BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional

dokumen-dokumen yang mirip
PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

BAB III PENGAKUAN, PENOLAKAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL. A. Kewenangan Peradilan Indonesia dalam Pengakuan, Penolakan dan

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam free market dan free competition. Menyadari bahwa hubungan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

of law, choice of jurisdiction, condition des estranges dan nationalite. Ruang

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

BAB III PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU ARBITRASE ASING DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

ARBITRASE MERUPAKAN UPAYA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIOANAL 1 Oleh : Grace M. F. Karwur 2

ARBITRASE MERUPAKAN UPAYA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIOANAL 1 Oleh : Grace Henni Tampongangoy 2

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

PENERAPAN ASAS KETERTIBAN UMUM DAN PEMBATASANNYA DALAM PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI NEW YORK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

Oleh: Hengki M. Sibuea *

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PUBLIC POLICY SEBAGAI SYARAT PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB II TINJAUAN UMUM. (3) Piagam PBB yang menyatakan all members shall settle their international

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata, S.H.,M.H. Kepastian

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

Kata Kunci: Ekspresi budaya tradisional, Tarian tradisional, Perlindungan Hukum

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jurnal Panorama Hukum

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tradisi hukum yang sangat besar, yaitu tradisi hukum eropa-kontinental (civil law)

PUTUSAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PARA PIHAK. Fira Mubayyinah 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan

BAB IV. Erman Rajagukguk, Hukum Investasi Di Indonesia, op.cit., hlm. 39

PENGGUNAAN SYARAT KETERTIBAN SEBAGAI DASAR PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA (Studi Kasus Pertamina Vs Karaha Bodas Company)

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 20/05/2017

RESUME PAJAK INTERNASIONAL

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

MAKALAH PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN DAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PERLU DIBENTUK UNDANG-UNDANG TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL

BAB II PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING DALAM LINGKUP INTERNASIONAL

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. Kata kunci: Eksekusi putusan, Arbitrase Nasional.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

hukum/perlawanan yaitu permohonan pembatalan putusan arbitrase. Kata kunci: Kewenangan, Arbitrasi, Sengketa.

STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA)

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELAKSANAAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI PENGADILAN NASIONAL TERHADAP PUTUSAN BADAN ARBITRASE ASING (LUAR NEGERI)

PENTINGNYA KREASI HAKIM DALAM MENGOPTIMALKAN UPAYA PERDAMAIAN BERDASARKAN PERMA NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA (Sebuah Perspektif atas UU Nomor 30 Tahun 1999)

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH

Transkripsi:

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional Untuk dapat mengetahui kekuatan hukum putusan arbitrase internasional, terlebih dahulu perlu diketahui batasan-batasan sebuah putusan arbitrase dapat dikatakan sebagai putusan arbitrase internasional. UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa membedakan antara putusan arbitrase nasional dan putusan arbitrase internasional. Putusan arbitrase internasional menurut UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. 53 Ada dua kategori dalam pasal 1 ayat 9 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu : 1. putusan yang dijatukan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan putusan arbitrase internasional ialah putusanputusan arbitrase yang dibuat oleh lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di 53 Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

wilayah negara lain dari negara tempat diminta pengakuan dan pelaksanaan eksekusi atas putusan arbitrase yang bersangkutan. 54 2. putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. Suatu putusan arbitrase, meskipun dijatuhkan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila putusan arbitrase tersebut menggunakan hukum asing sebagai dasar penyelesaian sengketanya, putusan arbitrase tersebut dikatakan sebagai putusan arbitrase internasional. 55 Sementara dalam PERMA No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, ada perbedaan terminologi yang digunakan. PERMA No. 1 Tahun 1990 menggunakan frase putusan arbitrase asing yang mempunyai pengertian : yang dimaksud dengan putusan arbitrase asing adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, ataupun putusan suatu badan arbitrase atau arbiter Perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase asing, yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 tahun 1981 Lembaran Negara Tahun 1981 No. 40 tanggal 5 Agustus 56 1981. Melalui pengertian diatas dapat dilihat meskipun menggunakan istilah yang berbeda, namun pengertian putusan arbitrase internasional yang terdapat di UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah pengulangan dari PERMA Asing 54 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal. 375 55 Ibid, hal. 377 56 Pasal 2 PERMA Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase

No. 1 tahun 1990. Apabila ditafsirkan dengan penafsiran argumentum a contrario, dapat dirumuskan bahwa putusan arbitrase nasional adalah putusan yang dijatuhkan di wilayah Indonesia berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, sepanjang putusan dibuat berdasarkan dan dilakukan di Indonesia. 57 Dalam Konvensi New York 1958 pasal 1 ayat 1 tercantum This Convention shall apply to the recognition and enforcement of arbitral awards made in the territory of a State other than the State where the recognition and enforcement of such awards are sought, and arising out of differences between persons, whether physical or legal. It shall also apply to arbitral awards not considered as domestic awards in the State where their recognition and enforcement are sought. (Konvensi ini berlaku pada pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase yang dibuat di wilayah suatu negara yang berbeda dari negara di mana pengakuan dan pelaksanaan putusan tersebut diminta, dan sengketa timbul antar perorangan, baik secara fisik maupun secara hukum. Konvensi ini juga berlaku pada putusan arbitrase yang tidak dianggap sebagai putusan nasional di mana pengakuan dan pelaksanaannya diminta.) Berdasarkan konvensi ini, syarat utama sebuah putusan arbitrase dikatakan sebagai putusan arbitrase internasional adalah putusan arbitrase dibuat di luar negara-negara yang diminta pengakuan dan eksekusinya. Syarat lain yakni dimana perselisihan yang timbul, antara perorangan atau badan hukum. Faktor perbedaan kewarganegaraan tidaklah mutlak. Persengketaan bisa terjadi antara perorangan atau 57 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal.376

badan hukum dengan kewarganegaraan yang sama tetapi diselesaikan oleh badan arbitrase luar negeri. 58 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu putusan arbitrase akan dikualifikasikan sebagai putusan arbitrase internasional atau asing jika putusan arbitrase tersebut diputuskan di luar wilayah territorial hukum Republik Indonesia. Sepanjang putusan arbitrase tersebut diputuskan diluar wilayah Republik Indonesia, maka dikualifikasikan sebagai putusan arbitrase internasional atau asing. Wilayah hukum suatu negara itu termasuk kawasan tertentu yang menurut hukum internasional dianggap sebagai bagian dari wilayah hukum negara yang bersangkutan. Jadi, untuk menentukan apakah putusan arbitrase itu merupakan putusan arbitrase internasional, didasarkan pada prinsip kewilayahan dan hukum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa arbitrase tersebut. 59 Pemakaian hukum yang digunakan juga termasuk ke dalam dasar pembedaan apakah putusan arbitrase tersebut merupakan putusan arbitrase nasional atau putusan arbitrase internasional. Kalau menggunakan hukum asing sebagai dasar penyelesaian sengketanya, walaupun putusan dijatuhkan di dalam wilayah hukum Republik Indonesia, putusan arbitrase tersebut tetap merupakan putusan arbitrase internasional. Sebaliknya, walaupun para pihak yang bersengketa itu bukan kewarganegaraan Indonesia, tetapi menggunakan hukum Indonesia sebagai dasar penyelesaian sengketa arbitrasenya, maka putusan arbitrase tersebut merupakan putusan arbitrase nasional, bukan putusan arbitrase internasional. 60 58 Ibid, hal. 376 59 Ibid. hal. 377 60 Ibid.

B. Asas-asas yang melandasi berlakunya Putusan Arbitrase Internasional Asas-asas atau beginselen merupakan dasar-dasar material ataupun sendisendi maupun arah bagi pembentukan kaidah hukum secara dinamis. Asas-asas hukum tersebut membentuk isi kaidah hukum yang dibentuk atau dirumuskan oleh pihak-pihak yang berwenang melakukan kegiatan tersebut. Tanpa asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum akan kehilangan kekuatan mengikatnya. 61 Begitu pula dengan putusan arbitrase internaisonal, asas-asas yang melandasi berlakunya sebuah putusan arbitrase dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, antara lain : 1. Final and Binding Dalam Konvensi New York 1958 dikatakan bahwa each contracting state shall recognize arbitral awards as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory where the awards is relied upon, under the conditions laid down in the following articles. There shall not be imposed substantially more onerous conditions or higher fees or charges on the recognition or enforcement of arbitral awards to which this Convention applies than are imposed on the recognition or enforcement of domestic arbitral awards. 62 (Setiap negara penandatangan wajib mengakui putusan arbitrase sebagai putusan yang mengikat dan melaksanakannya sesuai dengan aturan procedural di wilayah di mana putusan itu akan diandalkan, sesuai dengan kondisi yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikut ini. Tidak boleh ada pemberlakuan kondisi yang lebih berat atau pengenaan biaya yang lebih tinggi sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase 61 Soerjono Soekanto, Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 64 62 Article 3 Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards

sesuai dengan Konvensi ini, dibandingkan dengan kondisi yang diberlakukan untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase domestik.) Menurut Yahya Harahap, pasal ini mengatur asas yang menyatakan setiap putusan arbitrase : 63 a. Mengikat (binding) para pihak sebagai putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. b. Final, dalam arti merupakan putusan tingkat akhir dan tidak ada upaya banding atau kasasi terhadapnya c. negara yang diminta untuk melaksanakan, harus menjalankan eksekusi putusan. Berdasarkan pasal ini berarti setiap negara anggota Konvensi harus mengakui putusan arbitrase internasional sebagai putusan yang mengikat dan mempunya ekseskusi terhadap para pihak. 64 Dalam pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1990 dengan tegas mengakui bahwa setiap putusan arbitrase yang diajukan permintaan pengakuan dan eksekusinya di Indonesia dianggap sebagai putusan arbitrase yang berkekuatan hukum tetap. 65 Dengan demikian, pengadilan Indonesia secara resmi telah mengakui dengan tegas sifat final dan binding yang melekat pada putusan arbitrase internasional tersebut. Dengan adanya penegasan pengakuan bahwa putusan arbitrase asing yang diajukan permintaan eksekutornya kepada pengadilan sama halnya dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, jadi tidak ada alasan lagi untuk 63 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 27 64 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hal. 130 65 Ibid. hal. 131

menolak atau menyatakan pemberian eksekutornya tidak dapat diterima, kecuali putusan tersebut melanggar asas-asas yang ditentukan. 66 Dengan penegasan ini maka pengadilan tidak berwenang untuk mempermasalahkan materi putusaan. Tugas pokok pengadilan dalam melaksanakan fungsi eksekutor hanya meneliti apakah putusan arbitrase internasional tersebut melanggar asas-asas atau aturan formal yang bersifat serius dan fundamental. 67 Hal yang dimaksud dengan melanggar asas atau aturan formal yang bersifat serius dan fundamental adalah putusan arbitrase tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, suatu hal dikatakan melanggar ketertiban umum apabila di dalamnya terkandung sesuatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. Jika dihubungkan dengan putusan arbitrase internasional, maka putusan yang dikatakan melanggar asas atau aturan formal yang bersifat serius dan fundamental adalah putusan yang bertentangan dengan pasal-pasal undang-undang dan peraturan suatu negara. 68 Sementara itu, UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak mencantumkan secara eksplisit mengenai kekuatan final and binding putusan arbitrase internasional. Namun, menurut Susanti Adi Nugroho, kekuatan final and binding suatu putusan arbitrase internasional tergambar 66 Susilawetty, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ditinjau dalam Perspektif Perundang-undangan, (Jakarta : Gramata Publishing, 2013), hal. 46 67 Ibid, hal. 47 68 Arfiana Novera, Meria Utama, Dasar-dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, (Malang : Tunggal Mandiri, 2014), hal. 118-119

dalam Pasal 68 ayat 1 UU Arbitrase Internasional, yaitu : Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf d yang mengakui dan melaksanakan Putusan Arbitrase Internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Dinyatakan dalam pasal ini, putusa arbitrase internasional yang diakui dan dilaksanakan di Indonesia tidak dapat diajukan banding atau kasasi, ini sesuai dengan prinsip final and binding yang dimiliki oleh sebuah putusan arbitrase internasional. 69 2. Resiprositas Asas resiprositas berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara negara yang menjatuhkan putusan dengan negara Indonesia tentang pengakuan dan pengeksekusian putusan arbitrase internasional. Apakah sekiranya suatu putusan arbitrase dijatuhkan di Indonesia, kemudian diminta pengakuan dan ekseskusi di negara lain maka negara tersebut juga akan menghormati, mengakui serta melaksanakan eksekusi. 70 Asas ini tercermin dari Pasal 66 huruf a UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan : Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Asas resiprositas ini merupakan pencerminan prinsip kedaulatan hukum maupun negara dan bangsa Indonesia dan penghormatan prinsip saling menghormati diantara sesama bangsa dan negara di dunia ini. Asas ini 69 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal. 426 70 Ibid.

