PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

dokumen-dokumen yang mirip
KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI

PEDOMAN PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PENINJAUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN/KOTA

PENINJAUAN KEMBALI IV-1. Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Kabupaten

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

Evaluasi dalam Kebijakan Spasial

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

Jurnal ruang VOLUME 1 NOMOR 1 September 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB 3 PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB 2 KETENTUAN UMUM

DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

L E M B A R A N D A E R A H

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PB 3. Pembangunan berkelanjutan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

2 sebagaimana mestinya perlu ditetapkan suatu peraturan pemerintah yang mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal. Meskipun pembentukan perat

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Salam Sejahtera,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan,

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

I. Permasalahan yang Dihadapi

Transkripsi:

Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten, yang dalam proses perencanaannya tidak akan berhenti pada dokumen yang telah dihasilkannya. Mengingat dinamika pertumbuhan dan perkembangan sosial ekonomi pada suatu wilayah yang begitu cepat sehingga seringkali membuat apa yang telah diarahkan dalam dokumen tata ruang wilayah tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi sebenarnya. Dalam pengertian ini, peninjauan kembali merupakan bagian dari proses yang memperbaiki rencana tata ruang yang telah disusun serta menilai implementasinya terhadap rencana yang ada tersebut. Sesuai dengan KepMen Kimpraswil Nomor 327 Tahun 2002 Tentang Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten bahwa Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkala selama jangka waktu perencanaan berjalan agar selalu memiliki suatu rencana tata ruang yang berfungsi seperti yang ditetapkan. 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Peninjauan kembali dalam konteks penataan ruang secara keseluruhan merupakan bagian dari proses perencanaan tata ruang, sebagai proses untuk memperbaiki rencana tata ruang yang telah ada, bukan berarti penyusunan rencana baru secara totalitas, namun merupakan bagian dari kegiatan perencanaan yang prosesnya terjadi setelah suatu siklus kegiatan penataan ruang yang terdiri dari perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, peninjauan kembali rencana tata ruang ini merupakan kegiatan peninjauan kembali secara total terhadap keseluruhan kinerja penataan ruang, termasuk mengakomodasikan dan pemutakhiran yang dirasakan perlu akibat kemungkinan adanya paradigma serta peraturan/rujukan baru pembangunan dan perencanaan tata ruang. Mengingat kinerja penataan ruang dipengaruhi bukan hanya faktor internal wilayah, kualitas rencana, dan ketepatan tata cara pemanfaatan, tapi juga faktor eksternal seperti adanya paradigma baru dalam pembangunan atau penataan ruang nasional, perubahan Laporan Pendahuluan 2-1

peraturan atau rujukan baru, maka penyempurnaan RTR dilakukan setelah juga memperhatikan faktor eksternal wilayah. Kegiatan peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten tidak terlepas dari kegiatan penyusunan rencana ataupun kegiatan revisi, karena didalam suatu mekanisme penanganan rencana tata ruang yang utuh, kegiatan tersebut satu dengan lainnya merupakan satu sikuensis, dimana output kegiatan yang satu akan merupakan input bagi kegiatan lainnya. Secara diagramatis, kedudukan peninjauan kembali dalam rencana tata ruang masuk dalam kegiatan Evaluasi, secara garis besar dapat di gambarkan dalam diagram sebagai berikut ini. Gambar 2.1 Kedudukan Peninjauan Kembali dalam Rencana Tata Ruang Dari gambar di tersebut terlihat bahwa untuk melakukan evaluasi, dalam hal ini peninjauan kembali diperlukan adanya masukan yang berasal dari monitoring mengenai implementasi suatu rencana. Adapun keluaran peninjauan kembali dapat berupa suatu informasi dan rekomendasi yang akan dipergunakan sebagai dasar terbentuknya suatu kebijaksanaan sehubungan dengan kemungkinan adanya perbaikan/revisi rencana atau penyusunan rencana yang baru. Inti tujuan kegiatan peninjauan kembali adalah menilai sejauh mana RTRW Kabupaten telah/dapat dilaksanakan, atau sebagai upaya menilai efektifitas RTRW melalui pengendalian pemanfaatan lahan. 2.2 PERLUNYA PENINJAUAN KEMBALI RTRW Pada kegiatan penyusunan rencana tata ruang, dalam hal ini Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, pengkajian terhadap aspek-aspek sumberdaya alam, manusia dan buatan, perumusan konsepsi, strategi yang didasarkan pada asumsi tertentu dan faktor sosial ekonomi yang bersifat internal maupun eksternal terhadap wilayah perencanaan merupakan hal yang wajib dilakukan. Dalam perjalanan penyusunan rencana sebagai dasar pemanfaatan ruang dapat terjadi berbagai kemungkinan yaitu antara lain: a. Perubahan faktor eksternal terhadap wilayah seperti perkembangan ekonomi nasional dan global, perubahan wilayah sektor dan tata ruang wilayah nasional. b. Perubahan kondisi-kondisi internal seperti keinginan daerah, perkembangan yang sangat pesat dari satu sektor atau kawasan dalam satu wilayah. c. Kekurangtepatan menggunakan rencana dan pengendalian sehingga terjadi simpangan. Laporan Pendahuluan 2-2

