Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi Volume 1 Nomor 2 Tahun 2016 (p-issn ; e-issn )

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

IMUNITAS ALAMI MENCIT

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Ekstrak dan Fraksi Teripang Phyllophorus sp.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Coba Departemen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Histologi, Mikrobiologi, dan Farmakologi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

Keywords: Phyllophorus sp., Mycobacterium tuberculosis, germinal center, immunostimulant

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

PERBANDINGAN EFEK FRAKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI METANOL AIR HERBA SAMBILOTO

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

ABSTRAK. Kata kunci: HDL, ekstrak etanol, ekstrak protein, fraksi etil asetat, kedelai.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

ABSTRAK. Christina Melissa Siswanto, Pembimbing I : Fen Tih, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

THE IMMUNOMODULATORY EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF RED SPINACH LEAVES (Amaranthus tricolor L.) IN MACROPHAGE PHAGOCYTOSIS ACTIVITY ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK. Shella Hudaya, 2008 Pembimbing I : Khie Khiong, S.Si,M.Si.,M.Pharm.Sc,Ph.D Pembimbing II : Hana Ratnawati, dr., M.Kes

ABSTRAK. Kata Kunci : daun kasturi (Mangifera casturi), fagositosis, makrofag.

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

AINUN RISKA FATMASARI

PENGARUH DIET TINGGI FRUKTOSA RENDAH MAGNESIUM TERHADAP JUMLAH MAKROFAG DAN KADAR TNF-α PADA TIKUS PUTIH JANTAN AGUSTINA HUTRIANI PANDUNG

Richa Yuswantina, Agitya Resti Erwiyani, Prihati.

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

RESPON PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

ABSTRAK. Rhenata Dylan, Pembimbing I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes Pembimbing II: Dr. Slamet Santosa, dr., M.Kes

ABSTRAK. EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia YANG DIINDUKSI ASAM ASETAT ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

Efek Imunostimulator Ekstrak Daun Kasturi (Mangifera Casturi) Pada Mencit

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH EKSTRAK ETANOL HERBA MIMOSA PUDICA L. TERHADAP JUMLAH MAKROFAG DAN NEUTROFIL PADA TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

EFEK CENDAWAN ULAT CINA

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. EFEK HIPOGLIKEMI TEH JIAOGULAN (Gynostemma pentaphyllum) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT Swiss Webster JANTAN YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK. EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP BERAT BADAN MENCIT Swiss Webster JANTAN

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Safriani Rahman, Bayu Putra, Rachmat Kosman, Riska Mustika. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati (mega-biodiversity) yang dimiliki perairan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (Carica papaya Linn) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK

PENGARUH PEMBERIAN TOLAK ANGIN ANAK CAIR TERHADAP KADAR NITRIT OKSIDA (NO) PADA MENCIT SWISS LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

THE IMUNOMODULATOR EFFECT OF ETHYL ACETATE FRACTION OF Sonchus arvensis L. LEAVES TOWARD NON SPECIFIC IMMUNE RESPONSE ON MALE MICE BALB/C STRAIN

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

Transkripsi:

