BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori agensi dapat digunakan untuk memahami hubungan antara pihak manajemen dengan pemilik perusahaan. Teori ini berkata bahwa terdapat pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan cenderung menimbulkan konflik keagenan dimana terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (investor) dengan pengelola perusahaan (manajemen). Konflik kepentingan yang disebabkan oleh kemungkinan agen tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal dapat mendorong timbulnya agency cost (Prena, 2012). Teori agensi menjelaskan timbulnya keinginan pihak manajemen untuk memanipulasi laba. Karena sebagai pengelola perusahaan, manajer (agent) bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan memberikan keuntungan kepada para pemilik perusahaan (principal) secara optimal, kemudian sebagai imbalannya pihak manajer akan memperoleh bonus dari prinsipal sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Oleh karena itu terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana kedua belah pihak ingin mencapai suatu tujuan yang menguntungkan dirinya, sehingga membuat pihak manajemen ingin melakukan manipulasi laba untuk mendapatkan bonus yang telah dijanjikan.
9 Laporan keuangan adalah media yang digunakan antara manajemen dengan pemilik untuk berkomunikasi. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya digunakan pemilik untuk menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta sebagai dasar memberikan kompensasi kepada agen. Manajer sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka, sehingga memungkinkan agen untuk tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik pemilik dan melakukan manipulasi laporan keuangan (Ferdawati, 2010) Dalam hubungan keagenan antara pemilik perusahaan dengan manajer perusahaan memungkinkan manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan laba. Dikarenakan manajer ingin mendapatkan bonus dari pihak pemilik perusahaan dihitung dari laba yang diperoleh perusahaan. Alasan lainnya untuk menunjukkan kinerja yang baik, sehingga dapat memikat investor dan kreditur untuk memberikan dana ke perusahaannya dan meyakinkan mereka bahwa perusahaan dapat menutup hutang-hutangnya dengan laba yang diperoleh dan mengurangi resiko utang tidak dibayar. Berdasarkan teori agensi inilah, penerapan good corporate governance diperlukan didalam perusahaan untuk mengurangi agency cost dan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
10 2.1.2 Teori Signalling Menurut Nugroho dan Mutmainah (2012) teori signalling menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi yang mana perusahaan lebih banyak mengetahui informasi dan prospek perusahaan ke depan daripada pihak luar perusahaan (investor dan kreditor). Adanya asimetri informasi inilah yang menyebabkan investor dan kreditor enggan untuk menginvestasikan dananya ke perusahaan dan menjadikan kinerja perusahaan menurun. Perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya dengan mengurangi asimetri informasi tersebut, sehingga investor dan kreditor tertarik untuk menginvestasikan dananya karena dianggap telah mengetahui perusahaan seutuhnya melalui laporan keuangan. Menurut Wulan (2013) jenis-jenis asimetri informasi ada dua, yaitu: 1. Adverse Selection Informasi yang diperoleh antara satu pihak dan lainnya berbeda ketika akan atau melangsungkan suatu transaksi bisnis. Adverse selection muncul ketika manajer lebih mengetahui semua tentang perusahaan daripada investor. 2. Moral Hazard Jenis informasi yang muncul akibat satu pihak dapat mengamati pihak lain, tetapi pihak lain tidak dapat mengamatinya. Moral hazard muncul karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang merupakan karakter sebagian besar entitas bisnis besar.
