BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

Optimalisasi Penciuman Gas Formalin dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Pada Empat Buah Sensor

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB 1 PENDAHULUAN. ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

Kuesioner Penelitian

identifikasi BORAKS PADA BAKSO BERMEREK YANG DIJUAL DI PASAR SWALAYAN KOTA KLATEN TAHUN 2006 TitinImaningsih Sri Handayani

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

BAB 2 DATA & ANALISA

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

INTISARI ANALISIS KUALITATIF FORMALIN DALAM TAHU MENTAH DI PASAR ANTASARI KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KANDUNGAN FORMALIN PADA BEBERAPA BAHAN MAKANAN YANG BEREDAR DI PASAR RAYA PADANG DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kehidupannya. Makanan

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

KAJIAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO TUSUK YANG DI JUAL DI SD NEGERI WILAYAH KECAMATAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

KAJIAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO TUSUK YANG DI JUAL DI SD NEGERI WILAYAH KECAMATAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Dra.Ida Marlinda Loenggana, Apt Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

MENGENAL BAHAYA FORMALIN, BORAK DAN PEWARNA BERBAHAYA DALAM MAKANAN

I. PENDAHULUAN. Keamanan produk perikanan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN DALAM PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, keamanan

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

Motto: SAFE FOOD FOR ALL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

MODUL 4 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. melindungi tubuh dari penyakit (Notoatmodjo, 2003). Sebagai penduduk. untuk makan makanan yang halal dan thayyiban.

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting bagi umat manusia. Pangan juga tak lepas dari kaitannya sebagai

BAB. III METODOLOGI A. TAHAPAN KAJIAN tahun sebelumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang penulis lakukan maka

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Aktivitas penyelenggaraan kehidupan ada yang bermotif ekonomi dan ada yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit oriented atau motif ekonomi. Salah satu contoh tindakan motif ekonomi dalam menawarkan barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari adalah menggunakan suatu bahan yang dilarang dan mengganggu kesehatan manusia seperti boraks dan formalin. Dimana dengan penggunaan bahan-bahan ini pelaku bisnis akan mendapatkan keuntungan yang besar. Bahan kimia ini digunakan untuk membuat makanan menjadi lebih menarik, enak, gurih dan tahan lama, namun penyalahgunaan bahan kimia yang tidak sesuai dengan peruntukannya tidak boleh digunakan karena dapat berakibat fatal bagi kesehatan manusia. Bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam makanan adalah : Formalin, Boraks, Rhodamin B, dan Methanil yellow. Bahan berbahaya yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah Formalin dan Boraks. Formalin digunakan sebagai pengawet mayat, banyak juga digunakan dalam berbagai produk makanan sebagai bahan pengawet. Sedangkan Boraks yang digunakan sebagai pengawet kayu, antiseptik kayu saat ini sering digunakan dalam makanan sebagai bahan pengenyal

,menambah kerenyahan makanan, serta memperbaiki tekstur makanan (Winarno,2007). Hasil penelitian dari Hikmawati tentang Studi Kandungan Boraks pada makanan yang beredar di kota Medan tahun 2010, diperoleh hasil : 1. Sampel bakso, dari 12 sampel diperoleh 100% positif mengandung boraks. 2. Sampel mie, dari 30 sampel mie, diperoleh 84% positif mengandung boraks. 3. Sampel lontong, diperoleh dari 9 (sembilan) sampel diperoleh 11,1 % positif mengandung boraks. Menyikapi banyaknya penyalahgunaan bahan berbahaya ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) selaku instansi yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan makanan yang beredar di pasaran, melakukan sampling terhadap berbagai jenis makanan yang diduga mengandung formalin dan boraks. Pengambilan sampling dilakukan secara serial dan serentak di beberapa kota di Indonesia. Produk makanan yang diuji adalah mie basah, tahu, dan ikan basah. Berdasarkan hasil uji laboratorium diperoleh temuan sebagai berikut : 1. Sampel mie basah, dari 213 jumlah sampel ditemukan 76 sampel memenuhi syarat dan 137 sampel tidak memenuhi syarat. 2. Sampel tahu, dari 290 jumlah sampel ditemukan 193 sampel memenuhi syarat dan 97 sampel tidak memenuhi syarat.

3. Sampel ikan basah, dari 258 jumlah sampel ditemukan 190 sampel memenuhi syarat dan 68 sampel tidak memenuhi syarat Sampel dikatakan memenuhi syarat jika tidak mengandung formalin dan boraks, sedangkan sampel dikatakan tidak memenuhi syarat, karena positif mengandung formalin atau boraks (Badan POM RI, 2005). Data terakhir yang diperoleh Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun 2009 dari 18 propinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks sampai saat ini masih ada. Untuk penyalahgunaan formalin diperoleh sebesar 4,89% sedangkan untuk boraks diperoleh penyimpang sebesar 8,80% secara keseluruhan di 18 propinsi yang ada di Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumsel, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Bali, dan lain-lain. Kedua bahan kimia tersebut memang berguna jika digunakan sesuai fungsinya, akan tetapi menjadi sangat berbahaya bila digunakan dalam proses pembuatan pangan. Menurut Winarno (2007), pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya tidak langsung dirasakan oleh pembeli. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusingpusing, muntah, mencret, dan kram perut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferina Y Ginting pada bulan Oktober 2010 dibeberapa SD di kota Medan, diperoleh hasil bahwa dari 21 (dua puluh satu) sampel bakso yang di sampling terdapat 7 (tujuh) sampel positif mengandung formalin. Selain itu hasil penelitian dari Labora Panjaitan pada tahun 2010 terhadap kandungan boraks dalam bakso di kota Medan, diperoleh hasil bahwa dari 10 (sepuluh) sampel yang diuji, 8 (delapan) sampel positif mengandung boraks. Data yang diperoleh terhadap hasil pengujian beberapa sampel dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: No Sumber 1 BBPOM Medan 2 Disperindag Deli Serdang Sampel yang diuji Mie Tahu Ikan Bakso MS TMS MS TMS MS TMS MS TMS Jumlah 29 15 18-24 1 14 4 105 9-2 - - - 4-15

