BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2007 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2007

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KABUPATEN LOMBOK BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 39 Tahun : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 4 TAHUN 2007

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

-2- Dengan Persetujuan Bersama

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 9 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2010 NOMOR 25 SERI D NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2008 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 1 TAHUN 2008 T E N T A N G

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 4 TAHUN Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari adat ataupun masyarakat itu sendiri. bagian terkecil dari pemerintahan di Indonesia merupakan desa atau kelurahan yang tersebar pada setiap pulau yang dikenal pemerintahan daerah. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah atau yang lebih spesifik lagi mengenai desa dan kelurahan diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945) pada Pasal 18 mengenai pemerintah daerah. Pengaturan pada UUD 1945 Pasal 18 tersebut mencakup rumusan susunanan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didalamnya mengatur mengenai pembagian atas daerah-daerah provinsi dan daerah. provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Pengaturan mengenai desa dan kelurahan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut dengan UU No. 23 Tahun 2014) mencakup banyak hal, misalnya saja pengertian desa dan kelurahan serta ruang lingkupnya yang tercantum pada Pasal 1, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem 1

2 Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Pengaturan secara mendalam mengenai desa dan kelurahan telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (selanjutnya disebut dengan PP No. 73 Tahun 2005). Peraturan Pemerintah tersebut lebih jelas mengatur mengenai kewenangan desa dan kelurahan, sampai ke struktur organisasi, selain itu pula terdapat pembahasan pada Bab 2 PP No. 72 Tahun 2005 mengenai pembentukan dan perubahan status desa. Perubahan dari desa menjadi kelurahan maka tidak dapat dipungkiri lagi akan terjadi perubahan struktur, keuangan, kekayaan, kewenangan, dan birokrat publik. Sehingga pengaturan kembali (rearrangement) susunan pemerintahan terutama birokrasi publik desa. Tidak pelik lagi bahwa permasalahan birokrasi publik yang nantinya memegang pemerintahan akan terjadi, misalnya saja pergantian birokrasi publik desa mengakibatkan turunnya kepala desa walaupun belum habis masa berakhirnya dan dibutuhkannya dana kompensasi untuk perangkat desa lainnya yang diberhentikan. Oleh karena itu, desa memiliki kriteria tertentu berdasarkan kepentingan masyarakat setempat. Birokrasi publik memiliki kewenangan yang sangat besar bagi pembangunan pemerintah daerah khususnya wilayah lingkup kelurahan dan pedesaan. Sebagai Negara kecil desa maupun kelurahan memiliki potensi yang besar bagi pondasi perekonomian Negara sehingga diperlukan suatu pemimpin yang mampu mengelola potensi tersebut. perubahan status desa menjadi kelurahan 1 Pasal 1 Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Desa.

3 tersebut menjadikan peran birokrasi publik lebih tegas dan profesional sehingga memiliki status yang jelas di mata masyarakat yang berakibat pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Sejak tahun 1981 Pemerintah Desa Deli Tua telah menerapkan ketentuan mengenai perubahan status dari desa sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa. Dengan adanya Perda tersebut maka Desa Deli Tua lebih mencermati kebutuhan desa-desa untuk lebih dapat mengurus rumah tangga desanya sendiri, sekaligus memenuhi aspirasi penduduk desa karena dalam pengajuan perubahan status desa menjadi kelurahan diperlukan partisipasi penduduk desa. Salah satu peningkatan kualitas pelayanan publik ini antara lain dilakukan dengan melakukan perubahan status desa menjadi kelurahan sesuai dengan tuntutan UU No. 23 Tahun 2014. Berdasarkan ketentuan tersebut maka desa-desa yang ada di wilayah kabupaten dan kota ditetapkan sebagai Kelurahan. Dengan demikian desa-desa yang berada di daerah kota harus diubah statusnya menjadi kelurahan yang diharapkan mampu mengubah kualitas pelayanan publik menjadi lebih baik yang dimulai dari daerah, khususnya desa dan kelurahan. Dilihat dari latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi kelurahan bukan disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan perundang-undangan (conditio sine qua non/syarat mutlak sesuai dengan tuntutan perundang-undangan), maka mau tidak mau, siap tidak siap, semua pemerintahan

4 desa yang berada di wilayah kota harus berubah menjadi kelurahan. Perubahan yang terjadi menuju pada perbaikan tata pemerintahan perlu mendapat dukungan baik dari pemerintah pusat maupun daerah guna meningkatkan pelayanan dalam rangka pelaksanaan amanat perundang-undangan. Oleh karena itu, Desa Deli Tua merupakan salah satu desa yang melaksanakan perubahan status dari desa menjadi kelurahan yang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan. Berdasarkan undang-undang di Indonesia perubahan status desa menjadi kelurahan diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, pada Pasal 200 ayat (3) yaitu Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah desa bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan Perda. 2 Pasal 201 ayat (2) yaitu dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan, sehingga UU No. 23 Tahun 2014 lebih jelas mengkaji perubahan status desa menjadi kelurahan. 3 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan judul : KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 28 TAHUN 2006 TENTANG 2 Pasal 200 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 3 Pasal 201 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

