BAB V PENUTUP Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pertahanan Indonesia, Prisma, Vol. 29 (Jakarta: LP3ES, 2010), hal. 3.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

BAB III PENGARUH STRATEGIC CULTURE TERHADAP VARIASI DOKTRIN PERTAHANAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah

2015 OPERASI MANDALA DALAM RANGKA PEMBEBASAN IRIAN BARAT : PASANG SURUT HUBUNGAN INDONESIA - BELANDA

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

Bab 4 Doktrin Pertahanan

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENGANTAR. samapta dalam rangka proses regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI AD.

ACUAN KONSTITUSIONAL SISTEM PERTAHANAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MI STRATEGI

BAB IV PENGARUH STRUKTUR ANCAMAN TERHADAP VARIASI DOKTRIN PERTAHANAN INDONESIA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Komando Armada RI Kawasan Timur selaku Kotama Pembina dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

Dari pernyataan di atas, pernyataan yang merupakan hasil dari siding PPKI adalah.

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

DIREKTORAT JENDERAL STRATEGI PERTAHANAN

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

VARIASI DOKTRIN PERTAHANAN INDONESIA PERIODE DEMOKRASI TERPIMPIN ( ) DAN ORDE BARU ( ) TESIS

MENILIK URGENSI PEMBENTUKAN BADAN SIBER NASIONAL: TINJAUAN DARI SATU SUDUT PERSPEKTIF AKADEMIK

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

Bab II Perawatan Kendaraan Tempur di Lingkungan TNI AD

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Maya Nurhasni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

Lingkungan Strategis XXI

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

Naskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan Tim Penyusun:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai dinamika Partai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun

II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Sengketa Batas Wilayah Indonesia-Malaysia di Perairan Ambalat, maka dapat

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

Indonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, oleh Bantarto Bandoro Hak Cipta 2014 pada penulis

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

Transkripsi:

BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai dari proses penggambaran variasi doktrin pertahanan dalam dua periode, yaitu periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dan Orde Baru (1966-1998) melalui identifikasi operasi-operasi militernya yang disebabkan oleh dua hal, yaitu strategic culture Indonesia dan struktur ancaman. Penelitian ini telah berhasil mengidentifikasi, memetakan serta melakukan analisa terhadap penggelaran operasi-operasi militer yang digelar baik yang sifatnya ofensif maupun defensif serta yang jenisnya internal maupun eksternal pada periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965) maupun periode Orde Baru (1966-1998). Penelitian ini telah berhasil membuktikan dua hipotesa yang disusun di bagian awal penelitian sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian. Pertama, membuktikan bahwa variasi doktrin pertahanan Indonesia terjadi karena adanya perubahan strategic culture utama Indonesia, kedua, membuktikan perubahan struktur ancaman juga turut mempengaruhi terjadinya variasi pada doktrin pertahanan Indonesia. 5.1. Kesimpulan Doktrin pertahanan merupakan prinsip-prinsip dasar yang memberikan arah bagi pengelolaan sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan keamanan nasional baik dalam masa damai maupun dalam masa perang. Dalam masa damai, doktrin pertahanan digunakan sebagai penuntun dan pedoman bagi penyelenggaraan pertahanan negara dalam menyiapkan kekuatan dan pertahanan untuk menghadapi ancaman baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri. Sedangkan pada keadaan perang, doktrin pertahanan memberikan tuntutan dan pedoman dalam mendayagunakan segenap kekuatan nasional dalam upaya pertahanan guna menyelamatkan negara dan bangsa dari ancaman yang dihadapi. 110

