BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

SKEMA ALUR PIKIR. Kulit Buah Manggis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia. Setiap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. tanaman alami sebagai bahan dasar pembuatan obat. (Adiguzel et al.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. ke dentin kemudian ke pulpa (Tarigan, 2013). Penyakit karies dapat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadi di seluruh dunia (Cura et al., 2012). Penyakit karies gigi dialami 90%

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalangan masyarakat. Kebutuhan akan perawatan ortodonti saat ini meningkat

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu tujuan utama perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan mikroorganisme dari saluran akar. Cleaning dan shaping saluran akar dapat mengurangi populasi bakteri namun tidak dapat menghilangkan populasi bakteri secara keseluruhan. 13 Terdapat berbagai macam penyebab kegagalan perawatan saluran akar, antara lain preparasi saluran akar yang kurang memadai ataupun obturasi saluran akar yang tidak adekuat atau tidak sempurna. Di antara faktor-faktor tersebut, mikroorganisme baik yang tersisa setelah perawatan saluran akar maupun yang timbul setelah obturasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dan merupakan etiologi utama penyebab kegagalan perawatan saluran akar. Kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) merupakan bahan medikamen saluran akar yang paling sering digunakan untuk perawatan endodontik pada saat ini. Namun di dalam tubulus dentin, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan dari medikamen intrakanal tersebut. 20 Ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) diharapkan dapat dikembangkan menjadi bahan alternatif medikamen saluran akar yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme secara maksimal dan biokompatibel terhadap jaringan. 2.1 Bahan Medikamen Dalam Perawatan Saluran Akar Bahan medikamen saluran akar ialah suatu medikamen yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan biokompabilitas yang baik. 12 Medikamen saluran akar diharapkan dapat mengeliminasi mikroorganisme yang tersisa setelah preparasi chemo-mechanical dari saluran akar yang kompleks. 8,11 Syarat medikamen saluran akar ialah memiliki aktivitas antibakteri, mengurangi inflamasi, mengurangi rasa sakit pasca

perawatan dan biokompatibel. Selain itu medikamen juga digunakan untuk mengeliminasi eksudat pada daerah apikal jika ada, mencegah terjadinya inflamasi yang menyebabkan resorpsi akar, dan mencegah terjadinya infeksi sekunder. 20 Medikamen saluran akar dikelompokkan berdasarkan bahan dasar kimianya, yang terdiri atas golongan fenol (eugenol, camphorated monoparachlorphenol, cresatin, kresol), aldehid (formokresol, glutaraldehid), halida (sodium hipoklorit, iodin-kalium iodida), steroid, kalsium hidroksida (Ca(OH) 2), antibiotik dan kombinasi. Bahan yang paling sering digunakan adalah kalsium hidroksida (Ca(OH) 2) disebabkan karena memiliki ph yang tinggi, efek antimiroba, efek antiinflamasi, dan berpotensi untuk memacu proses penyembuhan pulpa dan jaringan periapikal. 1,6,9,12 Beberapa golongan medikamen intrakanal memiliki kelemahan, seperti fenol dan formokresol bila digunakan sebagai medikamen saluran akar tidak mempengaruhi pencegahan dan pengendalian rasa nyeri. Golongan steroid dapat menurunkan tingkatan nyeri tetapi tidak akan menurunkan insiden flare up. Dalam aplikasi endondotik, kerja obat ini tampaknya tidak banyak dan hanya mempengaruhi nyeri yang derajatnya ringan. Golongan fenol dan aldehid pada umumnya merupakan pembunuh sel yang baik, namun memiliki efek samping yaitu dapat menyebabkan alergi. Golongan fenol juga diketahui memiliki bau yang menyengat dan rasa yang tidak enak. Belum adanya manfaat yang diperlihatkan oleh agen seperti golongan fenol atau CMCP dan adanya toksisitas yang ditimbulkan bahan tersebut membuat pemakaian medikamen tradisional semakin berkurang. 12 Sejak diperkenalkan pada tahun 1920, kalsium hiroksida (Ca(OH) 2 ) merupakan salah satu medikamen saluran akar yang digunakan secara luas dan saat ini paling sering digunakan. 9,13 Ca(OH) 2 disarankan untuk digunakan sebagai bahan medikamen intrakanal karena bersifat bakterisidal. 11 Ca(OH) 2 adalah zat alkali yang kuat dengan ph sekitar 12,5 dan mempunyai efek destruktif terhadap membran sel dan struktur protein dari bakteri. 2,9,11,13 Kalsium hidroksida umumnya digunakan untuk pulpotomi, pulp capping direk dan indirek, apeksifikasi dan apeksogenesis, sebagai medikamen intrakanal serta untuk perawatan resorpsi dan perforasi akar baik internal maupun

