BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG MEMILIKI PASANGAN BEDA AGAMA. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Seminar Psikologi Perkembangan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Willmot & Hocker (2001), konflik adalah suatu ekspresi. campur tangan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka.

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. Seorang istri bertugas mendampingi suami dan merawat anak. yang bahagia dan mendapat kepuasan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dwi Rachmawati Endah Mastuti

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENGARUH DESAIN TEMPAT DUDUK KERJA TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN PENJAHIT PADA PERUSAHAAN KONVEKSI KECIL DAN MENENGAH SKRIPSI OLEH :

BAB III METODE PENELITIAN

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baru, seperti definisi pernikahan menurut Olson dan Defrain (2006)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah periode perubahan fisik yang sangat monumental

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. sama sekali belum pernah dimasuki kaum hawa. pernah melihat wanita sebagai penerbang, tetapi kini Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan keluarga interdependent satu sama lain sebagaimana keduanya. berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter marriage Tipe Adjusting yang Memiliki Anak. Fakhiratun Nisa B.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup keluarga (Hurlock, 1990). McGonagle dkk dalam Sears dkk (1994) menyatakan bahwa pada

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

INTUISI 9 (1) (2017) INTUISI JURNAL PSIKOLOGI ILMIAH.

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia, sampai pada kematian. Diantara masa-masa tersebut ada masa yang disebut dewasa awal. Individu dewasa awal adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan dewasa lainnya (Hurlock, 1990). Individu pada masa dewasa awal beranjak dari masa-masa sekolah yang masih bergantung pada orang tua ke masa mencari pekerjaan dan mandiri secara financial, selain mencari pekerjaan, individu dewasa awal juga mempunyai tugas perkembangan lainnya yaitu membentuk kehidupan sosialnya. Individu dewasa awal dapat memilih untuk tetap single (tidak menikah), tinggal dengan pasangan dengan pernikahan yang sah atau pernikahan yang tidak sah (cohabitation), tinggal dan hidup dengan pasangan dari jenis kelamin yang sama (gay dan lesbian) atau berbeda, bercerai, menikah lagi setelah perceraian, menjadi orang tua tunggal, atau tinggal tanpa anak; pilihan individu mudah berubah selama periode masa dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2007). Individu masa dewasa awal yang telah mendapatkan pekerjaan dan mulai merancang perekonomian juga perlu memasuki kehidupan pernikahan dan diikuti dengan rencana memiliki keturunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Havighurst bahwa tugas perkembangan yang menjadi karakteristik masa dewasa awal adalah

mulai memilih pasangan hidup dan mulai menikah (Hurlock, 1990). Hurlock (1990) juga menyatakan bahwa tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan keluarga merupakan tugas yang sangat banyak, sangat penting dan sangat sulit diatasi. Pernikahan dan keluarga memberikan motivasi serta beban bagi individu masa dewasa awal untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan agar mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pendidikan dan perkembangan dunia pekerjaan yang semakin maju membuat pria dan wanita sama-sama mempunyai kesempatan untuk mengembangkan karir dan pekerjaan. Sejak semakin banyak wanita yang bekerja dan mempunyai pendidikan yang tinggi, secara alami juga menghasilkan pasangan dengan karir yang berbeda (dual-career couples)(sarah Muterko, 2007). Kesempatan karir yang sama bagi wanita tampak dari wawancara yang dilakukan terhadap Ninna (bukan nama sebenarnya), 26 tahun yang bekerja di salah satu bank di kota Medan yang menyatakan bahwa: Zaman sekarang sudah banyak wanita yang bekerja, apalagi yang berpendidikan tinggi, sayang dong kalo pendidikannya ga digunakan... Meskipun sudah berkeluarga, wanita sekarang juga tetap bisa bekerja, suami saya pun tidak keberatan kok kalo saya tetap bekerja... (Komunikasi Personal, 26 Oktober 2008) Kesempatan bekerja dan berkarir bagi wanita memberikan kemungkinan untuk menemukan pasangan suami istri yang sama-sama menjalani kehidupan karir bersamaan dengan kehidupan keluarga. Pria dan wanita pada dewasa awal yang telah menikah mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga membuat pasangan tersebut semakin giat untuk mendapatkan pekerjaan

