Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa merupakan individu yang. bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

ASPEK SEXUALITAS DALAM KEPERAWATAN. Andan Firmansyah, S.Kep., Ns.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

GAMBARAN PERILAKU SEKSUAL DENGAN ORIENTASI HETEROSEKSUAL MAHASISWA KOS DI KECAMATAN JATINANGOR - SUMEDANG. Wanti Mutiara*Maria Komariah**Karwati***

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Widya Praja Ungaran terletak di jalan Jend. Gatot Subroto 63 Ungaran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PERILAKU SEKSUAL DENGAN ORIENTASI HETEROSEKSUAL MAHASISWA KOS DI KECAMATAN JATINANGOR - SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden. Dengan Hormat,

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia terdiri dari remaja berusia tahun dan sekitar sembilan

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. tidak perawan. (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) BKKBN. menganut seks bebas. Yayasan (Diskusi Kelompok Terarah) DKT

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nomor Responden : (diisi oleh peneliti) 2. Jenis Kelamin : 3. Usia :

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

- SELAMAT MENGERJAKAN -

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

Transkripsi:

Yudho Bawono, Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura 51 Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura Yudho Bawono Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura dhobano@yahoo.co.id Abstrak Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku (Wahyudi dalam Yuliadi, 2010). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual bukan lagi dilakukan oleh individu yang sudah terikat dalam status perkawinan. Banyak penelitian yang ada menemukan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual tersebut juga dilakukan oleh para mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana perilaku seksual mahasiswa di perguruan tinggi X yang ada di Kabupaten Bangkalan-Madura. Penelitian ini melibatkan subjek penelitian sejumlah 125 mahasiswa dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah pengisian Angket Perilaku Seksual Remaja yang disusun penulis berdasarkan sepuluh bentuk perilaku seksual dari Wahyudi (dalam Yuliadi, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa perguruan tinggi X Bangkalan-Madura memiliki kecenderungan perilaku seksual yang ditunjukkan pada persentase yang tinggi pada 3 item pernyataan dari 10 item pernyataan yang ada. Kata kunci : perilaku seksual, mahasiswa Abstract Sexual behavior is a behavior that arise because of the sexual urges or sexual organs get pleasure activities through a variety of behaviors (Wahyudi in Yuliadi, 2010). Previous studies showed that the forms of sexual behavior is no longer carried out by individuals who have engaged in marital status. Many existing studies found that sexual behavior were also made by student. This study aims to determine sexual behavior of college students in the X in Bangkalan Madura. The study involved 125 subjects with purposive sampling technique. The method used to collect data is Adolescent Sexual Behavior Questionnaire compiled by the author of sexual behavior Wahyudi (in Yuliadi, 2010). The results showed that college students X in Bangkalan Madura has shown a tendency to sexual behavior in a high percentage of the 3 items of the statement. Keywords: sexual behavior, student

52 PERSONIFIKASI, VOL. 3, NO. 2, NOVEMBER 2012 Istilah seksualitas saat ini seolah-olah sudah dianggap bukan lagi sebagai sebuah istilah yang tabu untuk dibicarakan. Di seminar-seminar, di perkuliahan, di siaran radio maupun televisi, bahkan dalam pembicaraan sehari-hari antarindividu di masyarakat pun ditemukan adanya kecenderungan yang membicarakan masalah seksualitas sebagai suatu hal yang biasa dan wajar-wajar saja untuk dilakukan. Seksualitas itu sendiri sebenarnya memiliki arti bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata (Zawid dalam Yuliadi, 2010). Tindakan-tindakan yang dilakukan sebagaimana dikemukakan tersebut mengarah kepada pengertian dari perilaku seksual. Menurut Wahyudi (dalam Yuliadi, 2010) perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka, dan tentu saja dalam ikatan suami istri. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang) antara lain sodomi, homoseksual, lesbian, dan lain-lain. Selama ini perilaku seksual sering disederhanakan sebagai hubungan seksual berupa penetrasi dan ejakulasi. Padahal menurut Wahyudi (dalam Yuliadi, 2010) perilaku seksual secara rinci dapat berupa : berfantasi, pegangan tangan, cium kering, cium basah, meraba, berpelukan, masturbasi/ onani, oral sex, petting, dan intercourse. Sementara itu menurut Simkins (dalam Sarwono, 2002) perilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai ke tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku ini memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang ditimbulkan. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, bahkan aborsi. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan bukti-bukti, terutama di kota-kota besar, bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual sebagaimana diuraikan di atas ternyata bukan lagi dilakukan oleh individu yang sudah terikat dalam status perkawinan. Banyak penelitian yang ada menemukan bukti bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual tersebut juga dilakukan oleh para remaja khususnya yang memiliki status sebagai mahasiswa. Dari yang hanya beberapa bentuk perilaku seksual saja yang dilakukan hingga semua bentuk perilaku seksual sebagaimana telah disebutkan di atas. Berdasarkan hasil studi, Sarwono (2002) menyimpulkan bahwa masalah seksual pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut : 1. Meningkatnya libido seksualitas. Perubahan-perubahan hormonal akan meningkatkan hasrat seksual remaja, dan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. 2. Penundaan usia perkawinan. Baik secara hukum maupun norma sosial, semakin lama semakin menuntut persyaratan yang tinggi untuk perkawinan, baik dari pekerjaan, pendidikan, persiapan materi, dan lain-lain