Keseluruhan ini dapat menyebabkan kemungkinan: a. RTRW masih dapat mengakomodasikan dinamika perkembangan yang bersifat eksternal dan internal namun terjadi simpangan-simpangan dalam pemanfaatan karena kelemahan dalam pengendalian. Untuk kondisi yang pertama maka tidak perlu dilakukan peninjauan kembali tetapi yang dibutuhkan adalah penertiban, yang dapat mencakup perubahan pemanfaatan agar menjaga konsistensi rencana, atau penyempurnaan mekanisme pengendalian. b. RTRW tidak dapat lagi mengakomodasikan dinamika perkembangan yang bersifat eksternal dan atau internal. Adanya perubahan faktor eksternal dan internal dapat mempengaruhi RTRW yang ada sehingga rencana menjadi tidak relevan lagi sebagai acuan pemanfaatan ruang, maka perlu dilakukan peninjauan kembali. Perubahan dan pengaruhnya terhadap RTRW tidak selalu sama akan tetapi kadarnya dapat bervariasi. Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK), dapat dilaksanakan karena beberapa alasan atau kondisi, di antaranya adalah pada UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu pada pasal 16 sebagai berikut: Pasal 16 (1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali. (2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan rekomendasi berupa: a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi. (3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Faktor yang sebenarnya menjadikan kegiatan peninjauan kembali menjadi suatu aktivitas yang penting untuk dilakukan secara berkala dalam proses penataan ruang adalah karena adanya ketidaksesuaian dan/atau simpangan antara rencana dengan kenyataan yang terjadi di lapangan baik karena faktor internal maupun faktor eksternal. A. Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perlunya peninjauan kembali, yaitu: 1. Adanya perubahan dan/atau penyempurnaan peraturan dan/atau rujukan sistem penataan ruang. 2. Adanya perubahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang dan/atau sektoral dari tingkat propinsi maupun kabupaten yang berdampak pada pengalokasian kegiatan pembangunan yang memerlukan ruang berskala besar. Laporan Pendahuluan 2-3

