BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan kejahatan yang semakin marak terjadi di kalangan masyarakat, dimana

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

-2- dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang Tua pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pida

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap Anak (KtA) merupakan semua bentuk tindakan/perlakuan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehubungan dengan sistem penegakkan hukum, upaya perlindungan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

dengan timbulnya kesadaran dalam diri masyarakat, yang diharapkan dapat mencegah

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan

BAB I PENDAHULUAN. berupa kebiasaan, nilai kesopanan, norma dan kesemuanya bermuara pada

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN Oleh : EKA ROHMAWATI Nim:

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

-2- Anak secara terintegrasi, terpadu, dan holistik, perlu dilakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilakukan oleh Menteri dan Komisi. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada setiap pasangan manusia untuk dipelihara, dilindungi dan dididik. Ia adalah manusia yang mempunyai kemampuan fisik, mental dan sosial yang masih terbatas untuk mengatasi berbagai resiko dan bahaya yang dihadapinya dan secara otomatis masih bergantung pada pihak-pihak lain terutama anggota keluarga yang berperan aktif untuk melindungi dan memeliharanya. Perlindungan terhadap hidup dan penghidupan anak ini masih menjadi tanggung jawab berbagai pihak yaitu kedua orang tuanya, keluarganya, masyarakat dan juga negara. Perlindungan ini dapat berupa pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tidak hanya itu, perlindungan yang diberikan terhadap seorang anak juga dapat berupa perlindungan terhadap kondisi psikologis atau mental dari anak yaitu terutama perkembangan kejiwaannya. Artinya bahwa anak tersebut dapat berkembang dan hidup secara normal tidak hanya perkembangan fisiknya saja tetapi juga perkembangan jiwa atau psikisnya.

2 Anak yang menjadi korban kekerasan seksual seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual dalam banyak kasus secara otomatis akan mengalami gangguan secara fisik maupun psikologis, akibat fisik yang dapat dialami oleh korban antara lain kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput darah, pingsan, meninggal, korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual, kehamilan tidak dikehendaki. Sementara itu, korban berpotensi untuk mengalami trauma yang cukup parah membuat shock bagi korban. Goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat terjadi pelecehan seksual maupun sesudahnya. Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik. Secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak psikologis jangka pendek maupun jangka panjang. Proses penyembuhan korban dari trauma ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. 1 Banyak anak yang menjadi korban perkosaan dan pelecehan seksual, seperti salah satu kasus yang terjadi di Kabupaten Sleman yang memang tidak dipublikasikan dan tidak mendapat sorotan dari masyarakat. Dalam penanganan kasus tersebut memang sipelaku dihukum namun tidak ada penanganan yang khusus terhadap korban. Hal ini dapat dilihat dari putusan hakim tunggal Suratno tanggal 2 September 2012 2. Dalam putusan yang dijatuhkan tidak tercermin bagaimana penyembuhan mental dan psikis dari anak korban perkosaan dan pelecehan seksual tersebut. Jelas putusan tersebut hanya memperhatikan pelaku. Sedangkan bagi korban yang merupakan seorang anak, kurang mendapat penanganan yang khusus seperti upaya rehabilitasi yang diajukan oleh pihak pengadilan kepada lembaga-lembaga perlindungan anak yang ada di Indonesia khususnya yang ada di kabupaten Sleman. Salah satunya adalah Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak yang ada di Kabupaten Sleman yaitu : 1 Hosiana Sidabalok,S.H,M.Hum,2012,Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Korban Tindak Pidana Pemerkosaan yang dilakukan oleh Anak,Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 2 https://.detektifromantika.wordpress.com anak umur 12 tahun sodomi 3 orang dan perkosa 1 perempuan / diakses pada Senin, tanggal 2 September 2013 jam 20:30

