Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tam

dokumen-dokumen yang mirip
2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengamatan dan Pen

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

2011, No.81 2 Memperhatikan : 3. Keputusan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Nomor KEP.005 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bes

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Gambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone)

SKEP /40/ III / 2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

2015, No pembatalan, dan pengakhiran Wind Shear Warning dan Aerodrome Warning; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huru

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP.001 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA TETAP PELAKSANAAN SANDI METAR DAN SPECI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR)

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis;

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemeliharaan di sekitar Alat Bantu Navigasi

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. Pelayanan Informasi. Aerodrome Forecast.

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME)

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN

2016, No Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Publication (AIP)) Indonesia secara elektronik; d. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

AIRPORT MARKING AND LIGHTING

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia

TURBULENSI HEBAT di INDONESIA Tahun 2016 M. Heru Jatmika, Heri Ismanto, Zulkarnaen, M. Arif Munandar, Restiana Dewi, Kurniaji

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

,, *n...y-... peru r rrr* r,. fi

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

2 Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDY PENGARUH SUHU DAN TEKANAN UDARA TERHADAP OPERASI PENERBANGAN DI BANDARA H.A.S. HANANJOEDDIN BULUH TUMBANG BELITUNG PERIODE

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan

Light beams dan sudut pengaturan elevasi PAPI dan APAPI (Light beams and angle of elevation setting of PAPI and APAPI) Gambar 9.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

MAKALAH KELOMPOK 7 Automatic Weather Observation System (AWOS)

BAB 2 DATA METEOROLOGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara terhadap Operasi Penerbangan di Bandara H.A.S. Hananjoeddin Belitung Periode

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR

2 Klimatologi, dan Geofisika dengan Peraturan Kepala Badan; Mengingat : 1. Undang-undang Nom 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BMKG. Metereologi Penerbangan. Personil. Uji Kompetensi. Pedoman.

Transkripsi:

- 2-2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengamatan dan Pengelolaan Data Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5304); 4. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 tentang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 174 (Civil Aviation Safety Regulation Part 174) tentang Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 66) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 138 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 174 (Civil Aviation Safety Regulation Part 174) tentang Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1350); 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulation Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 407); 7. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 15 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Stasiun Meteorologi, Stasiun Klimatologi, dan Geofisika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1528) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

- 3 - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor 15 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Stasiun Meteorologi, Stasiun Klimatologi, dan Geofisika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1740); 8. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor KEP. 03 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 555); Menetapkan : MEMUTUSKAN: PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA TENTANG PENEMPATAN PERALATAN PENGAMATAN METEOROLOGI PADA AERODROME GUNA PELAYANAN INFORMASI CUACA UNTUK PENERBANGAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan : 1. Aerodrome adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat, lepas landas, dan pergerakan pesawat udara. 2. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. 3. Meteorologis adalah orang yang mempunyai keahlian di bidang meteorologi.

- 4-4. Instrument Landing System (ILS) adalah alat bantu pendaratan yang sangat akurat sehingga pesawat dapat mendarat di landas pacu dengan tepat. 5. Obstacle Free Zone adalah suatu ruang udara yang terletak diatas inner approach surface, inner transitional surface, balket landing surface, dan bagian dari runway strip yang dibatasi oleh ketiga surface, yang tidak boleh ditembus atau dilewati oleh suatu obstacle tetap kecuali yang berupa benda-benda yang ringan (low mass) dan mudah patah, yang diperlukan untuk navigasi penerbangan. 6. Kepala Badan adalah Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Pasal 2 Tujuan Peraturan Kepala Badan ini untuk memberikan pedoman penempatan peralatan pengamatan meteorologi pada Aerodrome guna menjamin keakurasian data hasil pengamatan untuk pelayanan informasi cuaca untuk penerbangan. Pasal 3 Pedoman penempatan peralatan pengamatan meteorologi pada Aerodrome sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib digunakan oleh: a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi; b. unit pengelola Bandar Udara; dan/atau c. stasiun meteorologi penerbangan. Pasal 4 Informasi cuaca untuk penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. suhu udara dan suhu titik embun (air temperature and dew-point temperature); b. tekanan udara (air pressure); c. angin (wind);