11 Teori signalling berfokus kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis lainnya karena informasi perusahaan yang dikeluarkan menyajikan keterangan, catatan atau gambaran perusahaan baik untuk keadaan masa lalu, saat ini, maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar (Putra, 2013). Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Semua investor memerlukan informasi untuk mengambil keputusan bagi setiap perusahaan sehingga dapat menanamkan modalnya dengan risiko yang ditanggung pihak investor
12 sendiri. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. Berdasarkan teori signalling maka investor dan kreditor menginginkan pengungkapan oleh perusahaan seluas-luasnya untuk mengurangi asimetri informasi. Sehingga hadirnya good corporate governance diharapkan mampu untuk membuat perusahaan memberikan informasi kepada investor dan kreditor secara transparan, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. 2.2 Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi atau perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya (Putra, 2013). Perusahaan sebagai bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan berbanding lurus pada kinerja perusahaan selama periode berjalan. Apabila kinerja perusahaan baik, kemungkinan tujuan perusahaan tercapai semakin besar. Kinerja suatu perusahaan dapat diukur agar bisa dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal. Kinerja perusahaan merupakan gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan
13 prestasi kerja pada masa lalu ataupun kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat menganalisis kinerjanya selama satu periode demi memenuhi kewajibannya terhadap para investor dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Wulandari (2006) menegaskan bahwa kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam pengukurannya, karena sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran dengan menggunakan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif. Sehingga ukuran kinerja yang cocok dan layak tergantung pada keadaan unik yang dihadapi oleh peneliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan return on assets (ROA) yang mewakili rasio profitabilitas, cash ratio (rasio kas) yang mewakili rasio likuiditas, dan debt to asset ratio yang mewakili rasio solvabilitas untuk mengukur kinerja perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat menghasilkan laba dari tingkat asset tertentu yang dimiliki perusahaan (Hanafi dan Halim, 2007). Semakin tinggi laba yang dihasilkan oleh perusahaan maka semakin tinggi ROA yang berarti semakin tinggi juga kinerja perusahaan tersebut. ROA juga sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan seperti yang dilakukan dalam penelitian Jumandani (2012), Doni (2011),
14 dan Iskandarsyah (2010). Oleh karena itu peneliti menggunakan ROA sebagai salah satu alat analisis yang menggambarkan kinerja keuangan perusahaan. Maka dalam penelitian ini diharapkan bahwa dengan semakin tingginya tingkat transparansi, kepemilikan institutional, kepemilikan manajerial dan komisaris independen semakin tinggi pula ROA. Rasio kas merupakan salah satu rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan uang kas dan setara kas perusahaan yang tersedia untuk membayar kewajiban jangka pendeknya (Iskandarsyah, 2010). Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi rasio kas maka semakin tinggi juga kemampuan perusahaan untuk melunasi semua kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan kas perusahaan. Rasio kas juga sering digunakan dalam menilai kinerja perusahaan melalui kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya. Seperti yang dilakukan dalam penelitian Afriyeni (2008), Maith (2013), dan Kaunang (2013). Oleh karena itu peneliti menggunakan rasio kas untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Maka dalam penelitian ini diharapkan bahwa dengan semakin tingginya tingkat transparansi, kepemilikan institutional, kepemilikan manajerial dan komisaris independen semakin tinggi pula rasio kas. Debt to assets ratio adalah salah satu dari rasio solvabilitas. Menurut Syamsuddin (2006) Debt to Assets Ratio (DAR) digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Debt to assets ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan aktiva perusahaan dengan menggunakan