3. Adanya ratifikasi kebijaksanaan global yang mengubah paradigma sistem pembangunan dan pemerintahan serta paradigma perencanaan tata ruang. 4. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan seringkali radikal dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam meminimalkan kerusakan lingkungan. 5. Adanya bencana alam yang cukup besar sehingga mengubah struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan memerlukan relokasi kegiatan budidaya maupun lindung yang ada demi pembangunan pasca bencana. B. Faktor Internal Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perlunya peninjauan kembali adalah: 1. Rendahnya kualitas RTRWK yang dipergunakan untuk penertiban perizinan lokasi pembangunan, sehingga kurang dapat mengoptimalisasi perkembangan dan pertumbuhan aktivitas sosial ekonomi yang cepat dan dinamis. 2. Rendahnya kualitas ini dapat disebabkan karena tidak diikutinya proses teknis dan prosedur kelembagaan perencanaan tata ruang. 3. Terbatasnya pengertian dan komitmen aparatur yang terkait dengan tugas penataan ruang, mengenai fungsi dan kegunaan RTRWK dalam pelaksanaan pembangunan. 4. Adanya perubahan atau pergeseran nilai/norma dan tuntutan hidup yang berlaku di dalam masyarakat. 5. Lemahnya kemampuan aparatur yang berwenang dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 2.3 KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Peninjauan kembali RTRWK lebih mudah ditindaklanjuti dengan membuat dan mengikuti suatu tipologi peninjauan kembali. Adapun kriteria-kriteria yang membentuk tipologi tersebut adalah: A. Kelengkapan dan Keabsahan Data Data dikatakan lengkap jika minimal terdapat: 1. Data Kebijaksanaan Pembangunan Daerah (sasaran dan tujuan) dan Data Regional: a. Data kesimpulan arahan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Propeda Propinsi terhadap Kabupaten. b. Data kesimpulan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Propeda Kabupaten. c. Data kebijaksanaan pembangunan sektor lainnya yang berpengaruh. d. Data atau informasi arahan RTRWN, RTR Pulau atau Perwilayahan, RTRW Kabupaten terhadap Kabupaten. 2. Data karakteristik ekonomi wilayah dan hasil pengamatan perkembangannya, yang meliputi: a. Data PDRB Kabupaten (time series 5 tahun). b. Data mobilitas orang dan barang di kabupaten. Laporan Pendahuluan 2-4

c. Data sistem jaringan transportasi jalan. d. Data produksi per sektor pembangunan total kabupaten. e. Data produksi per sektor pembangunan dirinci per kecamatan. f. Data APBD Kabupaten (time series 5 tahun). g. Data realisasi penerimaan dan pengeluaran rutin. h. Data realisasi penerimaan dan pengeluaran pembangunan. i. Data investasi pembangunan per sektor yang terkait dengan penataan ruang. 3. Data dan kondisi perkembangan kependudukan atau demografi, yang meliputi: a. Data jumlah penduduk kabupaten, kecamatan, kota-kota (perkotaan), dan perdesaan. b. Data kepadatan penduduk kabupaten, kecamatan dan kota. c. Data rate pertumbuhan kabupaten, kecamatan, desa. d. Data lapangan pekerjaan penduduk kabupaten, dirinci per kecamatan. 4. Data sumber daya buatan, meliputi: a. Data sarana ekonomi tiap kecamatan dan perkotaan. b. Data sarana sosial tiap kecamatan dan perkotaan. c. Data dan peta sarana dan prasarana transportasi di kabupaten. d. Data dan peta prasarana pengairan. e. Data dan peta sumber air baku. f. Data dan peta sistem jaringan listrik. g. Data dan peta sistem telekomunikasi. 5. Data sumber daya alam, meliputi: a. Data dan peta penggunaan lahan/tanah. b. Data dan peta hidrologi/sumberdaya air. c. Data dan peta topografi dan morfologi. d. Data dan peta geologi dan jenis tanah. e. Data dan peta sumberdaya mineral. f. Data dan peta unsur-unsur iklim. g. Data dan peta kehutanan. h. Data dan peta kawasan rawan bencana. Peta dibuat dengan kedalaman skala 1:100.000 sampai dengan 1:50.000. B. Relevansi Metoda dan Hasil Analisis Analisis yang digunakan dalam penyusunan RTRWK dianggap lengkap jika minimal terdapat: 1. Analisis untuk melihat kedudukan Kabupaten dalam sistem perwilayahan nasional, sistem tata ruang pulau, sistem perwilayahan propinsi, dan keterkaitannya dengan kabupaten lainnya. Analisis ini dinyatakan lengkap jika minimal memiliki: Laporan Pendahuluan 2-5