- 5 - d. perawanan (cloudiness); e. keadaan cuaca (present weather); f. jarak pandang (visibility); dan g. jarak pandang di landas pacu (runway visual range). Pasal 5 (1) Unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diamati dengan menggunakan pengamatan visual dan/atau peralatan pengamatan. (2) Pengamatan visual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengamatan langsung terhadap unsur-unsur cuaca oleh Meteorologis yang melakukan pengamatan. Pasal 6 Peralatan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi: a. termometer untuk mengamati suhu udara dan suhu titik embun (air temperature and dew-point temperature); b. barometer untuk mengamati tekanan udara (air pressure); dan c. anemometer dan wind vane untuk mengamati angin (wind). Pasal 7 Dalam hal Bandar Udara yang sudah dilengkapi dengan Instrument Landing System (ILS), peralatan pengamatan meteorologi di stasiun meteorologi penerbangan yang memberikan pelayanan informasi cuaca untuk penerbangan dapat dilengkapi dengan: a. ceilometer untuk mengamati tinggi dasar awan; dan b. transmissometer/forward-scatter meter untuk mengamati jarak pandang (visibility) dan jarak pandang di landas pacu (runway visual range).

- 6 - Pasal 8 Peralatan pengamatan meteorologi pada Aerodrome sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat ditambahkan peralatan lain sesuai dengan keperluan, meliputi: a. peralatan untuk mendeteksi wind shear; b. peralatan untuk mendeteksi jenis awan; dan/atau c. peralatan untuk mendeteksi sebaran abu vulkanik (volcanic ash). Pasal 9 (1) Penambahan peralatan pengamatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan mempertimbangkan kondisi Bandar Udara. (2) Kondisi Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi: a. kondisi iklim Bandar Udara atau stasiun meteorologi penerbangan terdekat; b. topografi Bandar Udara dan tanah sekitarnya; c. kepadatan lalu lintas Bandar Udara; dan/atau d. polusi industri lokal. Pasal 10 Peralatan pengamatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa: a. Light Detection and Ranging (L idar) untuk mendeteksi wind shear dan sebaran abu vulkanik (volcanic ash); b. Sonic Detection and Ranging (S odar) untuk mendeteksi wind shear dan sebaran abu vulkanik (volcanic ash); c. Low Level Wind Shear Alert System (LLWAS) untuk mendeteksi wind shear; d. wind profiler untuk mendeteksi wind shear; dan/atau e. Weather Radio Detection and Ranging (Weather Radar) untuk mendeteksi wind shear dan jenis awan.

- 7 - Pasal 11 Weather Radio Detection and Ranging (Weather Radar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e, dapat ditempatkan diluar Aerodrome dengan mempertimbangkan kondisi topografi Aerodrome. Pasal 12 Penempatan peralatan pengamatan meteorologi pada Aerodrome sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dengan mempertimbangkan Obstacle Free Zone. Pasal 13 Ketentuan mengenai penempatan peralatan pengamatan meteorologi pada Aerodrome sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dan Obstacle Free Zone sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini. Pasal 14 Penentuan dasar letak penempatan peralatan pengamatan meteorologi pada Aerodrome harus dikoordinasikan kepada: a. pengelola Bandar Udara; b. otoritas Bandar Udara; dan c. unit pelayanan navigasi penerbangan. Pasal 15 Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Nomor SK.197/UM.106/KB/BMG-06 tentang Pedoman Pembangunan Stasiun Meteorologi untuk Pelayanan Penerbangan dengan Panjang Landas Pacu Kurang dari 2000 meter, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

- 9 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENEMPATAN PERALATAN PENGAMATAN METEOROLOGI PADA AERODROME GUNA PELAYANAN INFORMASI CUACA UNTUK PENERBANGAN PENEMPATAN PERALATAN PENGAMATAN METEOROLOGI PADA AERODROME PENYEDIAAN PERALATAN UNSUR CUACA DIMENSI KHUSUS ALAT AREA REPRESENTATIF PENEMPATAN KETERANGAN DALAM ANNEX 3 1 2 3 4 5 6 Anemometer dan Arah dan Biasanya dipasang di Kondisi di sepanjang Tidak ada ketentuan Penempatan ditentukan oleh wind vane kecepatan tiang jenis tabular atau landas pacu (runway) selama pengamatan obstacle limitation surfaces dan angin kisi dengan ketinggian dan touchdown zone mewakili wilayah kondisi lokal angin permukaan. permukaan. 10 m (30 ft). Tabung dalam local routine dan operasional yang Jika kondisi angin di aerodrome tiang tunggal untuk special report; kondisi di relevan. secara umum homogen, agar tidak kedua alat disesuaikan sepanjang landas pacu melanggar permukaan transisi kedekatannya dengan lengkap /runway (transitional surface), maka landas pacu (runway). complex dalam METAR anemometer ditempatkan pada dan SPECI, saat lokasi yang strategis, namun prevailing wind tergantung pada kondisi local, bervariasi secara dapat diletakkan pada tiang yang signifikan di bagian yang mudah dibongkar pasang dan berbeda dari landas pacu berwarna terang. Dalam keadaan (runway), dianjurkan khusus/luar biasa, tiang dapat memakai beberapa menyalahi obstacle free zone anemometer. (yaitu inner transitional surface) untuk ketepatan pendekatan landas pacu ( runway). Dalam kondisi ini tiang harus mudah

