BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : KARTIKA RATNA SARI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. secara luas di hampir setiap sektor industri. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi pertanian dan juga maupun dari segala industri yang lainya. Julukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

Unnes Journal of Public Health

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

HUBUNGAN MASA KERJA DAN PENGGUNAAN APD DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA TEKSTIL BAGIAN RING FRAME SPINNING I DI PT.X KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

BAB I PENDAHULUAN. (occupational disease), penyakit akibat hubungan kerja (work related disease)

Novie E. Mauliku. (Kata Kunci : lama kerja, APD (masker), Kapsitas Vital Paksa paru). Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 70

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI UNIT BOILER INDUSTRI TEKSTIL X KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

HUBUNGAN KADAR DEBU DENGAN KAPASITAS PARU PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN CEMENT MILL PT.SEMEN BOSOWA MAROS

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak buah yang dikelilingi oleh garis pantai

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA PENYAPU PASAR JOHAR KOTA SEMARANG. Audia Candra Meita

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGGUNAAN MASKER TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA PENGAMPLASAN KAYU DI DESA RENGGING PECANGAAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Faal Paru Pada Perusahaan Galangan Kapal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

HUBUGAN PAPARAN DEBU KAPAS DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN GEJALA PENYAKIT BISINOSIS PADA PEKERJA SPINNING 1 PT. X KABUPATEN SEMARANG

PROSIDING. Seminar Nasional Conference of Indonesian Occupational Safety and Health (CIOSH)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

Skripsi Ini Di Susun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh. Ijasah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : LENI INDRIANTI J

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

Arsih, Ratna Dian Kurniawati, Inggrid Dirgahayu ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai risiko penyakit akibat kerja. Upaya pencegahan penyakit akibat kerja perlu ditingkatkan untuk meminimalisir risiko penyakit yang timbul akibat pekerjaan atau lingkungan kerja (Anies, 2005). Tujuan kesehatan kerja adalah sarana untuk meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja. Langkah yang di ambil mencakup pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pembinaan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan, penyelenggaraan upaya kesehatan tenaga kerja dan pengaturan syarat-syarat kesehatan bagi tenaga kerja. Badan dunia International Labour Organization (ILO) mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21% penyakit saluran pernapasan, 15% penyakit kardiovaskuler, dan 5% disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory 1

Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan (Fahmi, 2012). Indonesia sebagai negara berkembang mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sektor industri formal pada tahun 2012 sebesar 10,4% dari tahun sebelumnya, sedangkan pada sektor informal mengalami penurunan sebesar 3,28%, hal ini dikarenakan perkembangan industri formal yang pesat sehingga membantu dalam penyerapan tenaga kerja. Indonesia terdapat penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu diperkirakan cukup banyak. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai HIPERKES dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di 8 perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restriktif (penyempitan paru), 1% responden yang mengalami obstruktif (penyumbatan paru), dan 1% responden mangalami kombinasi (gabungan antara restriktif dan obstruktif) (Irga, 2007). Industri tekstil berperan penting dalam penyediaan lapangan kerja, pada tahun 2006 jumlah industri tekstil di Indonesia mencapai 2699 perusahaan dengan total investasi Rp135,7 triliun. Jumlah ini mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 2.659 perusahaan. Daya serap tenaga kerja di industri ini juga cukup besar mencapai 1,84 juta tenaga kerja per tahun. Lokasi industri di Jawa Barat 57%, Jawa Tengah 14% dan Jakarta 17%. Sisanya tersebar di Jawa Timur, Bali, Sumatera dan Yogyakarta. 2

Paparan debu kapas dan bahan organik lain, zat warna dan uap bahan organik (volatile organic compound) sering berdampak merugikan kesehatan. Waktu antara paparan dan timbulnya gejala penyakit (waktu laten) biasanya panjang, sehingga kaitan antara penyakit dan kondisi tempat kerja sulit diidentifikasi. Salah satu penyakit yang timbul akibat debu serat kapas di tempat kerja adalah penurunan fungsi paru yang disebut bisinosis (byssinosis). Gejala penyakit ini adalah sesak napas yang terutama dirasakan pada hari pertama setelah libur akhir pekan (Jaiswal 2011). Paru dan saluran napas merupakan organ dan sistem dalam tubuh manusia yang berhubungan langsung dengan udara luar, sehingga sangat berpotensi terkena berbagai macam penyakit akibat pajanan bahan berbahaya di udara (Ikhsan, 2009). Salah satu dampak yang disebabkan oleh debu yaitu gangguan kapasitas vital paru. Ketika bernapas udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru, debu yang berukuran 5-10 μm masih bisa ditahan oleh jalan napas bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 μm ditahan dibagian tengan jalan napas. Partikel yang berukuran 1-3 μm langsung masuk dipermukaan jaringan dalam paru (Anies, 2005). Debu yang terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan fungsi atau kapasitas paru. Kelainan tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja. Debu campuran menyebabkan penyakit paru pada tenaga 3