a. Analisis mengenai jaringan transportasi nasional, pulau, propinsi b. Analisis mengenai arahan kebijakan RTRWN, RTR Pulau, Perwilayahan, RTRW Kabupaten, dan kebijaksanaan sektoral. c. Analisis sistem perkotaan, regional yang berpengaruh terhadap kabupaten. d. Analisis fungsi dan peranan kabupaten dalam lingkup nasional, pulau, propinsi dilihat dari aspek ekonomi, transportasi dan pencapaian pembangunan nasional/ regional secara umum. e. Analisis sektor-sektor unggulan yang menjadi prime mover di kabupaten, propinsi, pulau maupun nasional. 2. Analisis Demografi a. Analisis tingkat perkembangan penduduk. b. Analisis mengenai pergerakan/mobilitas penduduk antar kabupaten dan dalam kabupaten. c. Analisis distribusi/kepadatan penduduk kecamatan, perkotaan, dan perdesaan. d. Analisis struktur pekerjaan penduduk kecamatan, perkotaan dan perdesaan. e. Analisis strukltur umur dan tingkat partisipasi angkatan kerja per kecamatan, perkotaan dan perdesaan. 3. Analisis Sosial Kemasyarakatan a. Analisis adat-istiadat yang menghambat dan mendukung pembangunan. b. Analisis tingkat partisipasi/peran serta masyarakat dalam pembangunan. c. Analisis kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. d. Analisis pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat setempat. e. Analisis kinerja tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas sosial. 4. Analisis Ekonomi a. Analisis mengenai ekonomi dasar. b. Analisis mengenai struktur ekonomi wilayah kabupaten. c. Analisis mengenai peluang pertumbuhan ekonomi. d. Analisis pergerakan barang dan jasa intra dan inter wilayah. e. Analisis pola persebaran ekonomi dalam wilayah. f. Analisis mengenai potensi investasi. 5. Analisis Fisik dan Daya Dukung Lingkungan a. Analisis kendala fisik pengembangan kawasan budidaya (rawan gempa, banjir, longsor, dll). b. Analisis lokasi dan kapasitas sumber daya alam. c. Analisis kesesuaian lahan untuk kawasan lindung maupun budidaya. 6. Analisis Sarana dan Prasarana a. Analisis kondisi, jenis dan jumlah sarana sosial dan ekonomi. Laporan Pendahuluan 2-6

b. Analisis sarana dan prasarana transportasi c. Analisis sarana dan prasarana pengairan, listrik dan telekomunikasi. 7. Analisis struktur dan pola ruang yang ada dan kecenderungan perkembangannya Analisis ini dinyatakan lengkap apabila dapat dirangkum faktor-faktor pembentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang dari kesimpulan analisis pola sebaran penduduk, pola sebaran kegiatan pembangunan (kegiatan budidaya), dan pola sebaran jaringan sarana-prasaran. 8. Analisis potensi dan kondisi sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia a. Potensi sumber daya alam yang ada, kemungkinan dan keterbatasan pengembangannya. b. Potensi pengembangan sumber daya buatan. c. Kemampuan sumber daya manusia yang ada untuk mengelola sumbersumber di atas. 9. Analisis Keuangan dan Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Daerah a. Analisis mengenai jumlah dan proporsi pembiayaan pembangunan kabupaten serta arahan dari tingkat propinsi. b. Analisis PAD, subsidi pemerintah pusat, dan subsidi dari tingkat propinsi. c. Analisis sumber-sumber pembiayaan lainnya (swasta, BLN, dsb). C. Kesesuaian Perumusan Konsep dan Strategi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Bagian-bagian perumusan konsep dan strategi pemanfaatan yang diperiksa kesesuaiannya meliputi: 1. Perumusan tujuan pemanfaatan ruang. 2. Perumusan masalah pembangunan kabupaten dan keterkaitannya dengan masalah pemanfaatan ruang. 3. Perumusan konsep dan strategi pengembangan tata ruang wilayah kabupaten. 4. Penjabaran konsep dan strategi pengembangan tata ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah berikut: a. Strategi pengelolaan kawasan kawasan lindung dan budidaya b. Strategi pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan, dan kawasan tertentu. c. Strategi pengembangan sistem kegiatan pembangunan serta sistem permukiman perdesaan dan perkotaan. d. Strategi pengembangan sarana dan prasarana wilayah. e. Strategi pengembangan kawasan prioritas f. Strategi pemanfaatan ruang. g. Strategi pengendalian pemanfaatan ruang. D. Kesahan Produk RTRWK RTRW Kabupaten dinyatakan sah sesuai UUPR, apabila memiliki: 1. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten serta konsep dan strategi Laporan Pendahuluan 2-7