111 Karakter suatu Doktrin Pertahanan apakah sifatnya ofensif atau defensif dapat ditelusuri dari karakteristik dari operasi-operasi militernya, karena operasi militer merupakan implementasi dari strategi dan panduan yang telah dirumuskan di dalam doktrin pertahanan. Operasi militer yang digelar pada periode Demokrasi Terpimpin sebagian besar didominasi oleh unsur-unsur ofensif yang menekankan pada motif dan tujuan yang agresif, yang bertujuan untuk melucuti kekuatan musuh (disarm) dengan mengandalkan first-strike attack, mobilisasi pasukan yang tinggi, serta mengkombinasikan tiga matra untuk mencapai kemenangan dan pertempuran yang cepat (high-speed warfare). Sementara operasi militer yang digelar pada periode Orde Baru sebagian besar didominasi oleh unsur-unsur defensif yang menekankan pada penolakan serangan musuh (denial) dengan karakteristik perang berlarut (long war), proteksi wilayah serta tindakan pencegahan (pre-emptive). Dari karakteristik operasi-operasi militer diatas dapat diidentifikasikan karakter doktrin pertahanan Indonesia yang mengalami variasi pada dua periode tersebut. Variasi doktrin pertahanan Indonesia pada dua periode tersebut dipengaruhi oleh perubahan strategic culture Indonesia. Strategic culture merupakan hasil interpretasi organisasi militer terhadap kondisi politik domestik yang sering disebut sebagai political-military subculture. Political-military subculture meliputi perdebatan para elit sipil tentang isu-isu militer dimana dalam perumusan keputusannya elit sipil mengacu pada peran yang dimainkan kalangan militer di masa lalu. Keputusan ini diinterpretasikan oleh organisasi militer sehingga menjadi strategic belief. Pilihan antara diplomasi atau penggelaran militer merupakan dua strategic culture utama Indonesia yang didasari oleh pemikiran Sutan Syahrir dan Tan Malaka sehubungan dengan cara-cara perjuangan Indonesia menghadapi Belanda. Kedua strategic culture utama Indonesia tersebut diinterpretasikan oleh organisasi militer sehingga menghasilkan strategic belief yang kemudian diimplementasikan ke dalam penggelaran operasi-operasi militernya. Pada periode Demokrasi Terpimpin, strategic culture Indonesia adalah opsi militer. Pilihan ini diinterpretasikan oleh TNI sebagai suatu kondisi dimana mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan tempur (strong states). Strategic belief ini ditambah

112 dengan karakter fungsional organisasi militer yang secara inheren memilih doktrin ofensif, kemudian diimplementasikan ke dalam operasi-operasi militer yang karakteristiknya ofensif. Sedangkan pada periode Orde Baru, strategic culture Indonesia adalah opsi diplomasi yang kemudian diinterpretasikan oleh TNI sebagai suatu kondisi dimana mereka tidak memiliki kemampuan tempur (weak states). Kepercayaan ini kemudian diimplementasikan ke dalam suatu perumusan strategi pertahanan berlapis dan penggelaran operasi-operasi militer pada periode Orde Baru yang sebagian besar didominasi karakteristik defensif. Perubahan struktur ancaman pada periode Demokrasi Terpimpin dan periode Orde Baru mempengaruhi hubungan sipil militer Indonesia yang juga turut mempengaruhi variasi doktrin pertahanan Indonesia. Pada periode Demokrasi Terpimpin intensitas ancaman tinggi baik internal maupun eksternal. Ancaman eksternal meliputi sengketa Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia, sedangkan ancaman internal meliputi pemberontakan-pemberontakan bersenjata seperti DI/TII dan Republik Maluku Selatan. Kondisi ini menempatkan periode Demokrasi Terpimpin pada kuadran Q3 yang menghasilkan hubungan sipil militer yang berada pada level buruk dan berpotensi memunculkan pemimpin yang tidak memiliki ketertarikan terhadap masalah-masalah militer. Pertentangan antara Soekarno yang merupakan elit sipil dan Nasution yang merupakan elit militer mengenai rencana penggelaran pasukan di Irian Barat menggambarkan bagaimana hubungan sipil militer pada periode ini. Intensitas ancaman yang tinggi baik internal maupun eksternal memaksa digelarnya operasi-operasi militer yang ke luar batas nasional dan sifatnya agresif yaitu pendudukan kekuasaan di wilayah musuh seperti Komando Mandala dan Komando Siaga. Penggelaran operasi militer yang didominasi unsur-unsur ofensif mencerminkan karakter doktrin pertahanan Indonesia yang memberikan arahan pengelolaan sumber daya pertahanan yang sifatnya ofensif. Periode Orde Baru dengan intensitas ancaman eksternal yang rendah yaitu aneksasi Timor Portugis dan intensitas ancaman internal yang cukup tinggi meliputi penumpasan PKI, penumpasan gerakan-gerakan separatis bersenjata seperti GAM di Aceh dan OPM di Papua menempatkan hubungan sipil militer periode Orde Baru pada kuadran Q4 yaitu pada level paling buruk. Ancaman

