Oleh : STENLY UANG BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. telah menganut nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya.

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BAB III KONSTELASI POLITIK DALAM PEMLIHAN KEPALA DESA HUTA IBUS TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

Desa atau yang disebut dengan nama lain, Selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH NOMOR 19 TAHUN 2000

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 6 TAHUN : 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BUPATI SITUBONDO,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 13

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 53 TAHUN 2008

Konflik Politik dalam Pemilihan Kepala Desa Sayur Mahincat Tahun 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG (BPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2010 T E N T A N G

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 5 TAHUN : 2007

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2007 SERI D.2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

Pemilihan Kepala Desa di Desa Air Joman Kabupaten Asahan Tahun 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 5 TAHUN 2008 TATA CARA PENCALONAN, DAN PENGANGKATAN SERTA PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

Transkripsi:

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN, KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN KEPALA DUSUN DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT.( SUATU STUDI DI DESA TOBAOL ) Oleh : STENLY UANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Desa merupakan bentuk pemerintahan tradisional yang tetap dapat bertahan dengan nilai-nilai budaya, sejarah dan adatnya. Desa sebagai pemerintahan tradisional telah menganut nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya. Dalam sestem pemerintahan desa telah dikenal system demokrasi yang terlihat dengan adanya musyawarah yang dilakukan untuk mencapai mufakat dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam desa. Dalam musyawarah ini masyarakat memiliki hak suara untuk dapat berkumpul dan mengajukan aspirasinya. Bentuk lain dari sistem demokrasi di desa dapat kita lihat dengan melihat proses pemerintahan tradisional dalam pemilihan pemimpin desa yang akan memimpin desanya. Dengan merupakan miniature dari bangsa dan Negara Indonesia karena dalam desa terdapat unsur-unsur yang ada dalam Negara indosesia seperti wilayah tempat masyarakat berkumpul dan bertempat tinggal, masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dan pemerintahan yang berfungsi mengatur masyarakat. sehingga dalam

desa dapat digunakan sebagai cermin dari Indonesia karena di dalam desa terdapat aspek-aspek yang saling mempengaruhi dalam masyarakat. Pemerintah desa didasari dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik seperti keterbukaan, partisipasi pertanggungjawaban dan penegakan hukum untuk mengrahkan budaya politik (Mariana, 2008:81). Dengan pemerintahan desa yang baik maka akan menciptakan kemandirian politik di tingkat lokal. Peranan pemerintah dalam mewujudkan pemeritahn desa tertuang dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang desa demi mewujudkan otonomi desa yang memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri termasuk dalam bidang politik dan pemerintahan. Dengan dapat mengatur urusan desanya sendiri maka diharapkan akan tercipta pemerintahan dan kebijakan yang sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat desa tersebut. Dalam mewujudkan kemandirian politik di tingkat local dan mewujudkan otonomi ditingkat desa salah satu yang telah diatur oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Barat adalah pelaksanaan pemilihan kepala desa secara langung dengan dikeluarkannya Peraturan daerah Kabupaten Halmahera Barat Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Tatacara Pencalonan Pemilihan, Pelantikan, Dan Pemberhentian Kepala Desa, Perangkat desa. Pemilihan kepala desa langsung merupakan salah satu praktek demokrasi di pedesaan. Dalam pemilihan kepala desa ini rakyat memilih secara langsung calon yang dianggap mampu memimpin desanya dengan persyaratan yang diatur oleh masyarakat desa tersebut. Peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang desa yang menyangkut proses pemilihan kepala desa dengan tahapan-tahapan yang harus