Yudho Bawono, Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura 53 3. Tabu-larangan. rma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang berhubungan seks sebelum menikah. Bagi remaja yang control emosinya rendah, sehingga tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar larangan tersebut. 4. Kurangnya informasi tentang seks. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual yang gencar melalui media cetak maupun media elektronik seperti internet. Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya. 5. Orang tua sendiri. Baik karena ketidaktahuannya ataupun karena sikap yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menyebabkan ketidakterbukaan kepada anak, sehingga tidak jarang malah membuat jarak dengan anak dalam membicarakan masalah ini. 6. Pergaulan yang makin bebas. Kontrol sosial yang semakin rendah tidak menutup kemungkinan pergaulan yang semakin tidak terbatas atau bebas. Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. Sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai-nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal penyimpangan perilaku seksual merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu. Salah satu contoh mengenai penyimpangan perilaku remaja, khususnya perilaku seksualnya yaitu sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra Utara, diperoleh ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu: dating, kissing, necking, petting dan coitus. Diperoleh data bahwa hampir 10 % remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Yogyakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun dimana 15 % diantaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor penyebab dari perilaku tersebut antara lain yaitu: semakin panjangnya usia remaja, informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilainilai keyakinan serta lemahnya hubungan dengan orang tua (Yuwono, 2001). Seorang individu yang memasuki masa kuliah umumnya berada pada tahapan remaja akhir, yaitu berusia 18 21 tahun (Mutiara, dkk, 2008). Para remaja akhir yang berkuliah inilah yang kemudian disebut dengan mahasiswa. Menurut Zuryaty (2006) dalam kehidupan mahasiswa, umumnya mereka tinggal di tempat kos yang dekat dengan kampus. Hal ini menyebabkan mereka harus berpisah dengan orang tuanya. Perbedaan yang mencolok antara tinggal di rumah dan di tempat kos antara lain terletak pada pengawasan orang tua, karena di tempat kos, orang tua tidak dapat mengawasi anaknya secara langsung. Menurut Bronfenbrenner (dalam Mutiara, dkk, 2008) beberapa hal yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya aktivitas seksual remaja adalah kurangnya pengawasan orang tua dan rendahnya pengawasan lingkungan. Dari hal tersebut maka mahasiswa kos beresiko terhadap terjadinya berbagai bentuk aktivitas seksual. Di Bandung, dari hasil polling yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) selama tahun 2000-2002 menyebutkan dari sekitar 1000 remaja peserta terdapat 44,8 % mahasiswa dan remaja Kabupaten Bandung