juga merupakan merupakan pencerminan nilai-nilai hukum internasional yang berlaku secara universal dan diakui keberadaannya oleh seluruh negara-negara di dunia dan berlaku dalam semua bidang kehidupan antar bangsa. 71 Dalam Konvensi New Yok 1958 juga dikatakan bahwa any state may on the basis of reciprocity declare that it will apply the Convention to recognition and enforcement of awards made only in territory of another Contracting State. 72 (setiap Negara berdasarkan asas resiprositas, menyatakan bahwa Negara tersebut akan melaksanakan pengakuan dan pelaksanaan putusan yang dibuat di negara peserta yang lainnya.) Selanjutnya dalam Lampiran Keppres No. 34 tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981 dikeluarkan deklarasi yang merujuk kepada ketentuan Pasal 1 ayat 3 Konvensi New York 1958 the Government of the Republic of Indonesia declares that its will apply the Convention on the basis of reciprocity. (Pemerintah Republik Indonesia menyatakan akan melaksanakan Konvensi tersebut berdasarkan asas resiprositas.) Asas ini harus diperhatikan pengadilan pada saat hendak memberikan permintaan eksekutor. Dalam Pasal 3 PERMA No. 1 tahun 1990 juga menyatakan bahwa putusan arbitrase yang diakui dan yang dapat dilaksanakan eksekusinya di wilayah hukum Republik Indonesia, hanyalah putusan yang memenuhi asas resiprositas. 3. Putusan Arbitrase Internasional Hanya untuk Sengketa Hukum Perdagangan 71 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hal. 132 72 Pasal 1 ayat 3 Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards

Pembatasan pengakuan Indonesia terhadap putusan arbitrase internasional hanya meliputi sepanjang yang berkaitan dengan hukum dagang. Untuk menentukan apakah suatu kasus tersebut termasuk dalam lingkup hukum dagang atau tidak akan berpatokan kepada ketentuan sistem tata nilai hukum di Indonesia, bukan berpatokan pada sistem tata nilai hukum negara tempat di mana putusan dijatuhkan. 73 Asas ini menegaskan bahwa putusan arbitrase internasional yang dapat diakui dan dieksekusi oleh Pengadilan Indonesia hanya putusan yang menyangkut persengketaan yang timbul dalam bidang hukum dagang menurut hukum Indonesia. 74 Asas ini tercermin dalam Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. Ketentuan ini merupakan penegasan dari pasal 1 ayat 3 Konvensi New York 1958 yang menyatakan It may also declare that it will apply the Convention only to differences arising out of legal relationships whether contractual or not, which are considered as commercial under the national law of the State making such declaration. ( Ia juga dapat menyatakan bahwa ia akan menerapkan Konvensi hanya untuk sengketa-sengketa yang timbul dari hubungan-hubungan hukum, apakah yang lahir dari kontrak atau bukan, yang dianggap sebagai komersial di bawah hukum nasional dari Negara 73 Susilawetty,Op.cit, hal. 48 74 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Op.cit, hal. 133

yang membuat deklarasi semacam itu. ) Dalam note Konvensi New York 1958, ditegaskan bahwa pada umumnya para negara peserta Konvensi New York 1958 membatasi hanya menaklukkan diri terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sepanjang mengenai persengketaan perjanjian bisnis dan perdagangan. 75 Untuk mengetahui apakah suatu kasus termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang atau tidak, patokan yang dipakai adalah sistem tata nilai hukum Indonesia, bukan pada sistem tata nilai hukum negara tempat di mana putusan dijatuhkan. Penjelasan pada Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan batasan mengenai yang dimaksud dengan ruang lingkup hukum perdagangan adalah kegiatankegiatan antara lain bidang : a. Perniagaan b. Perbankan c. Keuangan d. Penanaman modal e. Industri f. Hak kekayaan intelektual 4. Ketertiban Umum Pengakuan atau eksekusi putusan arbitrase internasional tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dari negara di tempat di mana diminta eksekusinya. Jadi apabila putusan arbitrase internasional bertentangan dengan ketertiban umum di Indonesia maka permintaan eksekutornya harus 75 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 24