pengembangannya untuk mencapai tujuan tersebut di atas. 2. Rencana struktur pemanfaatan ruang: a. Rencana sistem kegiatan pembangunan; b. Rencana sistem permukiman perkotaan dan perdesaan; c. Rencana sistem prasarana wilayah yang terdiri dari: Rencana sistem prasarana transportasi dan Rencana sistem prasarana energi/listrik; d. Rencana sistem prasarana lingkungan; e. Rencana sistem prasarana lainnya. 3. Rencana pola pemanfaatan ruang. E. Prosedur Penyusunan RTRWK Penyusunan RTRWK umumnya mengikuti prosedur yang berciri sebagai berikut: 1. Disusun berdasarkan pedoman penyusunan yang berlaku. 2. Melibatkan seluruh tim koordinasi penataan ruang wilayah kabupaten bersangkutan serta masyarakat dan pakar termasuk swasta. 3. Melalui suatu proses konsensus dan musyawarah dari semua pihak dan mengalokasikan ruang sesuai dengan arahan dari rencana tata ruang yang lebih tinggi. Penentuan kriteria dan tata cara penilaian dalam evaluasi bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijaksanaan akibat terjadinya penyimpangan pelaksanaan RTRW Kabupaten. Kebijaksanaan dimaksud akan menyangkut apakah RTRW Kabupaten berdasarkan evaluasi perlu direvisi atau tidak dan kapan RTRW Kabupaten tersebut perlu disusun ulang walaupun masa berlaku rencana tersebut belum habis. 2.4 KRITERIA PENINJAUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses peninjauan kembali merupakan suatu bagian dari keseluruhan mekanisme dari rangkaian penataan ruang, dan dilakukan secara konsisten terhadap proses pemanfaatan ruang yang menerima pengaruh dari faktor internal dan eksternal. Proses peninjauan kembali RTRWK dilakukan dengan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1. Evaluasi data dan informasi dari hasil kegiatan, pengendalian pemanfaatan ruang dari pelaporan dan pemantauan a. Pengumpulan data pemanfaatan ruang yang sudah berlangsung dan dibandingkan dengan strategi dan rencana pola dan struktur ruang b. Pengumpulan data mengenai kebijakan eksternal dan evaluasi adanya perubahan-perubahan terhadap asumsi faktor-faktor eksternal yang ada, serta kajian mengenai pengaruhnya terhadap strategi, struktur dan pola ruang c. Mengkaji keabsahan RTRW dengan memperhatikan perubahan pemanfaatan dan adanya perubahan faktor eksternal. Data, metoda/analisis, konsep dan strategi dikaji apakah masih tepat dan absah serta produk rencana sesuai UUPR dan apakah rencana masih sesuai dengan perkembangan. Kegiatan tahap ini akan menghasilkan produk : a. Profil dan kualitas / kesahan RTRW Laporan Pendahuluan 2-8