FAGOSITOSIS MENCIT TERINFEKSI TUBERKULOSIS SETELAH PERLAKUAN Phyllophorus sp. SEBAGAI IMUNOMODULATOR PHAGOCYTOSIS OF TUBERCULOSIS MICE AFTER Phyllophorus sp. TREATMENT AS IMMUNOMODULATOR Erlix R. Purnama 1 dan Dwi Winarni 2 1) Program Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Surabaya 2) Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Email: erlixpurnama@unesa.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar Phyllophorus sp terhadap aktivitas fagositosis mencit yang terinfeksi M. tuberculosis dan mengetahui fraksi yang berpotensi sebagai imunomodulator. Dua puluh empat ekor mencit jantan dimasukkan dalam 2 jenis kontrol yang diberi pelarut CMC 0,5% (KN), CMC 0,5% dengan infeksi bakteri (KP), dan 4 jenis perlakuan yaitu ekstrak kasar (EK), fraksi non-polar (FN), fraksi semi polar (FS), dan fraksi polar (FP). Selama 14 hari, hewan coba diberi ekstrak dan fraksinasi, kecuali KN dan KP, dengan dosis 0,0462 g berat kering teripang per hari. Hari ke-15 semua hewan perlakuan kecuali KN diinjeksi intraperitoneal M. tuberculosis 10 6 sel/ml. Pada hari ke-17 mencit dikorbankan dan dilakukan pengambilan cairan intraperitoneal untuk uji aktivitas fagositosis. Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa fraksi non polar menunjukkan aktivitas tertinggi untuk aktivitas fagositosi mencit yang terinfeksi oleh M. tuberculosis. Hal ini berarti bahwa senyawa triterpene yang terkandung pada fraksi non polar memiliki potensi yang terbaik sebagai imunomodulator dibandingkan dengan ekstrak dan fraksifraksi lain dari Phyllophorus sp. Kata kunci: aktivitas fagositosis, Mycobacterium tuberculosis, Phyllophorus sp, imunomodulator ABSTRACT The research aims is to know the effects of giving treatment with Phyllophorus sp extract and fractions against phagocytic activity of mice after infected with Mycobacterium tuberculosis and to know the potential fractions as immunomodulatory. Twenty-four male mice divided into 2 kinds control, positive and negative control, and 4 kinds treatment given with 0.0462 g/dry weight each day there were crude extract, non-polar, semi polar, and polar fraction as a long 14 days. All mice injected with Mycobacterium tuberculosis 10 6 cell/ml by intraperitoneally at days 15 th except negative control. At days 17 th, all mice killed and taken out the intraperitoneal macrophage to induced with yeast to get the phagocytic activity. Non-polar fraction of Phyllophorus sp given the best activity based on statistical analysis and significant difference with the other treatments. It means that triterpene as active compound in nonpolar fraction has the highest potency as immunomodulatory. Keyword: phagocytic activity, M. tuberculosis, Phyllophorus sp, immunomodulatory Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 105

PENDAHULUAN Berdasarkan laporan WHO tahun 2014, Indonesia merupakan penyumbang tuberkulosis nomor 5 di dunia (WHO, 2014, p. 12) dan tuberkulosis merupakan penyakit yang menyebabkan tingkat kematian tertinggi kedua setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit mematikan yang paling berbahaya dari semua penyakit menular di Indonesia (de Jongh, 2010). Dari data dinas kesehatan Jawa Timur kasus tuberkulosis sepanjang tahun 2014 hingga Maret mencapai 40.985 kasus dengan angka kematian mencapai 119 kasus (SurabayaNews, 2015). Imunitas merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi. Respons imun terhadap bakteri atau benda asing yang berhasil mengadakan invasi ke tubuh akan disertai dengan inflamasi yang diikuti oleh migrasi sel sel fagosit seperti makrofag dan neutrofil dari sistem sirkulasi menuju ke tempat terjadinya infeksi sebagai respons adanya benda asing di tempat tersebut. Komponen sistem imun terdiri dari komponen seluler dan humoral. Makrofag merupakan salah satu dari komponen seluler yang mengawali terjadinya respons imun dengan cara mengenali mikrob dan melakukan fagositosis. Terjadinya respons imun yang efektif mengisyaratkan bahwa makrofag mampu mengenali pathogen-associated molecular patterns (PAMPs) dari bakteri sehingga mampu membedakan antara antigen dengan sel inang (Owen et al., 2013, p. 147). Makrofag dalam fungsinya untuk mengenali antigen tergantung pada peran pattern recognition receptor (PRR). Reseptor manosa dan scavenger receptor merupakan kelompok PRR yang dimiliki oleh makrofag. Reseptor manosa mengenal gugus manosa yang merupakan bagian dari komponen dinding sel mikrob. Scavenger receptor pada makrofag dapat mengikat dinding sel bakteri sehingga mampu mengeliminasi bakteri di dalam sirkulasi. Toll-like receptor (TLR) juga merupakan komponen PRR yang dapat mengenali struktur molekul umum dari mikroorganisme yang dikenal sebagai PAMPs. Adanya pengenalan TLR dengan PAMPs menimbulkan transduksi sinyal pada makrofag untuk menstimulasi terbentuknya sitokin tipe 1 yaitu interleukin-12 (IL-12), IL-18, dan IL-23 sebagai respons atas hadirnya mycobacteria dan berperan untuk pengenalan tubuh terhadap mikrob (Delves et al., 2011, p. 6). Beberapa jenis TLR yang berperan pada proses pengenalan terhadap antigen yaitu TLR-4 mampu mengenali lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen dari bakteri Gram-negatif. Toll-like receptor 2 (TLR-2) mampu mengenali polisakarida seperti glukan dan kitin yang merupakan komponen dari dinding sel yeast, selain itu Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 106

