BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berkembangnya zaman memberikan dampak yang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan untuk membentuk generasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

Sesuai dengan tujuan pendidikan yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional. Tuntutan dari tahun ke tahun semakin kompleks dan juga semakin rumit untuk dapat diakomodasikan dengan segera. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang sehat dan cerdas dengan ; (1). Kepribadian kuat, religius dan menjunjung tinggi budaya luhur bangsa. (2). Kesadaran demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat. (3). Kesadaran moral-hukum yang tinggi, dan (4). Kehidupan makmur dan sejahtera (Supriadi, 2001: 67). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (anonim 2003,). Melihat apa yang dipesankan dalam UU Sisdiknas tersebut pendidikan adalah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna menuju tercapainya pembangunan nasional. 1

2 Dengan kata lain pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Pembangunan nasional membutuhkan manusia yang unggul dalam berbagai aspek, yaitu ; kapasitas keilmuan yang mempunyai moralitas tinggi. Kondisi bangsa tidak menentu saat ini, pendidikan memegang peranan pokok. Maka pendidikan harus mencakup seluruh aspek kehidupan, yaitu aspek jasmani dan aspek rohani, aspek fisik dan mental spiritual, aspek lahiriah dan batiniah yang menghasilkan output pendidikan unggul dan mampu bersaing dalam dunia global. Untuk itu tujuan pendidikan harus berorientasi wawasan keilmuan dan teknologi tanpa meninggalkan aspek moral. Dengan modal itu, maka pendidikan dapat membentuk manusia terdidik yang kaya ilmu dan bermoral. Oleh karena itu, pendidikan nilai-nilai moral sangat penting untuk diberikan kepada anak didik dalam rangka membentuk manusia seutuhnya. Perkembangan moral anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat. Anak pertama kali memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungan keluarga, terutama dari orangtua terus melebar pengaruh moral dari sekolah dan masyarakat. Jadi dengan begitu tanggungjawab pendidikan nilai-nilai moral pada anak berada di tangan orangtua, sekolah, dan masyarakat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai program yang sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam membantu siswa agar mampu mengembangkan potensi yang menyangkut

3 aspek moral spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Menurut Hurlock (Yusuf, 2001: 95) bahwa sekolah berpengaruh sangat besar terhadap kepribadian anak baik dalam cara berfikir, bersikap maupun berperilaku karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru sebagai substitusi orangtua. Ada beberapa alasan mengapa sekolah memiliki peran penting bagi perkembangan anak, yaitu ; (1). Anak harus hadir di sekolah, (2). Sekolah memberikan pengaruh secara dini seiring dengan memberikan perkembangan konsep dirinya, (3). Di luar rumah anak-anak banyak menghabiskan waktunya di tempat lain, (4). Sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk menilai diri dan kemampuannya secara realistis. (Yusuf, 2001; 95). Selain itu, sekolah merupakan perwujudan miniatur masyarakat (mini society) karena disitu akan dibangun suatu budaya melalui interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan warga sekolah lainnya, sehingga dengan terjadinya interaksi budaya baru di sekolah terbentuk kepribadian anak didik yang utuh. Menurut Havighurs (Yusuf, 2001 : 95-96), dalam rangka membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangan, sekolah seharusnya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya, dimana tugas-tugas tersebut menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan personal, kematangan dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

