A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Nasution (2004) berpendapat bahwa mutu mencakup suatu usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Penilaian pasien terhadap mutu pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum sebagaimana yang diamanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN DOKTER - PASIEN SERTA HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER - PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 1173 Tahun 2004 Tentang Rumah Sakit Gigi. dan Mulut (RSGM) pasal 1 ayat 1, RSGM adalah sarana pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

BAB I PENDAHULUAN. Medis, pengertian sarana pelayanan kesehatan adalah tempat. untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran menimbulkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan pasien merupakan konsep multidimensi. Dimensi kepuasan

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Pada saat ini kegiatan pelayanan kesehatan tidak. terlepas dari aspek hukum yang melindungi pasien dari

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan. kesejahteraan diri serta keluarganya (KKI, 2009).

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kata kunci : tingkat pengetahuan hak dan kewajiban pasien atas informasi medis. Kepustakaan : 17 ( )

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan

ABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis

BAB 1 : PENDAHULUAN. juga untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. (1) Era globalisasi yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS FAKTOR FAKTOR PERILAKU PASIEN TERHADAP HAK UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI DI BANGSAL MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan instansi penyedia layanan kesehatan untuk

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS

BAB 1 PENDAHULUAN. dokumen tempat mencatat segala transaksi pelayanan medis yang diberikan oleh

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

3. Apakah landasan dari informed consent?

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK [ INFORMED CONSENT ]

BAB I PENDAHULUAN. sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk. memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

BAB I PENDAHULUAN. seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang

PANDUAN INFORMED CONSENT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT

Informed Consent INFORMED CONSENT

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 44 tahun 2009 Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan

BAB V PEMBAHASAN Kelengkapan Pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran di rumah Sakit Bedah Asri tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya derajat kesehatan

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM

vii DAFTAR WAWANCARA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

INDIKATOR DAN TARGET SPM. 1. Indikator dan Target Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Djoyosoegito dalam Hatta (2010), rumah sakit merupakan satu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 3 Tahun 2006 Seri D Nomor 13 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan secara optimal. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

DASAR-DASAR PELAYANAN REKAM MEDIS. MATERI MIK 1 RMIK smt 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan di berbagai instansi kesehatan dengan dukungan dari

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan undang-undang nomor 25 tahun 2009?

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

13 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik, (Hanafiah dan Amir, 2008). Tingginya penghargaan atas hak setiap orang merupakan pencerminan dari hak asasi manusia. Ada 5 hak asasi manusia yang universal yaitu: 1) hak untuk menentukan diri sendiri (the right to self determination); 2) hak untuk memperoleh pemeliharaan kesehatan (the right to health care); 3) hak untuk memperoleh informasi secara terbuka (the right to information); 4) hak asasi manusia untuk perlindungan rahasia pribadi (the right to protection of privacy); 5) hak untuk mendapat pendapat dari dokter kedua (the right to second opinion) (Poernomo, 1999). Hak yang dimiliki manusia di bidang kesehatan umumnya adalah hak atas pelayanan kesehatan (right to health care). Pasien berhak untuk menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik dan pasien berhak menerima dan menolak pengobatan, (Hanafiah & Amir, 2008). Diantara hakhak yang dimiliki oleh pasien tersebut, hak untuk memperoleh informasi dan hak untuk memberikan persetujuan terhadap perawatan disebut sebagai "informed consent" merupakan hak terpenting diantara seluruh hak-hak tersebut karena dengan adanya informed consent terjadi kesepakatan antara dokter dan pasien yang menimbulkan perjanjian medis seperti halnya suatu perikatan. Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter setelah dokter memberikan penjelasan (Hanafiah & Amir, 2008). Di Indonesia informed consent dikenal dengan persetujuan tindakan medik (PTM) atau persetujuan tindakan kedokteran (PTK). Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Pihak-pihak yang terkait dalam hal ini adalah pemberi pelayanan ( medical providers) dan yang