15 hutang. Maka dapat diartikan bahwa apabila debt to asset ratio tinggi, maka hampir semua asset yang dimiliki perusahaan dibiayai oleh utang perusahaan, sebaliknya bila debt to asset ratio rendah maka aktiva perusaahaan yang dibiayai oleh utang semakin rendah. DAR yang baik adalah perusaahaan yang memiliki DAR yang rendah, sebab nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari resiko berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya dikarenakan rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi. Peneliti yang menggunakan debt to asset ratio sebagai gambaran dalam menilai kinerja keuangan adalah Orniati (2009) dan Nugroho (2010). Maka dalam penelitian ini diharapkan bahwa dengan semakin tingginya tingkat transparansi, kepemilikan institutional, kepemilikan manajerial dan komisaris independen maka semakin rendah debt to asset ratio. 2.3 Corporate Governance 2.3.1 Pengertian Corporate Governance Isu corporate governance muncul ketika terjadi permasalahan yaitu pemisahan antara pihak manager sebagai pengelola perusahaan dengan pihak pemilik perusahaan yang disebut dengan agency theory. Permasalahan ini berhubungan dengan kepercayaan kepada pengelola perusahaan untuk memastikan bahwa dana yang mereka tanam ke perusahaan tidak dipergunakan oleh pengelola perusahaan dengan sia-sia atau bahkan untuk kepentingan manager sendiri. Sehingga perusahaan mengalami kerugian yang tidak diketahui oleh pemilik perusahaan. Oleh karena itu corporate governance pun muncul untuk mengurangi permasalahan ini. Kemudian dalam signalling theory,
16 GCG juga membantu memberikan sinyal-sinyal kepada para investor dan kreditor tentang prospek perusahaan dan kinerjanya selama satu periode, serta untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi. Corporate governance adalah sistem pengawasan dan keseimbangan baik internal maupun eksternal kepada perusahaan, yang menjamin bahwa perusahaan akan melaksanakan kewajibannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) dan bertindak dengan tanggung jawab sosial dalam segala bidang dari bisnis perusahaan yang bersangkutan (Riyanto, 2011). Jadi, good corporate governance adalah pengelolaan perusahaan yang baik guna mengurangi permasalahan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan untuk menciptakan perusahaan yang going concern, serta memberikan informasi yang akurat kepada para shareholders. 2.3.2 Tujuan Corporate Governance Tujuan GCG secara umum adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, yang secara tegas oleh global corporate governance adalah menjadi sebuah isu penting dunia. Organisasi mempunyai peran kunci untuk bermain dalam peningkatan pengembangan ekonomi sosial. Good governance adalah mesinnya pertumbuhan global, pertanggungjawaban penyedia kerja, pelayanan publik dan privat, pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini, efisiensi akan pertanggungjawaban organisasi tidak peduli apakah organisasi publik atau privat. Good corporate governance telah menjadi agenda pokok internasional (Utami, 2011).
17 The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mengungkapkan tujuan dari good corporate governance: a. Meraih kembali kepercayaan investor dan kreditor nasional serta internasional. b. Memenuhi tuntutan standar global. c. Meminimalkan biaya kerugian dan biaya pencegahan atas penyalahgunaan wewenang pengelolaan. d. Meminimalkan cost of capital dengan menekan resiko yang dihadapi kreditur. e. Meningkatkan nilai saham perusahaan. f. Mengangkat citra perusahaan di mata publik. 2.3.3 Prinsip Corporate Governance Beberapa prinsip good corporate governance yang perlu diperhatikan menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah sebagai berikut: 1. Keterbukaan (Transparency), yaitu perusahaan harus menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, serta menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Hal-hal tersebut meliputi: a. Pengungkapan informasi yang bersifat penting b. Informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan pembukuan yang berkualitas c. Penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu dan efisien.