Tabel 3 Disperindag 1.1. Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa Kabupaten/Kota - - Sumatera - - Utara 2 - - - 2 Sumut 4 Dinkes Siantar 5 Dinkes Tapanuli Utara 6 Dinkes Simalungun 7 Disperindag Siantar 8 Dinkes Labuhan Batu 1 1 - - 2-1 - 5 - - 3 - - - 1-4 1 1 - - 2-1 - 5 2 - - - 2 - - - 4 - - - - 3 - - - 3 Jumlah 42 17 23-35 1 21 4 143 Dari data diatas, maka penyalahgunaan formalin dan boraks masih tetap ada sampai saat ini. Balai Besar POM di Medan selaku instansi yang terkait dalam pengawasan makanan yang beredar di masyarakat telah melakukan berbagai macam cara untuk mengurangi dan bahkan meniadakan penyalahgunaan formalin dan boraks tersebut, antara lain : penyuluhan - penyuluhan terhadap para produsen dan atau penjual bakso tentang bahaya formalin dan boraks, dan pengujian secara berkala Sumber : Balai Besar POM di Medan tahun 2010

terhadap makanan yang beredar di pasaran. Namun hal ini masih belum bisa mengurangi penyalahgunaan formalin dan boraks dalam makanan. Kebutuhan setiap orang tidak ada batasnya. Setelah kebutuhan yang satu terpenuhi, akan muncul kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh seseorang berpedoman pada prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan tertentu akan memperoleh hasil maksimal. Jadi, tindakan ekonomi harus didorong oleh motif ekonomi dan didasari oleh prinsip ekonomi. Motif ekonomi adalah alasan seseorang untuk melakukan sesuatu atau dorongan dari dalam diri manusia untuk berbuat atau bertindak secara ekonomis untuk memperoleh keuntungan. Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin sulit, harga bahan-bahan yang semakin meningkat memacu penjual untuk lebih cerdik dalam memproduksi atau menjual makanan dengan harga tetap terjangkau. Banyaknya penyalahgunaan formalin dan boraks dalam pangan segar umumnya karena ketidaktahuan mereka mengenai kedua bahan berbahaya tersebut dan juga minimnya informasi yang diperoleh tentang bahan berbahaya tersebut. Makanan pada dasarnya tidak dapat bertahan lama terutama makanan yang mengandung kadar air yang tinggi seperti tahu, atau bahan makanan mentah seperti daging, ikan, mie, bakso. Penyimpanan yang relatif singkat ini tentu merugikan para penjual. Penggunaan pengawet merupakan solusi dari masalah ini, oleh sebab itulah Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks semakin marak belakangan ini.

Perilaku penjual yang menggunakan kedua bahan berbahaya ini dalam produk mereka mungkin karena keinginan untuk mendapatkan untung yang besar. Menurut Koentjaraningrat (1981), pengetahuan merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga pengetahuan memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang. Selain itu Robert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor faktor tersebut antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan. Dari teoriteori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan memengaruhi tingkah laku atau tindakan seseorang, dalam hal ini tindakan penjual yang menggunakan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh perspsi dan motivasi, yang dalam hal ini motivasinya adalah motif ekonomi. Dalam hal penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks, penjual juga melakukannya dikarenakan motif ekonomi, dimana dengan menggunakan bahan berbahaya formalin dan boraks dalam produknya maka produknya bisa bertahan lama. Selain itu tujuan penyalahgunaan formalin dan boraks antara lain untuk: efisiensi karena dengan kedua bahan berbahaya ini harganya murah, mudah didapat dan hanya dengan menambahkan sedikit saja pada produknya sudah bisa mendapatkan hasil yang baik dan maksimal. Alasan yang kedua adalah untuk

memperbaiki nilai estetika karena kedua bahan tersebut membuat tampilan mie basah dan bakso menjadi lebih menarik, antara lain: tidak berair, kenyal, dan memiliki warna yang cerah. Alasan lain penggunaan bahan tersebut adalah untuk meningkatkan daya tahan produk, dimana seperti kita ketahui pangan segar dalam suhu kamar hanya dapat bertahan 1-2 hari, tetapi dengan menambahkan formalin dapat bertahan sampai 15 hari, dan ini sangat menguntungkan penjual. Banyak penelitian penelitian yang telah dilakukan mengenai kedua bahan berbahaya ini, namun penelitian yang dilakukan hanya untuk mengetahui kandungan formalin dan boraks dalam berbagai macam sampel. Sejauh ini tidak ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui penyebab atau alasan penjual menggunakan formalin dan boraks dalam jualannya. Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Robert Kwick (1974) bahwa perilaku dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan. Berdasarkan teori diatas, jika dikaitkan dengan penyalahgunaan formalin dan boraks, maka perilaku penjual dalam menyalahgunakan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi. Oleh sebab itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso). 1.2. Permasalahan

Penggunaan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu variabel pengetahuan dan motif ekonomi. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada bakso dan seberapa besarkah peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada bakso. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis berapa besar peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso). 1.4. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang. 2. Ada hubungan antara motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang. 3. Besarnya peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin lebih besar dari 50%. 4. Besarnya peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan boraks lebih besar dari 50%.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan Sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam bakso. 1.5.2. Bagi Instansi Pemerintahan yang Terkait dan Berwenang dalam Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian Bahan Berbahaya. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam perencanaan dan evaluasi program pengawasan penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam bakso di kota Medan.