14 menerima pelayanan ( medical receiver) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati (Hanafiah & Amir, 2008). Berkembangnya teknik informasi dan pola pikir masyarakat akan berpengaruh pada kesadaran masyarakat akan arti pentingnya hukum. Hukum diciptakan untuk menjaga ketertiban agar timbul keadilan, saling menjaga, sadar akan hak dan kewajiban masing-masing. UU Kes. No. 36/2009 merupakan salah satu produk hukum yang melindungi dan menjaga hak dan kewajiban baik bagi penyelenggara kesehatan maupun bagi penerima pelayanan kesehatan. Pasal 56 mengupas tentang hak menerima dan menolak sebagian dan seluruh tindakan pertolongan yang diberikan kepada pasien setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan. Pemberlakuan UU Kesehatan No.36/2009 menuntut penyelenggara layanan kesehatan lebih menyadari akan pentingnya informed consent dalam melakukan pelayanan kesehatan. Pasien juga berhak untuk mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan (Notoatmojo, 2010). Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi diatur dalam UUPK No.29/2004 pasal 45. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi harus mendapat persetujuan. Persetujuan tersebut diperoleh setelah pasien mendapat informasi yang jelas. Ketentuan tentang persetujuan tindakan kedokteran dan kedokteran gigi diperjelas dalam Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008. Lingkungan sosial masyarakat telah berubah dan implikasi perubahan tersebut menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam menuntut hak pelayanan kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus memiliki aturan dan standar pelayanan yang sesuai dengan kode etik kedokteran dan norma hukum. Rumah sakit mengantisipasi perkembangan tuntutan hak pelayanan kesehatan dan profesionalisme kesehatan dari masyarakat dengan menerapkan konsep hak dan kewajiban pasien di rumah sakit.

15 Akhir-akhir ini sering terjadi tuntutan dan gugatan hukum terhadap dokter dan rumah sakit di Indonesia. Tuntutan dan gugatan hukum itu bisa berawal dari ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan dokter dan petugas-petugas kesehatan di rumah sakit. Masalah-masalah ketidakpuasan pasien dapat berasal dari pribadi dokter yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik, tidak berempati pada penderita dan keluarganya. Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan suatu hal yang sangat penting. Salah satu akar dari berbagai permasalahan dalam praktek kedokteran adalah kegagalan komunikasi antara klinisi dan pasien. Untuk menghindari permasalahan perlu ditingkatkan kualitas komunikasi antara pasien dan dokter. Dalam komunikasi antara dokter dengan pasien diharapkan dokter dapat memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat penyakit pasien. Sebaliknya pasien juga dapat memperoleh informasi yang cukup jelas dengan perawatan yang akan dilakukan dokter sehingga pasien dapat memberikan persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan. Pelaksanaan informed consent dilapangan sering mendapat kendala baik dari dokter maupun pasien. Kadang informasi yang disampaikan dokter tidak dapat dimengerti oleh pasien karena dokter menggunakan bahasa medis. Kesenjangan pengetahuan antara pasien dan dokter membuat tidak efektifnya komunikasi. Tidak semua dokter dapat menyampaikan informasi dengan bahasa sederhana yang dapat dipahami pasien. Adanya anggapan dari pihak pemberi pelayan kesehatan bahwa penandatanganan format informed consent lebih utama dari pada memberikan informasi yang dipandang tidak efisien. Oleh karena itu seorang dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan harus mempunyai kesadaran, pengetahuan, sikap dan kemampuan berkomunikasi dalam pelaksanaan informed consent. Informed consent dalam perawatan gigi penting dan merupakan bagian vital dalam praktek kedokteran gigi. Perkembangan teknologi meningkatkan harapanharapan pasien terhadap perawatan gigi. Namun kenyataanya pasien sering tidak puas dengan perawatan yang diberikan, sehingga memunculkan keluhan. Keluhan dalam kedokteran gigi dapat dikategorikan sebagai situasi dimana sesuatu berjalan dengan

16 tidak baik (fraktur tuberositas maksila selama pencabutan) dan ketika dokter dengan timnya gagal memberi kepuasan pasien (pemasangan gigi tiruan yang tidak nyaman). Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya keluhan pasien adalah faktor pencetus dan faktor predisposisi yang dijumpai bersamaan. Faktor pencetus adalah sesuatu yang menyebabkan munculnya keluhan seperti pemberian perawatan yang tidak tepat dan kekeliruan sistem. Faktor-faktor predisposisi sendiri tidak memunculkan keluhan tetapi meningkatkan terjadinya keluhan misalnya perilaku kasar, kurangnya perhatian, apatis atau komunikasi yang buruk. Penyampaian informasi harus jelas dan pernyataan persetujuan sebaiknya dalam dokumen informed consent (D Cruz, 2010). Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo adalah Rumah Sakit Gigi dan Mulut tipe pendidikan yang diresmikan pada tanggal 30 Desember 2005. Rumah sakit ini mengutamakan pelayanan kepada masyarakat serta menjadi tempat rujukan bagi kasus gigi dan mulut di Provinsi DIY-Jawa Tengah. Dalam operasionalnya, rumah sakit ini menawarkan 3 jenis klinik perawatan, yaitu klinik pelayanan umum (ditangani oleh dokter gigi umum, dan spesialis), klinik VIP (ditangani oleh dokter gigi spesialis), klinik pendidikan (ditangani oleh dokter gigi muda dan residen). Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo memberikan pelayanan kesehatan gigi terpadu dan lengkap mulai dari aspek promosi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Hal ini didukung dengan tersedianya 8 bagian pelayanan serta 3 instalasi pendukung, yaitu Klinik Bedah Mulut (menangani ekstraksi gigi, perawatan tumor dan kista, dll), Klinik Konservasi Gigi (menangani restorasi gigi, root canal treatment, dll), Klinik Ortodonsia (menangani perawatan gigi berjejal), Klinik Pedodonsia (menangani kasus -kasus pada anak usia di bawah 16 tahun), Klinik Periodonsia (menangani kasus pada jaringan pendukung gigi), Klinik Prostodonsia (menangani kasus kehilangan gigi dengan partial denture, full denture, implant), Klinik Penyakit Mulut (menangani kasus kelainan pada rongga mu lut) dan sebuah unit - promosi dan pencegahan. Tiga instalasi penunjang adalah bagian radiologi, farmasi, dan laboratorium teknik gigi.