kerja yang disebut dengan penyakit paru akibat kerja oleh karena disebabkan oleh pekerjaan atau faktor lingkungan kerja. Penyakit demikian sering disebut juga penyakit buatan manusia, oleh karena timbulnya disebabkan oleh adanya pekerjaan. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes RI, 2003). Pada beberapa kondisi, didapati bahwa kadar debu ditempat keja ternyata masih di bawah NAB, hal yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Manuputty (2007) dan Atmaja (2007) menunjukkan hasil dimana nilai kadar debu masih dibawah ambang batas akan tetapi 50% pekerja mengeluh terhadap gangguan debu dan sebanyak 87,5% pekerja menunjukkan keluhan gangguan pernapasan antara lain batuk dan bersin saat dan sesudah bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aviandari (2008) pada pekerja Dermaga & Silo Gandum di Jakarta didapat kadar debu dibawah NAB, akan tetapi terdapat prevalensi gangguan fungsi paru sebesar 19,2% dan semuanya merupakan gangguan restriksi paru. Berdasar formulir responden diketahui bahwa umur termuda adalah 23 tahun dan tertua adalah 42 tahun. Kategori 21-30 tahun sebanyak 12 orang, umur 31-40 tahun sebanyak 18 orang, dan umur 41-50 tahun sebanyal 2 orang. Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada lama paparannya (Sulistomo, 2002). Berdasarkan formulir responden lama paparan terendah adalah 4 4

tahun dan terlama adalah 8,5 tahun. Kategori lama paparan 4-6 tahun sebanyak 21 orang, lama paparan 6-8 tahun sebanyak 9 orang, dan lama paparan 8 tahun sebanyak 2 orang. Hasil dari survei pendahuluan yang telah dilakukan dengan cara memantau di ruang produksi terutama bagian Winding masih terdapat debu kapas yang menempel pada mesin-mesin produksi, terdapat debu yang beterbangan di sekitar lingkungan produksi, dan terdapat keluhan-keluhan pada pekerja seperti batuk-batuk dan sesak nafas pada pekerja yang sudah menggunakan masker saat bekerja. Hasil pengukuran kadar debu pada 10 titik yang berada di bagian Winding rata-ratanya mencapai 7,975 mg/m 3 dimana hasil uji terendah adalah 0,03 mg/m 3 dan uji tertinggi adalah 20,00 mg/m 3. Dapat disimpulkan bahwa kadar debu di bagian Winding melebihi NAB yang diperbolehkan yaitu 0,2 mg/m 3. Berdasarkan data kunjungan poliklinik PT. Bintang Makmur Sentosa Tekstil Industri pada bulan Januari-Juni 2015 didapatkan hasil bahwa penyakit akibat kerja sering muncul yaitu ISPA sebanyak 273 orang, Gastritis (lambung) sebanyak 144 orang, Ginggivitis (radang gusi) sebanyak 89 orang, Dermatitis Infeksi (infeksi kulit) sebanyak 75 orang, dan Conjungtivis (infeksi mata) sebanyak 61 orang. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara umur dan lama paparan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja terpapar debu kapas di bagian Winding PT. Bintang Makmur Sentosa Tekstil Industri Sragen. 5

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut Apakah ada hubungan antara umur dan lama paparan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja terpapar debu kapas di bagian Winding PT. Bintang Makmur Sentosa Tekstil Industri Sragen? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara umur dan lama paparan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja terpapar debu kapas di bagian Winding PT. Bintang Makmur Sentosa Tekstil Industri Sragen 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengukur dan menganalisis kadar debu kapas di tempat kerja. b. Untuk mengukur gangguan fungsi paru pekerja terpapar debu kapas. c. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan obstruksi (%FEV1) dan restriksi (%FVC). d. Untuk mengetahui hubungan antara lama paparan dengan obstruksi (%FEV1) dan restriksi (%FVC). 6

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk penulis tentang hubungan antara umur dan masa kerja dengan kapasitas fungsi paru. 2. Bagi Prodi Dapat menjadikan ilmu pengetahuan dan referensi tentang hubungan antara umur dan masa kerja dengan kapasitas fungsi paru. 3. Bagi Tenaga Kerja Dapat menambah pengetahuan tenaga kerja tentang hubungan antara umur dan masa kerja dengan kapasitas fungsi paru dalam upaya melindungi diri akibat pencemaran udara di lingkungan kerja bagi kesehatan. 4. Bagi Perusahaan Dapat menambah informasi dan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. 5. Bagi Instansi Terkait Dapat menambah informasi tentang hubungan antara umur dan lama paparan dengan kapasitas fungsi paru serta memberi masukan kepada instansi lain untuk memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. 7