TLR-2 juga mampu mengenali komponen dari dinding sel mycobacterium dan bakteri Gram-positif. Koordinasi antara TLR-2 dan TLR-6 mampu mengenali peptidoglikan yang menjadi komponen dari bakteri Gram-positif dan zymosan yang juga merupakan komponen dinding sel yeast (Abbas et al., 2015, p. 55). Sel imunokompeten yang juga berperan dalam fagositosis adalah neutrofil. Neutrofil merupakan salah satu fagosit polimorfonuklear (PMN) atau granulosit yang dibentuk dalam sumsung tulang. Neutrofil mampu menunjukan akivitas fagositik dan sitotoksik dengan cara bermigrasi dari sistem sirkulasi menuju ke tempat inflamasi dan infeksi atas pengaruh faktor kemotaksis. Peran utamanya adalah sebagai pertahanan awal imunitas nonspesifik terhadap infeksi antigen (Abbas et al., 2015, p. 14). Neutrofil juga mempunyai peran penting dalam proses fagositosis yeast karena neutrofil mempunyai enzim lisozom dan diduga melepas bahan fungisidal seperti Reactive Oxygen Intermediate (ROI) (Delves et al., 2011, p. 327). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan tersebar di daratan dan lautan karena berada pada daerah beriklim tropis. Salah satu kenaekaragaman hayati yang terdapat di lautan Indonesia adalah teripang yang dikenal juga sebagai mentimun laut (sea cucumber). Di pantai timur Surabaya spesies teripang yang tidak tercantum dalam daftar teripang bernilai komersial di pasar global yaitu Phyllophorus sp yang dalam bahasa lokal sering disebut sebagai terung. Di wilayah Surabaya dan sekitarnya, Phyllophorus sp memiliki nilai komersial hanya dalam bentuk makanan terung goreng dan beberapa jenis teripang lain biasanya dalam bentuk mentah digunakan sebagai bahan masakan cina yang dipercayai memiliki khasiat tertentu. Phyllophorus sp secara kualitatif mengandung glikosida triterpen (Winarni, 2009) dan menunjukkan bioaktivitasnya sebagai anti jamur, anti mikrob, sitotoksik, dan imunomodulator (Aminin., 2012, p. 381-401). Imunomodulator adalah bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengembalikan fungsi respons imun yang terganggu dari berbagai komponen sistem imun (imunorestorasi), memperbaiki dan memperkuat respons imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun (imunostimulant) atau menekan respons imun yang fungsinya berlebihan (imunosupressi) (Murphy et al., 2012, p. 502). Glikosida triterpen memiliki peran yang kuat sebagai imunomodulator yaitu dengan menstimulasi aktivitas lisosom dan fagositosis makrofag mencit sehingga meningkatkan kadar IL-12 (Purnama, 2011) dan diharapkan dengan pemberian perlakuan Phyllophorus sp dapat meningkatkan aktivitas fagositosis mencit setelah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 107

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar Phyllophorus sp terhadap aktivitas fagositosis mencit yang terinfeksi M. tuberculosis dan mengetahui fraksi yang berpotensi terbesar sebagai imunomodulator. METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan 24 ekor mencit jantan dewasa belum pernah kawin dari jenis Mus musculus strain BALB/C dengan umur berkisar antara 3-4 bulan dan berat badan berkisar antara 30-40 g. Mencit jantan dimasukkan dalam 2 jenis kontrol yang diberi pelarut CMC 0,5% (KN) dan CMC 0,5% dan infeksi bakteri (KP), dan 4 jenis perlakuan yang diberi ekstrak kasar (EK), fraksi non polar (FN), fraksi semi polar (FS), dan fraksi polar (FP) dengan 4 kali pengulangan pada setiap perlakuan. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang Phyllophorus sp, bakteri M. tuberculosis untuk menginduksi respons imun, bahan-bahan kimia untuk ekstraksi dan fraksinasi teripang: etanol, n-heksan, dan etil asetat serta untuk pelarut ekstrak dan fraksi yaitu CMC 0,5%, dan larutan phosphate buffered saline (PBS). Bahan-bahan untuk pengamatan aktivitas fagositosis: suspensi yeast, larutan NaCl, metanol 70%, karbol fuchsin, pewarna crystal violet, dan aquades. Alat untuk uji fagositosis yaitu haemositometer, mikroskop cahaya, dan hand counter. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap ekstraksi dan fraksinasi teripang, tahap perlakuan pada hewan coba, tahap infeksi hewan coba, dan tahap pengamatan aktivitas fagositosi hewan coba, serta tahap analisis data. Pada tahap awal, teripang Phyllophorus sp sebagian diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol dan sebagian lagi difraksinasi bertingkat berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol. Tahap perlakuan dilakukan dengan cara pemberian ekstrak teripang dan fraksi-fraksinya diberikan secara per oral pada mencit mulai hari ke 1 hingga akhir penelitian setiap hari selama 14 hari. Dosis yang diberikan berdasar pada Aminin (2012, p. 381-401) yaitu setara dengan 0,0462 g berat berat kering teripang per mencit. Tahap infeksi dilakukan pada hari ke-15 perlakuan, mencit dipindahkan ke laboratorium biosafety level 3 (BSL-3) FKH, Unair untuk dilakukan injeksi intraperitoneal dengan 0,1 ml suspensi yang mengandung 10 6 bakteri M. tuberculosis. Pemeliharaan hewan coba setelah injeksi M. tuberculosis hingga pengambilan sampel dilakukan di BSL-3 FKH, Unair. Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 108