18 Transparansi dalam penelitian ini diproksikan oleh voluntary disclosure. Voluntary disclosure adalah pengungkapan sukarela oleh perusahaan didalam laporan keuangan agar para investor dan kreditor dapat mengetahui tentang perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk mengambil keputusan. Voluntary disclosure diukur dengan indeks pengungkapan corporate governance pada laporan tahunan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan instrumen modifikasi yang digunakan oleh Rini (2010), Aripika (2013), serta Bhuiyan dan Biswas (2007). Instrumen ini terdiri dari 11 point item. Kemudian 11 point item ini dibagi menjadi 59 item pengungkapan yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar perusahaan memberikan informasi perusahaannya secara sukarela. Kemudian dari ke 59 item ini ditentukan skor 1 jika diungkapkan dan 0 jika tidak diungkapkan. Berikut daftar item voluntary disclosure untuk mengukur tingkat transparansi perusahaan: Tabel 2.1 Item Voluntary Disclosure PRINSIP TRANSPARANSI (TRANSPARENCY) Informasi Perusahaan 1 Visi perusahaan 2 Misi perusahaan 3 Nilai-nilai perusahaan 4 Kepemilikan saham oleh anggota dewan komisaris dan direksi beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya Pemegang Saham 5 Uraian mengenai hak pemegang saham 6 Pernyataan mengenai jaminan perlindungan hak atas pemegang saham; perlakuan yang setara terhadap semua pemegang saham 7 Tanggal pelaksanaan RUPS 8 Hasil RUPS
19 Dewan Komisaris 9 Nama anggota dan status setiap anggota (komisaris independen atau bukan komisaris independen) 10 Latar belakang pendidikan dan karir dewan komisaris 11 Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assestment) atas kinerja para anggota 12 Mekanisme pengambilan keputusan 13 Program pelatihan dewan komisaris Dewan Direksi 14 Nama-nama anggota direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing 15 Latar belakang pendidikan dan karir dewan direksi 16 Mekanisme pengambilan keputusan 17 Mekanisme pendelegasian wewenang 18 Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota direksi PRINSIP AKUNTABILITAS (ACCOUNTABILITY) Komite manajemen resiko 19 Nama dan jabatan anggota komite manajemen resiko 20 Riwayat hidup singkat setiap anggota komite manajemen resiko 21 Uraian tugas dan tanggung jawab 22 Jumlah pertemuan yang dilakukan komite 23 Jumlah kehadiran setiap anggota dalam rapat 24 Laporan singkat pelaksanaan kegiatan komite 25 Independensi anggota komite Komite lain yang dimiliki perusahaan 26 Nama dan jabatan anggota komite 27 Riwayat hidup singkat setiap anggota komite 28 Uraian tugas dan tanggung jawab 29 Jumlah pertemuan yang dilakukan komite 30 Jumlah kehadiran yang dilakukan komite 31 Laporan singkat pelaksanaan kegiatan komite 32 Independensi anggota komite Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal 33 Informasi mengenai keberadaan SPI (Satuan Pengawas Internal) 34 Profil anggota SPI 35 Jabatan masing-masing anggota SPI 36 Uraian mengenai tugas dan tanggungjawab SPI 37 Uraian mengenai aktivitas SPI selama setahun
20 38 Penjelasan mengenai audit internal perusaahaan PRINSIP RESPONSIBILITAS (RESPONSIBILITY) Pernyataan penerapan Good Corporate Governance (GCG) 39 Keberadaan prinsip-prinsip GCG 40 Keberadaan pedoman pelaksanaan GCG (manual GCG) dalam perusahaan 41 Kepatuhan terhadap pedoman GCG 42 Keberadaan Board Manual (Panduan bagi komisaris dan direksi dalam melaksanakan tugas) 43 Struktur tata kelola perusahaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 44 Uraian mengenai jaminan terciptanya lingkungan kerja yang kondusif 45 Bantuan korban bencana alam dan sosial lainnya 46 Komitmen perusahaan terhadap pelestarian lingkungan 47 Program pelestarian lingkungan yang dilakukan perusahaan PRINSIP INDEPENDENSI (INDEPENDENCY) Etika perusahaan 48 Keberadaan pedoman perilaku (code of conduct) 49 Isi code of conduct 50 Penyebaran code of conduct kepada karyawan dan upaya penegakannya 51 Pernyataan mengenai budaya perusahaan (corporate culture) yang dimiliki perusahaan 52 Uraian mengenai etika bisnis dalam perusahaan 53 Uraian mengenai kepatuhan terhadap peraturan perundangan peraturan pasar modal 54 Uraian mengenai transaksi dengan pihak yang memiliki benturan kepentingan PRINSIP KEWAJARAN DAN KESETARAAN (FAIRNESS) 55 Uraian mengenai persamaan kesempatan kepada seluruh pemangku kepentingan 56 Uraian mengenai perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan 57 Uraian mengenai pelaksanaan tuas pemangku kepentingan secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik Akses informasi dan data penting perusahaan 58 Uraian mengenai tersedianya akses informasi dan data perusahaan kepada publik 59 Daftar penyebaran informasi kepada publik
21 2. Akuntabilitas (Accountability), perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Dalam akuntabilitas meliputi hal-hal berikut: a. Anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham b. Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen c. adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu. 3. Responsibilitas (Responsibility), perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Hal-hal tersebut meliputi: a. Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan b. Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka c. Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang berkepentingan d. Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan. 4. Independensi (Independency), perusahaan harus dikelola secara independen, sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independensi meliputi: a. Menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