5 PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN (STUDI KASUS KELURAHAN DELI TUA). B. Rumusan Masalah Dengan mengacu pada bagian sebelumnya dan juga berdasarkan judul di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peraturan perundang-undangan mengatur peralihan desa menjadi kelurahan? 2. Bagaimanakah proses perubahan status desa menjadi kelurahan? 3. Bagaimanakah status hukum desa Deli Tua mejadi Kelurahan Deli Tua? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana peraturan perudang-unadangan yang mengatur peralihan desa menjadi kelurahan b. Untuk mengetahui bagaimana proses perubahan status desa menjadi kelurahan c. Bagaimana hukum desa Deli Tua mejadi Kelurahan Deli Tua 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

6 a. Secara teoritis 1) Untuk mengaplikasikan ilmu yang secara teoritis dari bangku perkuliahan. 2) Untuk melatih kemampuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil penelitian tersebut dalam bentuk tulisan. 3) Untuk dapat menambah pengetahuan tentang Hukum Bisnis, khususnya mengenai tentang perubahan status desa menjadi kelurahan serta manfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya. b. Secara praktis 1) Bagi pihak-pihak yang terkait memberikan manfaat bagaimana perubahan status desa menjadi kelurahan. 2) Bagi masyarakat agar dapat bermanfaat secara praktis bagi para pihak apakah itu mahasiswa, masyarakat umum, praktisi hukum dan institusi terkait dalam perubahan status desa menjadi kelurahan. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan, dan pemikiran. Yang dalam pembuatannya, melihat dasar-dasar yang ada baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media-media lain. Pokok pembahasan di dalam skripsi yang berjudul: KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN (STUDI KASUS KELURAHAN DELI TUA).

7 Permasalahan dan pembahasan didalam penulisan skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis. Kemudian penulis membuat skripsi ini dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Desa Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 (selanjutnya disebut dengan Permendagri No. 28 Tahun 2006) yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentigan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4 Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 4 Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2006 Tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan. 5 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

8 Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya setempat. Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 disebutkan sebagai berikut: a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa. b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa. c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa. d. Kepala Desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk. e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati/Walikota menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota. f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah Pembentukan Desa.

9 g. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk. h. Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pemabahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD. i. DPRD bersama Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa. j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. k. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pempinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. l. Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat

10 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama dan, m. Dalam sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf l, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Dearah tersebut di dalam Lembaran Daerah. Oleh karena itu, desa memiliki kriteria tertentu berdasarkan kepentingan masyarakat setempat. Birokrasi publik memiliki kewenangan yang sangat besar bagi pembangunan pemerintah daerah khususnya wilayah lingkup kelurahan dan pedesaan. Sebagai Negara kecil desa maupun kelurahan memiliki potensi yang besar bagi pondasi perekonomian Negara sehingga diperlukan suatu pemimpin yang mampu mengelola potensi tersebut. perubahan status desa menjadi kelurahan tersebut menjadikan peran birokrasi publik lebih tegas dan profesional sehingga memiliki status yang jelas di mata masyarakat yang berakibat pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. 2. Pengertian Kelurahan Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2104 Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri;

11 Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 yang dimaksud dengan kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. Tujuan pembentukan kelurahan adalah untuk meningkatkan kegiatan penyeleggarakan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna serta meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat kota sesuai dengan tingkat perkembangan pembangunan. 6 Pembentukan kelurahan baru itu terutama di kota-kota dimana desa-desa yang telah ada sebelumnya sudah kurang selaras dan serasi dengan perkembangan masyarakatnya yang telah nyata mempunyai ciri dan sifat masyarakat kota/urban. 7 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang kelurahan yang dimaksud dengan kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. 8 Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 disebutkan sebagai berikut : 1. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan. 2. Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersanding, atau pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih. 3. Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sekurangkurangnya memenuhi syarat : 6 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 Tentang Kelurahan. 7 RH. Unang Sunardjo, tinjauan sepintas tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan (Bandung: Tarsito, 1984), hlm. 122. 8 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 Tentang Kelurahan.

12 a. Jumlah penduduk, b. Luas wilayah, c. Bagian wilayah kerja, d. Sarana dan prasarana pemerintahan. 4. Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana diamksud pada ayat (3) dapat dihapus atau digabung. 5. Pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat penyelenggaraan pemerintahan kelurahan. 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, penghapusan dan penggabungan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur Peraturan Daerah Kebupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri. Dalam pasal 10 PP No.73 Tahun 2005 Di kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah dan mufakat. Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai tugas membantu lurah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi: a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat;

13 b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat; d. penyusun rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan serta pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif; e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa dan partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat; f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta keserasian lingkungan hidup; g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan obat terlarang (Narkoba) bagi remaja; h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat; dan j. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat. Dalam pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1980 telah diperinci beberapa faktor yang harus dipenuhi sebagai syarat pembentukan kelurahan, yaitu: 1. Faktor penduduk, sekurang-kurangnya 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga dan sebanyak-banyaknya 20.000 jiwa atau 4000 kepala keluarga.