Tahap uji fagositosis dilakukan pada hari ke-17 yang dimulai dari pengambilan cairan peritoneal, penghitungan jumlah fagosit, penyiapan suspensi yeast sebagai bahan uji, inkubasi, pembuatan apusan fagosit hingga pengambilan data. Tahap analisis data yang diperoleh dilakukan analisis menggunakan software SPSS 21.0. Normalitas data diuji distribusinya dengan uji Kolmogorov-Smirnov, analisis varian seluruh perlakuan menggunakan uji ANOVA dan untuk mengetahui fraksi atau ekstrak yang memiliki potensi terbesar sebagai imunomodulator digunakan uji Duncan dengan seluruh uji dilakukan pada α = 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas fagositosis memberikan gambaran respons imun non-spesifik pada mencit setelah diberi berbagai perlakuan ekstrak dan fraksi-fraksi Phyllophorus sp. Data rerata aktivitas fagositosis yang diperoleh disajikan pada Gambar 1. Dari uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data aktivitas fagositosis adalah data berdistribusi normal dengan p > 0,05. Data aktivitas fagositosis dilanjutkan Gambar 1. Rerata Persentase Aktivitas Fagositosis pada Berbagai Jenis Perlakuan. Keterangan: KN: kontrol negative KP: kontrol positif EK: ekstrak kasar FN: fraksi nonpolar FS: fraksi semipolar FP: fraksi polar Phyllophorus sp Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 109

dengan uji ANOVA dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh (p > 0,05) pemberian berbagai perlakuan terhadap aktivitas fagositosis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan EK, FN, FS, dan FP dengan dosis 0,0462 g berat kering teripang tidak berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis mencit dan disebabkan pula oleh besarnya standar deviasi data. Dari data kontrol KN dan KP dapat diketahui bahwa aktivitas fagositosis antara perlakuan yang tidak diinfeksi Mycobaterium tuberculosis dengan perlakuan yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis menunjukkan beda tidak signifikan yaitu pada kelompok KN 12,5 ± 7,5 % dan KP 13,96 ± 7,75 %. Hal ini seperti yang tersajikan pada Gambar 1 bahwa standar deviasi antar kedua perlakuan yaitu KN dan KP terjadi tumpang tindih nilai sehingga secara analisis variansi menunjukkan tidak ada variansi dari pemberian perlakuan terhadap aktivitas fagositosis. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar maka data perlakuan KN, KP, dan EK diuji variansinya menggunakan analisis varians. Hasil uji variansi seperti pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian ekstrak dengan dosis 0,0462 g berat kering teripang terhadap aktivitas fagositosis (p > 0,05). Kontrol KP memiliki aktivitas fagositosis tertinggi bila dibandingkan dengan kontrol KN dan perlakuan EK. Tabel 1. Hasil Uji ANOVA untuk Mengetahui Pengaruh Ekstrak Terhadap Aktivitas Fagositosis Perlakuan N Rerata ANOVA SD (%) Hasil Simpulan KN 4 12,5 7,51 F = 0,554 p = 0,593 beda tidak signifikan KP 4 13,96 7,74 EK 4 9,38 1,55 Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 110