17 Residen diberikan kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan perawatan gigi spesilistik terhadap pasien yang datang berkunjung ke RSGM Prof. Soedomo namun dengan pengawasan atau supervisi dosen, dalam hal ini dosen (dokter gigi spesialis). Oleh karena itu residen harus mematuhi peraturan serta standar kerja yang berlaku di RSGM Prof.Soedomo. RSGM Prof. Soedomo memiliki prosedur tetap (protap) yang dijadikan sebagai pedoman bagi pemberi pelayanan gigi dan mulut. Pelaksanaan informed consent juga sudah ditetapkan dalam standar pelayanan medis (SPM), sehingga seluruh provider di RSGM, baik mahasiswa maupun residen (mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis I) harus berpedoman pada SPM. Residen yang menjalankan praktek di RSGM Prof. Soedomo mempunyai persyaratan yaitu sudah memiliki surat tanda registrasi (STR) dan menyerahkan STR ke program studi masing-masing. Residen bertanggungjawab terhadap semua tindakan yang dilakukan, sehingga residen harus memahami prosedur tetap dan standar pelayanan medis yang berlaku di RSGM Prof. Soedomo. Informed consent telah ditetapkan dalam standar pelayanan medis di RSGM Prof. Soedomo. Penetapan informed consent dalam standar pelayanan medis belum dibedakan jenis perawatan yang harus dibuat informed consent tertulis dan lisan, sehingga residen harus benarbenar paham tentang informed consent dan dapat menentukan kapan harus dilakukan informed consent tertulis atau lisan ( Komite Medis RSGM Prof. Soedomo, 2008). Berdasarkan pengamatan penulis masih terdapat keluhan-keluhan dari pasien seperti lama waktu perawatan dan kunjungan perawatan yang tidak jelas. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan informed consent benar-benar dilakukan, penulis merasa perlu untuk mengevaluasi kelengkapan dokumen informed consent dan kelengkapan informasi yang diterima pasien berkaitan dengan perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam pelaksanaan informed consent pasien harus memahami dan mempunyai informasi yang cukup untuk mengambil keputusan mengenai perawatan terhadap dirinya. Pasien harus memberikan persetujuan atas perawatan terhadapnya

18 baik secara lisan atau tertulis. Informasi medik yang diterima pasien dievaluasi apakah pasien mendapat informasi yang jelas tentang diagnosis penyakitnya, terapi dan kemungkinan alternatif terapi lain, resiko yang mungkin terjadi atas terapi yang dilakukan, keuntungan-keuntungan terapi yang dilakukan, prognosa atau gambaran kesembuhan terhadap terapi yang dipilih, perhitungan biaya dan lama waktu perawatan. Evaluasi kelengkapan berkas format informed consent di RSGM Prof. Soedomo mengacu pada Permenkes 290 tahun 2008 meliputi nama pasien, tempat & tanggal lahir, nomor identitas pribadi, tindakan/terapi yang akan dilakukan, tanggal dibuat surat pernyataan, tandatangan dan nama terang dokter yang merawat, tandatangan dan nama terang pasien yang memberikan persetujuan, tanda tangan dan nama terang saksi. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana pelaksanaan informed consent di RSGM Prof. Soedomo dan bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan skill atau kemampuan residen berkomunikasi dalam pelaksanaan informed consent di RSGM Prof. Soedomo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Untuk mengevaluasi pelaksanaan informed consent oleh residen di RSGM Prof. Soedomo. 2. Tujuan Khusus a. Mengevaluasi kelengkapan pengisian format informed consent sesuai dengan format informed consent yang berlaku di RSGM Prof. Soedomo mengacu pada Permenkes No.290/2008. b. Mengevaluasi kelengkapan informasi medik yang disampaikan residen terhadap pasien di RSGM Prof. Soedomo.