54 PERSONIFIKASI, VOL. 3, NO. 2, NOVEMBER 2012 telah melakukan hubungan seks, hampir sebagian besar peserta tersebut berada di wilayah tempat kos mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. Dan sebanyak 51,5 % peserta melakukan hubungan seks di tempat kos (Mutiara, dkk, 2008). Fenomena maraknya perilaku seksual di kalangan mahasiswa juga terjadi di wilayah Jatinangor. Dalam diskusi interaktif bertema Mahasiswa, Seks, dan Perkawinan di kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor, Psikolog Suherman menduga telah terjadi praktek adegan biru di asrama atau tempat-tempat kos mahasiswa di kawasan Jatinangor. Suherman mengungkapkan bahwa masyarakat sekitar pemukiman mahasiswa di Jatinangor seringkali menemukan kondom bekas di selokan dan ada kemungkinan besar kondom tersebut bekas dipakai oleh mahasiswa yang melakukan seks bebas. Selain fenomena di atas, terungkap juga kasus mahasiswa yang pesta seks bebas di sebuah tempat kos di daerah Jatinangor yang terdapat dalam keadaan tanpa busana yang melibatkan mahasiswa (Mutiara, dkk, 2008). Sebuah penelitian yang pernah dilakukan selama 3 tahun mulai Juli 1999 hingga Juli 2002 oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH), dengan melibatkan sekitar 1.660 responden yang berasal dari 16 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Yogyakarta, 97,05 persen mengaku sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Menurut Iip Wijayanto, hanya ada tiga responden atau 0,18 persen saja yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks, termasuk masturbasi. Berdasarkan hasil tersebut, total responden yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpasangan hanya 2,95 persen atau 2,77 persen ditambah 0,18 persen. Sementara sebanyak 97,05 persen telah melakukan kegiatan seks berpasangan. Sebanyak 73 persen menggunakan metode coitus interuptus. Selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas di pasaran. Selain itu, hanya ditemukan 46 mahasiswi atau 2,77 persen responden saja yang belum pernah melakukan seks berpasangan di bawah level petting seks (http://seks-islam.blogspot.com/2012/02/survei-mahasiswi-jogjakarta.html). Hasil penelitian yang menggemparkan karena hasil penelitiannya diekspos secara luas oleh media tersebut langsung membuat para orang tua yang anak perempuannya sedang menempuh studi di Yogyakarta menjadi panik. Setelah beberapa tahun hasil penelitian tersebut dipaparkan dengan terbuka, kondisi yang tidak jauh berbeda semakin membuat para orang tua senantiasa khawatir dan prihatin karena banyak penelitian lanjutan yang berfokus tentang perilaku seksual remaja yang menemukan bukti-bukti baru jika perilaku seksual remaja semakin meningkat persentasenya. Penelitian-penelitian lanjutan tersebut ternyata tidak hanya terbatas pada kota-kota besar saja karena perilaku seksual remaja ini juga dilakukan di kota-kota kecil. Salah satu penelitian tentang perilaku seksual yang bahkan pernah dilakukan di sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa dari 100 orang yang menjadi subjek penelitian seluruhnya pernah melakukan perilaku seksual dalam bentuk tertentu. Dari 100 orang yang berstatus mahasiswa tersebut, yang melakukan perilaku seksual terdapat 100% telah melakukan perilaku berpegangan tangan, 90% berpelukan, 82% necking, 56% meraba bagian tubuh yang sensitif, 52% petting, 33% oral seks, dan 34% sexual intercourse (Mutiara, dkk, 2008). Tidak menutup kemungkinan jika kondisi maraknya perilaku seksual di kalangan mahasiswa di Kabupaten Bandung tersebut juga dapat ditemukan di daerah lain karena sesuai karakteristik perkembangan seksualnya, mahasiswa umumnya sudah mengembangkan perilaku seksual dalam bentuk relasi heteroseksual atau pacaran (Pangkahila dalam Mutiara, dkk, 2008). Terbentuknya relasi heteroseksual pada mahasiswa juga dipengaruhi oleh tugas

Yudho Bawono, Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura 55 perkembangannya yaitu remaja mulai membentuk hubungan baru dengan lawan jenis. Sedangkan relasi heteroseksual sendiri dapat mendorong remaja untuk melakukan perilaku seksual (Hurlock dalam Mutiara, dkk, 2008). Bertolak pada uraian yang telah dipaparkan sebelumnya tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual pada remaja, khususnya pada mahasiswa yang ada di Kabupaten Bangkalan-Madura, dengan mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Sejauhmana pemahaman para mahasiswa di perguruan tinggi X terhadap bentukbentuk perilaku seksual yang ada? 2. Bentuk-bentuk perilaku seksual yang bagaimanakah yang sudah dilakukan oleh para mahasiswa di perguruan tinggi X tersebut? Metode Penelitian Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan sampel penelitian sejumlah 125 mahasiswa dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pengumpulan Data Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah Angket Perilaku Seksual Remaja yang disusun penulis berdasarkan sepuluh bentuk perilaku seksual dari Wahyudi (dalam Yuliadi, 2010) antara lain adalah sebagai berikut : 1. Berfantasi : merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. 2. Pegangan tangan : aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain. 3. Cium kering : berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. 4. Cium basah : berupa sentuhan bibir ke bibir 5. Meraba : merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain. 6. Berpelukan : aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif) 7. Masturbasi (perempuan) atau onani (laki-laki) : perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. 8. Oral seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memaukan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. 9. Petting : merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin). 10. Intercourse (senggama) : merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskripsi. Analisis deskripsi merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskripsi ini meliputi deskriptif statistik seperti frekuensi, deskriptif, eksplorasi data, tabulasi silang dan analisis rasio.

