BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR :16/DPR RI/I/ TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara menganut sistem pemerintahan yang sesuai dengan

UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 08/SK/SA/ 2004 TENTANG KODE ETIK SENAT AKADEMIK SENAT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA,

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

KORUPSI BISNIS DAN POLITIK: TANTANGAN UTAMA DAN SOLUSI YTH. SARIFUDIN SUDDING SH, MH WAKIL KETUA MAHKAMAH KEHORMATAN DPR RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. elit politik kembali melakukan peranan dan fungsi masing-masing lembaga.

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena menjadi poros penting dalam proses demokrasi. Partai politik

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERAN KOMISI KEJAKSAAN DALAM PENGAWASAN KINERJA KEJAKSAAN

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

TINJAUAN YURIDIS TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN (BK) DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPRD) (Studi di DPRD Kabupaten Ponorogo)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu lebih dari 30 tahun, penyelenggara negara tidak dapat menjalankan

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan Undang. Negara. Pegawai Negeri merupakan tulang punggung Pemerintahan

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

Pertimbangan Putusan DKPP Kota Sawahlunto

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi sebagai penyeimbang kerja pemerintah adalah Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disingkat DPR), DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. 1 Sesuai dengan amanat UUD RI 1945 Pasal 20A ayat(1). Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi Legislasi, fungsi Anggaran, dan fungsi Pengawasan. Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud ditegaskan kembali dalam kerangka representasi rakyat. Pelaksanaan fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat dilakukan antara lain melalui pembukaan ruang partisipasi publik, transparansi pelaksanaan fungsi, dan pertanggung jawaban kerja DPR kepada rakyat. 2 Pelaksanaan ketiga fungsi DPR terhadap kerangka representasi rakyat harus disadari sangat penting oleh DPR. Walaupun demikian masih terdapat fenomena 1 Nur Habibi, Praktik Pengawasan etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jurnal cita hukum, vol.1, 1 juni 2014, hal 41 2 Ni matul Huda, Hukum Tata Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2010, hal 167 1

tidak sesuai antara representasi dan akuntabilitas oleh wakil rakyat di DPR. Tingginya tingkat representasi tidak disertai dengan peningkatan akuntabilitas dalam kinerja dan produktivitas wakil rakyat. Bahkan mantan ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI Surahaman Hidayat mengungkapkan saat pembukaan seminar yang bertajuk sistem penegakkan etika lembaga perwakilan bahwa persepsi minor terhadap DPR masih tinggi pasalnya kinerja parlemen belum optimal dan masih banyaknya anggota parlemen yang melanggar etika dan hukum. Surahman menilai anggota dewan merupakan pengemban amanah rakyat melalui fungsi dan tugasnya, anggota parlemen perlu mempertanggung jawabkan tugas dan fungsinya tersebut. Maka untuk itu perlunya penegakkan etika anggota dewan yang serius yang bertujuan untuk mengangkat citra negatif anggota DPR yang cenderung negatif di mata publik. 3 Sebagai salah satu institusi publik dengan status yang terhormat anggota DPR memiliki kewajiban moral, etik, dan hukum untuk menjaga dan melindungi institusi mereka. Semakin tinggi posisi Politik yang dipegang seorang anggota, semakin tinggi pula tanggung jawab menjaga kehormatan institusi. Sadar dengan segala kemungkinan yang dapat merusak makna hakiki status yang terhormat itu, DPR berupaya mengantisipasinya dengan membuat Kode Etik. 4 Bicara Mengenai Kode Etik tentunya akan menampakkan relasi yang kuat antara keberadaan Kode Etik DPR dengan upaya peningkatan kinerja DPR RI. Dimana Kode Etik merupakan perangkat aturan penting dalam menjamin akuntabilitas 3 http://sp.beritasatu.com/home/ketua-mkd-dpr-sadar-publik-masih-menilai-minor-anggotadewan/113771 diakses 5 Agustus 2016 jam 23.00 WIB. 4 http://www.saldi Isra.web.id/index.php/tulisan/artikel-koran/11-artikelkompas/607-merusakkehormatan-dpr.html.diakses 5 Agustus 2016,jam 00.22 WIB. 2