22 b. Mengambil keputusan harus objektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun. 5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness), dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Kewajaran dan kesetaraan tersebut meliputi: a. Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham b. Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham. 2.3.4 Mekanisme Good Corporate Governance Perilaku manajer yang melakukan manajemen laba dapat diminimalisir dengan menerapkan mekanisme good corporate governance. Good corporate governance adalah serangkaian mekanisme yang digunakan untuk membatasi timbulnya masalah asimetri informasi yang dapat mendorong terjadinya manajemen laba dan berdasarkan prinsip-prinsip good corporate governance (Desmiyanti, 2010). Mekanisme good corporate governance yang dipakai dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komisaris independen. Kepemilikan institusional dan kepemilikan yang besar diyakini dapat membatasi perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba sehingga laporan keuangan perusahaan yang dikeluarkan perusahaan adalah informasi yang lengkap, relevan, dan akurat. Kepemilikan manajerial juga diyakini berpengaruh terhadap kinerja manajemen, sebab dengan adanya kepemilikan dari pihak manajemen membuat manajemen bekerja demi kepentingan perusahaan yang mana adalah perusahaan
23 miliknya juga. Sehingga kepemilikan manajerial dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antara agen dan prinsipal, serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Komisaris independen dalam suatu perusahaan juga terbukti efektif dalam menengahi konflik kepentingan antar pemangku kepentingan dan meningkatkan kinerja perusahaan, karena keberadaan komisaris independen bertujuan untuk mengawasi jalannya kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. 1. Kepemilikan Institusional Kepemilikan Institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian dan institusi lainnya pada akhir tahun (Erida, 2011). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah kepemilikan institusional. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta
24 dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Sabrina, 2010). Hal ini disebabkan karena jika tingkat kepemilikan manajeral tinggi, dapat berdampak buruk terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki memiliki posisi yang kuat untuk melakukan suatu kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan para manajer tersebut. 2. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sabrina, 2010). Struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu instrumen atau alat yang digunakan untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim terhadap sebuat perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara agen dengan prinsipal melalui pengungkapan informasi didalam perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah yang ada di perusahaan. Dengan meningkatnya kepemilikan manajerial maka manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga
25 dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan serta memenuhi keinginan dari para pemegang saham. Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan, karena manajemen akan ikut merasakan manfaat secara langsung dari keputusan yang diambil. Selain itu manajemen juga ikut menanggung kerugian apabila keputusan yang diambil oleh mereka salah. 3. Komisaris independen Komisaris luar (komisaris independen) adalah anggota dewan komisaris yang bukan merupakan pegawai atau orang yang berurusan langsung dengan organisasi tersebut, dan tidak mewakili pemegang saham. Sebagai contoh adalah seorang komisaris yang diangkat yang sedang atau pernah menjabat posisi presiden sebuah perusahaan dari sektor industri yang berbeda. Komisaris luar diangkat karena pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi tersebut. Mereka bisa mengawasi komisaris dalam dan mengawasi bagaimana organisasi tersebut dijalankan. Komisaris luar biasanya berguna dalam melerai sengketa antara komisaris dalam, atau antara pemegang saham dan dewan komisaris. Komisaris luar dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflict of interest. Di sisi lain, komisaris luar mungkin kekurangan pengalaman dalam menangani masalah spesifik yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