ditolak. 76 Sesuatu melanggar ketertiban umum menurut Sudargo Gautama diartikan sebagai sesuatu yang dianggap bertentangan dengan ketertiban umum suatu negara, apabila di dalamnya terkandung suatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. 77 Beberapa alasan yang fapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa suatu putusan arbitrase internasional bertentangan dengan ketertiban umum, antara lain : 78 a. Suatu putusan arbitrase dapat dikatakan bertentangan dengan ketertiban umum, jika dalam proses pemeriksaannya salah satu pihak tidak diberikan kesempatan untuk didengar dengan cukup sebelum keputusan diambil. b. Arbiter atau majelis arbiter dalam memberikan putusannya ternyata bersifat berat sebelah atau impartiality. c. Arbiter atau majelis arbiter dalam memberikan putusannya tidak disertai dengan alasan-alasan ataupun dasar-dasar hukum yang menjadi pertimbangannya. d. Apabila dalam prosedur pengambilan putusan arbitrase tidak sesuai dengan hukum acara yang disepakati para pihak atau putusan diambil dengan melanggar hukum acara arbitrase yang telah disepakati para pihak. 76 Susilawetty, loc.cit 77 Suleman Batubara, Orinton Purba, Op.cit, hal. 151 78 Ibid, hal. 152

Asas ini terdapat dalam pasal 66 huruf c UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Asas ini juga terdapat dalam pasal 3 ayat 3 PERMA No. 1 tahun 1990 yang menyatakan hal yang sama. Dalam Konvensi New York 1958 tentang penolakan pemberian eksekusi juga dituliskan the recognition of enforcement of the award would be contrary to the public policy of that country. 79 (pengakuan atau pelaksanaan putusan arbitrase akan menjadi bertentangan dengan kebijakan publik di negara itu.) C. Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dalam Perspektif Hukum Internasional dan Hukum Nasional 1. Hukum Internasional Pasal 3 Konvensi New York 1958 menuliskan Each contracting state shall recognize arbitral awards as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory where the award is relied upon, under the conditions laid down in the following articles. There shall nor be imposed substantially more onerous conditions or higher feel or charges on the recognition or enforcement of arbitral to which this convention applies than are imposed on the recognition or enforcement of domestic arbitral awards. 79 Pasal 5 ayat 2 huruf b Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards

(Setiap negara penandatangan konvensi wajib mengakui putusan arbitrase sebagai putusan yang mengikat dan melaksanakannya sesuai dengan aturan prosedural di wilayah di mana putusan itu akan dilaksanakan, sesuai dengan kondisi yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikut ini. Tidak boleh ada pemberlakuan kondisi yang lebih berat atau pengenaan biaya yang lebih tinggi sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase sesuai dengan Konvensi ini, dibandingkan dengan kondisi yang diberlakukan untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase domestik.) Pasal 3 Konvensi New York mewajibkan negara peserta untuk mengakui putusan arbitrase yang dibuat di luar negeri mempunyai kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan hukum nasional di mana keputusan tersebut akan dilaksanakan. Namun, pengakuan dan kewajiban hukum tersebut tidak lepas dari asas resiprositas atau asas timbal balik antar negara yang bersangkutan dengan negara peserta konvensi. Kesediaan negara untuk mengakui dan mengeksekusi putusan arbitrase internasional harus berlaku timbal balik dengan pengakuan dan kerelaan negara lain tersebut, mengeksekusi putusan arbitrase internasional. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut harus dilandaskan pada hubungan bilateral atau multilateral yang dimiliki negara-negara yang bersangkutan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. 80 UNCITRAL juga menyatakan kekuatan mengikat putusan arbitrase internasional dalam pasal 17 H An interim measure issued by an arbitral tribunal shall be recognized as binding, and unless otherwise provided by the arbitral tribunal, enforced upon application to the competent court, 80 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal. 382

