BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

dokumen-dokumen yang mirip
ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ayat (3) Undang Undang Dasar Sebagai konsekuensi logis peraturan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan hak warga negara. Pengaturan hak asasi manusia secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tahapan penting dalam proses peradilan, menuju peradilan yang

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

III. METODE PENELITIAN. Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law). Ketentuan ini berasal dari Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diangkat ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur konsepsi negara hukum yang berasal dari tradisi Anglo Saxon (the rule of law) di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlihat dari bunyi pasal 27 ayat (1) yang menegaskan bahwa Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Salah satu hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum pidana yang merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi), sedangkan hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Perundang-undangan pidana diluar KUHP, seperti Undang- 1

2 Undang Korupsi, Undang-Undang Terorisme, dll. Sedangkan pengaturan hukum pidana formil dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Perundang-undangan lainya seperti Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Pemasyarakatan, Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, dll. Dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia diantaranya diatur tentang pembuktian. Pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 183 KUHAP memerlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yang memuat Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah itu terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana, berdasarkan Pasal 183 KUHAP sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dilakukan dalam persidangan. Salah satu alat bukti dalam pembuktian perkara pidana adalah alat bukti petunjuk. Termuat dalam Pasal 188 Ayat (1) KUHAP : Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Menurut Yahya Harahap, rumusan pasal itu sulit untuk ditangkap dengan mantap. Barangkali rumusan tersebut dapat dituangkan dengan cara

3 menambah beberapa kata ke dalamnya. Dengan penambahan kata-kata itu dapat disusun dalam kalimat berikut : Petunjuk ialah suatu isyarat yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan dimana isyarat itu mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat itu mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut melahirkan atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. 1 Sedangkan Pasal 188 Ayat (2) KUHAP : Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa. Keterangan saksi, surat, atau keterangan terdakwa itu dapat berisi berbagai hal, maka undang-undang telah merasa perlu untuk membatasi halhal tersebut hanya pada : 1) Perbuatan-perbuatan; 2) Kejadian-kejadian; 3) Keadaan-keadaan yang disebutkan di dalam keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa itu sendiri. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. 2 1 M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 313 2 Pasal 188 Ayat (3) KUHAP.

4 Di sini tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan pada hakim. Dengan demikian, menjadi sama dengan pengamatan hakim sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim (eigen warrneming van de rechter) harus dilakukan selama sidang, apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa itu telah diketahui umum. 3 Menurut P.A.F. Lamintang, petunjuk itu memang hanya merupakan dasar yang dapat digunakan oleh hakim untuk menganggap sesuatu kenyataan sebagai alat bukti, atau dengan perkataan lain petunjuk itu bukan merupakan suatu alat bukti, seperti keterangan saksi yang secara tegas mengatakan tentang terjadinya suatu kenyataan, melainkan ia hanya merupakan suatu dasar pembuktian belaka, yakni dari dasar pembuktian mana kemudian hakim dapat menganggap suatu kenyataan itu sebagai terbukti, misalnya karena adanya kesamaan antara kenyataan tersebut dengan kenyataan yang dipermasalahkan. 4 Berdasarkan gambaran latar belakang di atas, betapa pentingnya petunjuk untuk menjadi penerang dalam menangani kasus-kasus tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat. Maka timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian alat bukti petunjuk. Yang selanjutnya penulis konstruksikan sebagai judul skripsi, yaitu : ALAT BUKTI PETUNJUK 3 http://goresanpenahukum.blogspot.com/2014/05/alat-bukti-petunjuk.html, di akses pada, Kamis, 26 Maret 2015 pukul 11.01 WIB. 4 P.A.F. Laminatang, 2010, Pembahasan KUHAP menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm. 430

5 DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA). B. Pembatasan Masalah Dalam hal ini perlu adanya batasan, agar penulisan skripsi ini mengarah pada pembahasan yang diharapkan tentang permasalahan yang ditentukan sehingga tidak terjadi ruang lingkup yang luas dan tidak jelas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah pada penulisan skripsi ini terbatas pada alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana. C. Rumusan Masalah Rumusan masalah adalah suatu pedoman yang dapat mempermudah dalam pembahasan masalah yang diteliti sehingga tidak terjadi salah sasaran yang akan dikemukakan dalam sebuah penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana itu? 2. Bagaimana peran dan fungsi alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana itu? 3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana di persidangan?