- 10 - patah, berwarna terang dan sebaiknya dilindungi oleh perlatan navigasi penting yang telah ada. Lokasi penempatan tidak boleh terpengaruh oleh bangunan dan lain-lain atau oleh operasi pesawat (misalnya efflux jet selama selama taxi). Termometer Suhu udara dan suhu titik embun Biasanya ditempatkan dalam sangkar meteorologi, pada ketinggian rata-rata pesawat terbang, sering disatukan dengan tiang anemometer. Mewakili seluruh area landas pacu (runway). Tidak ada ketentuan selama pengamatan mewakili wilayah operasional yang relevan. Berventilasi baik, kedudukannya tidak boleh terpengaruh oleh bangunan, dll, atau dengan operasi pesawat (misalnya efflux jet selama selama taxi). Barometer Tekanan udara Biasanya diletakkan di dalam bangunan (stasiun meteorologi). Mewakili ketinggian runway (QFE) dan ketinggian Mean Sea Level (QNH). Referensi untuk perhitungan QFE harus secara resmi mewakili elevasi bandar udara, atau dalam batasan pendekatan landas pacu presisi dan non presisi adalah 2 meter (7 feet) atau lebih di bawah elevasi Aerodrome, elevasi ambang batas yang relevan. Sensor barometer harus diletakkan disuatu tempat yang mewakili kondisi atmosfer secara umum.

- 11 - Transmissometer dan/atau forward-scatter meter Runway Visual Range (RVR) Biasanya terdiri atas 2 (dua) unit, transmitter dan receiver. Unit-unit tersebut ditempatkan terpisah diantara baseline (jarak yang dianjurkan adalah 20 meter tergantung pada berbagai visibility yang akan diukur). Tingginya sekitar 2,5 meter (7,5 feet) di atas landas pacu (runway) dengan pondasi yang kuat. Dibutuhkan hingga 3 (tiga) transmissometer atau forward-scatter meter untuk setiap runway (untuk runway yang memerlukan RVR), yaitu untuk touchdown zone (TDZ), mid-point (MID) dan stop-end (END). Tidak lebih dari 120 meter dari garis tengah runway. Untuk touchdown zone (TDZ), mid-point (MID) dan stop-end (END), tiap unit harus ditempatkan pada jarak 300 meter, 1000 meter dan 1500 meter di sepanjang runway terhadap threshold, masing-masing. Harus berlokasi di dalam 120 meter terhadap garis tengah runway tetapi tidak menyalahi OFZ (yaitu inner transitional surface) untuk ketepatan pendekatan runway. Tiangnya terbuat dari bahan yang mudah patah dan dipasang menggunakan baut geser pada pondasi. Ceilometer Tinggi dasar awan Biasanya kurang dari ketinggian 1,5 meter (5 feet) tetapi struktur agak padat termasuk pondasi alas tiang. Umumnya mewakili area pendekatan dalam local routine dan special report dari bandar udara dan area sekitarnya dalam METAR dan SPECI Pada posisi middle marker dari Instrument Landing System (ILS) atau pada jarak 900-1200 meter (3000 sampai 4000 feet) dari threshold pendaratan. Mungkin diletakkan di lokasi penanda tengah atau dalam jalur landas pacu (runway) tetapi sebaiknya tidak menyalahi (yaitu inner transitional surface) untuk pendekatan presisi landas pacu.

- 12 - AREA BEBAS HAMBATAN (OBSTACLE FREE ZONE) Keterangan: A. AREA BEBAS HAMBATAN Secara umum tidak ada sensor meteorologi yang dipasang pada wilayah ini kecuali keadaan lokal yang luar biasa. Dalam kasus terakhir ini tiang sensor harus mudah dibongkar pasang, berwarna terang menyala dan jika memungkinkan sensor harus aman terlindung.