b. Tingkat permasalahan pemanfaatan ruang, berupa simpangan-simpangan pemanfaatan ruang dan lokasi pembangunan c. Perubahan-perubahan dari kebijakan-kebijakan diluar sistem penataaan ruang (faktor eksternal) 2. Penentuan perlu tidaknya peninjauan kembali Kriteria indikatif yang secara tepat dapat menentukan apakah RTRW perlu ditinjau kembali, meliputi : a. Terjadinya perubahan kebijakan pemerintah/sektor untuk pembangunan skala besar atau kegiatan penting sehingga tidak dapat ditampung oleh pola dan struktur ruang RTRW. Perubahan tersebut akan mengganggu rencana struktur dan pola ruang sehingga mungkin dapat menurunkan efisiensi pembangunan dan atau kerusakan lingkungan. b. Terjadi perubahan faktor-faktor internal dalam pembangunan daerah karena adanya perubahan preferensi/prioritas perkembangan kawasan-kawasan atau sektor yang tidak dipertimbangkan sebelumnya dan lain-lain. c. Terjadinya simpangan-simpangan besar dalam struktur dan pola ruang karena penyimpangan pemberian izin lokasi pembangunan dan kurang tanggapnya pemerintah daerah terhadap dinamika pembangunan yang ada. Jika sekurang-kurangnya salah satu dari kriteria indikatif tersebut atau lebih dipenuhi, maka diperlukan proses peninjauan kembali atau penyempurnaan terhadap seluruh proses penataan ruang yang ada, dan sebaliknya apabila tidak dipenuhi maka RTRW masih dianggap dapat dipergunakan sebagai mata spasial pembangunan. 3. Penentuan tipologi peninjauan kembali berdasarkan kriteria tipologi peninjauan kembali Apabila telah ditentukan perlu dilakukan peninjauan kembali, maka perlu dilakukan penentuan tipologi peninjauan kembali, untuk menganalisis aspekaspek/komponen-komponen yang perlu diperbaiki mengingat banyak kemungkinan dari kombinasi-kombinasi faktor penyebab. Tipologi peninjauan kembali masingmasing perlu dikaji faktor-faktor yang perlu diperbaiki dan bagaimana memperbaikinya meliputi : a. Tipologi A Kondisi RTRW sah, terjadi simpangan kecil dan tidak terjadi perubahan faktor eksternal RTRW tersebut memiliki kondisi berlaku/digunakan sebagai acuan pembangunan dan memenuhi syarat ketentuan-ketentuan prosedur dan proses penyusunan rencana dan terpenuhi substansi RTRW. Simpangan-simpangan dalam pemanfaatan dan pengendalian rencana secara prinsip tidak mempengaruhi perubahan tujuan, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah, demikian pula faktor-faktor eksternal masih sangat kecil pengaruhnya pada perubahan wilayah. b. Tipologi B Kondisi RTRW sah, terjadi simpangan kecil, namun terjadi perubahan signifikan pada faktor-faktor eksternal berpengaruh terhadap kinerja RTRW. RTRW tersebut memiliki kondisi berlaku digunakan sebagai acuan pembangunan dan memenuhi syarat ketentuan-ketentuan prosedur dan proses penyusunan Laporan Pendahuluan 2-9

