II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. kosong dari sebagian besar pendidikan, terutama pada akhir abad ke-19

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

15. Metode Discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Socratic diturunkan dari nama socrates, seorang filosofi yang sangat

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djamarah (2005:66), guru perlu menciptakan suatu masalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur. perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi.

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mulyono (dalam Aunurrahman 2011:9) mengemukakan bahwa aktivitas artinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi adalah keterampilan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

TINJAUAN PUSTAKA. Model PBL merupakan suatu model yang dirancang untuk merangsang. perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif siswa dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

Transkripsi:

9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa. Diskoveri membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu komponen dari praktek pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni: suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang disusun untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri (self-directed), inkuiri, dan model belajar reflektif (Hamalik, 2004:134). Richard (dalam Roestiyah, 2008:20) menyatakan bahwa: Discovery learning adalah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri, dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Metode Penemuan (Discovery Method) menurut Suryosubroto (2002: 192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Metode Penemuan (Discovery Method) merupakan

10 komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif. Metode Penemuan menurut Roestiyah (2008: 20) adalah metode mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode discovery adalah proses mental di mana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan adalah suatu metode dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diarahkan. Penggunaan metode diskoveri ini guru berusaha meningkatkan aktivitas adalah proses belajar mengajar. Langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan (discovery method) menurut Richard Scuhman yang dikutip oleh Suryosubroto (2002: 199) adalah : 1. identifikasi kebutuhan siswa, 2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari, 3. seleksi bahan dan problema serta tugas-tugas, 4. membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa,

11 5. mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan, 6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa, 7. memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, 8. membantu siswa dengan informasi dan data, jika diperlukan oleh siswa, 9. memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses, 10. merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa, 11. memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan, dan 12. membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya. Sedangkan langkah-langkah diskoveri yang dilakukan siswa menurut Hamalik (2001: 220) adalah : 1. mengidentifikasi dan merumuskan topik, 2. mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta, 3. memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2, 4. mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul, 5. merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan jawaban sebagai preposisi tentang fakta. Jawaban itu mungkin merupakan sintesis antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil dari hipotesis yang diuji dengan informasi yang terkumpul.

12 Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi langkah-langkah Hamalik (2001: 220) tersebut menjadi merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta membuat kesimpulan. Metode penemuan, menurut Gilstrap (dalam Dimyati dan Moedjiono, 2006: 87), memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain. Beberapa keunggulan dalam metode penemuan adalah sebagai berikut. 1. Metode ini kemungkinan yang besar untuk memperbaiki dan / atau memperluas persediaan dan penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif siswa. 2. Pengetahuan sebagai pengetahuan yang melekat erat pada diri siswa. 3. Metode penemuan dapat menimbulkan gairah pada diri siswa karena siswa merasakan jerih payahnya membuahkan hasil. 4. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju berkelanjutan sesuai dengan kemampuannya sendiri. 5. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan belajarnya sendiri, sehingga lebih termotivasi untuk belajar. 6. Metode ini membantu siswa memperkuat konsep siswa dengan bertambahnya rasa percaya diri selama proses kerja penemuan. 7. Metode ini terpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator dan pendinamisator dari penemuan.

13 8. Metode ini membantu perkembangan siswa menuju ke skeptisme (perasaan meragukan) yang sehat untuk mencapai kebenaran akhir dan mutlak. Selain memiliki kelebihan, metode penemuan juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan metode penemuan adalah sebagai berikut: 1. Metode ini mempersyaratkan suatu persiapan kemampuan berpikir yang dapat dipercaya. 2. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas yang jumlahnya besar. 3. Harapan yang ditimbulkan oleh metode ini, kurang bisa diterapkan oleh guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran yang tradisional. 4. Mengajar dengan pengetahuan akan dipandang sebagai metode yang telalu menekankan pada penguasaan pengetahuan dan kurang memperhatikan perolehan sikap. 5. Metode ini tidak memungkinkan siswa untuk berpikir kreatif, bila sejak awal konsep yang akan ditemukan telah dipilih guru dan proses penemuannya juga dibawah bimbingan guru. B. Berpikir Kritis Ruggiero (dalam Johnson, 2007:187) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami. Reason (dalam Sanjaya, 2006:230) mengemukakan bahwa berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat

14 (remembering) dan memahami (comprehending). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan perolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Kemampuan berpikir seseorang menyebabkan seseorang tersebut harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Menurut Gunawan (2004: 177) keahlian berpikir tingkat tinggi (High Order Thingking) meliputi aspek berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis masalah yang bersifat terbuka (dengan banyak kemungkinan penyelesaian), menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan memperhitungkan data yang relevan. Keahlian berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi, membandingkan dan mempertentangkan, dan kemampuan untuk membedakan antara fakta dan opini. Selanjutnya, Johnson (2007: 183) mengatakan bahwa berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran ditengah banyaknya kejadian dan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan

15 mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis merupakan sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain. Menurut Screven dan Paul serta Angelo (dalam Filsaime, 2008: 56) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun menuju kepercayaan dan aksi. Ada 5 indikator berpikir kritis menurut Ennis (dalam Costa, 1985: 54) sebagai berikut : Tabel 1. Aspek dan indikator kemampuan berpikir kritis Indikator Kemampuan No Berpikir Kritis Siswa 1 Memberikan penjelasan sederhana 2 Membangun ketrampilan dasar Sub Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa 1. memfokuskan pertanyaan, 2. menganalisis pertanyaan dan bertanya, 3. menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. 1. mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, dan 2. mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 3 Menyimpulkan 1. kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, 2. meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, 3. membuat pertimbangan, dan 4. menentukan nilai pertimbangan 4 Memberikan penjelasan lanjut 5 Mengatur strategi dan teknik 1. mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta 2. mengidentifikasi asumsi. 1. menentukan tindakan, dan 2. berinteraksi dengan orang lain

16 Menurut Norris dan Ennis (dalam Marpaung, 2005:30). Tujuan berpikir kritis adalah untuk mengevaluasi tindakan yang dipercaya paling baik. Kerangka kerja yang menimbulkan proses berpikir ketika dilakukan penggalian informasi dan penerapan kriteria yang pantas untuk memutuskan cara bertindak atau melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda. Semangat berpikir kritis adalah harus selalu berusaha keras dan tetap terbuka terhadap informasi dan banyak sumber yang dapat dipercaya. Keterampilan berpikir kritis dapat dilatih pada siswa melalui pendidikan berpikir yaitu melalui belajar penalaran, di mana dalam proses berpikir tersebut diperlukan keterlibatan aktivitas si pemikir itu sendiri. Salah satu pendekatan dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah memberi sejumlah pertanyaan, sambil membimbing dan mengkaitkannya dengan konsep yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya. C. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar maka semakin baik proses pembelajaran yang terjadi. Dengan demikian belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis (Holt, dalam Wardani, 2007:9). Pengajaran yang efektif menurut Hamalik (2011 :171) adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Anak (siswa) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan

17 keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Diedrich (dalam Hamalik, 2011:172) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok, ialah: a) Kegiatan-kegiatan visual, antara lain adalah membaca, melihat gambargambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral), antara lain adalah mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, meberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, antara lain adalah mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio d) Kegiatan-kegiatan menulis, antara lain adalah menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket. e) Kegiatan-kegiatan menggambar, antara lain adalah menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

18 f) Kegiatan-kegiatan metrik, antara lain adalah melakukan percobaan, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, dan berkebun. g) Kegiatan-kegiatan mental, antara lain adalah merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat, hubunganhubungan, dan membuat keputusan. h) Kegiatan-kegiatan emosional, antara lain adalah minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Menurut Marthayunanda, (2012:1), semua kegiatan tersebut merupakan aktivitas siswa. Siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam mencari sesuatu informasi guna memecahkan suatu permasalahan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, dimana para peserta didik dapat mengembangkan aktivitas belajarnya secara optimal, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Keaktifan siswa tentu juga dipengaruhi oleh guru dalam memberikan pembelajaran, keaktifan tersebut dapat dilihat saat proses pembelajaran berlangsung. Guru tidak hanya mengajarkan materi saja namun juga mempunyai tugas sebagai pembimbing siswa dalam belajar, seperti mengusahakan agar siswanya aktif, jasmani maupun rohani. Whipple (dalam Hamalik, 2011:173) membagi kegiatankegiatan murid antara lain adalah bekerja dengan alat-alat visual, ekskursi dan trip, mempelajari masalah-masalah, mengapresiasi literatur, ilustarasi dan konstruksi, bekerja menyajikan informasi,cek dan tes.

19 Menurut Memes (dalam Andra, 2007:38), terdapat beberapa indikator aktivitas yang relevan dalam pembelajaran, yang meliputi: 1. Interaksi siswa dalam mengikuti pembelajaran 2. Kecakapan komunikasi siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. 3. Partisipasi siswa dalam proses belajar 4. Motivasi dan kegairahan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar 5. Interaksi antar siswa selama proses belajar mengajar. 6. Interaksi siswa dengan guru selama proses belajar mengajar.