*Program Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

*Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ***Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Universitas Sumatera Utara

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2013

HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI 2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

HUBUNGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DENGAN USIA MENIKAH PADA REMAJA YANG MENIKAH DI TAHUN 2015 DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDULYOGYAKARTA 2015

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWA SMA KANJENG SEPUH GRESIK

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

Pengetahuan Agama Berhubungan dengan Perilaku Seksual pada Remaja di SMAN 1 Soppeng Riaja Kab. Barru

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI OLEH REMAJA DI SMPN 19 WILAYAH KERJA PUSKESMAS AUR DURI KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

Akademi Kebidanan dan Keperawatan Bhakti Husada Bekasi. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

ABSTRACT DESCRIPTION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR TOWARDS FREE SEX YEAR 2008.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP, PERAN ORANG TUA DAN KETAATAN BERAGAMA DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA SISWA DI SMA DHARMA WANITA PINELENG Olfi Mamarodia*, Grace D. Kandou**, Pieter L. Suling* *Program Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Penyakit menular seksual, merupakan pandemi yang menimbulkan masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan infeksi menular seksual telah menimbulkan pengaruh besar dalam pengendalian HIV/AIDS. Manado sebagai salah satu kota tujuan pariwisata di Sulawesi Utara tidak luput dari pengaruh modernisasi yang dapat memberi peluang terhadap perilaku penyimpangan remaja seperti penggunaan obat-obat terlarang dan perilaku seks pranikah yang menyebabkan resiko penyakit menular seksual. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan di SMA Dharma Wanita Pineleng, pada bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017.Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa yang ada di SMA Dharma Wanita Pineleng dan sampel sebanyak 97 siswa. Pelaksanaan analisis data digunakan perangkat komputer SPSS (Statistical Packages for Servis Solution) versi 22 dan uji statistik dengan menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan p=0,000, sikap p=0,000, peran orangtua p=0,000 dan ketaatan beragama p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan antara antara ketaatan beragama dengan tindakan pencegahan PMS pada siswa di SMA Dharma Wanita Pineleng. Pada uji multivariate diperoleh nilai exponen beta tertinggi yaitu pengetahuan (5.946) sehingga variabel yang paling dominan berhubungan dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng. Kesimpulan menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, peran orangtua dan ketaatan beragama dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng ialah pengetahuan tentang pencegahan penyakit menular seksual. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Peran Orang Tua, Ketaatan Beragama,Tindakan Pecegahan Penyakit Menular Seksual ABSTRACT Sexually transmitted diseases, a pandemic that cause health problems, social and economic development in many countries and is one of the entrances of HIV. The existence of sexually transmitted infections has exercised a great influence in controlling HIV / AIDS. Manado as one tourism destination in North Sulawesi did not escape the influence of modernization can provide an opportunity to the behavior of adolescents irregularities such as the use of illegal drugs and premarital sexual behavior which causes the risk of sexually transmitted diseases. This research is analytic survey with cross sectional study conducted in SMA Dharma Wanita Pineleng, in October 2016 to January 2017.Populasi in this study are all students in high school Pineleng Dharma Wanita and a sample of 97 students. Implementation of data analysis used the SPSS (Statistical Packages for the Service Solution) version 22 and statistical tests using univariate, bivariate, and multivariate analyzes. The results showed that knowledge of p = 0.000, p = 0.000 attitudes, the role of parents p = 0.000 and p = 0.000 religious observance <α = 0.05, which indicates there is a relationship between the religious devotion with STD prevention measures at high school students in the Dharma Wanita Pineleng, On multivariate test obtained the highest beta value exponent of knowledge (5946) so that the most dominant variable related to precautions sexually transmitted diseases in adolescents at high school Pineleng Dharma Wanita. Conclusions demonstrated an association between knowledge, attitudes, the role of parents and religious devotion with precautions sexually transmitted diseases in adolescents. The most dominant variable related to precautions sexually transmitted diseases in adolescents at high school Pineleng Dharma Wanita is knowledge about the prevention of sexually transmitted diseases. Keywords: Knowledge, Attitude, Role of Parents, Religious Observance, preventive measures Sexually Transmitted Diseases 103