3 Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang tugasnya adalah melindungi hak-hak anak dan manjamin bahwa anak yang terlibat dalam hukum, dan anak yang merupakan korban kekerasan atau tindak pidana akan mendapat perlindungan hukum. Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak akan memberikan perlindungan pada anak-anak yang mengalami masalah hukum salah satunya korban tindak pidana seperti perkosaan, apabila ada permintaan dari pihak yang terlibat seperti keluarga dari si anak atau dari tim penyidik atau apabila kasusnya dipublikasikan atau muncul di media massa barulah P2TP2A dapat mengetahui dan langsung bertindak. Selebihnya terhadap kasus yang memang tidak dipublikasikan, P2TP2A tidak mengetahuinya karena banyak korban atau keluarga korban memilih untuk menutupi kejadian tersebut, padahal para korban seperti dalam banyak kasus sangat memerlukan rehabilitasi karena bagaimanapun kejadian yang menimpanya merupakan sebuah trauma. Hak anak adalah memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang telah diatur didalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 B ayat (2), yang kemudian diatur secara khusus dalam pasal 59 dan pasal 64 ayat (1), ayat (2) huruf (a), (b), (c), (d), (e), (f), (g), dan ayat (3) huruf (a), (b), (c), (d) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 59 menentukan :

4 Pemerintah dan Lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Pasal 64 menentukan: (1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. (2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; Penyedian sarana dan prasarana khusus; Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga;

5 Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. (3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui: Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga; Upaya perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi; Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi dan korban dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial; Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Pasal ini menyebutkan bahwa seorang anak yang menjadi korban tindak pidana berhak mendapat rehabilitasi dari pemerintah baik secara fisik maupun secara mental, spiritual dan sosial, selain itu privasinya wajib untuk dilindungi, nama baiknya dijaga dan dipelihara, keselamatannya juga sebagai saksi korban menjadi tanggung jawab pemerintah, dan anak yang jadi korban tersebut berhak untuk senantiasa mengetahui perkembangan perkara yang dihadapinya. Hal yang sama juga diatur dalam pasal 65 UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa:

6 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Rehabilitasi seharusnya diberikan kepada semua korban tindak pidana yang memerlukan pemulihan baik secara fisik maupun mental. Pemberian rehabilitasi seharusnya dilakukan secara merata kepada semua korban tanpa adanya diskriminasi, dalam hal ini Lembaga-lembaga Perlindungan Anak harus bersikap lebih aktif dalam memberikan bantuan berupa rehabilitasi korban sesuai amanat dari undang-undang. Hasil survey yang dilakukan oleh komnas perlindungan anak terhadap Kasus Kekerasan seksual terhadap anak,ternyata mengalami peningkatan pada tahun 2013 ini, di awal tahun ini saja kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat. Dua bulan ini saja dari data yang diperoleh terdapat sekitar 120 laporan kasus kekerasan anak, 83 diantaranya kasus kekerasan seksual, 37 kasus kekerasan fisik seperti yg diutarakan arist merdeka sirait ketua komnas perlindungan anak pada tv kompas minggu 3/3/2013. Dan lebih parah lagi pada umumnya pelaku kekerasan seksual adalah orang -orang terdekat dari korban, seperti orang tua, guru,polisi, paman, tetangga, pedagang keliling dan umumnya kasus kekerasan pada anak sulit terungkap karena adanya rasa ketakutan pada anak untuk melaporkan kejadian tersebut karena melibatkan orang dekatnya. Faktor inilah yang menyebabkan kasus kekerasan seksual terhadap anak sulit diungkapkan seperti kasus meninggalnya siswi SD yang pelakunya baru diketahui setelah siswi tersebut meninggal dan ternyata pelakunya adalah ayahnya sendiri. 3 Berkaitan dengan fakta bahwa masih sering terjadi kekerasan seksual terhadap anak dan tidak adanya upaya pemberian rehabilitasi secara 3 www.sumarwani.blog.unissula.ac.id,prof.dr.hj.sri Sumarwani,S.H,M.Hum,Kekerasan pada anak bentuk,penanggulangan dan perlindungan pada anak korban kekerasan, diakses pada hari Jumat, pada Tanggal 29 Maret 2013, jam 21:30

7 merata kepada semua korban, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan hukum/skripsi dengan judul Pemberian Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latarbelakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah proses rehabilitasi terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses rehabilitasi terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual.. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penulis berharap dengan hasil penelitian yang penulis lakukan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama dalam rangka pengembangan di bidang hukum, yaitu ilmu hukum pada umumnya terutama mengenai hukum pidana dan perlindungan anak. 2. Manfaat Praktis Secara praktis dari penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada masyarakat, lembaga-lembaga dan aparat penegak hukum yang terkait tentang betapa pentingnya