rencana, namun karena adanya pengaruh faktor eksternal, RTRW tersebut tidak lagi dapat sepenuhnya dijadikan acuan pembangunan karena tidak lagi dapat mengakomodasi perkembangan yang ada. Secara mendasar RTRW memerlukan perubahan-perubahan mendasar dalam tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayahnya. c. Tipologi C RTRW sah, terjadi simpangan besar dan perubahan faktor eksternal secara signifikan. Dalam pemanfaatan RTRW terjadi simpangan-simpangan yang menyalahi ketentuan yang diinginkan dalam RTRW, disebabkan oleh pengaruh faktorfaktor eksternal yang secara signifikan. Perlu dilakukan perubahan tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah. d. Tipologi D RTRW sah, terjadi simpangan besar, namun tidak terjadi perubahan pada faktor-faktor eksternal. Dalam pelaksanaan RTRW telah terjadi simpangan dalam pemanfaatan dan pengendalian yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diinginkan dalam RTRW, walaupun kondisi RTRW sendiri telah memenuhi prosedur dan ketentuan penyusunan RTRW. e. Tipologi E, F,G dan H Keempat tipologi ini pada dasarnya memiliki kondisi yang sama yaitu RTRW yang bersangkutan tidak sahih. Perbedaan tipologi hanya dibedakan atas dasar pelaksanaan pemanfaatan serta pengaruh faktor-faktor eksternal, meliputi : Tipologi E : simpangan kecil, faktor eksternal bertambah Tipologi F : simpangan kecil, faktor eksternal tetap Tipologi G : simpangan besar, faktor eksternal berubah Tipologi H : simpangan besar, faktor eskternal tetap Pada dasarnya untuk keempat tipologi ini perlu dilakukan penyempurnaan RTRW atau perubahan tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pedoman penyusunan rencana dan sesuai dengan perubahan yang diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal tersebut. 4. Kegiatan peninjauan berupa kegiatan analisis, kajian dan evaluasi/penilaian Analisis Perubahan Faktor Eksternal Perubahan faktor eksternal yang perlu diperhatikan dalam peninjauan kembali RTRW Kabupaten, dapat berupa : a. Peraturan dan rujukan baru Perlu diperhatikan bahwa peraturan-peraturan baru atau rujukan baru untuk dinilai sampai berapa jauh pengaruhnya terhadap RTRW Kabupaten. b. Kebijakan baru, baik yang dilakukan oleh Pusat, Daerah maupun Sektor Dalam hal ini melihat sejauh mana kebijakan tersebut mempengaruhi strategi, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kabupaten yang ada dalam RTRW Kabupaten, misalnya dapat berupa perubahan strategi Laporan Pendahuluan 2-10

perwilayahan nasional, perubahan pola dasar pembangunan, kebijaksanaan pemanfaatan lahan berskala besar atau mempertahankan lahan-lahan beririgasi teknis. c. Perubahan-perubahan dinamis akibat kebijakan maupun pertumbuhan ekonomi 1. Terjadinya perubahan fungsi kota. 2. Munculnya berbagai investasi properti berskala besar yang berpengaruh terhadap pola dan struktur pengembangan daerah. 3. Terjadinya perubahan-perubahan pembangunan infrastruktur yang berpengaruh terhadap pola dan struktur ruang wilayah. 4. Dibangunnya pusat-pusat pelayanan atau outlet baru yang berpengaruh terhadap pola dan struktur ruang wilayah. d. Paradigma baru pembangunan dan atau penataan ruang Penilaian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pendekatanpendekatan yang dilakukan dalam RTRW kemungkinan tidak lagi sah untuk mengakomodasikan faktor-faktor eksternal seperti pengaruh globalisasi atau penemuan teknologi baru, sehingga dirasakan perlu merumuskan orientasi baru dalam strategi pemanfaatan ruang provinsi dan wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang kabupaten Kajian perubahan faktor eksternal yang signifikan dapat dilakukan secara kuantitatif atau kualitatif, namun pertimbangan utama adalah apakah perubahan yang masih ada masih dapat diakomodasikan atau sejalan dengan perubahan-perubahan ekonomi, asumsi-asumsi, strategi atau arahan pengelolaan ruang provinsi dan apakah arahan pola dan struktur masih dapat diwujudkan. Analisis Adanya Simpangan Perbedaan antara RTRW yang disusun dengan kenyataan wujud struktural pemanfaatan ruang di lapangan dinyatakan sebagai simpangan. Berdasarkan pada lingkup penataan ruang, ada sisi yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan yaitu pada sisi pemanfaatan dan pengendalian. Dalam Pemanfaatan RTRW simpangan-simpangan yang terjadi adalah apabila ada perbedaan antara program-program pembangunan yang dilakukan tidak sesuai dengan arahan, tujuan dan sasaran penataan ruang, atau ada perbedaan antara pola dan struktur RTRW dengan wujud pola dan realisasi struktur tata ruang wilayah. Pengendalian yang kurang baik menghasilkan simpangan pemanfaatan ruang. Dalam peninjauan kembali RTRW yang perlu diperhatikan adalah simpangan pemanfaatan ruang, termasuk pengendalian pemanfaatan ruang. Hasil peninjauan kembali adalah rencana yang diperbaharui dan rumusan-rumusan terhadap pemanfaatan pengendalian. a. Kriteria Simpangan dalam Pemanfaatan RTRW Kabupaten Pemanfaatan RTRW Kabupaten dikatakan sesuai dan tidak terjadi simpangan bila terpenuhinya ketentuan-ketentuan pemanfaatan RTRW sebagai berikut: 1. RTRW benar-benar dijadikan acuan pelaksanaan pembangunan. RTRW merupakan dokumen resmi dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Daerah dan didudukkan sejajar dengan dokumen Pembangunan Daerah lainnya, seperti pola dasar. Laporan Pendahuluan 2-11

2. Struktur dan pola pemanfaatan ruang benar-benar sesuai dengan arahan dalam RTRW. 3. RTRW telah ditetapkan dan disahkan menjadi Peraturan Daerah. 4. RTRW Kabupaten telah terdiseminasikan ke setiap sektor. 5. RTRW merupakan acuan sektor dalam menyusun rencana, pembiayan dan penatahapan program pembangunan di daerah. 6. RTRW menjadi acuan dalam pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang hirarki dibawahnya. 7. RTRW tidak menimbulkan konflik kepentingan antar sektor atau tumpang tindih alokasi kegiatan sektor. 8. Pemanfaatan ruang atas dasar RTRW tidak menimbulkan dampak yang bermasalah di masyarakat. 9. Tidak adanya pengaduan masyarakat yang menginformasikan ketidaksesuaian RTRW dengan kenyataan di lapangan. b. Kriteria Simpangan dalam Pengendalian Pemanfaatan RTRW Kehandalan suatu pengendalian adalah didasarkan kemampuan dari sistem pengendalian tersebut dalam menyediakan informasi adanya perbedaan kenyataan struktur dan pola pemanfaatan ruang di lapangan dan memberikan reaksi terhadap penyelesaian simpangan-simpangan di lapangan. Indikator yang dapat dijadikan kriteria pelaksanaan RTRW sudah atau belum melakukan pengendalian secara baik, dapat dilihat dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Telah dibuat sistem informasi pemantauan dan pelaporan yang handal yang secara cepat dapat menginformasikan pelaksanaan programprogram pembangunan di daerah. 2. Telah dilakukan mekanisme perizinan yang sesuai berdasarkan RTRW Kabupaten dalam menentukan lokasi kegiatan. 3. Telah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program-program pembangunan, implementasi ruangnya serta perijinan pemanfaatan ruang. 4. Telah dilakukan evaluasi terhadap kenyataan di lapangan akibat terjadinya dinamika perubahan faktor eksternal seperti perubahan paradigma pembangunan dan kebijaksanaan pembangunan serta ketentuan atau rujukan baru. 5. Diterapkannya instrumen seperti perangkat insentif-insentif terhadap suatu arahan kegiatan agar senantiasa sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten. 6. Diterapkannya denda atau sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten. Dalam penilaian simpangan dapat dilakukan analisis kualitatif dan atau kuantitatif, tetapi dasar utama penentuan kriteria adalah perbedaan wujud pemanfaatan dengan strategi dan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang. Laporan Pendahuluan 2-12

5. Tahapan Perumusan Peninjauan Kembali Perumusan Peninjauan kembali RTRW akan terdiri dari dua rekomendasi, yaitu; 1. RTRW perlu di revisi 2. Perertiban terhadap pelaksanaan pemanfaatkan ruang Gambar 2.2 Proses Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Laporan Pendahuluan 2-13