26 2.4 Penelitian terdahulu Ada banyak penelitian terdahulu tentang good corporate governance, serta masih beragamnya hasil penelitian membuat peneliti tertarik untuk mengujinya kembali. Berikut adalah ringkasan penelitian terdahulu: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Peneliti Judul Variabel Hasil 1. Palinda Sari (2011) Pengaruh Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Tekstil Dan Perusahaan Sejenis ROI, Current Ratio, Debt equity ratio, disclosure index Transparansi yang diproksikan oleh pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROI 2. Dini Nuraeni (2010) Pengaruh Stuktur Kepemilikan Saham Terhadap Kinerja Perusahaan Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, kepemilikan asing Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan namun kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA 3. Zahriyyatul Humairah (2014) Pengaruh Kepemillikan Manajerial Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan Kepemilikan manajerial dan corporate social responsibility Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROE
27 4. Ardian Ganang riyanto (2011) Analisis pengaruh mekanisme good corporate governance dan privatisasi terhadap kinerja keuangan Board size, komisaris independen, komite audit, ukuran perusahaan Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan BUMN yang diukur menggunakan NPM 5. Yenny Widya Hastuti (2011) Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Secara Internal Dan Eksternal Terhadap Kinerja Keuangan Komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kualitas audit. Kepemilikan institusional berpengaruh positif, namun variabel lain berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan dengan menggunakan CFROA 6. Devi Shinta Prahesti dan Nyoman Abundanti (2015) Pengaruh Risiko Kredit, Struktur Kepemilikan Dan Dewan Komisaris Independen Terhadap Kinerja Keuangan Pada Industri Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Non performing loan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komisaris independen, Komisaris independen berpengaruh positif, sedangkan variabel lain tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang menggunakan ROA 7. Lisa Novi Irmasari (2013) Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Bank Umum Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Komisaris Independen, dewan direksi, komite audit, frekeuensi rapat dewan direksi Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pada bank yang diukur menggunakan CFROA 8. Gifson Marnasiptua Gultom (2014) Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan Nasional. Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen Komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan yang diukur menggunakan ROA.
28 2.5 Kerangka Pemikiran Teori yang mendukung dalam penelitian ini adalah agency theory dan signalling theory. Dalam hubungan keagenan antara pemilik dan manajemen perusahaan, GCG menuntut pihak manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi perusahaan dengan transparan sesuai dengan salah satu prinsip good corporate governance yaitu transparansi. Penerapan GCG juga dapat meminimalisir prilaku curang dari pihak manajemen sehingga dapat mengurangi agency cost dan meningkatkan kinerja perusahaan. Kemudian penelitian ini juga didukung oleh signalling theory, sebab pemberian sinyal dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak luar perusahaan. Perusahaan memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka telah mengelola perusahaan dan juga memberi signal kepada investor dan kreditor tentang gambaran perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang melalui laporan keuangan. Dengan berkurangnya asimetri informasi maka akan mengundang investor dan kreditor untuk menginvestasikan dananya dan meningkatkan kinerja perusahaan. Penerapan good corporate governance dirasa mampu memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan khususnya dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak luar dan mengurangi tindakan manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan (Paramita, 2014).
29 Ke empat variabel independen ini diambil berdasarkan prinsip-prinsip yang dimiliki oleh good corporate governance, yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, serta Kewajaran dan Kesetaraan. Dalam prinsip good corporate governance terdapat transparansi yang menuntut perusahaan untuk transparan kepada investor dan kreditor sehingga dapat menciptakan tata kelola yang baik untuk perusahaan dan mengundang investor untuk menanamkan dananya. Oleh karena itu salah satu variabel dari penelitian ini adalah transparansi. Kemudian perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, maka dalam penelitian ini penulis mengambil variabel kepemilikan manajerial. Dengan adanya kepemilikan manajerial, maka pihak manajemen akan merasa bahwa perusahaan itu adalah perusahaannya sendiri, sehingga pihak manajemen akan mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar kepada investor luar serta kepada dirinya sendiri yang merupakan salah satu dari pemilik perusahaan tersebut. Maka kepemilikan manajerial mendukung prinsip akuntabilitas dalam good corporate governance. Untuk variabel kepemilikan institusional diambil karena mendukung prinsip independensi, sebab kepemilikan yang dimiliki oleh institusi lain membuat mereka bersikap independen untuk kemajuan perusahaan tersebut dan dapat mengambil keputusan demi kepentingan perusahaan tersebut, serta dapat mengurangi adanya konflik kepentingan antara agent dan principal.