irresepective of the country in which it was issued, subject to the provisions of article 17 I. (putusan sementara yang diterbitkan oleh pengadilan arbitrase harus diakui sebagai mengikat, kecuali ditentukan lain oleh pengadilan arbitrase, diberlakukan sesuai pengadilan yang berwenang, terlepas dari mana putusan tersebut diterbitkan, sesuai ketentuan pasal 17 I). Kekuatan mengikat putusan arbitrase internasional juga tertulis dalam ICSID Article 53 ayat 1 The award shall be binding on the parties and shall not be subject to any appeal or to any other remedy except those provided for in this convention each party shall abide by and comply with the terms of the award except to the extend that enforcement shall have been state pursuant to the relevant provisions of this convention. ( (Putusan tersebut mengikat pihak-pihak dan tidak tunduk pada upaya hukum banding dan perbaikan lain kecuali yang disediakan oleh konvensi ini. Para pihak harus patuh dan mengikuti peraturan yang terdapat dalam putusan kecuali sejauh bahwa penegakan harus sudah tinggal sesuai dengan ketentuan yang relevan dari konvensi ini.) Article 53 ayat 1 ICSID ini sejalan dengan kekuatan mengikat yang terdapat dalam Konvensi New York 1958 dan UNCITRAL 2. Hukum Nasional Putusan Arbitrase Internasional diatur dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan PERMA No. 1 tahun 1990. Sebuah putusan arbitrase internasional, dapat memiliki kekuatan hukum di Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat dalam UU Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, sebagai berikut: 81 a. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. b. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. c. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. d. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sementara, dalam PERMA No. 1 tahun 1990, putusan arbitrase internasional yang dapat memiliki kekuatan hukum di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 82 a. Putusan ini dijatuhkan oleh suatu Badan Arbitrase ataupun perorangan di suatu Negara yang dengan Negara Indonesia ataupun bersama-sama dengan Negara Indonesia terikat dalam suatu konvensi internasional 81 pasal 66 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 82 pasal 3 PERMA Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing

perihal pengakuan serta Pelaksanaan Arbitrase Asing. Pelaksanaan didasarkan atas azas timbal balik (resiprositas). b. Putusan-putusan Arbitrase tersebut dalam ayat (1) di atas hanyalah terbatas pada putusan- putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup Hukum Dagang. c. Putusan-putusan Arbitrase Asing tersebut dalam ayat (1) di atas hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan-putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. d. Suatu putusan Arbitrase Asing dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh Exequatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia. Syarat-syarat yang tercantum dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sama dengan syarat-syarat dalam Perma No. 1 tahun 1990. Setiap putusan arbitrase internasional yang dapat diakui di Indonesia, harus berasal dari negara yang memiliki hubungan bilateral atau multilateral dengan Indonesia dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sengketa yang diselesaikan dalam putusan tersebut juga harus merupakan sengketa yang dalam hukum Indonesia dianggap sebagai sengketa dalam hukum perdagangan, tidak melanggar ketertiban umum dan dapat dilaksanakan apabila telah mendapat eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia. Menurut Huala Adolf, meskipun kekuatan hukum putusan arbitrase internasional di Indonesia telah di atur dalam undang-undang, pemerintah tetap harus berupaya agar putusan arbitrase yang di buat di luar negeri harus dihormati dan dilaksanakan. Penghargaan dan komitmen terhadap putusan arbitrase internasional di Indonesia masih

minim sekali, sehingga dibutuhkan banyak peranan pengadilan sebagai alat pengontrol agar putusan arbitrase internasional benar-benar dapat dilaksanakan di dalam negeri. 83 Tabel No. 1 Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase Internasional No. Putusan Arbitrase Hukum Internsional Internasional 1. Final and binding Pasal 3 Konvensi New York 1958 Pasal 17 H UNCITRAL Pasal 53 ayat 1 ICSID 2. Resiprositas Pasal 1 ayat 3 Konvensi New York 1958 3. Putusan Arbitrase Pasal 1 ayat 3 Internasional Hanya Konvensi New York untuk Sengketa Hukum 1958 Perdagangan 4. Ketertiban Umum Pasal 5 ayat 2 Konvensi New York Hukum Nasional Pasal 2 PERMA No. 1 tahun 1990 Pasal 66 huruf a UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lampiran Keppres No. 34 tahun 1981 Pasal 3 PERMA No. 1 tahun 1990 Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 66 huruf c UU Arbitrase dan 83 Huala Adolf, Op.cit, hal. 122

1958 Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 3 ayat 3 PERMA No. 1 tahun 1990 Sumber diolah dari norma hukum internasional dan nasional mengenai putusan arbitrase internasional