113 internal yang intensitasnya tinggi membuat orientasi militer sepenuhnya ke dalam (inward). Kecenderungan ini dapat menimbulkan keterlibatan militer ke dalam politik melalui kebijakan-kebijakan yang menyangkut ranah profesionalismenya. Kondisi ini dapat dilihat pada periode Orde Baru dimana militer Indonesia telah terlibat sepenuhnya ke dalam politik dengan kedudukan mereka di Parlemen, Kabinet maupun posisi-posisi strategis. Militer pada periode ini sudah tidak lagi profesional karena telah melampaui fungsi utamanya yaitu pertahanan dengan terlibat dalam politik yang sebenarnya adalah ranah sipil. Ancaman internal yang tinggi dengan orientasi ke dalam secara langsung membuat penggelaran operasioperasi militer sepenuhnya diarahkan untuk menghadapi ancaman internal yang sifatnya hanya di dalam batas nasional saja meliputi penjagaan kedaulatan dan operasi-operasi kamdagri. Penggelaran operasi militer yang didominasi sepenuhnya dalam rangka perlindungan wilayah dan tidak keluar batas nasional menunjukkan operasi militer tersebut lebih menekankan pada unsur-unsur defensif dimana hal ini merefleksikan doktrin pertahanan Indonesia yang memberikan arahan yang sifatnya defensif. Terjadinya perbedaan karakteristik operasi-operasi militer pada periode Demokrasi Terpimpin dan periode Orde Baru disebabkan oleh : pertama, adanya perubahan strategic culture Indonesia dari yang sebelumnya memilih opsi militer berubah menjadi lebih menekankan pada opsi diplomasi sebagai sarana penyelesaian masalah hal ini diinterpretasikan oleh organisasi militer sehingga menghasilkan strategic belief yang juga turut berubah dari sebelumnya middlecapability menjadi weak states. Perubahan strategic belief ini berdampak terhadap perubahan karakteristik operasi militer yang sebelumnya ofensif menjadi defensif pada kedua periode tersebut. Kedua, adanya perubahan struktur ancaman dimana pada periode Demokrasi terpimpin strutur ancaman tinggi baik internal maupun eksternal, sementara pada periode Orde Baru struktur ancaman lebih didominasi oleh ancaman internal. Kedua faktor ini menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik operasi militer dari ofensif ke defensif pada dua periode tersebut. Hal ini merepresentasikan variasi doktrin pertahanan pada kedua periode tersebut karena operasi militer merupakan hasil implementasi dari arah, tuntunan dan strategi pertahanan yang dirumuskan di dalam doktrin pertahanannya.

114 5.2. Proyeksi Doktrin pertahanan yang merupakan pedoman dan tuntunan pengelolaan sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan keamanan nasional termasuk di dalamnya pengembangan strategi pertahanan dalam kaitannya dengan penggelaran operasi-operasi militer dan postur pertahanan ke depannya hendaknya dirumuskan dengan mempertimbangkan proyeksi dan orientasi yang keluar batas nasional (outward-looking). Saran ini didasari oleh dua argumen, pertama, negara yang berada dalam suatu sistem internasional dengan doktrin yang outward-looking akan selalu berupaya untuk merespon lingkungan strategisnya sehingga strategi pertahanannya akan selalu berkembang sejalan dengan dinamika lingkungan strategis baik kawasan maupun global hal ini akan berimplikasi kepada pengembangan doktrin pertahanan sehingga stagnasi strategi pertahanan yang berimplikasi terhadap stagnasi doktrin pertahanan dapat dihindari. Kedua, doktrin yang outward-looking akan membuat orientasi militer sepenuhnya keluar batas nasional sehingga militer dapat berkonsentrasi sepenuhnya pada misi-misi yang sesuai dengan ranah profesionalismenya. Dengan menghindarkan keterlibatan militer ke dalam politik domestik, doktrin yang outward-looking juga berpotensi menjamin hubungan sipil-militer yang lebih sehat dan kondusif. 5.3. Rekomendasi Penelitian Untuk penelitian lanjutan mengenai subjek doktrin pertahanan, penulis menyarankan agar : 1. Memperdalam lagi analisa tentang strategic culture Indonesia pada periode Reformasi. Analisa tentang strategic culture Indonesia pada periode Reformasi yang memiliki perbedaan yang signifikan dengan periode-periode sebelumnya akan diikuti oleh penemuan strategic belief Indonesia yang baru. 2. Memperdalam analisa mengenai struktur ancaman yang kini didominasi oleh ancaman-ancaman yang bersifat non-konvensional dan trans-nasional serta hubungan sipil-militer pada periode Reformasi dimana Dwifungsi sudah dihapuskan serta TNI sudah tidak lagi terlibat dalam politik praktis. Analisa

115 mengenai struktur ancaman yang lebih kompleks dan hubungan sipil-militer pada periode Reformasi serta pengaruhnya terhadap doktrin pertahanan akan menghasilkan fenomena baru yang menarik untuk dikaji.