56 PERSONIFIKASI, VOL. 3, NO. 2, NOVEMBER 2012 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua hari yaitu pada tanggal 1-2 Oktober 2012 bertempat di Perguruan Tinggi X Kabupaten Bangkalan-Madura. Hasil Penelitian Analisis Hasil Penelitian Setelah semua angket terkumpul kembali, peneliti kemudian mulai menghitung jumlah jawaban ya dan jawaban tidak pada kolom-kolom tabel yang sudah disiapkan lebih dulu oleh penulis. Analisis hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut : Indikator perilaku seksual yang pertama, berupa item dengan pernyataan : perasaan erotis saya timbul manakala membayangkan aktivitas seksual, memperoleh jawaban ya sebanyak 96 mahasiswa (76,8 %) dan jawaban tidak sebanyak 29 mahasiswa (23,2 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1 Jawaban mor 1 1 Perasaan erotis saya timbul manakala membayangkan aktivitas seksual 96 76,8 29 23,2 Indikator perilaku seksual yang ke dua, berupa item dengan pernyataan : pegangan tangan dengan lawan jenis membuat saya ingin mencoba melakukan aktivitas seksual yang lain juga, memperoleh jawaban ya sebanyak 33 mahasiswa (26,4 %) dan jawaban tidak sebanyak 92 mahasiswa (73,6 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2 Jawaban mor 2 2 Pegangan tangan dengan lawan jenis membuat saya ingin mencoba melakukan aktivitas seksual yang lain juga 33 26,4 92 73,6 Indikator perilaku seksual yang ke tiga, berupa item dengan pernyataan : saling menyentuhkan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir merupakan perilaku yang wajar-wajar saja, memperoleh jawaban ya sebanyak 78 mahasiswa (62,4 %) dan jawaban tidak sebanyak 47 mahasiswa (37,6 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Yudho Bawono, Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura 57 Tabel 3 Jawaban mor 3 3 Saling menyentuhkan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir merupakan perilaku yang wajar-wajar saja 78 62,4 47 37,6 Indikator perilaku seksual yang ke empat, berupa item dengan pernyataan: adalah sesuatu yang lumrah jika dalam berpacaran sudah saling mencium bibir, memperoleh jawaban ya sebanyak 72 mahasiswa (57,6 %) dan jawaban tidak sebanyak 53 mahasiswa (42,2 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 4 berikut : Tabel 4 Jawaban mor 4 4 Adalah sesuatu yang lumrah jika dalam berpacaran sudah saling mencium bibir 72 57,6 53 42,2 Indikator perilaku seksual yang ke lima, berupa item dengan pernyataan : meraba bagian sensitif (paha, dada, alat kelamin, dll) pada lawan jenis kita merupakan sesuatu yang menyenangkan, memperoleh jawaban ya sebanyak 39 mahasiswa (31,2 %) dan jawaban tidak sebanyak 86 mahasiswa (68,8 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 5 berikut : Tabel 5 Jawaban mor 5 5 Meraba bagian sensitif (paha, dada, alat kelamin, dll) pada lawan jenis kita merupakan sesuatu yang menyenangkan 39 31,2 86 68,8 Indikator perilaku seksual yang ke enam, berupa item dengan pernyataan : berpelukan yang disertai rangsangan seksual dengan lawan jenis membuat saya nyaman, memperoleh jawaban ya sebanyak 62 mahasiswa (49,6 %) dan jawaban tidak sebanyak 63 mahasiswa (50,4 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