eksternal. Kalsium hidroksida juga dapat digunakan sebagai bahan sealer pada perawatan saluran akar. 21 Berbagai penelitian mengenai efektivitas Ca(OH) 2 sebagai antimikroba telah dilakukan. Efek antimikrobial Ca(OH) 2 telah dievaluasi pada studi klinis dimana Ca(OH) 2 dengan sukses dapat mendisinfeksi saluran akar jika digunakan selama 1 bulan pada 97% kasus yang disembuhkan. Studi berikutnya pada kelompok yang sama, efektivitas dari Ca(OH) 2 dapat diperoleh dengan peletakan Ca(OH) 2 selama 1 minggu di dalam saluran akar. 9 Cara kerja Ca(OH) 2 melalui pelepasan ion Ca 2+ yang memiliki peran dalam proses mineralisasi jaringan dan ion OH- yang menghasilkan alkalin yang tinggi sehingga menyebabkan lingkungan yang tidak sesuai bagi mikroorganisme. 20 Ca(OH) 2 juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang ditemukan oleh beberapa peneliti. Penelitian klinis menunjukkan bahwa Ca(OH) 2 kurang efektif dalam membunuh bakteri Enterococcus faecalis. 6 Penelitian yang dilakukan oleh Estrela et al membuktikan bahwa Ca(OH) 2 membutuhkan waktu 60 hari untuk dapat membunuh Candida albicans dan Enterococcus faecalis. 14 Kekurangan lain dari Ca(OH) 2 adalah sisa residunya sulit dihilangkan dari dinding saluran akar sehingga akan mengurangi setting time sealer yang berbasis zinc oxide yang digunakan pada pengisian saluran akar. 20 Bloomlof et al (1988) menemukan penggunaan Ca(OH) 2 sebagai medikamen saluran akar pada pasien yang juga melakukan perawatan periodontal memiliki efek yang kurang baik pada jaringan periodontal. Ca(OH) 2 memberikan pengaruh negatif dalam proses penyembuhan jaringan lunak dan dapat menghambat proses perlekatan gingiva fibroblas walaupun tidak secara signifikan. 22 2.2 Enterococcus faecalis Sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat pada Infeksi Saluran Akar Saluran akar dari gigi yang terinfeksi mempunyai flora mikroba yang kompleks terdiri dari kokus, batang, spirochetes, filamen, dan terkadang fungi. Enterococcus faecalis adalah bakteri gram positif fakultatif anaerob yang dapat tetap bertahan dalam tubulus dentin karena ukurannya yang cukup kecil. 6,11 Enterococcus faecalis tidak membentuk spora, berbentuk ovoid dengan diameter 0,5-1µm, biasanya tunggal,

berpasangan atau berbentuk rantai pendek. 25 Enterococcus faecalis telah terbukti memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di saluran akar sebagai organisme tunggal tanpa dukungan dari bakteri lain. 6,11 Bakteri Enterococcus faecalis banyak berperan pada infeksi endodontik yang telah dibuktikan oleh beberapa penelitian karena ukurannya yang kecil sehingga dapat bertahan hidup dalam tubulus dentin. 26 Enterococcus faecalis merupakan flora rongga mulut khususnya di saluran akar dan mempunyai daya resistensi yang sangat tinggi terhadap beberapa antibiotik tertentu. Bakteri ini mampu mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan protein serta membentuk biofilm pada dinding-dinding dentin. Pada saat ini, bakteri Enterococcus faecalis telah menduduki peringkat ketiga sebagai bakteri patogen nasokomial, mempunyai sifat yang resisten pada beberapa antibiotik seperti aminoglikosida, penisilin, tetrasiklin, klorampenikol, dan vankomisin. 26 Berdasarkan taksonominya, Enterococcus faecalis diklasifikasikan atas : 23 Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Famili : Enterococcaceae Genus : Enterococcus Spesies : Enterococcus faecalis