yang lebih baik. Pekerjaan dan penghasilan mempengaruhi kehidupan keluarga sehingga memunculkan beberapa bentuk kehidupan keluarga dengan pasangan yang bekerja misalnya pasangan yang lebih mementingkan karir, sehingga tidak begitu memperhatikan kehidupan keluarga, akhirnya kehidupan keluarga pun menjadi terancam kemudian berakhir pada perceraian. Ada pasangan yang mementingkan kehidupan keluarga, sehingga salah satu dari pasangan itu, baik suami atau istri rela meninggalkan pekerjaan untuk mengurusi kehidupan keluarga. Ada juga pasangan yang sama-sama mementingkan kehidupan karir dan keluarganya, dimana suami dan istri sama-sama mempunyai pekerjaan, namun tetap memperhatikan keluarganya. Pasangan suami istri yang mengembangkan karir mereka pada saat yang bersamaan dalam suatu pernikahan disebut sebagai dualcareer couples. Ada beberapa hal yang menguntungkan dalam kehidupan pasangan dualcareer misalnya dukungan emosional dari pasangan ketika salah satu pasangan mempunyai masalah, karir istri dan suami sama-sama membantu menguatkan keuangan keluarga. Selain menguntungkan, kehidupan keluarga dual-career juga mempunyai kerugian misalnya kurang fleksibelnya waktu bekerja sehingga mengganggu acara keluarga ataupun kadang-kadang acara keluarga mengganggu waktu kerja. Ada juga beberapa hal yang sekaligus memberikan keuntungan dan kerugian dalam kehidupan keluarga dual-career misalnya pembagian pekerjaan

rumah dan letak geografis. Pembagian pekerjaan rumah dirasakan sebagai keuntungan ketika pembagian tugas yang sama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah sehingga pasangan tidak merasa memiliki pekerjaan yang lebih berat dari pasangan lainnya karena harus mengurusi rumah selain pekerjaan. Pembagian tugas pekerjaan rumah dirasakan sebagai hal yang merugikan yaitu pembagian tugas rumah yang tidak merata sehingga menyebabkan salah satu pasangan umumnya istri merasa bahwa suami menghambat perkembangan karirnya dengan tidak bersedia membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Letak geografis penempatan pekerjaan juga dapat mendukung atau bahkan mempersulit keadaan pasangan dual-career. Dunia pekerjaan saat ini semakin dipengaruhi oleh proses globalisasi dan berbagai aktivitas pekerjaan yang tidak dibatasi oleh letak geografis suatu wilayah (Gustafson, 2006). Beberapa pekerjaan menempatkan individu dekat dengan tempat tinggal dan keluarganya, namun ada juga pekerjaan yang menempatkan individu jauh dari tempat tinggal dan keluarga. Kesempatan karir bagi wanita yang semakin tinggi dan adanya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di satu daerah geografis menyebabkan munculnya konflik untuk memilih karir mana yang harus didahulukan (Anderson,1992 dalam Rhodes, 2002). Konflik karena penempatan kerja di lokasi berbeda dirasakan oleh Desi (bukan nama sebenarnya), 24 tahun seorang pegawai swasta yang tengah memasuki masa pra-nikah dengan calon suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan swata di Pekan Baru menyatakan bahwa: Calon suami saya berharap setelah kami menikah nantinya saya akan ikut pindah, sedangkan Bos saya di sini berharap saya tetap bekerja. saya cukup menikmati pekerjaan saya yang sekarang ini tapi selama ini saya dan pacar