19 c. Mengevaluasi pengetahuan residen tentang pelaksanaan informed consent di RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta. d. Mengevaluasi sikap residen tentang pelaksanaan informed consent di RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta. e. Mengevaluasi kemampuan residen dalam berkomunikasi dalam penyampaian informasi medik D. Manfaat Penelitian 1. RSGM Prof. Soedomo Sebagai bahan untuk memperbaiki pelaksanaan informed consent yang dapat memberikan perlindungan kepada dokter dan pasien sehingga dapat mencegah terjadinya tuntutan hukum dan secara tidak langsung dapat juga meningkatkan mutu pelayanan. 2. Bagi penulis untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman tentang sistem penyelenggaraan informed consent di RSGM Prof. Soedomo. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang informed consent pernah dilakukan oleh: 1. Suryono, (2008), meneliti tentang Rekam Medis dan Persetujuan Tindakan Medis Pada Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Pasca Pemberlakuan UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Unit analisis dari penelitian ini adalah dokter gigi muda di bagian periodonsia RSGM Prof. Soedomo. Hasil penelitian menemukan lebih dari 60% dokter gigi muda menganggap bahwa tidak membuat persetujuan tindakan medik merupakan perbuatan melawan hukum. 2. Yuosuf, (2007), meneliti tentang Kesadaran, Pengetahuan, dan Prilaku terhadap informed consent diantara dokter-dokter dengan dua kultur yang

20 berbeda di Asia (studi perbandingan di Malaysia dan Kasmir India). Studi ini menggunakan rancangan survey cross sectional dengan instrumen koesioner. Hasil penelitian ini adalah tingginya kesadaran dalam pelaksanaan informed consent, tetapi model yang dilakukan masih termasuk dalam model paternalistik dokter, di mana dokter memiliki opini sendiri dalam memutuskan tindakan terhadap pasien di Kashmir, yang menekankan perlu adanya perubahan dokter dalam hal sikap dan pengetahuan terhadap otonomi pasien, yang didasari pada pembaharuan etika medis, dan juga kesadaran budaya dan agama atau kepercayaan setempat yang belum mendukung pelaksanaan tentang informed consent ini. 3. Wijanarko, (2010), meneliti tentang Pengetahuan, Sikap dan Pelaksanaan Informed Consent di bagian bedah umum, kebidanan, dan tulang di RSUD Panglima Sebaya Tanah Grogot Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian cross sectional dengan instrumen kuesioner dan dokumen informed consent, hasil penelitiannya adalah bahwa pengetahuan dan sikap dokter, perawat, dan bidan masih tergolong kurang, dan pengisian lembar informed consent tidak lengkap sebesar 62.5%. 4. Sampe, (2008) meneliti tentang Pengaruh Penyuluhan Informed Consent di bagian anestesiologi dan reanimasi RS Dr. Sardjito terhadap prilaku dalam penerapan informed consent. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan studi korelasi yang dikaji terhadap pengetahuan aspek hukum dan pertimbangan normative dalam hubungannya dengan penerapan informed consent. Subjek penelitian adalah residen yang bekerja di bagian anestesiologi dan reanimasi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini diperoleh dari kelompok provider intervensi memiliki persentase pengetahuan informed consent lebih tinggi dan penerapan informed consent lebih baik.

21 Persamaan: 1.) Meneliti tentang informed consent di RSGM dengan dengan jenis penelitian observasional dan rancangan penelitian cross sectional. 2.) Meneliti tentang pengetahuan dan perilaku dokter terhadap pelaksanaan informed consent dengan rancangan penelitian cross sectional. 3.) Subjek penelitian ini sama dengan penelitian Sampe yaitu yaitu residen. 4.) Persamaan dengan penelitian Wijanarko adalah sama-sama meneliti tentang pengetahuan dan sikap dokter terhadap pelaksanaan informed consent. Perbedaan: 1) Subjek penelitian pada penelitian Suryono adalah co-ass bagian periodonsia RSGM Prof. Soedomo. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh residen yang aktif memberi pelayanan perawatan gigi di RSGM Prof. Soedomo. 2) Selain pengetahuan dan sikap, penulis juga mengidentifikasi faktor skill atau kemampuan residen berkomunikasi dengan pasien dalam penyampaian informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan informed consent. 3) Pada penelitian Yousuf selain pengetahuan dan sikap, kesadaran dalam budaya dan agama juga diteliti dalam pelaksanaan informed consent. 4) Jenis penelitian pada penelitian Sampe adalah penelitian observasional dengan desain posttes only control group design.