4 Untuk mencapai pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dilakukan upaya, diantaranya : (1). pimpinan, guru-guru, dan personal lain di sekolah mempunyai kepedulian terhadap program pendidikan agama atau penanaman nilai-nilai agama, (2). guru agama memiliki kepribadian yang mantap (akhlakul karimah), pemahaman, dan ketrampilan profesional, (3). guru-guru menyisipkan nilainilai agama ke dalam mata pelajaran yang diajarkannya, (4). sekolah menyediakan sarana ibadah yang memadai dan memfungsikan secara maksimal, (5). menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, dan (6). bekerja sama dengan orang tua siswa dalam membimbing keimanan dan ketaqwaan siswa ( Yusuf, 2001: 96-98 ). Berdasarkan uraian di atas, idealnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus mampu mengembangkan seluruh kemampuan, bakat atau potensi anak didik secara holistik. Baik yang bersifat akademik maupun non akademik termasuk penanaman nilai moral. Namun sekarang yang terjadi adalah sekolah hanya menekankan pada unsur pendidikan kognitif saja. Menurut Bunyamin S Bloom bahwa pendidikan harus terukur 3 ranah yaitu ; (1). ranah kognitif, (2). ranah afektif, (3). ranah psikomotorik. Sedangkan unsur penanaman nilai-nilai moral adalah unsur afektif agak terabaikan, sebagian besar sekolah terobsesi ingin menjadi sekolah unggul, yang hanya mengandalkan prestasi akademik ( kognitif semata ). Dengan memiliki nilai akademis yang setinggi mungkin ini tercermin dari berbagai upaya sekolah untuk terus menerapkan program peningkatan

5 kualitas sekolah yang hanya diukur dari nilai akademis. Kondisi yang demikian juga didukung kebijakan pemerintah dengan adanya pelaksanaan ujian nasional, dengan alasan meningkatkan kualitas pendidikan. Padahal ukuran ujian itu hanya akademik semata dan yang diuji kognitif saja. Keadaan ini juga ditanggapi sebagian besar masyarakat terjebak sikap untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang bermutu hanya dilihat dari unsur akademiknya tinggi. Bahkan ada lagi wali murid rela dengan biaya tinggi untuk mengirimkan anak-anaknya ke lembaga-lembaga bimbingan pendalaman materi, supaya anaknya lulus dengan nilai bagus dan memudahkan masuk sekolah lanjutan yang bermutu. Sekolah dan masyarakat pada umunya kurang begitu memperhatikan kemampuan non-akademik penanaman nilai-nilai moral. Sikap dan anggapan sebagian sekolah dan masyarakat tersebut pada akhirnya berakibat terabaikannya tugas sekolah sebagai lembaga pendidikan.yang harus bertanggung jawab terhadap perkembangan moralitas anak didik. Akibat kurangnya perhatian sekolah terhadap pentingnya nilainilai moral maka banyak lulusan yang memiliki kemampuan akademik tinggi tapi kurang memahami nilai-nilai moral agama maupun nilai-nilai moral masyarakat. Indikasi kurangnya pengamalan nilai-nilai moral pada anak didik tersebut dapat dilihat sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Sikap dan perilaku anak didik

6 menunjukkan kurangnya implementasi nilai-nilai moral, misalnya; (1). Kurang rasa hormat terhadap orangtua, teman, dan guru. (2). Tidak mau menghargai orang lain. (3). Cenderung bersifat individualistik. (4). Cara berbicara, berpakaian, dan bergaul kurang sopan atau berperilaku tidak sesuai dengan norma agama dan masyarakat. (5). Bersikap dan berperilaku melanggar aturan yang sudah diputuskan di sekolah, seperti menyontek, kerjasama mengerjakan soal tes. Dehumanisasi pendidikan telah terjadi dimana-mana, ini akibat dari pendidikan yang hanya mengutamakan kemampuan kognitif semata. Sehingga faktor nilai-nilai moral (afektif) yang kurang mendapat perhatian. Padahal titik akhir pendidikan adalah bagaimana nantinya peserta didik mampu mengembangkan ilmunya di masyarakat yang berguna bagi diri dan orangtuanya. Tanpa moral, ilmu itu nantinya akan bersifat merusak dan membawa kesengsaraan bersama. Di samping itu masyarakat Indonesia dewasa ini muncul tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan budi pekerti ataupun pendidikan nilai moral, terutama didasarkan pertimbangan 3 hal sebagai berikut : 1. Melemahnya ikatan keluarga - keluarga secara tradisional merupakan faktor penyebab pertama dari setiap anak mulai kehilangan fungsinya. Dengan demikian terjadi kekosongan (vacuum) moral di dalam perkembangan hidup anak. Hancurnya keluarga menyebabkan hidup anakanak menjadi terlantar.