seorang anggota parlemen. Kode etik merupakan alat untuk menjamin akuntabilitas seorang anggota parlemen apakah sudah mencapai standar etik politik yang sehat, yang bebas dari campur tangan kepentingan pribadi, sikap tidak disiplin, korupsi dan kolusi, dan penegasan terhadap peraturan yang berlaku. Menurut Prof.Dr.Saldi Isra, dalam bukunya berjudul kampanye dengan uang haram, terkait dengan upaya memerangi praktik korupsi paling tidak ada tiga peran penting yang harus dilakoni oleh wakil rakyat. 5 Pertama, memelihara integritas personal dan integritas institusi agar tidak masuk ke dalam jebakan eksekutif dalam bentuk kemewahan fasilitas dan finansial. Jebakan ini muncul karena pada salah satu sisi eksekutif sebagai pihak pengelola dan pengendalian keuangan negara. Sementara disisi lain, Legislatif muncul sebagai supremasi dalam memegang kendali politik dengan sumber keuangan yang amat tergantung kepada Eksekutif. Dua kutub kekuasaan itu memberi peluang kepada Eksekutif dan Legislatif melakukan sinergi negatif untuk melakukan kolusi. Karena itu, menghindari jebakan ini menjadi sangat penting agar mereka dapat menjadi aktor yang kredibel untuk mengerem laju korupsi. Kedua, menggunakan jenjang ketinggian otoritas lembaga mereka untuk menyahuti aspirasi yang berkembang di tingkat publik dalam memberantas korupsi. Apalagi secara hukum, wakil raktyat terikat dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) huruf h Undang-Undang No 4 Tahun 1999 bahwa anggota DPR wajib menindaklanjuti aspirasi yang berkembang di masyarakat. Ketentuan ini merupakan sebuah 5 Saldi Isra, Kampanye Dengan Uang Haram,Visigraf Padang, hal 71-72. 3

keniscayaan untuk menyahuti aspirasi publik dalam memberantas korupsi. Pada bagian ini publik dapat meletakan penilaian untuk menarik titik perbedaan yang tegas antara wakil rakyat sekarang dengan wakil rakyat yang pernah ada sebelumnya. Ketiga, memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa tidak satu pun kelompok politik dan kelompok kepentingan yang mendominasi kepentingan nasional. Hakikatnya, proses politik di parlemen jangan sampai mendorong munculnya democratic corruption untuk kepentingan politik jangka pendek. Misalnya, untuk menumpuk dana menghadapi pelaksanaan pemilihan umum, partaipartai politik di parlemen bersekongkol dalam menggerogoti uang negara. Pengertian Kode Etik menurut Pasal 235 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR. 6 Dari hal-hal tersebut maka untuk menjaga etika para anggota dewan dibentuklah Mahkamah Kehormatan Dewan yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Mahkamah kehormatan Dewan berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna tahun sidang. Tata Cara pelaksanaan tugas Mahkamah DPRD. 6 Republik Indonesia, Undang-undang RI nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,dan 4

Kehormatan Dewan diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR Republik Indonesia. 7 Mahkamah Kehormatan Dewan mulai bekerja dan Kode Etik adalah pedoman prilakunya. Dalam pelaksanaannya anggota DPR harus bersifat negarawan yang bijak dan mempunyai moral yang luhur, patuh terhadap hukum dalam menjalankan tugas, karena pada sejatinya ia adalah pemimpin dalam lembaga perwakilan yang menjadi contoh masyarakat. Selaras dengan hal tersebut Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa ada dua syarat seorang pemimpin dalam menjaga Wibawa Institusinya, pertama kepemimpinan diharapkan dapat menjadi penggerak yang efektif untuk tindakantindakan hukum tersebut yang pasti, kedua kepemimpinan tersebut diharapkan dapat menjadi tauladan bagi lingkungan yang dipimpinnya masing-masing mengenai integritas kepribadian orang yang taat terhadap aturan. 8 Dengan adanya Mahkamah Kehormatan Dewan itu diharapkan dapat merubah berbagai aspek kehidupan kenegaraan baik itu dalam kualitas kerja serta kinerja lembaga Legislatif yang memiliki komitmen politik, moralitas, dan profesionalitas yang lebih tangguh dalam proses pelaksanaan ketatanegaraan yang didasarkan pada terciptanya suatu sistem pengawasan dan keseimbangan antar lembaga tinggi negara. Komitmen ini penting demi terwujudnya lembaga Legislatif yang kuat, produktif, 7 http://www.dpr.go.id/akd/index/tentang-mahkamah-kehormatan-dewan.diakses 5 Agustus 2016,jam 01.33 WIB 8 Nur Habibi, Praktik Pengawasan etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jurnal cita hukum,vol 1, 1 juni 2014,hal 42 5