14 2. Faktor luas wilayah harus dapat terjangkau secara efektif dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. 3. Faktor letak berkaitan dengan aspek komunikasi, transportasi dan jarak dengan pusat kegiatan pemerintahan dan pusat-pusat pengembangan harus sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan pelayanan kepada masyrakat. 4. Faktor sosial budaya, agama dan adat akan dapat berkembang dengan baik. 5. Faktor prasarana berkaitan dengan prasarana berhubungan, pemasaran, sosial, dan fisik pemerintah akan dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat sebagaimana layaknya. 6. Faktor kehidupan masyarakat baik mata pencaharian dan ciri-ciri kehidupan lainnya akan dapat meningkat lebih baik. Peraturan Pemerintah tersebut lebih jelas mengatur mengenai kewenangan desa dan kelurahan, sampai ke struktur organisasi, selain itu pula terdapat pembahasan pada Bab 2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mengenai pembentukan dan perubahan status desa. Perubahan dari desa menjadi kelurahan maka tidak dapat dipungkiri lagi akan terjadi perubahan struktur, keuangan, kekayaan, kewenangan, dan birokrat publik. Sehingga pengaturan kembali (rearrangement) susunan pemerintahan terutama birokrasi publik desa. Tidak pelik lagi bahwa permasalahan birokrasi publik yang nantinya memegang pemerintahan akan terjadi, misalnya saja pergantian birokrasi publik desa mengakibatkan turunnya kepala desa walaupun belum habis masa berakhirnya

15 dan dibutuhkannya dana kompensasi untuk perangkat desa lainnya yang diberhentikan. Usul pembentukan kelurahan dibuat oleh Bupati/Walikotamdya setelah mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II bersangkutan, kemudian disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk seterusnya oleh Gubernur disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.Setelah medapat persetujuan Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur kepala daerah tingkat I menerbitkan surt keputusan pembentukan kelurahan yang diusulkan oleh Bupati/Kotamadya bersangkutan. F. Metode Penelitian Untuk memperoleh data yang konkrit sebagai data dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu dengan pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset lngsung kelapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut. 9 2. Jenis data dan sumber data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari naraumber atau langsung dari sumber pertama dan data skunder yang merupakan data yang 9 Bambang sungguno, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), hlm. 71.

16 diperoleh dari dokumen-dokumen yang resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. 10 a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. b. Bahan Hukum Skunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang status hukum desa menjadi kelurahan seperti: seminar hukun, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan status hukum desa menjadi kelurahan dan juga beberapa sumber dari situs internet yang yang berkaitan dengan persoalnya diatas. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan skunder. 11 Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara dengan Lurah Deli Tua. 3. Teknik pengumpulan Data Adapun data tersebut dapat diperoleh: a. Penelitian Pustaka, yaitu data-data dan keterangan yang dikumpul dari bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan undang-undang yang ada hubunganya dengan pembahasan yang dilakukan. Data ini merupakan data skunder. b. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan melakukan riset ke kantor Lurah terkait seperti Lurah Deli Tua. 10 Ibid., hlm. 72. 11 Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum (Malang:UMM), hlm.25.

17 F. Sistematika Penulisan Isi dari skripsi yang akan penulis buat terdiri dari lima bab dan tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab. Bab tersebut adalah : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN DESA MENJADI KELURAHAN Memuat tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. BAB III : PROSES PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Bab ini membahas tentang pengertian desa dan ruang lingkup desa, susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan perangkat desa, pembentukan pemecahan penyatuan dan penghapusan kelurahan dan tata cara dan dasar hukum perubahan status desa menjadi kelurahan.

18 BAB IV : PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN (STUDI KASUS KELURAHAN DELI TUA) Dalam bab ini akan diuraikan lebih lanjut tentang apa yang diperoleh dalam penelitian seperti bagaimana proses alih status hukum desa Deli Tua menjadi Kelurahan Deli Tua, Hal-hal Apa saja Yang Menjadi Kendala Dalam Proses Alih Status Hukum Desa Menjadi Kelurahan di Desa Deli Tua Menjadi Kelurahan Deli Tua, Syarat-syarat Pembentukan Desa Menjadi Kelurahan Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri No.28 Tahun 2006 dan Tata Cara Pembentukan Desa. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari skripsi ini. Pada bab ini akan disimpulkan hasil uraian mulai dari bab I sampai dengan bab IV dengan singkat dan sistematis, sebagai jawaban dari pembahasan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi ini.