saya berpacaran jarak jauh, kami sudah bosan dengan keadaan seperti ini, jadi saya akhirnya juga setuju aja kalo sudah nikah saya akan pindah ke tempat dia... (Komunikasi Personal, 27 Oktober, 2008) Bagi individu yang sedang mengejar karir, konflik untuk memilih karir atau keluarga mungkin menjadi tantangan yang berat, apakah berhenti dari pekerjaan, atau mengambil kesempatan tersebut untuk memperoleh tingkatan karir yang lebih tinggi. Idealnya, tentu saja mencari pekerjaan yang menempatkan kedua pasangan pada satu wilayah, namun kenyataannya belum tentu pasangan dual-career dapat memilih penempatan pekerjaan jika penempatan kerja di wilayah lain memberikan keuntungan bagi karir pasangan. Salah satu solusi tradisional adalah salah satu pasangan, khususnya istri, atau bahkan kedua pasangan untuk memilih dan mencari pekerjaan yang kurang menarik supaya dapat tetap tinggal dalam satu rumah (Anderson & Spruill,1993 dalam Rhodes, 2002). Pada keluarga yang menganut peran yang tradisional, biasanya karir suami dianggap lebih penting daripada karir istri sehingga istri harus mengikuti suami untuk pindah ke wilayah lain. Hal ini seperti yang terungkap dalam wawancara yang dilakukan dengan Desi (bukan nama sebenarnya), 24 tahun seorang pegawai swasta yang tengah memasuki masa pranikah dengan calon suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan swata di Pekan Baru menyatakan bahwa: Calon suami saya berharap setelah kami menikah nantinya saya akan ikut pindah. Bos saya di sini berharap saya tetap bekerja, selama ini saya dan pacar saya berpacaran jarak jauh, saya pun sudah bosan dengan keadaan seperti ini, jadi saya akhirnya juga setuju aja kalo sudah nikah saya akan

pindah ke tempat dia... (Komunikasi Personal, 27 Oktober, 2008) Pasangan dual-career mungkin dapat berusaha menghindari perpisahan dengan ikut berpindah, namun kenyataannya sangat sulit bagi pasangan untuk mendapatkan posisi karir yang sama atau lebih baik dalam satu lokasi yang sama. Solusi lain yang lebih modern yaitu dengan mengadopsi pola hidup pernikahan jarak jauh dan tinggal di dua daerah yang terpisah (Taylor & Lounsbury, 1988 dalam Rhodes, 2002). Salah satu dari pasangan meninggalkan rumah, pindah ke tempat yang cukup jauh dari rumah dan bekerja. Pekerjaan mereka membuat mereka harus meninggalkan keluarga dan mencari tempat tinggal sementar di tempat lain. Fenomena commuter marriage yang tampak di masyarakat adalah kebanyakan suami yang meninggalkan daerah asal dan berpisah dengan keluarga. Seperti yang terungkap pada wawancara dengan Mina (bukan nama sebenarnya), 30 tahun seorang pegawai swasta yang mempunyai keluarga dengan seorang putri berusia 2 tahun, Mina dan anaknya tinggal di Medan, namun suami Mina yang bekerja di suatu perusahaan IT di Singapura: Saya dan suami setuju jika suami pindah ke Singapura..., karena suami mendapatkan pekerjaan, gaji yang lebih baik. Kami yakin karir suami saya akan lebih baik di Singapura. (Komunikasi Personal, 2 November 2008) Kehidupan pernikahan yang tinggal berjauhan merupakan salah satu alternatif pola hidup pernikahan pada pasangan profesional yang menjaga