Gambar 1. Scanning Electron Micrograph (SEM) sel bakteri Enterococcus faecalis dengan pembesaran 400x 24 Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Enterococcus faecalis berkisar antara 24%-77%. Penemuan ini dapat dijabarkan melalui variasi dari ketahanan dan virulensi dari bakteri Enterococcus faecalis sendiri termasuk kemampuannya dalam bersaing dengan mikroorganisme lain, masuk ke tubulus dentin, dan mampu bertahan pada kondisi nutrisi yang sedikit. Penelitian yang dilakukan oleh Stuart (2006) juga menyebutkan bahwa Enterococcus faecalis banyak ditemukan pada gigi yang dirawat saluran akarnya dengan prevalensi sebesar 30%-90%. Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup dalam jangka panjang pada saluran akar gigi tanpa penambahan nutrisi. 26 Tabel 1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar yang telah dilakukan perawatan dengan periodontitis apikalis yang persisten 27 Bakteri Frekuensi (%) Enterococcus faecalis 77 Pseudoramibacteralactolyticus 55 Propionibacterium propionicum 50 Filifactor alocis 48 Dialister pneumosintes 46 Streptococcus spp. 23 Tannerella forsythia 23 Dialister invisus 14 Campylobacter rectus 14 Porphyromonas gingivalis 14 Treponema denticola 14 Fusobacterium nucleatum 10 Prevotella intermedia 10 Candida albicans 9 Campylobacter gracilis 5 Actinomyces radicidentis 5 Porphyromonas endodontalis 5 Micromonas micros 5 Synergistes oral clone BA121 5 Olsenella uli 5

Tingginya prevalensi Enterococcus faecalis disebabkan antara lain karena Enterococcus faecalis dapat beradaptasi pada kondisi yang kurang menguntungkan seperti hiperosmolariti, panas, etanol, hidrogen peroksida, asam, dan basa. Enterococcus faecalis dapat menginvasi tubulus dentin untuk perlindungan dari preparasi saluran akar chemo-mechanical dan teknik dressing intrakanal. Enterococcus faecalis dapat terlepas dari tubulus dentin menuju ruang saluran akar dan menjadi sumber infeksi ulang. Beberapa studi telah melaporkan rendahnya sensitivitas Enterococcus faecalis terhadap cairan irigasi dan medikamen saluran akar seperti kalsium hidroksida, diperkirakan efek basanya dapat meningkatkan sifat adhesif dari bakteri. 28 Enterococcus faecalis juga dapat mentolerir kandungan alkalin yang tinggi dari kalsium hidroksida karena memiliki pompa proton. 6 Enterococcus faecalis diperkirakan dapat berpenetrasi antara 50-300µm ke dalam dentin manusia sehingga apabila penetrasi cukup dalam, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan dari instrumen dan irigan endodontik ketika preparasi chemomechanical berlangsung. 20,29 Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup di dalam kanal melalui ramifikasi apikal atau ruang antara bahan pengisi saluran akar dengan dinding kanal, sehingga sangat diperlukan adanya bahan medikamen saluran akar yang digunakan antar kunjungan yang diharapkan dapat berpenetrasi ke dalam jaringan gigi. 20 Faktanya, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup selama 6-12 bulan pada lingkungan yang kekurangan nutrisi sekalipun dan kemudian tumbuh dengan subur pada saat sumber nutrisi kembali tersedia. 29 Kemampuan bertahan hidup dan virulensi dari Enterococcus faecalis antara lain berasal dari enzim litik, sitolisin, senyawa agregasi, feromon, dan asam lipoteikoat (LTA). Untuk melekat pada sel host, bakteri ini mengekspresikan protein untuk berkompetisi dengan sel bakteri lain dan mengubah respon host. Enterococcus faecalis mampu menekan aksi limfosit yang mempunyai potensi untuk berkontribusi dalam kegagalan endodontik. Enterococcus faecalis mempunyai serin protease, gelatinase, dan protein pengikat kolagen yang membantu pengikatan dentin. Enterococcus faecalis akan menginvasi dan bertahan di tubulus dentin. 2,19 Protease berperan dalam menyediakan