58 PERSONIFIKASI, VOL. 3, NO. 2, NOVEMBER 2012 Tabel 6 Jawaban mor 6 6 Berpelukan yang disertai rangsangan seksual dengan lawan jenis membuat saya nyaman 39 31,2 86 68,8 Indikator perilaku seksual yang ke tujuh, berupa item dengan pernyataan : saya terpuaskan secara seksual jika sudah bermasturbasi atau onani, memperoleh jawaban ya sebanyak 42 mahasiswa (33,6 %) dan jawaban tidak sebanyak 83 mahasiswa (66,4 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 7 berikut : Tabel 7 Jawaban mor 7 7 Saya terpuaskan secara seksual jika sudah bermasturbasi atau onani 42 33,6 83 66,4 Indikator perilaku seksual yang ke delapan, berupa item dengan pernyataan : memainkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis (oral sex) adalah salah satu aktivitas seksual yang biasa, memperoleh jawaban ya sebanyak 15 mahasiswa (12 %) dan jawaban tidak sebanyak 110 mahasiswa (88 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 8 berikut : Tabel 8 Jawaban mor 8 8 Memainkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis (oral sex) adalah salah satu aktivitas seksual yang biasa 15 12 110 88 Indikator perilaku seksual yang ke sembilan, berupa item dengan pernyataan : melakukan petting yaitu seluruh aktivitas (bukan senggama) hingga menempelkan alat kelamin merupakan hal lumrah, memperoleh jawaban ya sebanyak 12 mahasiswa (9,6 %) dan jawaban tidak sebanyak 113 mahasiswa (90,4 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 9 berikut :

Yudho Bawono, Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura 59 Tabel 9 Jawaban mor 9 9 Melakukan petting yaitu seluruh aktivitas (bukan senggama) hingga menempelkan alat kelamin merupakan hal lumrah 12 9,6 113 90,4 Indikator perilaku seksual yang ke sepuluh, berupa item dengan pernyataan : saya sudah melakukan senggama (aktivitas seksual memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan), memperoleh jawaban ya sebanyak 6 mahasiswa (4,8 %) dan jawaban tidak sebanyak 119 mahasiswa (95,2 %). Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel 10 berikut : Tabel 10 Jawaban mor 10 10 Saya sudah melakukan senggama (aktivitas seksual memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan) 6 4,8 119 95,2 Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ke sepuluh bentuk perilaku seksual remaja, dalam hal ini adalah para mahasiswa semester 3 dan semester 5 yang perolehan jawaban ya persentasenya tinggi terdapat pada item pernyataan : 1. Ke satu : perasaan erotis saya timbul manakala membayangkan aktivitas seksual. 2. Ke tiga : saling menyentuhkan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir merupakan perilaku yang wajar-wajar saja. 3. Ke empat : sesuatu yang lumrah jika dalam berpacaran sudah saling mencium bibir. Dari ke tiga item pernyataan yang persentasenya tinggi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perilaku seksual mahasiswa di perguruan tinggi X Kabupaten Bangkalan- Madura berada pada taraf perilaku seksual yang belum parah sebagaimana terjadi pada penelitian-penelitian di kota-kota besar karena masih berkisar pada hubungan sosial antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan.