PENDAHULUAN Penyakit menular seksual, merupakan pandemi yang menimbulkan masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan infeksi menular seksual telah menimbulkan pengaruh besar dalam pengendalian HIV/AIDS. (Anonim, 2014) Penyakit menular terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan. (Djuanda, 2015) Perkembangan di bidang sosial, demografik, serta meningkatnya migrasi penduduk, populasi berisiko tinggi tertular penyakit menular seksual akan meningkat pesat. Menurut World Health Organization, (2013) lebih dari satu juta orang terinfeksi penyakit menular seksual setiap hari. Diperkirakan 499 juta kasus IMS (gonore, klamidia, sifilis dan trikomoniasis) terjadi setiap tahun disamping 536 juta orang diperkirakan hidup dengan herpes simplex virus tipe 2 (HSV-2). Sekitar 291 juta wanita memiliki human papilloma virus (HPV). Penyakit menular seksual memiliki dampak besar pada kesehatan seksual dan reproduksi seperti kematian janin dan bayi baru lahir. Sifilis dalam kehamilan menyebabkan 305.000 janin dan kematian neonatal, 215.000 bayi mengalami peningkatan risiko kematian akibat prematuritas, berat badan lahir rendah atau penyakit bawaan setiap tahun. IMS seperti gonore dan klamidia merupakan penyebab dari infertilitas, infeksi genital yang tidak diobati dapat menjadi penyebab sampai 85% dari infertilitas dan HIV pada wanita. (Anonim, 2013) Kelompok remaja dan dewasa muda (usia 15-24 tahun) merupakan kelompok umur yang beresiko paling tinggi untuk tertular PMS. Tiga juta kasus baru tiap tahun terjadi pada remaja. Menurut WHO, remaja memiliki persentase tertinggi pada virus ini dibanding kelompok umur lainnya. Satu dari 20 remaja tertular PMS setiap tahunnya, sementara hampir separuh kasus infeksi HIV baru berusia di bawah 25 tahun. PMS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak seksual seperti sering melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan (multipartner) dan melakukan hubungan seksual tanpa pengaman (kondom) (Anonim, 2013). Salah satu fase yang mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap penularan penyakit menular seksual ialah remaja. Masa remaja ialah suatu masa yang mempunyai mobilitas sosial 104

yang paling tinggi dibandingkan masa usia lainnya. Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja memiliki keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Pada masa perkembangan, remaja mudah terpengaruh pada perilaku berisiko tertentu. (Sarwono, 2013) Menurut Lawrence Green, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes), dan faktor di luar perilaku (nonbehavior causes) (Pieter & Lubis, 2011). Menurut Green perilaku manusia tersebut terbentuk dari tiga faktor meliputi: a). Faktor predisposisi yang dapat diwujudkan dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya, b). Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik yang tersedia misalnya ketersediaan fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan c). Faktor pendorong yang terwujud dalam perilaku petugas kesehatan, pendapat, dukungan sosial, pengaruh teman, kritik baik dari teman-teman sekerja atau lingkungan maupun petugas yang lainnya sebagai kelompok panutan di masyarakat. Minimnya pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dan pencegahannya menyebabkan penularan PMS pada remaja masih tetap tinggi. Purnamawati (2013), menjelaskan bahwa rendahnya pemahaman yang benar tentang penyakit menular seksual berdampak pada perilaku pencegahan pada kalangan wanita pekerja seks langsung lokalisasi di Kabupaten Karawang di wilayah kerja Puskesmas Cikampek. Penelitian yang dilakukan oleh Muin dkk (2013), pada remaja putri di SMA Nasional Makassar menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku pencegahan. Pengetahuan responden sebagian besar responden telah memahami bahwa penyakit menular seksual dapat dicegah dengan menjaga kebersihan alat reproduksi eksternal dan bahwa menjaga kebersihan alat reproduksi bukan hanya tentang personal hygiene, tetapi juga termasuk untuk tidak melakukan hubungan seksual. Mulati, dkk (2016) meneliti Perilaku Pekerja Seks Komersial (PSK) Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) Di Lokalisasi Kalinyamat Bandungan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku 105