8 memberikan upaya rehabilitasi bagi korban terutama yang mengalami kekerasan seksual. E. Keaslian Penelitian Penelitian penulis yang berjudul Pemberian Rehabilitasi terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual adalah hasil karya asli penulis sendiri, namun sebagai pembanding akan dikemukakan beberapa penulisan skripsi yang terlebih dahulu sebagai berikut : 1. KRISTIN PURBA, NPM 050508940, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, PEMENUHAN HAK ANAK DALAM PROSES PENYIDIKAN BAGI ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL a. Rumusan Masalah : Apakah hak anak dalam proses penyidikan bagi anak sebagai korban kekerasan seksual sudah terpenuhi? b. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan memperoleh data tentang pemenuhan hak anak dalam proses penyidikan bagi anak sebagai korban kekerasan seksual. c. Hasil Penelitian : Secara keseluruhan hak anak dalam proses penyidikan belum dapat terpenuhi, karena tidak setiap Polres mempunyai ruang penanganan khusus (RPK) dan tidak setiap Polres menjalin

9 kerja sama dengan suatu Lembaga Perlindungan Anak, oleh karena itu pihak polisi atau penyidik dapat dipersalahkan karena tidak seluruh hak anak dalam proses penyidikan dapat terpenuhi. Apabila hak anak belum terpenuhi, maka pihak penyidik atau polisi telah melakukan pelanggaran terhadap hak anak atas kebebasan atau hak anak dari rasa ketakutan, dalam hal ini anak (korban) dapat melaporkan hal tersebut ke Propam agar polisi yang melakukan pelanggaran tersebut atau polisi tersebut belum memenuhi hak anak dalam proses penyidikan untuk di tindak lanjuti oleh Propam. 2. ULIARTHA FEBRIANI, NPM 040508839, Fakultas Hukum Universitas Atmayaja Yogyakarta, PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL dengan rincian sebagai berikut : a. Rumusan Masalah: 1) Bagaimanakah peran lembaga perlindungan anak terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual? 2) Bagaimana peran kepolisian, masyarakat dan orang tua dalam memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual? b. Tujuan Penelitian

10 1) Untuk mengetahui dan memperoleh data tentang peran lembaga perlindungan anak terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual. 2) Untuk mengetahui dan memperoleh peran kepolisian, masyarakat dan orangtua dalam memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual. c. Hasil Penelitian 1) Ada 3 aspek peran lembaga perlindungan anak terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual yaitu: 1. Aspek Yuridis Peran lembaga perlindungan anak dari aspek yuridis adalah memefasilitasi dengan lawyer bagi korban, baik dalam proses hukum maupun diluar proses hukum, yang bertujuan untuk membela kepentingan hukum bagi korban. 2. Aspek Psikologis Aspek Psikologis bertujuan untuk membantu korban yang mengalami penyimpangan prilaku misal depresi, trauma,pemuurung,tidak mau bergaul dengan teman sebaya, sehingga dilakukan observasi psikologi. 3. Aspek Medis Aspek medis baru dilakukan apabila ada pengaduan dari korban. Aspek medis kadang dilakukan dengan visum untuk mengetahui rusak atau tidaknya alat vital korban,

11 hasil visum dari rumah sakit digunakan sebagai alat bukti oleh polisi dalam melakukan penyidikan. 2) Peran aparat Kepolisian adalah memberikan perlindungan kepada korban mulai dari proses penyelidikan sampai dengan proses penyidikan dimana proses penyidikan sampai pelimpahan perkara kepada kejaksaan. 3) Peran masyarakat faktanya belum maksimal dikarenakan masih banyak masyarakat yang enggan mengungkapkan kasuskasus kekerasan yang menimpa anggota keluarganya, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan aib yang tidak diinginkan. 4) Peran dari orangtua dalam memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual yaitu dengan memberikan perhatian lebih, memberi dukungan, mempercayai cerita anak dan tidak menyalahkan anak sehingga beban yang dirasakan anak akan lebih sedikit, respon orang tua juga bermanfaat bagi kejujuran anak sehingga anak tidak takut menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya, orang tua yang diyakini anak bisa memahami dirinya membuat anak tidak akan ragu untuk bercerita. 3. PRIMITIVA ULIN SOVIA, NPM 030508206, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, PERAN LEMBAGA SOSIAL TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL ANAK. a. Rumusan Masalah :

