Gambar 13). Lokasi pengukuran dilakukan di depan SD 007 atau pada koordinat 01 o 39 53 LS dan 116 o 18 46 BT. Hasil pengukuran menunjukkan adanya suatu lapisan batuan pasir berlempung di berbagai kedalaman bahkan sampai 100 m, dengan kandungan air payau asin. Akuifer di wilayah ini bukan merupakan akuifer yang potensiil 4.6 Pengukuran Geolistrik di Desa Pasir Mayang (Gambar 14). Wilayah Pasir Mayang umumnya merupakan wilayah yang cukup banyak terdapat sumur air tawar dangkal. Pengukuran Geolistrik di wilayah ini dilakukan di depan kantor PLN pada koordinat 01 o 46 24 LS dan 116 o 13 07 BT. Hasil pengukuran menunjukan adanya lapisan pasir kasar halus sampai kedalaman 5 m dengan akuifer yang cukup bagus, selanjutnya pasir berlempung sampai kedalaman 166m dengan lapisan akuifer yang mengandung air tanah payau sampai asin. 4.7 Pengukuran Geolistrik di Desa Muara Pasir (Gambar 15, Gambar 16 dan Gambar 17). Di desa Muara Pasir dilakukan pengukuran di 3 (tiga) titik yaitu dekat tambak pada koordinat 01 o 15 14 LS dan 116 o 24 00 BT, dekat jalan desa dengan koordinat 01 o 52 13 LS dan 116 o 23 36 BT dan Muara Pasir Dekat hutan pada koordinat 01o 52 13 LS dan 116o 23 49 BT. Hasil pengukuran menunjukkan ada lapisan akuifer yang di dominasi lempung 48

dengan kedalaman lebih dari 25 m. Di wilayah ini air tanah umumnya payau asin. Selanjutnya pada kedalaman antara 25 sampai lebih dari 100 m dominasi lapisan lempung berkurang dengan lapisan batuan lempung berpasir. Kualitas air pada lapisan ini diperkirakan payau akan tetapi lebih baik dibanding lapisan di atasnya. LAMPIRAN 5 KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik di Tiga Kecamatan: 1: Kecamatan Tanah Grogot. 2. Kecamatan Longikis dan 3 Kecamatan Kuaro maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar wilayah menunjukkan adanya lapisan akuifer yang kurang potensiil dengan terdapat lapisan air tanah payau sampai asin. 2. Desa Teluk Waru terdapat akuifer dangkal air tawar tipis dengan potensi yang tidak potensiil. 3. Desa Pasir Mayang juga mempunyai akuifer tipis tawar dengan potensi air tanah cukup baik sampai kedalaman 5 meter dan kualitas air tanah akan semakin menurun menuju payau sampai kedalaman 166 m, kedalaman > 166 m kualitas air tanah akan semakin asin. 4. Pengembangan sumber daya air dari sumber air tanah dimungkinkan dengan adanya tambahan pengolahan air payau atau asin. 5. Alternatif pengembangan sumberdaya air dapat dilakukan untuk wilayah ini dengan mengkombinasikan air hujan dan air permukaan (air sungai) Gambar 8 : Analisa Schlumberger Dukuh Sungai Langir. DAFTAR PUSTAKA 1. Dobrin,M.B., Carl,H. Savit, 1988, Introduction to Geophysical Prospecting, Mc.Graw-Hill Book Co, Singapore. 2. Pemerintah Kabupaten Pasir, 2002, Perencanaan Umum Jaringan Instalasi Air Minum, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Tanah Grogot. 3. Pemerintah Kabupaten Pasir, 2001, Program Pembangunan Daerah Dan Rencana Strategis Kabupaten Pasir, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Tanah Grogot. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005, Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. 5. Tripp, A.C. at all, 1984, Two Dimentional Resistivity Inversion, Geophysics, Vol 49. Gambar 9 : Analisis Schlumberger Dukuh Parepat Gambar 10 : Analisis Schlumberger Desa Teluk Waru. 49

Gambar 11 : Analisis Schlumberger Desa Teluk Waru. Gambar 14 : Analisis Schlumberger Desa Pasir Mayang. Gambar 12 : Analisis Schlumberger Desa Muara Adang SP II Kec Longkali. Gambar 15 : Analisis Schlumberger Desa Muara Pasir. Gambar 13 : Analisis Schlumberger Desa Muara Adang Laut. Gambar 16 : Analisis Schlumberger Desa Muara Pasir. 50

Gambar 17 : Analisis Schlumberger Desa Muara Pasir. 51