7 2. Kecenderungan negatif di dalam kehidupan remaja, terutama di kota-kota besar, sering terjadi perkelahian, tawuran, perkelahian di kalangan mahasiswa bahkan telah merembet menjadi tawuran antar kampung. Ini merupakan sebagian perilaku menyimpang di kalangan remaja. Pemudapemuda, serta masyarakat yang sedang sakit. Menurut hasil penelitian hal ini merupakan akibat disintegrasi keluarga seperti poor parenting. Generasi muda telah kehilangan model orang dewasa yang dapat digugu dan ditiru dalam lingkungan masyarakat. 3. Suatu kebangkitan kembali dari perlunya nilai-nilai etik, moral, dan budi pekerti. Dewasa ini telah timbul suatu kecenderungan masyarakat yang mulai menyadari bahwa dalam masyarakat terdapat suatu kearifan mengenai adanya suatu moralitas dasar yang sangat esensial dalam kelangsungan hidup bermasyarakat (Nurul, 2007 : 11) Pertimbangan di atas, maka sudah sewajarnya sekolah harus mampu untuk pengambil peran pokok / utama dalam pelaksanaan pendidikan nilai-nilai moral pada anak. Karena lembaga pendidikan informal ( keluarga ) dan pendidikan non-formal di masyarakat sudah tidak bisa maksimal dalam mengelola pendidikan nilai-nilai moral. Penelitian ini akan berupaya untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Madukara, Kecamatan Madukara. Berkaitan dengan tugas dan fungsi sekolah sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap nilai-nilai moral bagi anak didik. B. Fokus Penelitian

8 Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka fokus penelitiannya adalah Bagaimana karakteristik pengelolaan pendidikan nilainilai moral pada anak di MIN Madukara? Berdasarkan fokus penelitian dapat diuraikan menjadi sub fokus untuk rumusan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik model pendidikan nilai-nilai moral pada anak di MIN Madukara? 2. Bagaimana karakteristik kerjasama antar sekolah dengan pihak lain dalam pengelolaan pendidikan nilai-nilai pendidikan moral pada anak di MIN Madukara? 3. Bagaimana karakteristik hambatan dalam pengelolaan pendidikan nilainilai moral pada anak di MIN Madukara? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus dan sub fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan model pengelolaan pendidikan nilai-nilai moral pada anak di MIN madukara. 2. Mendeskripsikan kerjasama dalam pengelolaan pendidikan nilai-nilai moral pada anak di MIN Madukara. 3. Mendeskripsikan hambatan dalam pengelolaan nilai-nilai moral pada anak di MIN Madukara. D. Manfaat Penelitian

9 Apabila tujuan penelitian ini tercapai, manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis. a. Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan nilai-nilai moral. b. Melengkapi kajian yang lebih mendalam mengenai pengelolaan pendidikan nilai-nilai moral pada anak. c. Membuka kemungkinan guna penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan pendidikan nilai-nilai moral pada anak. 2. Manfaat Praktis. a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pedoman dalam melaksanakan tugas dan peran profesionalnya sebagai pendidik. b. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan sumber informasi dalam melaksanakan pengelolaan pendidikan nilai-nilai moral di sekolah. c. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan sumber informasi dalam mengambil kebijakan di sektor pendidikan. E. Daftar Istilah 1. Pengelolaan

10 Pengelolaan merupakan serangkaian usaha dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana prasarana untuk mencapai tujuan organisasi ( Sobri : 2009 ). 2. Pendidikan Menurut An-Nahlawi (Daryanto : 2001 :5), pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran dan obyek. proses ini diartikan bahwa pendidikan terdiri serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan hasil tertentu. pendidikan adalah proses yang sengaja untuk meneruskan atau mentransmisi budaya orang dewasa kepada generasi yang lebih muda. 3. Nilai Nilai Moral Nilai lebih banyak membicarakan tentang apa yang disukai dan diinginkan (Kirchenbaum :1955 :14), sedangkan moral lebih banyak berbicara tentang benar salah, baik-buruk dan perlu tidaknya suatu perbuatan itu dilakukan sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang dianut dan dijunjung tinggi oleh sekelompok masyarakat (Lickona :1991).