60 PERSONIFIKASI, VOL. 3, NO. 2, NOVEMBER 2012 Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa persentase perilaku seksual mahasiswa ini didukung oleh kondisi dari subjek penelitian. Sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi X berasal dari Jawa Timur, khususnya daerah Kabupaten Bangkalan sendiri yang dikenal sebagai kota santri dan memiliki ratusan pondok pesantren sehingga masyarakatnya cenderung religius. Jika seseorang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan memandang agamanya sebagai tujuan utama hidupnya, sehingga ia berusaha menginternalisasikan ajaran agamanya dalam perilakunya sehari-hari. Hal ini berarti bahwa religiusitas yang ada dalam dirinya memiliki batas yang kuat sehingga dorongan seksual berupa penyaluran hasrat seksual tidak dapat menembus wilayah religiusitas yang ada dalam dirinya (Maria dalam Andisti dan Ritandiyono, 2007). Sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah tidak menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilakunya tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Orang yang seperti ini memiliki religiusitas yang rapuh sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh kekuatan yang ada pada wilayah seksual. Maka dengan demikian, seseorang akan dengan mudah melanggar ajaran agamanya misalnya dengan melakukan perilaku seks bebas sebelum menikah (Kapinus dan Gorman dalam Andisti dan Ritandiyono, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat dari Baumer dan South (dalam Andisti dan Ritandiyono, 2007) yang mengemukakan bahwa individu yang bersikap permisif dan melakukan hubungan seksual sebelum menikah ternyata memiliki lingkungan sosial yang juga melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Dikarenakan kondisi masyarakat lokasi kos subjek yang memegang norma-norma agama, maka subjek penelitian sangat mungkin menjadi tinggi religiusitasnya dan cenderung menyebabkan rendahnya perilaku seks bebas pada subjek penelitian. Adanya penerapan nilai-nilai agama pada lingkungan tersebut mendorong subjek penelitian untuk mematuhi norma-norma susila yang berlaku. Seperti yang dikemukakan oleh Sanderowitz dan Paxman (Sarwono dalam Andisti dan Ritandiyono, 2007) bahwa rendahnya nilai agama di masyarakat yang bersangkutan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku seks bebas. Kondisi-kondisi di atas dianggap cukup baik bagi subjek penelitian, sehingga religiusitas pada subjek penelitian tergolong tinggi maka perilaku seks bebasnya tergolong rendah. Simpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan uraian pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecenderungan perilaku seksual mahasiswa di perguruan tinggi X Kabupaten Bangkalan-Madura ditunjukkan pada persentase yang tinggi pada 3 item pernyataan dari 10 item pernyataan yang ada. Ke 3 item pernyataan yang persentasenya tinggi tersebut antara lain yaitu : a) perasaan erotis saya timbul manakala membayangkan aktivitas seksual, b) saling menyentuhkan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir merupakan perilaku yang wajar-wajar saja, dan c) sesuatu yang lumrah jika dalam berpacaran sudah saling mencium bibir. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa persentase perilaku seksual mahasiswa ini didukung oleh kondisi dari subjek penelitian. Sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi X berasal dari Jawa Timur, khususnya daerah Kabupaten Bangkalan sendiri yang dikenal sebagai kota santri dan memiliki ratusan pondok pesantren sehingga masyarakatnya cenderung religius.

Yudho Bawono, Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura 61 Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi perguruan tinggi, perlu dicermati bahwa para mahasiswa di perguruan tinggi X Kabupaten Bangkalan-Madura ini dalam hubungan sosialnya tersebut memiliki anggapan yang wajar-wajar saja jika terjadi kontak fisik diantara mereka. Jadi bukan lagi sekedar berjabat tangan tetapi sudah menyentuhkan pipi dengan pipi, menyentuhkan pipi dengan bibir, bahkan dalam berpacaran mereka menganggap jika saling mencium bibir merupakan perilaku yang lumrah untuk dilakukan. Hal ini patut diperhatikan karena tidak menutup kemungkinan akan berlanjut pada tahap perilaku seksual berikutnya yang semakin meningkat. 2. Bagi peneliti selanjutnya, ada beberapa item pernyataan yang digunakan dalam angket penelitian ini kalimatnya sangat sensitif sehingga memungkinkan subjek penelitian memberikan jawaban dengan cara yang tidak apa adanya. Selain itu juga diharapkan bagi para peneliti selanjutnya dapat lebih menggali lagi informasi-informasi lain seputar perilaku seksual mahasiswa untuk penelitian berikutnya dengan memanfaatkan hasil penelitian ini untuk penelitian lanjutan yang lebih mendalam. Daftar Pustaka Andisti, M. A., Ritandiyono. (2007). Hubungan antara Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas pada Dewasa Awal. Jurnal Penelitian Psikologi.. 1 Vol 12 http://seks-islam.blogspot.com/2012/02/survei-mahasiswi-jogjakarta.html Mutiara, W., Komariah, M., Karwati. (2008). Gambaran Perilaku Seksual dengan Orientasi Heteroseksual Mahasiswa Kos di Kecamatan Jatinangor-Sumedang. Majalah Keperawatan Unpad. Vol. 10. 18 vandi, N. (2009). Hubungan antara Rasa Humor dengan Perilaku Seksual pada Remaja. Skripsi. (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Yuliadi, I. (2010). Free Sex, Masturbasi/ Onani, dan Gangguan Orientasi Seksual Remaja. Makalah Seminar. 21 Maret Yuwono, S. (2001). Kesehatan Reproduksi dan Keberagaman Solusi Masalah Perilaku Seksual Pra-nikah Remaja. Kognisi Vol 1, 5. Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Zuryaty. (2006). Gambaran Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Sikap Mahasiswa Terhadap Hubungan Seks Diluar Nikah di Lingkungan Tempat Kos Kawasan Pendidikan Jatinangor-Sumedang. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD