PERILAKU SAMBUNGANBALOK-KOLOM PRACETAK TIPE PLAT AKIBAT BEBAN BOLAK BALIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengujian Tahan Gempa Sistem Struktur Beton Pracetak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

STUDI EKSPERIMENTAL SAMBUNGAN KOLOM-KOLOM PADA SISTEM BETON PRACETAK DENGAN MENGGUNAKAN SLEEVES

BAB II STUDI PUSTAKA

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

T I N J A U A N P U S T A K A

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENEMPATAN PENYAMBUNGAN PADA PERILAKU RANGKAIAN BALOK-KOLOM BETON PRACETAK BAGIAN SISI LUAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang : Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

PERILAKU AKTUAL BANGUNAN GEDUNG DENGAN SISTEM PRACETAK TERHADAP GEMPA KUAT

PENINGKATAN DISIPASI ENERGI DAN DAKTILITAS PADA KOLOM BETON BERTULANG YANG DIRETROFIT DENGAN CARBON FIBER JACKET

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

ANALISIS KINERJA BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN LAYOUT BERBENTUK YANG MENGALAMI BEBAN GEMPA TERHADAP EFEK SOFT-STOREY SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Seismic Column Demand Pada Rangka Bresing Konsentrik Khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

PENGGUNAAN BLOCK SET CONNECTION (BSC) PADA SAMBUNGAN ELEMEN BETON PRECAST

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 [12] Perbandingan umum antara sistem struktur dengan jumlah tingkat

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat

PENGARUH VARIASI JARAK TULANGAN HORIZONTAL DAN KEKANGAN TERHADAP DAKTILITAS DAN KEKAKUAN DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SIKLIK (QUASI-STATIS)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

ANALISIS HUBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DPRD-BALAI KOTA DKI JAKARTA

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN DAN KEKUATAN PADA SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBKK

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10-LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI PANJANG DI WILAYAH 6 PETA GEMPA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

Studi Eksperimental Kekuatan dan Perilaku Sambungan Kolom pada Struktur DfD (Design for Disassembly)

STUDI PERBANDINGAN PERSYARATAN LUAS TULANGAN PENGEKANG KOLOM PERSEGI PADA BEBERAPA PERATURAN DAN USULAN PENELITIAN (166S)

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko korban

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

PERBANDINGAN PERILAKU BALOK-T BETON RINGAN DAN BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL AKIBAT BEBAN SIKLIK

DAKTILITAS KURVATUR PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TERKEKANG CINCIN BAJA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI...

STUDI KINERJA SENDI PLASTIS PADA GEDUNG DAKTAIL PARSIAL DENGAN ANALISIS BEBAN DORONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP

BAB I PENDAHULUAN. Keandalan Struktur Gedung Tinggi Tidak Beraturan Menggunakan Pushover Analysis


STUDI PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG TERHADAP KINERJA BATAS AKIBAT PENGARUH TINGGI BANGUNAN DAN DIMENSI KOLOM BERDASARKAN SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL PADA PENGGUNAAN SISTEM GANDA

EVALUASI KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SNI PADA STRUKTUR DENGAN GEMPA DOMINAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

Aplicability Metoda Desain Kapasitas pada Perancangan Struktur Dinding Geser Beton Bertulang

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PARAMETRIK PENGARUH VARIASI TINGKATAN BEBAN AKSIAL TERHADAP PERILAKU LENTUR DAN AKSIAL PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG DENGAN BEBAN SIKLIK

BAB VII. Dari hasil eksperimen dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

PERILAKU LENTUR BETON MUTU TINGGI YANG DIKEKANG DENGAN BAJA MUTU TINGGI

FAKTOR DAKTILITAS KURVATUR BALOK BETON BERTULANG MUTU NORMAL (PEMANFAATAN OPEN SOURCE RESPONSE2000)

BAB I PENDAHULUAN. adalah kolom. Kolom termasuk struktur utama yang bertujuan menyalurkan beban tekan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

Peraturan Gempa Indonesia SNI

STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER

Perilaku dan Kekuatan Sambungan Kolom pada Sistem Beton Pracetak

Transkripsi:

PERILAKU SAMBUNGANBALOK-KOLOM PRACETAK TIPE PLAT AKIBAT BEBAN BOLAK BALIK Muhammad Syarif 1, Herman Parung 2, Rudy Djamaluddin 3 dan Achmad Bakri 4 1 Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 081342200200, Email: syarifbp@hotmail.com 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan, Km. 10, Telp 0411-587636, Email:parungherman@yahoo.co.id 3 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 0411-587636, Email: rudy0011@hotmail.com 4 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 0411-587636, Email:achmad_muhiddin@yahoo.com Abstrak Teknologi beton pracetak ini tampil sebagai salah satu solusi untuk mendapatkan efesiensi yang tinggi, menggantikan sistem konversional. Efesiensi pada sistem pracetak ini tentu tidak berlaku umum dan tanpa kendala tergantung kasus yang dihadapi, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sistem ini efektif jika diterapkan pada jenis pekerjaan yang sifatnya massal dan berulang. Jadi sistem pracetak pada hubungan elemen struktur harus dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki perilaku yang dikehendaki. Konsep desain beton pracetak sudah banyak dilakukan dalam bentuk penelitian di beberapa negara dalam hal perilaku beton pracetakyang berhubungan dengan kemampuan struktur terhadap ketahanan gaya gempa. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mengamati perilaku, kestabilan struktur, dan model perilaku sambungan balok-kolom pracetak tipe plat akibat diberikan beban bolak balik. Penelitian ini direncanakan dengan analisa rangka pemikul momen beton bertulang pracetak untuk bangunan gedung, melakukan pengujian di laboratorium dan menganalisis data sehingga diperoleh daktalitas, disipasi energi, hysteresis loop, displacement controlled cycle. Hasil yag diharapkan adalah membuat suatu model sambungan balok-kolom pracetak tipe plat di daerah rawan gempa. Kata kunci : Joint Interior, sambungan plat, beban siklik PENDAHULUAN Teknologi beton pracetak ini tampil sebagai salah satu solusi untuk mendapatkan efesiensi yang tinggi, menggantikan sistem konversional. Efesiensi pada sistem pracetak ini tentu tidak berlaku umum dan tanpa kendala tergantung kasus yang dihadapi, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sistem ini efektif jika diterapkan pada jenis pekerjaan yang sifatnya massal dan berulang. Jadi sistem pracetak pada hubungan elemen struktur harus dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki perilaku yang dikehendaki. Konsep desain beton pracetak sudah banyak dilakukan dalam bentuk penelitian di beberapa negara dalam hal perilaku beton pracetakyang berhubungan dengan kemampuan struktur terhadap ketahanan gaya gempa. Dan pada umumnya beton pracetak direncanakan dengan menganggap struktur monolit yang dicor ditempat dimana metode ini biasa disebut sebagai pendekatan emulasi (Warnes, C. E., 1992). Sehingga filosofi tersebut diatas masih merupakan acuan dalam perencanaan bangunan tahan gempa untuk beton pracetak. Permasalahan utama pada beton pracetakadalah proses penyatuan elemen-elemen beton pracetak menjadi satu kesatuan struktur bangunan yang utuh. Proses penyatuan ini tidak hanya berfungsi sebagai penyalur beban akan tetapi secara efektif harus mampu mengintegrasikan gayagaya antar elemen tersebut, sehingga secara keseluruhan sambungan yang direncanakan harus mampu menerima beban gempa rencana, dapat memancarkan energi gempa dan kemampuan berdeformasi secara inelastis (Suherman, J. 2011). Perilaku sistem beton pracetak pada bangunan tahan gempa sangat bergantung pada kekuatan sambungannya. Kategori yang digunakan pada sambungan beton pracetak adalah sistem sambungan kuat (strong connection system) yaitu merupakan sambungan yang berperilaku elastis antar komponen pracetak pada saat terjadi gempa besar, walaupun terjadi kelelahan atau kehancuran diluar sambungan. Sedangkan pada sistem sambungan daktail (ductile connection 392 dari 430

system) dimana sambungan elastis antar komponen pracetak yang bisa mengalami deformasi inelastis. Sambungan daktail ini dapat mereduksi perpindahan sisa, akibat kerusakan drift dan mencegah deformasi enelastis(nehrp 2009). Pada prinsipnya suatu sambungan sistem pracetak harus diidentifikasi kekuatan dan daktilitasnya, sehingga diharapkan kegagalan suatu struktur tidak terjadi pada sambungan dan memenuhi kriteria perencanaan struktur tahan gempa. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis dan mengamati perilaku pola retak/kerusakan benda uji, hubungan beban dan perpindahan, dan disipasi energi akibat diberikan beban bolak-balik; 2. Menganalisis beam-column joint pada sambungan balok didaerah sendi plastis menggunakan plat baja; 3. Membuat hasil perbandingan eksperimental dan model analisis menggunakan program elemen hingga. LANDASAN TEORI Pada jointbalok-kolom yang digunakan untuk frame dapat diklasifikasikan dalam hal : konfigurasi geometri (joint eksterior dan interior), perilaku struktur (joint elastis dan inelastis), atau aspek detailing (detail joint non-kegempaan dan detail struktur kegempaan). Klasifikasi berdasarkan konfigurasi geometri :Perbedaan mendasar dalam mekanisme tulangan balok terletak pada joint eksterior dan interior. Klasifikasi berdasarkan perilaku struktur : berdasarkan perambatan retak didaerah joint dan mekanisme keruntuhan, sehingga joint dapat diklasifikasikan sebagai elastis dan inelastis. Klasifikasi berdasarkan aspek detail : peraturan bangunan tahan gempa berbagai negarasampai saat ini masih mempertahankan syarat daktalitas. Sehingga detail penulangan joint balok-kolom sangat tergantung dari penerapan pendetailan daktail, disamping kekuatan (strength), dan kelayakannya (serviceability). Berdasarkan aspek detail tersebut, maka joint dapat diklasifikasikan sebagai berikut. a). Detail struktur non-kegempaan : joint non-kegempaan atau joint non-daktail diharapkan tidak mengalami deformasi besar sebelum keruntuhan (failure). Seperti ilustrasi pada Gambar 2.a. yang menunjukkan detail dari joint balok-kolom struktur non-kegempaan (ATC40. 1996). b).detail struktur kegempaan : joint kegempaan atau joint daktail memiliki kemampuan berdeformasi besar tanpa mengalami kegagalan. Seperti ilustrasi pada Gambar 2.b. yang menunjukkan tipikal daktail jenis detail penulangan (IS 19320:1993 2002). Menurut ACI Committee 318 menyatakan bahwa joint balok-kolom terdiri dari tiga unsur, yaitu balok, kolom, dan inti joint yang umumnya dianggap sebagai bagian dari kolom. Masingmasing unsur tersebut dapat mengalami modus yang berbeda, seperti : keruntuhan lentur pada balok dan kolom, kegagalan geser pada balok dan kolom, keruntuhan gabungan geser inti, kegagalan torsi pada balok dan kolom, kegagalan ikatan tulangan, dan kombinasi berbagai modus tersebut. Desain gempa dari segi inti joint dalam batasan elastis dan pembentukan sendi plastis dasarnya akan terjadi pada balok, disebabkan perilaku daktail secara alami dan juga tidak menyebabkan pembentukan mekanisme secara global atau parsial.akan tetapi, ketika sendi plastis dikembangkan di muka kolom atau ujung balok berdekatan langsung dengan joint akan mengalami joint enelastis. Oleh sebab itu pembentukan sendi plastis idealnya tidak berdekatan dari muka joint. Hal ini tidak mungkin, kecuali dilakukan tindakan khusus untuk menjamin hal ini, dan menyebabkan sistem pracetak sulit dikembangkan dan tidak ekonomis Perilaku joint ditandai dengan suatu interaksi yang kompleks, mulai dari geser, lekatan (bond) dan mekanisme kekangan (confinement mechanisms) pada daerah yang cukup terbatas (Costa, JLD. 2003). Aksi kekuatan gempa yang paling besar terjadi pada tegangan geser inti, disebabkan pada saat momen berlawanan tanda pada ujung elemen inti joint kedua sisinya. a). Joint Eksterior : saat struktur dikenakan beban gempa lateral, akan terjadi gaya geser dominan yang dihasilkan dalam inti joint.b). Joint Interior :dalam kasus joint interior, bentangan balok melalui kolom. Untuk perhitungan gaya geser horizontal dalam inti joint, yang harus diperhatian adalah keseimbangan joint. 393 dari 430

Gambar 2. Perilaku Aspek Detail Balok-Kolom METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sambungan balok-kolom pracetak yang menggunakan sambungan plat akibat beban bolak balik dengan maksud untuk mengetahui perilaku, kestabilan struktur dan model perilaku joint interior. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diorganisasikan dalam tiga tahapan, sebagai berikut. Tahap pertama : pra-analisa. Tahap ini diawali dengan penyusunan proposal yang berguna untuk mengetahui state of the art dari penelitian yang dilakukan, serta studi pustaka untuk mendalami materi yang relevan dengan penelitian ini. Pada tahap ini dilakukan analisa teoritis terhadap komponen struktur yang akan diteliti. Analisa yang dilakukan utamanya untuk mengetahui perilaku, kestabilan struktur dan model sambungan balok-kolom pracetak tipe plat. Analisa teoritis ini akan menggunakan parameter-parameter yang relevan untuk memprediksi perilaku tersebut. Analisa awal (preliminary analysis) ini berguna untuk merencanakan penelitian secara detail serta memprediksi hasil yang akan diperoleh pada saat eksperimental nanti. Analisa awal ini bersifat sementara karena nantinya pada saat eksperimental akan timbul faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi asumsi pada saat awal, misalnya, ukuran penampang, bentuk sambungan, ketebalan sambungan plat, ukuran diameter baut, dan atau berubahnyamutu beton (mutu beton target tidak sama dengan mutu beton eksperimental) demikian juga dengan mutu bajanya. Tahap kedua : eksperimental laboratorium Tahapan ini meliputi desain sambungan plat (lihat Gambar 3), bentuk penataan benda uji (lihat Gambar 4), dan pola pembebanan (lihat Gambar 5). 394 dari 430

Gambar 3. Detail Sambungan Balok-Kolom Tipe Plat Gambar 4. Penataan Benda Uji 395 dari 430

Gambar 5. Pola Pembebanan Benda uji dikatakan berkinerja memuaskan bilamana semua kriteria berikut ini dipenuhi di kedua arah responnya(hawkins and Ghosh, 2000) (Nurjaman dkk. 2011): 1) Benda uji harus mencapai tahanan lateral minimum sebesar E n sebelum rasio simpangannya 2% melebihi nilai yang konsisten dengan batasan rasio simpangan yang diijinkan peraturan gempa yang berlaku, seperti ilustrasi pada Gambar 3.4. 2) Tahanan lateral maksimum E maksimum yang tercatat pada pengujian tidak bolehmelebihi nilai λe n, dimana λ adalah faktor kuat-lebih kolom uji yangdisyaratkan; 3) Untuk beban bolak balik pada level simpangan maksimum yang harus dicapaisebagai acuan untuk penerimaan hasil uji, dimana nilainya tidak boleh kurangdari 0,035, karakteristik siklus penuh ketiga pada level simpangan tersebutharus memenuhi, sebagai berikut : a) Gaya puncak pada arah beban yang diberikan tidak boleh kurang daripada 0,75 E maksimum pada arah beban yang sama (lihat Gambar 6.); Gambar 6. Kriteria Kekuatan b) Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada 1/8 seperti ilustrasi Gambar 7. dibawah ini; 396 dari 430

Gambar 7. Kriteria energi disipasi relatif c) Kekakuan sekan garis yang menghubungkan titik rasio simpangan 0,0035 ke rasio simpangan +0,0035 harus tidak kurang dari 0,05 kalikekakuan awal, seperti ilustrasi Gambar 8. dibawah ini. Gambar 8. Kriteria kekakuan Tahap ketiga : penulisan laporan Perilaku yang didapatkan dari hasil eksperimen akan dibandingkan dengan hasil analisa awal, kajian dan pembahasan terhadap hasil-hasil tersebut, selanjutnya akan ditarik kesimpulan serta saran-saran yang berguna untuk diterapkan, atau merekomendasikan hal-hal yang mungkin akan penting untuk diteliti selanjutnya. HASIL YANG DIHARAPKAN Hasil yang diharapkan pada pengujian balok-kolom menggunakan sambungan plat, sebagai berikut: Pengamatan pola retak Pengamatan pola retak bertujuan untuk mengetahui perkembangan retak yang terjadi pada benda uji secara kontinu dari awal sampai dengan akhir pembebanan pengujian. Pengamatan ini dilakukan dengan pembuatan sket pada benda uji. 397 dari 430

Displacement (mm) Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: 2459-9727 Hubungan beban dan perpindahan Pengujian beban bolak-balik, dilakukan dengan 2 metode, yaitu : metode load control dan metode displacement control. Load control adalah pengujian berdasarkan kontrol terhadap beban. Sedangkan displacement control adalah pengujian berdasarkan kontrol terhadap perpindahan (displacement). Beban lateral Gambar 9. Pengukuran Perpindahan Pada metode displacement control,pola pembebanan dimulai dari displacement terkecil secara bertahap sampai dengan displacement terbesar yang bisa dicapai.metode pengujian yang digunakan berdasarkan NEHRP 2009. Seperti ilustrasi Gambar 5. diatas. Pada tahap pembebanan awal diperoleh perkiraan besar lendutan yang mengakibatkan tulangan tarik mulai leleh δ 1, pada tingkat daktalitas 1, yaitu 1/0.75 dari rata-rata perpindahan lateral positif dan negatif yang dikukur pada puncak dua siklus pertama. Tahap berikutnya menerapkan tahap pembebanan tingkat daktalitas 2 dan 4 (masing-masing 2 siklus) dengan menggunakan acuan perpindahan pada pembebanan awal sebagai kontrol, sistem ini dinamakan sistem displacement control. Beban diberikan sebesar 75%P pada kondisi tekan sampai diperoleh lendutan tekan1, selanjutnya unloading sampai kondisi beban tarik diperoleh tarik1, hal ini dikerjakan sampai diperoleh tekan2 dan tarik2 pada siklus ke dua pembebanan, hingga masing-masing kondisi pembebanan diperoleh rata-rata Tahapan siklus dan interval ditambahkan berdasarkan keperluan. Siklus pengujian untuk sambungan balok kolom monolitdapat dilustrasikan pada Gambar 10. 200 150 100 50 0-50 -100-150 -200 Siklus Pembebanan Gambar 10. Pola Siklus Pembebanan Balok-Kolom Monolit 398 dari 430

Disipasi energi Disipasi energi adalah kemampuan suatu struktur untuk memancarkan energi melalui proses leleh didaerah sendi plastis. Proses leleh akan terjadi dengan baik apabila sendi plastis mempunyai sifat daktail sehingga deformasi yang cukup panjang dapat terbentuk sebelum keruntuhan. Besarnya disipasi energi akibat beban bolak balik adalah berupa luas daerah putaran histeristik (hysteristic loop) dari kurva hubungan beban dan perpindahan. Besarnya nilai disipasi energi tergantung dari kuat tekan beton, dimensi penampang balokkolom, rasio tulangan tarik dan tekan, dimensi tulangan geser, riwayat pembebanan, slip yang terjadi antara tulangan dan beton, dan kekuatan longitudinal yang tgelah mengalami pembebanan bolak balik sebelumnya. KESIMPULAN Dari hasil yang diharapkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi beton pracetak ini tampil sebagai salah satu solusi untuk mendapatkan efesiensi yang tinggi, menggantikan sistem konversional. Efesiensi pada sistem pracetak ini tentu tidak berlaku umum dan tanpa kendala tergantung kasus yang dihadapi, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sistem ini efektif jika diterapkan pada jenis pekerjaan yang sifatnya massal dan berulang. Jadi sistem pracetak pada hubungan elemen struktur harus dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki perilaku yang dikehendaki. Efisiensi struktur beton pracetak berpengaruh pada perilaku sistem penyambungan termasuk hubungan balok-kolom. Hubungan tersebut akan menyalurkan gaya yang dipikul suatu bagian struktur kebagian yang lain sehingga seluruh konstruksi akan memikul perlakuan gaya luar sesuai dengan perilaku elemen masing-masing. Maka konstruksi sambungan tersebut akan terjadi suatu perilaku yang cukup kompleks. Sehingga beton pracetak yang digabungkan bermacam tipe sambungan harus daktail terhadap beban lateral maupun vertikal dengan beton cor ditempat yang kontinuitas dan merupakan bagian dari struktur. DAFTAR RUJUKAN Suherman, J. (2011). Penggunaan Block Set Connection (BSC) pada Sambungan Elemen Beton Pracetak. Jurnal Teknologi dan Kejuruan. V.34. No.2. September. pp. 217-226. UNM. Malang. H.N. Nurjaman dkk. (2011). Standar Nasional Indonesia Tentang Metode Uji dan Kriteria Penerimaan Sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Pracetak Untuk Bangunan Gedung. Seminar Nasional. HAKI. Jakarta. NEHRP. (2009). Recommended Seismic Provisions for New Building and Other Structures.USA. ACI Committee 318. (2008). Building Code Requirements for Structural Concrete and Commentary. ACI, Detroit. Costa, JLD. (2003). Reinforced Concrete Under Large Seismic Action. Report BYG-DTUR-076. ISSN 87-7877-139-0. Technical University of Denmark. IS 19320:1993. (2002). Indian Standard Ductile Detailing of Reinforced Concrete Structures Subjected to Seismic Forces - Code of Practice. Bureau of Indian Standards. New Delhi. Hawkins, N.M., and Ghosh, S.K. (2000). Propesed revisions to 1997 NEHRP Recommended Provision for Seismic Regulation for Precast Concrete Structures Part 2 - Seismic Force Resisiting Systems. PCI Jornal. pp. 36-44. ATC40. (1996). Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings. Report November No. 96-01 SSC. Applied Technology Council. California Seismic Safety Commission. California Warnes, C. E., (1992). Precast Concrete Connection Details for All Seismic Zones. Concrete International, V. 14. No. 11, Nov., pp. 36-44. 399 dari 430