PSK terhadap pencegahan PMS dilihat dari pengetahuan sebagian besar sudah mengetahui tentang pengertian, penyebab, jenis, tanda gejala dan pencegahan PMS, dari sikap yang dibagi menjadi beberapa kategori ada yang setuju dan tidak setuju, dari aktivitas terhadap pencegahan sebagian besar sudah memenuhi standar kesehatan. Hasil penelitian Febiyantin (2014) menunjukkan bahwa pengetahuan (p value = 0.001) berhubungan dengan kejadian IMS, sedangkan tingkat pendidikan (p value=0.582), sikap terhadap IMS dan pencegahannya (p value=0.233), tidak berhubungan dengan kejadian IMS. Penelitian tentang sikap yang dilakukan oleh Fadhilah dkk (2015), menyimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang positif terhadap kesehatan reproduksi, namun sikap positif tidak selalu diikuti dengan tindakan yang positif, tidak ada hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMAN 5 Makassar. Peran orang tua juga dinilai memiliki hubungan dalam tindakan pencegahan infeksi menular seksual pada usia remaja, seorang anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Ketidak jelasan pendidikan seks dari orang tuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya. Agama dapat mendukung perubahan perilaku seksual pada remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sagrim (2011), pada mahasiswa Stikes Papua Kota Sorong menunjukkan ada hubungan antara ketidaktaatan beragama dengan perilaku berisiko penyakit menular seksual. Perubahan pola pergaulan yang telah mengabaikan norma agama disebabkan oleh perkembangan globalisasi, khususnya media informasi tidak hanya memberikan dampak positif maupun negatif. Dengan mudahnya mengakses situs-situs porno dapat menimbulkan hasrat seksual pada remaja yang akhirnya cenderung untuk berperilaku buruk jika tidak tahu tentang dampak dari perilaku seksual. SMA Dharma Wanita Pineleng merupakan salah satu SMA yang ada Pineleng, Kecamatan Pineleng dengan jumlah populasi siswa sebanyak 414 yang terdiri dari kelas 1 sebanyak 112 siswa, kelas 2 sebanyak 175 siswa dan kelas 3 sebanyak 127 siswa. Beberapa kasus yang dilaporkan oleh guru seperti terdapatnya kasus free sex yang dilakukan oleh beberapa siswa, kehamilan pada siswa wanita, dan siswa yang menderita infeksi menular seksual. Manado sebagai salah satu kota tujuan 106

pariwisata di Sulawesi Utara tidak luput dari pengaruh modernisasi yang dapat memberi peluang terhadap perilaku penyimpangan remaja seperti penggunaan obat-obat terlarang dan perilaku seks pranikah yang menyebabkan resiko penyakit menular seksual. penelitian ini yaitu seluruh siswa yang ada di SMA Dharma Wanita Pineleng dan sampel sebanyak 97 siswa. Pelaksanaan analisis data digunakan perangkat komputer SPSS (Statistical Packages for Servis Solution) versi 22 dan uji statistik dengan menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan di SMA Dharma Wanita Pineleng, pada bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017.Populasi dalam HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng. Tabel 1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng. Tindakan Pencegahan PMS Pengetahuan Tidak Total Melakukan Melakukan Nilai p n % n % n % Baik 50 51,5 31 32,0 81 83,5 0,000 Kurang Baik 2 2,1 14 14,4 16 16,5 Total 52 53,6 45 46,4 97 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang berpengetahuan baik sebanyak 81 responden (83,5%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 50 responden (51,5%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 31 responden (32,5%), sedangkan jumlah responden yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 16 responden (16,5%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 2 responden (2,1%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 14 responden (14,4%). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada siswa di SMA Dharma Wanita Pineleng. Hasil penelitian Febiyantin (2014) menunjukkan bahwa 107

pengetahuan (p value=0.001) berhubungan dengan kejadian IMS, sedangkan tingkat pendidikan (p value=0.582), sikap terhadap IMS dan pencegahannya (p value=0.233), tidak berhubungan dengan kejadian IMS. 2. Hubungan Antara Sikap Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng Tabel 2. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng. Tindakan Pencegahan PMS Sikap Tidak Total Melakukan Melakukan Nilai p n % n % n % Baik 50 51,5 28 28,9 78 80,4 0,000 Kurang Baik 2 2,1 17 17,5 19 19,6 Total 52 53,6 45 46,4 97 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang bersikap baik sebanyak 78 responden (80,4%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 50 responden (51,5%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 28 responden (28,9%), sedangkan jumlah responden yang bersikap kurang baik sebanyak 19 responden (19,6%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 2 responden (2,1%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 17 responden (17,5%). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan PMS pada siswa di SMA Dharma Wanita Pineleng. 3. Hubungan Antara Peran Orangtua Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng. Tabel 3. Hubungan Antara Peran Orangtua Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng. Tindakan Pencegahan PMS Peran Orangtua Tidak Total Melakukan Melakukan Nilai p n % n % n % Baik 45 46,4 21 21,6 66 68,0 0,000 Kurang Baik 7 7,2 24 24,7 31 32,0 Total 52 53,6 45 46,4 97 100,0 108