Pemberian perlakuan ekstrak Phyllophorus sp tidak berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis dapat diduga karena senyawa-senyawa aktif yang terdapat ekstrak kasar kurang berpotensi sebagai imunomodulator yang berperan dalam aktivitas fagositosis. Selain itu juga disebabkan karena besarnya standar deviasi yang tinggi pada perlakuan KN, KP, dan EK menyebabkan data tersebut saling tumpang tindih. Dari Tabel 2 dapat terlihat bahwa perlakuan FN memiliki aktivitas fagositosis tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan EK, FS dan FP. Sedangkan perlakuan FS memiliki aktivitas fagositosis terendah bila dibandingkan dengan perlakuan EK, FN dan FP. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan FN menunjukkan aktivitas fagositosis yang tertinggi dan beda signifikan dengan perlakuan EK, FS, dan FP. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian fraksi non-polar memiliki pengaruh terhadap aktivitas fagositosis dan menunjukkan adanya beda signifikan aktivitas fagositosis terhadap kelompok perlakuan yang lain. Aktivitas fagositosis antar perlakuan EK, FS, dan FP menunjukkan beda tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan ekstrak kasar, fraksi semi polar, dan fraksi polar dari Phyllophorus sp dengan dosis 0,0462 g berat kering teripang memiliki aktivitas fagositosis yang hampir sama. Pada penelitian ini digunakan yeast sebagai antigen terhadap makrofag untuk mengetahui aktivitas fagositosis. Penggunaan yeast ini sebagai antigen menggantikan posisi M. tuberculosis untuk aktivitas fagositosis in vitro. Dinding sel yeast memiliki kesamaan dengan dinding sel M. tuberculosis yaitu adanya mannoprotein. Sedangkan pada makrofag memiliki reseptor yang sama antara reseptor terhadap yeast dan M. tuberculosis yaitu pada reseptor mannosa dan kompleks TLR2/TLR1-TLR6. Hal ini mampu mengurangi adanya pengaruh variabel antigen yang digunakan saat aktivitas fagositosis in vitro menggunakan yeast. Makrofag merupakan fagosit yang lebih kuat daripada sel polimorfonuklear seperti neutrofil, karena seringkali mampu memfagositosis sampai 100 bakteri. Makrofag juga mempunyai kemampuan untuk menelan partikel yang jauh lebih besar, bahkan sel darah merah utuh, sedangkan neutrofil tidak mampu memfagositosis partikel yang jauh lebih besar dari bakteri. Aktivitas fagositosis antara perlakuan KN dan KP menununjukkan beda tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa infeksi M. tuberculosis yang diberikan sebelum dilakukan uji aktivitas fagositosis in vitro tidak berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis. Selain itu keberadaan M. tuberculosis di dalam makrofag sebagai bakteri intraseluler tidak berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis yang dalam hal ini menggunakan antigen berupa yeast dan hal ini dapat ditunjukkan antara kelompok yang Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 111

tidak diinfeksi dengan kelompok yang diinfeksi memiliki aktivitas fagositosis yang beda tidak signifikan. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri intraseluler sehingga dapat bertahan hidup di dalam makrofag dan mampu menghambat pembentukan fusi fagosom dan lisosom menjadi fagolisosom sehingga terlindung dari penghancuran bakteri terfagosit oleh lisosom. Selain dari makrofag terdapat pula bagian dari M. tuberculosis yang dapat menyebabkan kegagalan dalam fusi fagolisosom yaitu mannosylated lippoarabinomannan (ManLAM) yang analog dengan phosphatidylinositol-3-phosphat pada makrofag dan bertanggung jawab terhadap penghambatan fagolisosom M. tuberculosis dari fagosom matur dan pengambilan lisosom hidrolase (Abbas et al., 2014, p. 128). Pemberian fraksi-fraksi Phyllophorus sp berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis bila dibandingkan dengan kelompok ekstrak kasar. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam fraksi memiliki peran dalam meningkatkan aktivitas fagositosis. Mencit jantan yang diberi perlakuan fraksi nonpolar Tabel 2. Hasil Uji ANOVA untuk Mengetahui Pengaruh Fraksi-Fraksi Terhadap Aktivitas Fagositosis Perlakuan N Rerata ANOVA SD (%) Hasil Simpulan EK b 4 9,38 0,77 F = 9,490 p = 0,002 beda signifikan FN a 4 18,38 4,75 FS b 4 7,63 2,69 FP b 4 11,13 2,32 Keterangan: Superscript yang sama menunjukkan beda tidak signifikan dari hasil uji Duncan Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 112

