BAB I PENDAHULUAN. bakteri Leptospira interrogans dari famili Spirochaetaceae, yang mana. setengahnya terdapat di Indonesia. 1,2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

EVALUASI PENGGUNAAN KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA PASIEN LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. utama pada manusia (Dorland, 2006). di negara tropis berkisar antara kejadian tiap penduduk

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. hujan yang tinggi (Febrian & Solikhah, 2013). Menurut International

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Leptospira (Widoyono, 2008). Penyakit ini dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

EVALUASI PENGGUNAAN KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA PASIEN LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropis. Penyakit demam akut ini disebabkan oleh bakteri genus Leptospira

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

Penelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko

BAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

Etiology dan Faktor Resiko

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

ANGKA KEJADIAN INFEKSI HEPATITIS A VIRUS PADA PASIEN DENGAN LEPTOSPIROSIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Infeksi dengue merupakan penyakit akut yang. disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN UKDW. DBD (Nurjanah, 2013). DBD banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis karena

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

BAB I PENDAHULUAN. Nyamuk merupakan penyebab dan pembawa beberapa jenis penyakit seperti

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

Leptospirosis. Dr H.Armen Ahmad SpPD KPTI Sub Bag Tropik Infeksi Penyakit Dalam FK Unand

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit infeksi Dengue seperti DBD (Demam Berdarah Dengue) kini

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang tersebar di dunia dengan manusia sebagai hospes insidentil. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Leptospira interrogans dari famili Spirochaetaceae, yang mana bakteri patogen ini berbentuk spiral dan ramping. Saat ini terdapat lebih dari 200 serotipe dan 23 serogrup yang sudah teridentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. 1,2 Leptospirosis merupakan penyakit yang tersebar luas di dunia, terutama di area tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan tinggi. Prevalensi tinggi terjadinya leptospirosis dijumpai di negara-negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan perhatian akan kesehatan personal dan lingkungan di negara berkembang sangat kurang. 1 Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang bersifat emerging disease, terutama di wilayah Asia Tenggara (South-East Asia region). Kebanyakan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi wilayah endemis untuk leptospirosis, terutama pada daerah-daerah yang sering mengalami banjir. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan insiden leptospirosis tinggi dan dengan tingkat kematian penderita tertinggi ke tiga di dunia. 1,3-5

Di Indonesia, penyakit ini tersebar luas di Pulau Jawa, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Kejadian Luar Biasa tercatat terjadi di Riau (1986), Jakarta (2002), Bekasi (2002), dan Semarang (2003). 6 Dinas Kesehatan Jawa Tengah mencatat jumlah kasus leptospirosis sejak 2005 sampai 2009 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 tercatat jumlah kasus leptospirosis di Kota Semarang sebesar 239 kasus dengan angka kematian mencapai 9 orang. Meskipun terjadi penurunan di tahun 2010 sampai 2012, akan tetapi kasus leptospirosis masih perlu perhatian yang serius. Dalam penelitian M. Hussein Gassem dkk. (2009) disebutkan bahwa di Semarang, leptospirosis merupakan salah satu penyebab utama dari demam akut yang tidak terdiferensiasi sehingga kasus leptospirosis sering tidak terdiagnosis dengan benar. Di RSUP Dr.Kariadi Semarang sendiri ditemukan kurang lebih 50 pasien dengan kasus leptospirosis berat tiap tahunnya. 7,8 Di beberapa negara, leptospirosis dikenal dengan nama rate-urin fever, yang mana penyakit ini ditransmisikan melalui urin dari hewan yang terinfeksi atau kontak dengan tempat yang terkena urin hewan terinfeksi yang masih lembab. Tikus dan binatang pengerat lain merupakan hospes primer dari penyakit ini, akan tetapi binatang mamalia seperti anjing, rusa, kelinci, kerbau, dan babi juga dapat mentransmisikan infeksi bakteri leptospira sebagai hospes sekundernya. Manusia dapat

terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air atau tanah yang sudah mengandung urin hospes, selain itu bisa juga karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Leptospirosis jarang ditularkan dari manusia ke manusia yang lain. 1,3 Infeksi leptospira terjadi karena masuknya bakteri melalui membran mukosa, konjungtiva atau luka di kulit tanpa menimbulkan kelainan setempat. Selanjutnya bakteri masuk ke dalam darah dan menimbulkan leptospiremia, akhirnya kuman masuk ke organ- organ tubuh yang lain. Penyakit ini mengikuti pola bifasik, fase pertama menunjukkan leptospiremia. Fase ini ditandai oleh onset mendadak demam tinggi, kaku otot, nyeri kepala, mialgia berat, nyeri tekan otot, conjunctival suffusion, nyeri perut, mual, muntah, nyeri dada, ruam makulopapular, dan hemoptisis. Sedangkan manifestasi klinis pada fase kedua, yaitu fase imun adalah rekurensi demam setelah 2-3 hari, nyeri kepala, muntah, meningitis aseptik (demam Canicola), ikterus berat, gangguan ginjal, proteinuria, dan ruam eritematosa yang meninggi di daerah pretibia (demam Fort Bragg). Leptospirosis seringkali menunjukkan gejala klinis yang tidak spesifik, sehingga sulit untuk dibedakan dengan penyakit infeksi tropis lain seperti malaria, demam dengue, demam berdarah dengue, dan demam tifus. 9-12 Pada tanggal 17-18 September 2009 di Chennai, India, terdapat pertemuan ahli- ahli untuk membahas leptospirosis dalam Informal