dilakukan dalam pemilihan kepala desa disetiap desa untuk menghindari konflik dan menjamin terciptanya pemilihan yang sesuai dengan keinginan dan aspirasi rakyat dalam memilih calon kepala desa dalam memimpin desanya. Dalam kesempatan ini penulis ingin meneliti tentang proses pemilihan kepala desa yang telah berlangsung di Desa Tabaol Kecamatan Ibu Kabupaten Halmahera Barat penulis memilih melakukan penelitian di desa Tabaol karena desa ini merupakan desa yang telah menerapkan proses pemilihan kepala desa hingga saat ini. Penulis melakukan penelitian mengenai proses pemilihan kepala desa Tabaol yang telah dilaksanakan secara langsung. Proses penelitian ini terfokus pada tahapan-tahapan pemilihan kepala desa dimulai dari tahapan-tahapan pemilihan kepala desa dimulai dari tahapan pencalonan sehingga proses pemungutan suara. Peneliti juga ingin meneliti permasalahan dan konflik dalam masyarakat desa yang terjadi dalam proses pemilihan kepala desa tersebut. Penelitian permasalahan tersebut dengan meneliti proses pemilihan kepala desa mulai tahap pencalonan hingga pemungutan suara dan meneliti tahapan pemilihan kepala desa yang dianggap tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 mengenai pemilihan kepala desa dan Perda Kabupaten Halmahera Barat Nomor 4 Tahun 2008. Penelitian ini ingin melihat penerapan pemilihan kepala desa Tabaol apakah sesuai dilakukan dengan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan yang berlaku dan melihat permasalahan-permasalahan yang ada dalam proses pemilihan kepala desa tersebut. Dengan meneliti pemilihan kepala desa tersebut maka diharapkan peneliti akan dapat mengetahui proses pembangunan politik local ditingkat desa dalam hal proses pemilihan kepala desa.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah proses pelaksanaan tahapan-tahapan pemilihan kepala desa Tabaol telah berlangsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas adalah bagaimana proses pemilihan kepala desa Tabaol yang berlangsung di Kabupaten Halmahera Barat dalam mewujudkan otonomi desa mulai dari tahapan, persiapan pelaksanaan pemilihan kepala desa, pencalonan bakal calon kepala desa hingga proses pemunggutan suara. C. Tujuan dan manfaat penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan system pemilihan kepala desa di desa Tabaol 2. Untuk mengetahui pemyimpangan-penyimpangan dalam proses pemilihan kepala desa Tabaol Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah daerah agar lebih memperhatikan politik local di tingkat desa. 2. Untuk memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para akademisi khususnya dan masyarakat umumnya mengenai system pemilihan kepala desa. 3. Untuk sebagai cerminan dalam melihat system pemilihan kepala desa dalam mewujudkan demokrasi di tingkat akar rumput. 4. Untuk mengetahui otonomi di tingkat desa melalui pelaksanaa pemilihan kepala desa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pemeritahan desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Republik Indonesia. Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa. Pemerintah desa sebagai alat pemerintah adalah sebagai satuan organisasi terendah pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan asas dekosentrasi di tempatkan dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada pemerintah wilayah kecamatan yang bersangkutan (Ndraha, 1981:35). Suatu pemerintahan dapat dikatakan demokrasi jika terdapat indicator penunjang utama yakni keterwakilan rakyat dalam pemerintahan partisipasi rakyat dalam pemilihan wakil dalam lembaga politik dalam keikutsertaan dalam perencanaan pembangunan dan control terhadap pemerintahan untuk menjamin pemerintahan itu sendiri. Hal ini terlihat dalam pemerintahan desa yang tercermin dalam kepala desa sebagai pelaksana pemerintahan, partisipasi rakyat dan Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai badan legislasi. Dalam lembaga pemerintahan desa dapat terlihat seperti : a. Kepala Desa Kepala desa adalah alat pemerintah daerah, dan alat pemerintah desa yang memimpin Peyelenggaraan Pemerintah Desa. Kepala desa sebagai penyelenggara dan

penanggung jawab utama di bidang pembangunan, pemerintahan, pembinaan kemasyarakatan dengan dijiwai oleh azas usaha bersama dan kekeluargaan. Badan Perwakilan Desa Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga legislasi yang mengayomi adat istiadat dan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan desa, anggran pendapatan dan belanja desa dengan menampung dan meyalurkan aspirasi rakyat desa dapat mengusulkan pemberhentian kepala desa kepada bupati. 2.1. Pemilihan Kepala Desa Pemilihan umum adalah sarana demokrasi yang dalam menentukan siapa yangb berhak menduduki kursi dilembaga politik negara, legislative, dan eksekutif. Dalam pemilihan umum menurut Ginsberg memiliki kemampuan untuk mengubah kecenderungan politik massa yangb bersifat sporadic menjadi sumber utama bagi otoritas dan kekuatan politik nasional (Zakaria, 2004:171). Salah satu bentuk pemilihan umum adalah pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tentang desa yang diatur dalam pasal 46 ayat 1 dan 2 yakni : 1. Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat. 2. Pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 2.2. Konflik Politik Konflik politik dirumuskan secara longgar sebagai perbedaan-perbedaan pendapat persaingan dan pertentangan diantara sejumlah individu, kelompok ataupun organisasi dalam upaya untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber-sumber

dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan pemerintahan (Surbakti, 2005:151). Konflik politik pada dasarnya disebabkan oleh dua hal yang mencakup kemajemukan vertical (Surbakti, 2005:152), yakni : BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pemasalahan dalam Pemilihan Kepala Desa Dalam pemilihan Kepala Desa Tabaol yang telah dilaksanakan pada bulan desember 2010. Terdapat beberapa permasalahan yang mengganggu rangkaian pemilihan kepala desa Tabaol yaitu : 1. Permasalahan Pendataan Pemilih Dalam pemilihan kepala desa Tabaol terdapat permasalahan dalam hal pendataan daftar pemilih. Dalam pemilihan tersebut masih terdapat masyarakat desa Tabaol yang tidak terdaftar oleh panitia pemilih. Dalam perundang-undangan yang ada melalui Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera barat nomor 4 tahun 2008 menyebutkan dalam tahapan penyusunan daftar pemilih dilakukan oleh panitia dengan dibantu oleh kepala dusun dengan dilakukan secara rumah ke rumah yang dilakukan di tiap dusun. Namun pendataan pemilih yang dilakukan oleh panitia pemilih tidak berjalan dengan baik. Berdasarkan dengan wawancara dengan beberapa masyarakat desa seperti menurut salah satu warga Desa Tabaol, mengatakan bahwa, panitia pemilih tidak melakukan pendataan pemilih kepala desa yang dilakukan secara rumah ke rumah namun keluarganya medapatkan undangan dalam pemungutan suara kepala desa. Pendataan pemilihan juga tidak berjalan dengan baik di beberapa dusun di

desa Tabaol Salah satu warga di desa Tabaol menuturkan di dusun tempatnya tinggal masih terdapat warga desa yang tidak terdaftar dalam pemilih kepala desa pada tahun 2010. Proses pendataan yang tidak berjalan dengan baik ini memicu konflik dalam masayrakat desa. Seperti yang dikemukan oleh salah satu calon kepala desa yang ikut serta dalam pemilihan tahun 2010 mengemukan bahwa banyaknya massanya yang tidak terdaftar dalam daftar calon pemilih sebanyak hampir 200 orang. Permasalahan massa dari calon kepala desa ini yang tidak terdaftar dan tidak dapat memberikan suara dalam pemilihan kepala desa tersebut menimbulkan adanya isu panitia yang memihak kepala calon kepala desa yang lain Konflik dalam itu kemudian semakin berkembang dengan adanya isu massa dari calon kepala desa yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih dikarenakan atas pengaruh dari Pejabat Kepala desa yang dianggap oleh salah calon kepala desa memihak kepada calon lain. Hal ini dikarenakan karena salah satu massa pendukung salah satu calon Kepala desa yang lokasi rumahnya dijadikan sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS) justru tidak terdaftar dalam daftar calon pemilih. Permasalahan pendataan pemilih ini pada akui oleh ketua panitia akibat dari kelalaian kepala dusun dalam melakukan pendataan pemilih. Ketua panitia mengakui bahwa salah satu kepala dusun yakni dusun III (tiga) tidak melakukan pendataan secara langsung dengan rumah kerumah, namun pendataan tersebut dengan menggunakan data yang berasal dari perangkat desa. Akibatnya ada terdapat masyarakat yang tidak terdaftar sebanyak sekitar 40 orang calon pemilih.

Namun ketua pantia menyebutkan bahwa, masyarakat yang tidak terdaftar dalam calon pemilih dalam pemilihan kepala desa 2010 akibat dari tidak adanya kepedulian dari masyarakat desa untuk melakukan pemeriksaan dan pelaporan kepada panitia dan balai desa dalam masa pengklarifikasian untuk dapat memperbaiki daftar pemilih sementara sebelum di sahkan menjadi daftar pemilih tetap. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pemeriksaan masyarakat dan anggota keluarga yang tidak terdaftar mengakibatkan masih terdapat calon pemilih yang tidak terdaftar dan tidak dapat ikut serta dalam proses pemilihan umum. Permasalahan ketidakpedulian dari masyarakat tersebut diakui oleh salah satu tokoh masyarakat yang mengakui bahwa, pada saat pendataan ia tidak berada di kediamannya dan tidak melakukan pemeriksaan daftar pemilih di balai desa. hal ini juga diakui oleh kurangnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pemeriksaan terhadap daftar pemilih di Balai desa dan melaporkanya kepada kepala dusun atau panitia pemilihan. Akibat dari permasalahan pendataan pemilih tersebut terjadi konflik yang terjadi dengan unjuk rasa yang dilakukan di Balai desa dengan pengamanan yang dilakukan oleh kepolisian yang hampir menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Permasalahan tersebut akhirnya dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah yang dilakukan oleh panitia, aparat kecamatan dan pemerintah daerah dengan tetap berpegang kepada hasil dari daftar pemilih tetap yang telah disahkan oleh panitia. Pemasalahan pendataan pemilih ini mengakibatkan munculnya isu-isu dari kalangan masa pendukung calon kepala desa yang ingin memperoleh kekuasaan yang dapat mengganggu proses pemilihan kepala desa.