memiliki aktivitas fagositosis yang tertinggi dan beda signifikan dengan perlakuan ekstrak, fraksi semi polar, dan fraksi polar. Hal ini berarti senyawa triterpen yang terkandung dalam fraksi non-polar memiliki potensi terbesar dalam aktivitas fagositosis. Peran glikosida triterpen sebagai imunomodulator yaitu dengan meningkatkan fagositosis makrofag mencit terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro pada konsentrasi 0,001 µg/ml (Aminin, 2012, p. 381-401). Mekanisme kerja bahan aktif yang terkandung dalam fraksi nonpolar dalam mempengaruhi peningkatan aktivitas fagositosis diperkirakan dimulai saat proses pengenalan struktur M. tuberculosis yang disebut pathogen-assosiated molecular patterns (PAMPs) oleh pattern recognition receptors (PRRs) yang diperankan oleh tolllike receptor (TLR). Menurut Abbas, et al (2015, p. 55), TLR yang berperan dalam merespons adanya mycobateria adalah TLR2. Berdasarkan pernyataan Hua et al. (2009) glikosida triterpen merupakan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tubuh teripang dan berpotensi sebagai imunomodulator. Selain itu glikosida triterpen juga memiliki peranan penting dalam imunitas dan memiliki efek farmakologi yang luas (Caulier, 2011). Namun data penelitian ini memperlihatkan bahwa senyawa triterpen yang terkandung pada fraksi non-polar memiliki potensi sebagai imunomodulator yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain berdasarkan data aktivitas fagositosis. Sehingga senyawa triterpen memiliki potensi yang besar sebagai imunomodulator (Aminin, 2012, p. 381-401). KESIMPULAN DAN SARAN Dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian ekstrak kasar teripang Phyllophorus sp pada mencit yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis terhadap aktivitas fagositosis mencit dan fraksi yang berpotensi berperan sebagai imunomodulator adalah fraksi non-polar dengan indikator memiliki aktivitas fagositosis tertinggi dan beda signifikan dibandingkan dengan fraksi polar dan fraksi semipolar. Disarankan pada penelitian lebih lanjut agar dapat mengetahui dosis optimal ekstrak dan fraksi-fraksi Phyllophorus sp yang berpotensi untuk meningkatkan imunitas tubuh mencit terhadap infeksi M. tuberculosis. Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 113

DAFTAR PUSTAKA Abbas, A. K., Litchman, A. H., & Pillai, S. (2014). Basic Immunology. 4 th Edition. Elsevier. Philadelphia. Abbas, A. K., Litchman, A. H., & Pillai, S. (2015). Cellular and Molecular Immunology. 8 th Edition. Elsevier. Philadelphia. Caulier, G., Dyck, S., Gerbaux, P., Eeckhaut, I., & Flammang, P., (2011). Review of Saponin Diversity in Sea Cucumber Belonging to the Family Holothuriidae. SPC Beche-de-mer Information Bulletin. 31 Januari 2011. Delves, P. J., Martin, S. J., Burton, D. R., & Roitt, I. M. (2011). Roitt s Essential Immunology. 12 th Edition. Willey-Blackwell. Oxford. Hua, H., Hua-Yang, Y., Ling, L., Liu, B., La, M., & Zhang, H. (2009). Antifungal Active Triterpene Glycoside from Sea Cucumber Holothuria scabra. Acta Pharmaceutica Sinica. 44 (6), 620-624. Murphy, K. (2012). Janeway's Immunobiology. 8 th Edition. Garland Science. New York. Owen, J. A., Punt, J., Stranford, S. A. (2013). Kuby Immunology. International Edition. W. H. Freeman and Company. New York Purnama, E. R. (2011). Potensi Imunogenik Teripang Lokal Surabaya Phyllophorus sp Sebagai Modulator Imunitas Alami Terhadap Infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tesis. Program Studi S2 Biologi Universitas Airlangga. SurabayaNews.co.id. (2015). Jatim Duduki Peringkat Kedua Kasus Tuberkulosis. 20 Maret. http://surabayanews.co.id/2015/03/20/19712/jatim-duduki-peringkatkedua-kasus-tuberkulosis.html. Surabaya Winarni, D., M. Affandi., & E. D. Masithah. (2009). Eksplorasi Potensi Teripang Pantai Timur Surabaya Sebagai Modulator Imunitas Alami Terhadap Mycobaterium tuberculosis. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya. World Health Organization. (2014). Global Tuberculosis Report 2014. Swiss. Erlix R. Purnama, Fagositosis Mencit 114