Expert Consultation on Surveillance, Diagnosis and Risk Reduction of Leptospirosis WHO SEARO 2009. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk meninjau epidemiologi leptospirosis di kawasan Asia Tenggara berkaitan dengan dampak perubahan iklim, meninjau kasus definitif yang ada dengan memperhatikan perubahan epidemiologi dan gambaran klinis leptospirosis, serta untuk menyarankan bagaimana cara diagnosis leptospirosis, termasuk di dalamnya mengenai pemeriksaan laboratorium. WHO SEARO 2009 menyebutkan bahwa leptospirosis adalah penyakit yang masih overlooked dan underreported. 3 Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yaitu mengenai leptospirosis dan variasi gambaran klinisnya, serta adanya pedoman diagnosis leptospirosis berdasarkan WHO SEARO 2009, maka diadakan penelitian untuk mengetahui evaluasi penggunaan kriteria diagnosis leptospirosis (WHO SEARO 2009) pada pasien leptospirosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana evaluasi penggunaan kriteria diagnosis leptospirosis menurut WHO SEARO 2009 pada pasien leptospirosis di RSUP Dr.Kariadi Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengevaluasi penggunaan kriteria diagnosis leptospirosis menurut WHO SEARO 2009 pada pasien leptospirosis di RSUP Dr.Kariadi Semarang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui proporsi pasien leptospirosis ringan di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang memenuhi kriteria diagnosis (suspect dan probable) WHO SEARO 2009. 2. Mengetahui proporsi pasien leptospirosis berat di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang memenuhi kriteria diagnosis (probable) WHO SEARO 2009. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Menambah pengetahuan mengenai gambaran klinis dan cara diagnosis leptospirosis menurut kriteria diagnosis WHO SEARO 2009. 2. Memberi masukan kepada klinisi mengenai cara diagnosis leptospirosis, sehingga leptospirosis dapat dideteksi lebih dini dan pasien leptospirosis dapat memperoleh penanganan medis lebih dini, serta diharapkan dapat mencegah komplikasi dan mengurangi insiden mortalitas dari leptospirosis. 3. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan menjadi bahan referensi bagi kegiatan penelitian sejenis di masa yang akan datang.

1.5 Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Kriteria Diagnosis Leptospirosis (WHO SEARO 2009) pada pasien leptospirosis di RSUP Dr.Kariadi Semarang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosis leptospirosis menurut kriteria diagnosis WHO SEARO 2009. Berikut beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini: Tabel 1. Keaslian Penelitian No Judul dan Peneliti Tahun Desain Hasil 1. Human leptospirosis in eastern Croatia, 1969-2003: Epidemiological, clinical, and serological features. Ljiljana Peric, et al. 2005 Retrospektif Berdasarkan tanda klinis, tes laboratorium dan serologis, dan data outcome, ditemukan gejala dan manifestasi leptospirosis sebagai berikut : Demam (100%), Muntah (79%), Mialgia (77%), Jaundice (62%),Hepatomegalia (52%), Diare ( 44%), Conjuctival suffusion ( 26%),Skin rash (8%), Epistaksis (5%)

2. Human Leptospirosis Trends, The Netherland 1925-2008. Marga G.A. Goris, Kimberly R. Boer, Tamara A.T.E. Duarte, Suzanne J. Kliffen, and Rudy A. Hartskeerl 2008 Retrospektif Insiden rata-rata leptospirosis di Netherland 0,25/100.000 populasi. Untuk pasien laki-laki, insiden rata-rata 0,46/100.000 lakilaki, yang mana lebih dari 10x lebih tinggi dibanding pasien perempuan (0,04/100.000 perempuan). Selama 1925-2008, ditemukan 166 pasien meninggal karena leptospirosis (CFR 6.5%) 3. Manifestasi Klinis dan Laboratoris Gangguan Perdarahan Pada Leptospirosis Berat. Fransiska B 2008 studi deskriptif observasional dengan rancangan cross sectional Manifestasi klinis gangguan perdarahan yang paling banyak terjadi pada leptospirosis berat adalah petekie sebanyak 17 orang dari 112 pasien (15,2%) Sedangkan manifestasi laboratoris yang paling banyak adalah

trombositopenia sebanyak 86 orang (82,7%) 4. Utility of Quantitative Polymerase Chain Reaction in Leptospirosis Diagnosis: Association of Level of Leptospiremia and Clinical Manifestations in Sri Lanka. Suneth B. Agampodi, Michael A. Matthias, Angelo C. Moreno, and Joseph M. Vinetz1 5. Leptospirosis in Nepal. Kandel N, Thakur GD, Andjaparidze A 2012 Studi analitik kuantitatif Sensitivitas PCR untuk darah dan serum adalah 18.4% (95% confidence interval [CI]: 9.97% 31.4%) dan 51.0% (95% CI: 37.5% 64.4%). PCR pada kasus suspect dapat dikonfirmasi pada 58 dari 381 cases (15.2%). 2012 retrospektif Pada tahun 2009-2010 banyak ditemukan kasus demam akut tanpa penyebab yang jelas. Sampel yang diteliti menunjukkan adanya overlapping penyakit leptospirosis dengan pandemik H1N1, demam dengue, dan malaria falciparum. 50% dari sampelsampel tersebut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada lokasi, waktu, dan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 2014. Sampel penelitian ini adalah pasien leptospirosis yang dirawat di RSUP Dr.Kariadi Semarang periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 dan sudah tercatat dalam penelitian klinis leptospirosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang (dr. M. Hussein Gasem, dkk).