12 Bagaimanakah peran lembaga sosial terhadap kekerasan seksual anak yang menjadi korban dan upaya yang dilakukan oleh lembaga sosial dalam masa pemulihan korban? b. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan memperoleh data tentang peran lembaga sosial terhadap kekerasan seksual anak yang menjadi korban dan upaya yang dilakukan oleh lembaga sosial dalam masa pemulihan korban. c. Hasil penelitian : Menunjukan bahwa peraturan yang digunakan dalam mengatasi permasalahan kekerasan seksual adalah melalui konsultasi dan orientasi, memberikan bantuan, memberi acuan dan bantuan yang sah. Sementara itu dalam waktu penyembuhan atau pemulihan, institusi memberikan terapi dan bantuan. Berbeda dengan penelitian-penelitian diatas, penelitian penulis difokuskan pada pemberian rehabilitasi terhadap anak sebagai korban kekerassan seksual F. Batasan Konsep 1. Rehabilitasi Undang undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Pasal 1

13 angka 14 memberikan pengertian Rehabilitasi yaitu pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. 2. Anak Undang undang Republik Indonesia Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 angka 1 memberikan pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada didalam kandungan. 3. Korban Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Pasal 1 angka 2, yang dimaksud dengan Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan /atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 4. Kekerasan Seksual Undang undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf b, menyebutkan kekerasan seksual adalah persenggaman yang didahului dengan tindakan kekerasan(penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan atau pemerkosaan.

14 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitiaan Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah Penelitian Hukum Normatif yang berfokus pada hukum positif. Penelitian ini memerlukan data sekunder sebagai data utama dan data primer sebagai pendukung. 2. Sumber data Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari : a. Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang berupa perundang-undangan yang sifatnya mengikat yaitu : 1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Bab X A Pasal 28 B ayat (2) tentang hak anak atas kelangsungan hidupnya dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,lembaran negara republik indonesia nomor 165 Tahun 1999 Bab III Pasal 58 ayat (1) tentang Perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun mental. 3) Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, lembaran negara republik Indonesia nomor 109 tahun 2002 Bab IX Pasal 64 ayat (3)

15 tentang Upaya Khusus Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan : 1) Buku, pendapat hukum, pendapat bukan hukum, jurnal/jurnal hukum, internet. 2) Dokumen adalah surat yg tertulis atau tercetak yg dapat dipakai sebagai bukti keterangan, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan. Dokumen yang akan diteliti adalah putusan pengadilan negeri tentang kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier berupa Kamus Bahasa Indonesia (KBI). 3. Metode Pengumpulan data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara : a. Studi kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang terkait, bahan hukum sekunder yang diperoleh dari buku, pendapat hukum, pendapat bukan hukum, jurnal/jurnal hukum, internet serta dokumen yang berupa putusan pengadilan negeri tentang kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.

16 b. Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaaan secara terstruktur tentang bagaimana pemberian rehabilitasi terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual. Peneliti akan mengajukan beberapa pertanyaan pada narasumber yaitu Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan bentuk wawancaranya adalah terbuka. 4. Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dengan merangkai atau mengkaji data yang dikumpulkan secara sistematis. Peneliti akan melakukan sistematisasi secara vertikal antara Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 B ayat (2) menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam penelitian ini, peneliti akan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu berawal dari proposisi yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

17 H. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi terdiri atas 3 bab, sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri atas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Skripsi. BAB II Bab ini berisi Proses Pelaksanaan Rehabilitasi terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual. BAB III PENUTUP Bab ini terdiri atas Kesimpulan yang berisi jawaban dari Rumusan Masalah dan Saran yang berkaitan dengan hasil temuan yang harus ditindaklanjuti.