kelangsungan hidup dengan tinggal di tempat yang berbeda ketika melakukan perjalanan dinas yang disebabkan karir masing-masing (Gerstel & Gross, 1982). Beberapa ahli yang disebutkan dalam disertasi Scoot, 2002 menyebutkan beberapa istilah dari kehidupan yang muncul akibat dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan pernikahan antara lain geographically separated married couples (Rohlfing, 1995; Stephen, 1986), separated dual-career couples (Douvan & Pleck, 1978), dan commuter marriages (Anderson & Spruill, 1993; Farris, 1978; Gerstel & Gross, 1982, 1984; Gross, 1980, 1981; Groves & Horm- Wingerd, 1991; Guldner & Swensen, 1995; Taylor & Lounsbury, 1988; Winfield, 1985). Banyaknya istilah untuk pasangan yang tinggal berpisah karena pekerjaan mereka, salah satu diantaranya adalah commuter marriage, dimana menurut Rhodes (2002), commuter marriage adalah pria dan wanita dalam pernikahan yang mempunyai dua karir, dimana masing-masing mempunyai keinginan untuk mempertahankan pernikahan namun secara sukarela juga memilih untuk menjaga karir sehingga pasangan tersebut merasakan adanya komitmen yang kuat. Rhodes (2002) juga menambahkan bahwa pasangan yang tinggal di rumah yang berbeda juga disebut commuter marriage. Pasangan yang memilih pola hidup seperti ini menyadari bahwa karir dan pernikahan mereka berada pada prioritas utama (Gerstel & Gross, 1983; Winfield, 1985 dalam Scoot, 2002). Bagaimana kedua pasangan commuter marriage mempertahankan prioritas pekerjaan dan kehidupan keluarga? Dari beberapa pasangan yang diwawancarai oleh Gross dan Gerstel (1982) secara eksplisit menyatakan bahwa mereka

memilih pola hidup seperti ini karena dalam kehidupan mereka, mereka memfokuskan diri hanya semata-mata pada setiap prioritas pada waktunya masing-masing. Ketika berpisah satu sama lain, mereka berfokus pada karir mereka. Namun sepanjang reuni atau saling bertemu, mereka berfokus pada bagaimana memperkuat hubungan mereka. Diantara reuni, mereka menggunakan beberapa media seperti e-mail, dan telepon untuk menjaga hubungan mereka (Scoot, 2002). Pasangan dengan commuter marriage tentu saja menghadapi masalah yang lebih terutama pada masalah komunikasi antar pasangan dibandingkan dengan pasangan yang tinggal serumah. Masalah pada komunikasi tampak ketika pesan nonverbal tidak dapat disampaikan melalui media komunikasi seperti telepon dan email yang akhirnya mempengaruhi hubungan pasangan. Beberapa masalah lain seperti kurangnya dukungan ketika membuat suatu keputusan yang besar (Groves & Horm-Wingerd, 1991 dalam ), kelelahan terhadap peran (Anderson & Spruill, 1993; Gerstel & Gross, 1982, 1983, 1984; Winfield, 1985), pekerjaan yang menggangu waktu untuk bersama (Gerstel & Gross, 1984; Winfield, 1985), durasi perpisahan ( Gerstel & Gross, 1984), kurangnya kebersamaan (Winfield, 1985), kurangnya kekuatan ego (Winfield, 1985) dan penurunan kompetensi sebagai profesional (Gerstel & Gross, 1984; Winfield, 1985). Ada beberapa kelebihan yang dirasakan oleh pasangan commuter marriage misalnya, wanita nampaknya lebih nyaman daripada pria ketika berpisah, hal ini dikarenakan mereka dapat menikmati kualitas karir penuh yang tidak selalu dapat mereka peroleh ( Gross, 1980 dalam Hendrik & Hendrik, 1992),

selain itu dapat meningkatkan keinginan untuk aktualisasi diri, hidup yang berjalan dengan fleksibel, kemampuan komunikasi yang semakin meningkat dan fleksibel tanpa harus bertemu dan hanya menggunakan media komunikasi seperti telepon dan email (Winfield, 1985 dalam Hendrik & Hendrik, 1992). Pernikahan commuter marriage dirasakan memberikan keuntungan bagi pasangan yang tidak tinggal dengan keluarga, seperti yang terungkap dalam wawancara dengan Adi (bukan nama sebenarnya), suami Mina (bukan nama sebenarnya) yang bekerja di Singapura dalam menjalani kehidupan commuter marriage: Meskipun harus berpisah dari keluarga, tapi saya mempunyai waktu kerja yang lebih fleksibel... saya bisa bekerja sampai larut malam, mau pulang jam brapa pun ga ada yang nungguin di rumah... (Komunikasi Personal, 15 Desember 2008) Kehidupan pasangan commuter marriage tidak hanya memiliki keuntungan dan kelemahan, kehadiran anak dalam keluarga commuter marriage menyebabkan kehidupan keluarga menjadi lebih kompleks. Pada keluarga yang memiliki anak, biasanya anak tinggal bersama dengan istri di daerah asal sedangkan suami bekerja di daerah lain. Kehidupan istri menjadi lebih kompleks di mana di satu sisi istri harus bekerja namun di sisi lain istri harus memperhatikan dan menjaga anak. Istri pada pasangan commuter marriage sering merasa mempunyai peran orang tua tunggal dan konflik peran meskipun pasangan commuter marriage kebanyakan menganut peran egalitarian, dimana pasangan suami istri mempunyai peran dan yang sama