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki peran orangtua baik sebanyak 66 responden (68,0%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 45 responden (46,4%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 21 responden (21,6%), sedangkan jumlah responden yang memiliki peran orangtua kurang baik sebanyak 31 responden (32,0%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 7 responden (7,2%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 24 responden (24,7%). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan antara peran orangtua dengan tindakan pencegahan PMS pada siswa di SMA Dharma Wanita Pineleng. Peran orang tua juga dinilai memiliki hubungan dalam tindakan pencegahan infeksi menular seksual pada usia remaja, seorang anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Ketidak jelasan pendidikan seks dari orang tuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya. Mencegah terjadinya perilaku seks pra nikah membutuhkan hubungan yang erat antara orang tua dan remaja khususnya dalam hal komunikasi tentang masalah seksual dan perkembangannya sehingga remaja terhindar dari masalah kehamilan yang tidak diinginkan, seperti penyakit menular HIV/AIDS. Bila perilaku reproduksi remaja diterapkan pada lingkungan maka yang perlu diperhatikan adalah faktor keluarga yaitu peran orang tua, remaja yang berperilaku seks pra nikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang ercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak dan sebaliknya. Penelitian nasional di Amerika menunjukan bahwa anakanak yang bisa mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur kepada orang tuanya tentang seks akan sangat mengurangi terjadinya hubungan seks sebelum menikah dibandingkan dengan yang tidak terbuka dengan orang tuanya. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat diperlukan untuk mencegah remaja melakukan perilaku seks pra nikah yang selanjutnya dapat mencegah terjadinya PMS. 109

4. Hubungan Antara Ketaatan Beragama Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng Tabel 4. Hubungan Antara Ketaatan Beragama Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng Tindakan Pencegahan PMS Ketaatan Beragama Tidak Total Melakukan Melakukan Nilai p n % n % n % Baik 46 47,4 25 25,8 71 73,2 0,000 Kurang Baik 6 6,2 20 20,6 26 26,8 Total 52 53,6 45 46,4 97 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang ketaatan beragama baik sebanyak 71 responden (73,2%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 46 responden (47,4%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 25 responden (25,8%), sedangkan jumlah responden yang ketaatan beragama kurang baik sebanyak 26 responden (26,8%) dengan yang melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 6 responden (6,2%) dan yang tidak melakukan tindakan pencegahan PMS sebanyak 20 responden (20,6%). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan antara antara ketaatan beragama dengan tindakan pencegahan PMS pada siswa di SMA Dharma Wanita Pineleng. Agama dapat mendukung perubahan perilaku seksual pada remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sagrim (2011), pada mahasiswa Stikes Papua Kota Sorong menunjukkan ada hubungan antara ketidaktaatan beragama dengan perilaku berisiko penyakit menular seksual. Perubahan pola pergaulan yang telah mengabaikan norma agama disebabkan oleh perkembangan globalisasi, khususnya media informasi tidak hanya memberikan dampak positif maupun negatif. Dengan mudahnya mengakses situs-situs porno dapat menimbulkan hasrat seksual pada remaja yang akhirnya cenderung untuk berperilaku buruk jika tidak tahu tentang dampak dari perilaku seksual. Ketaatan agama yaitu seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa besar pelaksanaan ibadah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut. Melalui agama pula yang mengatur tingkah laku baikburuk manusia, secara psikologis 110