nutrisi peptida pada organisme dan menyediakan nutrisi peptida pada organisme dan menyebabkan kerusakan, baik secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan pejamu dan termasuk ke dalam faktor virulensi. Faktor virulensi terkait dengan kolonisasi pada pejamu, kompetisi dengan bakteri lain, resistensi dalam merespon mekanisme kekebalan pejamu, dan produksi bahan patologis yang dapat mempengaruhi pejamu secara langsung dengan menghasilkan toksin atau secara tidak langsung yakni dengan cara menginduksi terjadinya proses inflamasi. Faktor-faktor virulensi tersebut terdiri dari substansi agregasi, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extracellular superoxide, gelatinase, hialuronidase, dan sitolisin. 24,25 Enterococcus faecalis juga memiliki sistem adhesi yang baik, dikenal sebagai Ace, yaitu ikatan kolagen dimana struktur dan fungsinya hampir sama dengan ikatan protein-kolagen pada Staphylococcus aureus. Telah dibuktikan bahwa protease, gelatinase, dan ikatan protein-kolagen (Ace) bakteri Enterococcus faecalis berperan dalam adhesi saluran akar. 26,33 Sifat resistensi bakteri Enterococcus faecalis sangat kuat, beberapa upaya telah dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut dan banyak alternatif yang dikhususkan untuk menghambat atau membunuh bakteri Enterococcus faecalis tersebut. Antibakteri yang sudah ada kurang mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri ini sehingga masih dibutuhkan adanya inisiatif-inisiatif baru untuk menyempurnakan fungsinya, oleh karena itu diharapkan muncul alternatif lain dari bahan alami untuk mendapatkan antibakteri yang dapat lebih baik dari yang sudah ada. 26 2.3 Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam yang kaya, termasuk tumbuhan obat. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia. Salah satunya adalah buah manggis. Buah manggis merupakan buah tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Meskipun begitu, tidak banyak orang yang mengetahui tentang manfaat dari buah manggis. Apalagi kulit manggis ternyata bermanfaat di bidang endodontik. 26

Buah manggis merupakan salah satu buah unggulan Indonesia dan mendapat julukan Queen of Fruits. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Di Indonesia, manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat). 30-32 Menurut Tjitrosoepomo (1994), kedudukan taksonomi dari manggis (Garcinia mangostana L) yaitu : 32 Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Guttiferanales Famili : Guttiferae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L Gambar 2. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) 32 Pohon manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian di bawah 1000 meter di atas permukaan laut. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 meter di atas permukaan laut. Daerah yang cocok untuk budidaya manggis adalah yang memiliki curah hujan tahunan 1.500-2.500 mm/tahun. 31

2.4 Nilai Farmakologis Kulit Buah Manggis Pemanfaatan kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu. Menurut Mahabusarakam et al (1987), kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai pengobatan di India, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. 31 Tambunan (1998) dan Subroto (2008) menemukan kulit buah manggis mempunyai sifat sebagai anti-aging, menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan berat badan, antivirus juga antibakteri. 16 Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah manggis yang dilakukan oleh Poeloengan dan Praptiwi (2010) menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mengandung komponen kimia yang memiliki aktivitas anti bakteri yaitu saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid. 16 Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga mengganggu proses metabolisme. 16 Flavanoid bersifat sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (lipid bilayer). 26 Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel kuman, kuman tersebut akan pecah atau lisis. 16,31 Alkaloid mekanisme kerjanya dihubungkan dengan kemampuan alkaloid untuk berikatan dengan DNA sel sehingga menganggu fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri dengan kematian sel. 16,31 Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan pada konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai antimikroba dengan cara mengkoagulasi atau mengumpulkan protoplasma kuman sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein kuman dan pada saluran pencernaan tanin diketahui dapat mengeliminasi toksin. 16,31 Xanthone mempunyai senyawa aktif turunan yaitu α-mangostin, β-mangostin, dan ϒ-Mangostin. Ketiga senyawa turunan ini menurut penelitian Chaverri (2008)

mempunyai aktivitas antijamur, antioksidan, antiviral, dan antibakteri dan α-mangostin memiliki aktivitas antibakteri yang paling ampuh. 26,30 Penelitian ini menggunakan ekstrak etanol kulit buah manggis yang digunakan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar dapat menyebabkan terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangbiakan sel Enterococcus faecalis sampai pada akhirnya mati. Ekstrak ini memiliki beberapa senyawa aktif yang memiliki daya antibakteri, yaitu flavonoid, saponin, alkaloid, tanin, dan xanthone yang masing-masing memiliki mekanisme yang berbeda dalam membunuh bakteri. 2.5 Metode Difusi Kirby Bauer Metode difusi Kirby Bauer adalah metode yang paling sering digunakan untuk menentukan keampuhan suatu bahan antibiotik atau antimikroba. Uji ini diperkenalkan oleh William Kirby dan Alfred Bauer pada tahun 1966. Pada uji ini lempengan agar disemai dengan mikroorganisme penguji. 3,37,38 Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu metode silinder, cakram kertas, dan sumuran. Metode silinder yaitu meletakkan beberapa silinder yang terbuat dari gelas atau besi tahan karat di atas media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap silinder diletakkan sedemikian rupa hingga berdiri di atas media agar, diisi dengan larutan yang akan diuji dan diinkubasi. Metode cakram kertas yaitu meletakkan cakram kertas yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Metode sumur yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. 38,40 Metode sumur didasarkan pada kemampuan senyawa-senyawa antibakteri yang diuji untuk menghasilkan jari-jari zona penghambatan di sekeliling lubang atau sumur uji terhadap bakteri yang digunakan sebagai penguji. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diisi dengan larutan yang akan diuji. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh bahan uji terlihat sebagai wilayah jernih sekitar pertumbuhan mikroorganisme. Luasnya wilayah jernih merupakan petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap suatu senyawa antimikroba dalam bahan uji. Selain itu, luasnya wilayah juga berkaitan dengan kecepatan berdifusi

bahan uji dalam medium. Kecepatan berdifusi ini harus diperhitungkan dalam penentuan keampuhan bahan uji. 37,38,41 Sampel diinkubasi selama 24-48 jam dalam suhu 37 C. Setelah diinkubasi selama 24 jam, bakteri yang rentan akan memperlihatkan zona hambatan pertumbuhan di sekitar cakram dan bakteri yang resisten akan tumbuh hingga ke tepi cakram. 39 Besar diameter zona hambat diukur dengan menggunakan jangka dan penggaris. 38 Uji daya hambat pada penelitian ini dilihat dengan mencari nilai kadar hambat minimum dari ekstrak etanol kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis menggunakan metode difusi Kirby Bauer dengan teknik sumuran.

2.5 Kerangka Teori Bakteri Enterococcus faecalis Perawatan Saluran Akar Infeksi Saluran Akar Sekunder/Persisten Ekstrak Kulit Buah Manggis Medikamen Saluran Akar Cleaning and Shaping Flavonoid Saponin Alkaloid Tanin Xanthone Perusakan senyawa protein dan mengganggu metabolisme sel Bekerja sebagai deterjen yang menyerang lapisan membran sel Berikatan dengan DNA sel Mengikat & mengendap kan protein α- Mangostin β- Mangostin Menghambat produksi intraseluler oleh bakteri ϒ- Mangostin radikal bebas Kadar hambat minimum dengan metode difusi Kirby Bauer yang dilihat dengan mengendalikan konsentrasi sampel mulai dari 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% hingga 0,048% Suhu Waktu Sel Enterococcus faecalis mati?