dalam keluarga, namun ketika salah satu pasangan meninggalkan keluarga, pasangan tersebut akan menyerahkan perannya dalam keluarga kepada pasangan yang tinggal dengan keluarga. Kompleksitas kehidupan istri pasangan commuter marriage yang mempunyai anak tampak dalam wawancara dengan Mina (bukan nama sebenarnya): Setelah mempunyai anak, saya tidak bisa bekerja senyaman dulu, kalo dulu kan mau jam brapa pulang juga bisa, kalo ini da punya anak, sudah agak susah... memang sih ada yang bantu jagain, tapi kan kadang-kadang anak lebih membutuhkan orangtuanya daripada orang lain. Kadang-kadang saya juga merasa saya harus berperan sebagai suami. (Komunikasi Personal, 15 Desember 2008) Bagi kebanyakan individu dewasa, kebahagiaan hidup lebih banyak dipengaruhi oleh kepuasan pernikahan daripada hal lain dalam kehidupan dewasa, seperti pekerjaan, persahabatan, hobi, dan aktivitas komunikasi (Newman & Newman, 2006). Kehidupan pada pasangan commuter marriage memberikan kepuasan pernikahan tersendiri dengan banyaknya keuntungan dan kerugian serta masalah-masalah yang muncul. Kepuasan pernikahan adalah penilaian subjektif dan bersifat dinamis oleh pasangan suami istri mengenai kehidupan pernikahan mereka. Kepuasan pernikahan pasangan suami istri dapat digali dengan mengunakan aspek-aspek kepuasan pernikahan oleh Fowers & Olson (1993). Adapun kesepuluh aspek yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah communication, religious orientation, conflict resolution, financial management, sexual orientation, family and friends, children and parenting, personality issue, equalitarian role.

Kehidupan pernikahan commuter marriage yang muncul di masyarakat modern saat ini dan kepuasan pernikahan yang bersifat subjektif dan dinamis membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran mengenai kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter marriage. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan fenomena di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage dengan merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. apa alasan yang menyebabkan pasangan suami istri memilih pernikahan commuter marriage? 2. bagaimana gambaran kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter marriage berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan menurut Fowers dan Olson? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter marriage. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang psikologi khususnya psikologi perkembangan, terutama yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage.

2. Manfaat Praktis a. Memberi informasi kepada masyarakat dan individu dewasa awal yang mempunyai karir dan belum menikah, mengenai gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage, sehingga penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mereka dalam menentukan pola hidup pernikahan mereka nantinya. b. Memberi informasi kepada pasangan commuter marriage mengenai aspek-aspek apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage. E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Latar Belakang Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain mengenai definisi kepuasan pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, kriteria kepuasan pernikahan, definisi individu masa

dewasa awal, tugas perkembangan dan karakteristik individu pada masa dewasa awal, definisi commuter marriage, karakteristik pasangan, pernikahan dan keluarga dengan pola hidup commuter marriage serta kelebihan dan kelemahan yang dialami oleh pasangan commuter marriage. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisi tentang pendekatan kualitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian. Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab ini berisi deskripsi data responden, analisa dan pembahasan data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan. Bab V Kesimpulan, Saran dan Diskusi Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter marriage