termasuk dalam moral yakni sopan santun, tata krama, dan norma-norma masyarakat lainnya. Agama mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk dalam moral yakni sopan santun, tata karma, dan normanorma masyarakat lain. Aktivitas keagamaan sangat berhubungan aktivitas seksual pada siswa remaja putri, namun tidak pada siswa putra (Muhammad, et al. 2016). Dalam keagamaan, ada kegiatan spiritual yaitu semua kegiatan baik jasmani, pikiran, dan emosi yang dilaksanakan atas dorongan rohani atau kata hati untuk mendapatkan ketenangan. Di Indonesia salah satu moral yang sangat penting adalah agama, dimana agama bisa sebagai salah satu faktor pengendali tingkah laku remaja. Orang agamais menemukan bahwa agama memiliki dampak positif bagi remaja, dimana setuju tidak membenarkan seks pra nikah. Para remaja yang sering mengunjungi acara keagamaan cenderung lebih banyak mendengar pesan-pesan agar menjauh dari seks pra nikah. Keterlibatan remaja dalam organisasi keagamaan ini akan meningkatkan peluang bagi mereka berkumpul dengan remaja-remaja yang tidak setuju dengan seks pra nikah. 5. Faktor Yang Paling Berhubungan Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Di SMA Dharma Wanita Pineleng Variabel B S.E. Sig. Exp(B) Pengetahuan 1.783.870.040 5.946 Sikap 1.695.880.054 5.446 Peran orangtua 1.078.601.073 2.938 Ketaatan beragama 1.134.612.064 3.108 Pada uji multivariate diperoleh nilai exponen beta tertinggi yaitu pengetahuan (5.946) sehingga variabel yang paling dominan berhubungan dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng ialah pengetahuan tentang pencegahan penyakit menular seksual. Saputri dan Hidayani (2015) dalam penelitian mereka terhadap seluruh siswa-siswi di SMP Negeri 5 Tangerang, Tahun 2014 yang berjumlah 172 orang menemukan remaja yang pernah melakukan perilaku seks pra nikah sebanyak 106 orang (61,6%). Pada hasil analisis bivariat didapatkan pengetahuan, peran orang tua dan sumber informasi mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku seks pra nikah pengetahuan, peran orang tua, dan informasi yang diberikan tentang seks belum optimal. 111

KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng. 2. Terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng 3. Terdapat hubungan antara peran orangtua dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng. 4. Terdapat hubungan antara ketaatan beragama dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng 5. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMA Dharma Wanita Pineleng ialah pengetahuan tentang pencegahan penyakit menular seksual SARAN Disarankan agar pihak sekolah melaksanakan pendidikan kesehatan reproduksi remaja di setiap jenjang sekolah lanjutan di mulai pada tingkat pertama (SMP) sederajat, sekolah menengah atas (SMA) dan kalau perlu pada jenjang pendidikan tinggi atau diploma, baik sekolah negeri atau swasta di Indonesia umumnya dan Kabupaten Minahasa pada khususnya, melalui metode peer education yang bersifat youth freendly (ramah terhadap remaja) dikembangkan dengan metode lain seperti pemasangan mading, kesenian sekolah atau drama teater, dan lain lain, yang memuat materi dasar kesehatan reproduksi yang proporsional. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2015. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. Recommendations and Reports / Vol. 64 / No. 3. June 5, 2015 Department of Health and human Sevices. Centers For Disease Control And Prevention. Atlanta.. 2014. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Pusat Data dan Informasi. Kemenkes RI, ISSN 2442-7659. Jakarta.. 2013a. Sexually Transmitted Infections. The Importance Of A Renewed Commitment to STI Prevention And Control In Achieving Global Sexual And Reproductive Health. WHO (World Health Organization). 112

. 2013b. Infeksi Menular seksual Dan HIV/AIDS. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi. BKKBN Jakarta.. 2013c. Pendidikan Pencegahan HIV-AIDS di Sekolah. Buku Pegangan Guru. Fadhilah, N., Rismayanti, dan A. D. Sidik. 2015. Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Siswa Di SMAN 5 Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Bagian Epidemiologi UNHAS. Makassar. Febiyantin, C., dan K. S. Kriswiharsi. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) Pada Wanita Pekerja Seksual (WPS) Usia 20-24 Tahun Di Resosialisasi Argorejo Semarang Muhammad, N. A., K. Shamsuddin., Z. Sulaiman., R. M. Amin and K. Omar. 2016. Role of Religion in Preventing Youth Sexual Activity in Malaysia: A Mixed Methods Study. J Relig Health. [Epub ahead of print] Muin, M., U. Salmah dan M. Sarake. 2013. Hubungan Pengetahuan Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan Tindakan Kebersihan Alat Reproduksi External Remaja Putri di SMA Nasional Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. Makassar. Mulati, T. S., Indarto dan P. Ratnasari. 2016. Perilaku Pekerja Seks Komersial Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual Di Lokalisasi Kalinyamat Bandungan. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional, Volume 1, No 1, Maret, hlm 1-99 Saputri, J. I dan Hidayani. 2016. Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pra Nikah Remaja. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Vol. 05, No. 01, Maret 2016 Sarwono, S. W. 2013. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. 113