30 Kemudian variabel komisaris independen diambil karena mendukung prinsip good corporate governance yaitu responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Komisaris independen bertugas untuk mengawasi apakah manajer perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Maka komisaris independen mendukung prinsip responsibilitas dalam good corporate governance. Kemudian komisaris independen juga mengawasi agar masing-masing organ perusahaan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain, tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest), dapat mengambil keputusan yang objektif, serta bebas dari segala tekanan dari pihak manapun. Oleh karena itu komisaris independen dalam penelitian ini mendukung juga prinsip independensi dalam good corporate governance. Lalu komisaris independen juga dianggap mampu menengahi apabila terjadi konflik antara agen dan prinsipal, dikarenakan komisaris independen bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflic of interest. Oleh karena itu komisaris independen juga mendukung prinsip kewajaran dan kesetaraan dalam good corporate governance karena dapat memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Dalam penelitian ini juga menggunakan tiga rasio dalam memproksikan kinerja keuangan, yaitu return on asset, debt to asset ratio, dan cash ratio sebagai gambaran dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Sebab pengukuran kinerja keuangan bermacam-macam dan suatu perusahaan memiliki kelebihan dan
31 kekurangan di bidang tertentu. Sehingga dengan menggunakan tiga rasio sudah cukup dalam menggambarkan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah transparansi, kepemilikan institutional, kepemilikan manajerial, dan komisaris independen berpengaruh kepada kinerja keuangan yang menggunakan tiga proksi yaitu rasio profitabilitas, solvabilitas, dan likuiditas. Sehingga dapat diketahui apakah good corporate governance berpengaruh kepada kinerja keuangan yang diukur melalui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari perputaran aset perusahaan melalui ROA, kemudian kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya dengan menggunakan kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan melalui cash ratio, serta kemampuan perusahaan mendapatkan assetnya dengan menggunakan hutang atau tidak melalui debt to asset ratio. Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka pengaruh good corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan dapat digambarkan dalam kerangka untuk mempermudah pemahaman konsep sebagai berikut: Gambar 2.1. Model Kerangka Pikir X1= Transparansi X2= Kepemilikan institusional X3= Kepemilikan manajerial Y1= ROA Y2= Cash Ratio Y3= Debt to Asset Ratio X4= Komisaris Independen
32 Dari gambar kerangka teori diatas, dijelaskan bahwa Transparansi, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komisaris independen sebagai variabel independen dapat mempengaruhi kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA, cash ratio dan debt to asset ratio sebagai variabel dependen. Penelitian ini untuk mengetahui apakah ke empat variabel tersebut dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang mampu menerapkan good corporate governance dengan baik diharapkan mampu mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang positif. 2.6 Pengembangan Hipotesis 2.6.1 Pengaruh Transparansi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Transparansi merupakan salah satu prinsip yang terdapat dalam good corporate governance yang menyampaikan informasi keuangannya kepada publik. Pengungkapan sukarela yang lebih luas akan meningkatkan kredibilitas perusahaan. Pengungkapan yang sukarela dapat membantu investor dalam memahami strategi bisnis perusahaan sehingga bisa meningkatkan kinerja perusahaan (Nuswandari, 2009). Laporan keuangan merupakan media yang tepat untuk menyampaikan corporate disclosure. Sesuai dengan undang-undang pasar modal yaitu dalam meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan terhadap pemodal, setiap perusahaan yang menawarkan efeknya melalui pasar modal (emiten) wajib mengungkapkan seluruh informasi mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan, aspek hukum, manajemen dan harta kekayaan perusahaan terhadap masyarakat. Perusahaan yang
33 mengungkapkan informasi lebih banyak kepada pihak luar diduga memiliki kinerja perusahaan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011), Hidayah (2008), dan Hastuti (2005) yang mana transparansi perusahaan mempengaruhi kinerja keuangan. Hal ini dapat dimengerti mengingat teori signalling dimana investor lebih tertarik pada perusahaan yang memberikan sinyal kepada pihak luar dan kecilnya tingkat asimetri informasi yang diberikan perusahaan sehingga perusahaan memberikan informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu. Berdasarkan teori dari penelitian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha1 : Transparansi berpengaruh positif terhadap ROA Ha2 : Transparansi berpengaruh positif terhadap cash ratio Ha3 : Transparansi berpengaruh negatif terhadap debt to asset ratio 2.6.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Menurut Sabrina (2010) konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan dapat berdampak pada pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan. Hal ini dapat diminalisir dengan adanya pengawasan terhadap perusahaan tidak hanya terbatas dilakukan oleh pihak dalam perusahaan, namun juga dapat dilakukan dari pihak eksternal perusahaan yaitu dengan cara mengaktifkan
34 pengawasan melalui investor institusional. Sehingga investor institusional ini dapat menentang kebijakan manajemen apabila tidak selaras dengan kepentingan investor lainnya dengan menggunakan hak suara dari kepemilikan investor institusionalnya. Tentu saja ini dapat mengurangi agency cost dan meningkatkan kinerja perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan efek, perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun dan kepemilikan institusi lain akan mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat. Penjelasan diatas didukung oleh penelitian yang dilakukan Nuraeni (2010) dan Wulandari (2006) dimana kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Namun hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan Prahesti dan Abundanti (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: Ha4 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap ROA Ha5 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap cash ratio Ha6 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap debt to asset ratio
35 2.6.3 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Dalam Sabrina (2010) kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka manajemen akan cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Dengan meningkatkan kepemilikan saham manajerial akan membuat manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai arti penting dalam struktur kepemilikan perusahaan. Menurut Hardiyanti (2012), salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan insider ownership, yaitu memberikan kepemilikan saham perusahaan kepada manajemen untuk mensejajarkannya menjadi pemilik perusahaan. Sehingga manajemen termotivasi dan bertanggung jawab untuk bekerja sesuai dengan keinginan prinsipal. Dalam penelitian Nuraeni (2010) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Peneliti lain juga mendapatkan hasil yang sama bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan dalam Humairah (2014) dan Hastuti (2011). Mereka berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia masih kurang sadar akan pentingnya
36 kepemilikan manajerial sehingga masih sedikit perusahaan-perusahaan yang menerapkan kepemilikan manajerial didalam perusahaannya untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis ingin mengetahui apakah sekarang perusahaan-perusahaan yang menerapkan kepemilikan manajerial didalam perusahaannya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dan mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ha7 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap ROA Ha8 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap cash ratio Ha9 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap debt to asset ratio 2.6.4 Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Menurut Sekaredi (2011), apabila jumlah komisaris independen semakin besar atau dominan hal ini dapat memberikan power kepada dewan komisaris untuk menekan manajemen untuk meningkatkan kualitas perusahaan. Dengan kata lain, komposisi dewan komisaris independen yang semakin besar dapat mendorong dewan komisaris untuk bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh stakeholders perusahaan. Penelitian yang mendukung teori diatas adalah penelitian yang dilakukan oleh Prahesti dan Abundanti (2015) serta Wulandari (2006) menyatakan bahwa komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan
37 komisaris yang berasal dari luar perusahaan dapat mempengaruhi kinerja. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan semakin rendahnya tingkat kecurangan yang mungkin dilakukan manajemen. Namun, hasil berbeda ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Irmasari (2013). Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang beragam diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ha10 Ha11 Ha12 : Komisaris independen berpengaruh positif terhadap ROA : Komisaris independen berpengaruh positif terhadap cash ratio : Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap debt to asset ratio