terpercaya, dan berwibawa dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI berada dibawah naungan DPR RI, badan ini bekerja berdasarkan undang-undang susunan dan kedudukan, peraturan DPR RI tentang tata tertib dan Kode Etik DPR RI, serta aturan perundang-undangan lain yang terkait dengan substnasi kode etik DPR RI B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan judul permasalahan yang dipaparkan di atas, maka terdapat perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan dalam kaitannya dengan penegakan Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia? 2. Bagaimana efektifitas Mahkamah Kehormatan Dewan dalam penegakkan Kode Etik anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia? C. Tujuan Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, penelitian ialah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada suatu metode, sistematika serta pemikiran tertentu, dengan bertujuan untuk dapat mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara menganalisanya. Kecuali, jika diadakannya pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut yang kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas suatu 6

permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Dengan demikian tujuan dari penelitian yang penulis angkat ini adalah: 1. Untuk Mengetahui apa saja kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR dalam kaitannya dengan penegakan Kode Etik DPR? 2. Untuk Mengetahui cara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR dalam Penegakan Kode Etik DPR? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat berbagai pihak. Manfaat itu diuraikan dalam bentuk manfaat Teoritis dan Praktis. Berikut pemaparannya : 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat bagi pengembangan hukum Tata Negara khususnya yang berkaitan dengan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. b. Diharapkan hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat bagi peneliti-peneliti berikutnya dalam pengembangan yang objek penelitiannya sama dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan hasil penelitian ini secara praktis bermanfaat bagi Dewan Perwakilan Rakyat dalam memperbaiki ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Mahkamah Kehormatan Dewan. 7

b. Diharapkan hasil penelitian ini secara praktis bermanfaat bagi lembaga Kepresidenan dalam perubahan ketentuan-ketentuan tentang Mahkamah Kehormatan Dewan ke depannya. E. Metode Penelitian Oleh karena penelitian merupakan sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metode penelitian diterapkan harus senantiasa di sesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. 9 Untuk memperoleh data yang maksimal dalam penelitian dan penulisan ini sehingga tercapai tujuan yang diharapkan maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan Masalah Penelitian yang bersifat Deskriptif ini, menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yang berkaitan dengan penelitian ini. 10 2. Jenis Data Dalam penulisan ini penulis menggunakan sumber data yang digolongkan atas a. Bahan hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa Peraturan Perundang-Undangan. Dalam penelitian ini, sesuai dengan isu yang diangkat bahwa Peraturan Perundang-Undangan yang dimaksud adalah : 9 Soejono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hsl 1 10 Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hal 118. 8

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib 4. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 5. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. b. Bahan hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan atau keterangan-keterangan mengenai Peraturan Perundang-Undangan, berbentuk buku-buku yang ditulis oleh para sarjana hukum, literatur-literatur hasil penelitian yang dipublikasikan, makalah, jurnal-jurnal hukum dan datadata lain yang berkaitan dengan judul penelitian. c. Bahan hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadapbahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus yang digunakan untuk membantu penulis dalam menerjemahkan istilah yang digunakan dalam penulisan ini. Bahan ini di dapat dari: 1) Kamus Bahasa Indonesia 2) Kamus Bahasa Inggris 9

3.Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pengumpulan Peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan dengan isu yang diangkat oleh penulis, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik DPR RI, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. b. Merangkum dan menganalisis pendapat-pendapat para sarjana yang memberikan doktrin terkait isu di dalam penelitian ini. c. Turun langsung kelapangan hanya untuk mengambil dokumen-dokumen dari berbagai perputakaan seperti perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas, perpustakaan Universitas Andalas yang dirasa penting dan berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. 10

4. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan cara editing yaitu pengolahan dengan menyusun data-data yang didapatkan menjadi data yang sistematis, terstruktur, berurutan dan saling berkaitan satu-sama lain. 5. Analisis Data Setelah dilakukan pengolahan Data selanjutnya dilakukan Analisis Data secara kualitatif. Semua hasil penelitian Normatif yang berkaitan dengan kewenagan Mahkamah Kehormatan Dewan serta efektifitas kerja Mahkamah Kehormatan Dewan dianalisis dengan menggunakan pendapat para Ahli baik yang ditulis dalam bentuk buku maupun yang ditulis dalam media Internet. Selanjutnya hasil penelitian ini dituangkan secara Deskriptif berupa kalimat-kalimat dalam bentuk skripsi. 11 12-13 11 Soejono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 11