2. Permasalahan dalam penjaringan bakal calon. Dalam proses penjaringan bakal calon yang dilakukan oleh panitia pemilihan dalam proses penelitian persyaratan bakal calon kepala desa terdapat salah satu bakal calon yang tidak memenuhi persyaratan dalam pencalonan kepala desa Tabaol. Dalam proses penjaringan bakal calon tersebut tidak bertempat tinggal di desa Tabaol. Dalam penjaringan tersebut terjadi protes yang dilakukan oleh massa pendukungnya kepada panitia pemilihan kepala desa di balai desa. Dalam permasalahan ini terjadi akibat kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh panitia pemilihan terhadap syarat-syarat pencalonan kepala desa melalui Peraturan Kabupaten Halmahera barat Nomor 4 tahun 2008. Permasalahan ini akhirnya dibicarakan dan di putuskan dalam permusyawaratan desa dengan keputusan calon kepala desa tersebut tidak dapat mengikuti pemilihan kepala desa Tabaol tahun 2010. Panitia dan pemerintah desa dalam hal ini kurang melakukan sosialisasi terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku kepada masyarakat sehingga bakal calon kepala desa tersebut kurang mengetahui syarat-syarat yang telah di tetapkan oleh pemerintah. Panitia pemilihan kepala desa kurang melakukan sosialisasi mengenai syarat-syarat mengenai tata cara pencalonan kepala desa dan proses pemilihan kepala desa sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam proses hal ini menjadi penting karena untuk menjaga berjalannya proses pemilihan kepala desa yang berjalan dengan baik. 3. Pelanggaran Kampanye Dalam pemilihan kepala desa Tabaol tahun 2010 terjadi pelanggaran dalam hal kegiatan kampaye yang dilakukan pada masa kegiatan kampanye oleh para

pendukung calon kepala desa. pelanggaran tersebut terjadi dengan kampanye negatif. Ketua panitia mengakui bahwa, adanya pelanggaran dalam bentuk negative campaingn dengan melakukan penghasutan yang dilakukan oleh pendukung kepala desa kepada masyarakat. Penghasutan tersebut dilakukan dengan menjelek-jelekkan calon kepala desa lain bila terpilih sebagai kepala desa. Namun pelanggaran kampanye ini hanya diberikan sanksi berupa teguran kepada pihak yang melakukan kampanye negatif melalui kepala dusun. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pemilihan kepala desa adalah salah satu bentuk otonomi desa dalam bidang politik yang bertujuan untuk memilih calon pemimpin untuk dapat memimpin desanya. Pemilihan kepala desa adalah salah satu bentuk demokrasi di tingkat desa hal ini di karenakan masyarakat desa dilibatkan secara dalam proses pemilihan pemimpin desanya. Pemilihan kepala desa dilakukan atas pertisipasi dan peran serta masyarakat desa tersebut tanpa adanya keikut sertaan pemerintah daerah dan kecamatan. 2. Rangkaian proses pemilihan kepala desa di Desa Tabaol tidak terlepas dari permasalahan yang mengakibatkan terjadinya konflik dalam pemilihan kepala desa Tabaol Seperti yang terjadi dalam setiap putaran pemilihan umum di indonesia seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada). Permasalahan yang ada dalam pemilihan kepala desa Tabaol adalah seperti dalam proses pendataan calon pemilih Akibat permasalahan proses pendataan pemilih dalam pemilihan

kepala desa Tabaol mengakibatkan konflik yang mengganggu rangkaian proses pemilihan kepala desa. Permasalahan lain dengan adanya pelanggaranpelanggaran lain dalam proses pemilihan kepala desa dengan adanya negative campingn yang dapat menganggu proses pemilihan kepala desa. 3. Dalam pemilihan kepala desa tersebut memiliki permasalahan lain yakni partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa Tabaol. Dalam pemilihan kepala desa tersebut jumlah pemilih yang tidak ikut dalam proses pemilihan umum sekitar 30 % (tiga puluh persen). Tingkat kelompok pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang cukup tinggi ini akan dapat mengganggu tujuan dari otonomi desa yang bertujuan unuk dapat memilih calon kepala desa yang akan memimpin desanya sesuai dengan keinginan dan aspirasi rakyat. B. Saran Dalam penelitian mengenai pemilihan kepala desa Tabaol yang dilakukan oleh penulis maka penulis memberikan beberapa saran yakni : 1. Pemilihan kepala desa harus tetap menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat desa seperti nilai-nilai kekeluargaan sehingga dalam pelaksanaan kepala desa tidak terjadi pelanggaran yang dapat menggangu nilai demokrasi di tingkat desa. 2. Penerapan pemilihan kepala desa harus sesuai dengan ketentuan dan perundangundangan yang berlaku agar pemilahan kepala desa dapat berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menimbulkan konflik dalam masyrakat desa.