6 D. Tujuan Penelitian Dalam setiap penulisan tentunya mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitiannya tersebut. Hal ini lebih bermanfaat dalam pelaksanaan suatu penelitian karena dapat dijadikan sebuah pegangan dan motivasi dalam melakukan penulisan ini. Sesuai dengan pernyataan di atas maka dalam penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Subjektif : a. Sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan sosial terutama dibidang hukum yang bermanfaat. 2. Tujuan Objektif : Tujuan dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana. b. Untuk mengetahui peran dan fungsi alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana. c. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana di persidangan. E. Manfaat Penelitian Selain memiliki tujuan yang jelas, setiap penelitian juga tidak lepas dari manfaat apa yang akan diperoleh dari penelitian. Penelitian ini

7 dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu-ilmu hukum pada umumnya dan mengenai alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana pada khususnya. b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. c. Untuk lebih mengembangkan pola pikir, maupun mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. 2. Manfaat Praktis Untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, instansi-instansi yang bersangkutan dalam kaitanya dengan objek yang diteliti.. F. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. 5 Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 5 Khuzalifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal 3.

8 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif, yaitu bertujuan untuk memberikan gambaran secara cermat dan lengkap tentang peran dan fungsi alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana, khususnya di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris. Pendekatan ini mengkaji konsep normatif/yuridis tentang alat bukti petunjuk dilanjutkan pendekatan empiris untuk mengkaji tentang praktik hukum penerapan alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana sebagai salah satu alat bukti yang sah di Pengadilan Negeri Surakarta. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini lokasi yang akan menjadi tempat melaksanakan penelitian adalah Polresta, Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri Surakarta. 4. Jenis Data Adapun sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Primer Data primer diperoleh penulis di lokasi penelitian, dalam hal ini di Polresta Surakarta, Kejaksaan Negeri Surakarta, dan Pengadilan Negeri Surakarta. b. Data Sekunder

9 Data sekunder berupa bahan pustaka yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, meliputi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku mengikat, yaitu : Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), PP No.27 Tahun 1983, dan lain sebagainya. 2) Bahan hukum sekunder, meliputi literature-literatur yang terkait dengan alat bukti sehingga menunjang penelitian yang dilakukan. 3) Bahan hukum tersier, meliputi bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus. 5. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang benar maka dalam hal ini dilakukan pengumpulan data dengan cara : a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data berupa bahan-bahan pustaka yang terkait dengan alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana. b. Wawancara Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek penelitian untuk dijawab. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap

10 Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, dan Hakim di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. 6. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini dilakukan secara kualitatif. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif yaitu suatu suatua analisi data yang berpola menggambarkan apa yang ada secara yuridis tentang fungsi alat bukti petunjuk dalam pembuktian perkara pidana dan praktik penerapannya di penyidikan dan peradilan di Pengadilan Negeri Surakarta. Adapun pengambilan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif dimana berangkat dari data-data yang bersifat khusus untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang peran dan fungsi alat bukti petunjuk dalam penyelesaian perkara pidana. G. Sistematika Penulisan Hasil penelitian yang diperoleh setelah dilakukan analisis kemudian disusun dalam bentuk laporan akhir dengan sistematika penulisan berikut: Pada Bab I Pendahuluan, penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang penelitian yang meliputi uraian latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan ntuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.

11 Kemudian Bab II Tinjauan Pustaka, berisi beberapa sub-bab yaitu Tinjauan Umum Hukum Acara Pidana (Pengertian, Tujuan, dan Azas-azas Hukum Acara Pidana), Tinjauan Umum Pembuktian dalam KUHAP (Pengertian Pembuktian, Sistem Pembuktian, Alat-alat Bukti dalam KUHAP). Seterusnya Bab III, di mana penulis akan mencoba untuk menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana. Sebagaimana peran dan fungsi alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana itu sendiri. Serta pertimbangan hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk dalam proses penyelesaian perkara pidana dipersidangan. Pembahasan terhadap hasil penelitian dan analisis menggunakan data yang diperoleh dari lapangan, baik berupa data primer maupun data sekunder. Untuk Bab IV Penutup, berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dan disertai pula saran-saran sebagai rekomendasi berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian.