BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan proses yang normal dan alamiah pada seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDG) yaitu goal ke-4 dan ke-5. Target

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan AKI di negara-negara ASEAN, penolong persalinan adalah hal yang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam satu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. masih jauh dari target yang ditetapkan untuk Indonesia, baik target Millennium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal care ini minimum

1 BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibudan Anak (KIA)merupakan masalah kesehatan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. berkembang yaitu sebesar 99 persen (Wiknjosastro, 2002 hlm 23).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Program kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya telah menunjukkan kemajuan yang baik, namun masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

BAB I PENDAHULUAN. system kesehatan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan ibu dan anak masih merupakan masalah di beberapa negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia.

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (AKB) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi ibu selama kehamilan, melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah kematian perinatal sebesar orang. Dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum yang layak. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebab kecelakaan atau incidental) (CIA, 2014). AKI (Angka Kematian Ibu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asuhan selama periode masa nifas perlu mendapat perhatian karena sekitar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Amerika Latin dan Karibia 85/ KH, Amerika Utara 23/ KH

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang

Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III Dengan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan lembar fakta World Health Organization (WHO) tahun 2013, setiap hari terjadi sekitar 800 kematian ibu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara-negara di dunia sebagai pengganti pembangunan global Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi risiko yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Dari hasil survei yang telah dilakukan, AKI telah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) ini adalah mengacu pada deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya

BAB I PENDAHULUAN. Menurunkan Angka Kematian Anak dan meningkatkan Kesehatan Ibu. adalah dua dari delapan tujuan Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. orangan, keluarga maupun masyarakat. Pelayanan antenatal adalah pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN. berada dalam rahim (uterus) mulai dari konsepsi saat bertemunya sel telur

BAB I PENDAHULUAN. 11 bulan) per kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini kesehatan global difokuskan pada masalah kesehatan ibu, sampai saat ini masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) pada tanggal 12

BAB I PENDAHULUAN. 58,9/ kelahiran hidup, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan AKI

BAB I PENDAHULUAN. dengan AKI di negara-negara ASEAN, penolong persalinan adalah hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

Agus Byna 1, Laurensia Yunita 2, Indah Ratna Sari * *Korespondensi Penulis, Telepon : ,

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu bersalin (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

TUJUAN 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Faktor resiko kematian ibu dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu dari 8 tujuan pembangunan millenium atau MDG s (Millenium Development Goals) yang terdapat pada tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu termasuk didalamnya mengurangi tingkat kematian ibu melahirkan. Target ini diharapkan akan dicapai pada tahun 2015 yaitu mengurangi 75% angka kematian ibu hingga mencapai 102 per 100.000 kelahiran. Masih tingginya AKI menunjukkan status kesehatan yang tergolong rendah, khususnya pada ibu hamil dan ibu melahirkan (Kemenkes RI, 2010). Data AKI dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, diketahui sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (KH). Namun angka tersebut naik menjadi 359 per 100.000 KH di tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran dari MDG s dibutuhkan upaya dan kerja keras yang lebih besar dimana sasaran AKI sebesar 102 per 100.000 KH (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia berada di peringkat tertinggi untuk angka kematian ibu di negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), sementara angka kematian paling kecil dimiliki oleh Singapura dengan 3 kematian per 100.000 KH, Malaysia 5 kematian per 100.000 KH, Thailan 8 per 100.000 KH dan Vietnam 50 per 100.000 KH (Kemenkes RI, 2014). Tingginya AKI juga dapat dilihat di tingkat propinsi seperti dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 jumlah kematian ibu 116,34 per 100.000 KH dan di tahun 2013 angka kematian ibu mencapai 118,62/100.000 KH. Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah tiap tahun cenderung meningkat bila dibandingkan dengan target nasional yaitu 102/100.000 KH. Kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil dan pada waktu persalinan (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2013).

2 Di Propinsi Jawa Tengah masih banyak kabupaten dan kota yang memiliki AKI yang masih tinggi salah satunya adalah Kota Salatiga. Pada tahun 2012 terlaporkan 2 kasus atau 73,4 per 100.000 KH dan pada tahun 2013 mengalami kenaikan 3 kali lipat yaitu sebanyak 7 kasus atau 275,25 per 100.000 KH. Sebagian besar kematian ibu di Kota Salatiga disebabkan keterlambatan pelayanan kegawatdaruratan yang dilatarbelakangi oleh keterlambatan mengenal tanda bahaya, mengambil keputusan, mencapai fasilitas kesehatan dan mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan (Dinkes Kota Salatiga, 2013). Upaya penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1990-an, melalui program Safe Motherhood Initiative dan dilanjutkan dengan program Making Pregnancy Safer (MPS) pada tahun 2000 untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam penurunan AKI. Kemudian pada tahun 2007 pemerintah membuat Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir melalui kegiatan peningkatan akses dan kualitas pelayanan yang sekaligus merupakan kegiatan yang membangun potensi masyarakat, khususnya kepedulian masyarakat untuk persiapan dan tindak dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dan buku KIA (kesehatan ibu dan anak) sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan ibu, bayi, dan balita (Kemenkes RI, 2009a). Mengacu pada program P4K komponen-komponen dalam perencanaan persalinan ada 6 yaitu tempat persalinan, penolong persalinan, transportasi, biaya, pendamping persalinan, dan pendonor darah seandainya terjadi pendarahan. Tempat persalinan penting, dimana lengkap atau tidaknya fasilitas yang dibutuhkan dalam proses persalinan mendukung keberhasilan proses persalinan begitupun dengan penolong persalinan. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil dapat mengurangi AKI yang sering terjadi akibat proses persalinan tidak di tolong oleh tenaga kesehatan. Begitupun dengan transportasi dan pembiayaannya. Pelaksanaan P4K di Kota Salatiga pada tahun 2013 adalah 50% dan pada tahun 2014 adalah 69,20 %, sedangkan target adalah seluruh ibu hamil mendapatkan stiker P4K (Dinkes Kota Salatiga, 2013).

3 Faktor budaya sering kali membatasi perempuan untuk mengambil keputusan bagi kesehatannya, seperti keputusan untuk merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan banyak ditentukan suami atau orang tua. Keputusan merencanakan persalinan masih banyak ditentukan secara sepihak oleh suami. Hal ini masih banyak ditemui terutama terjadi pada masyarakat yang masih menganut budaya patriakal, di mana posisi relatif laki-laki/suami lebih dominan sehingga keputusan dalam memilih pelayanan kesehatan dan melindungi wanita hamil dari praktek-praktek dalam proses reproduksi yang membahayakan adalah merupakan tanggung jawab suami. Keterlibatan dan partisipasi suami dalam program kesehatan reproduksi mempunyai peran penting dan kunci dalam pengambilan keputusan sehingga perlu adanya komunikasi yang efektif tentang masalah kesehatan reproduksi istrinya. Partisipasi suami merupakan strategi untuk mengurangi beban masalah kesehatan reproduksi yang paling mendesak saat ini (Sodikin, 2006). Beberapa upaya yang ditujukan pada suami sebelum ini masih terlalu lemah atau terlalu singkat, sehingga pemahaman kurang lengkap menyebabkan motivasi, interaksi pasangan dalam program kesehatan reproduksi masih sangat minim. Keterlibatan suami pada masa kehamilan istrinya masih memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Beberapa dekade sebelumnya, sejak tahun 1960-an peran suami dalam program kesehatan reproduksi terabaikan, kebanyakan pria belum memperoleh informasi kesehatan reproduksi yang khusus untuk suami, pada program keselamatan ibu, suami menjadi sasaran program kesehatan reproduksi. Suami seringkali menjadi satu-satunya yang memiliki peran sangat penting terutama sebagai pengambil keputusan krusial ketika kondisi istri cukup serius untuk mencari pertolongan, serta memutuskan bagaimana istri hamil akan dibawa ke klinik dan dapat mengatasi keterlambatan jika mengetahui gejala-gejala yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan dan persalinan, sehingga suami perlu diberi motivasi tentang kesehatan reproduksi (Sodikin, 2006). Data SDKI 2007 memperlihatkan bahwa hanya empat dari sepuluh pria berbicara dengan tenaga kesehatan tentang perawatan kehamilan dan kesehatan selama kehamilan istri, 35% tentang jenis makanan yang harus dimakan istrinya

4 selama kehamilan, 36% tentang jenis masalah kesehatan pada istrinya yang harus segera mendapat perhatian dari tenaga medis, 77% membicarakan aspek persalinan selama kehamilan istri dari anak yang dilahirkan terakhir dengan seseorang tentang topik yang berkaitan dengan persalinan. Topik yang paling sering dibicarakan adalah tempat persalinan 60% dan penolong persalinan 62% diikuti dengan pembayaran untuk pelayanan 52%. Topik yang kurang dibicarakan oleh pria adalah transportasi ke tempat persalinan 32%. Pria umur tiga puluhan yang tinggal di daerah perkotaan dan berpendidikan baik lebih cenderung berbicara dengan tenaga kesehatan tentang kesehatan dan perawatan istri selama kehamilan membicarakan berbagai aspek persalinan dengan seseorang dibanding pria lainnya di pedesaan atau yang tidak sekolah atau yang berpendidikan lebih rendah (BPS & ORC Macro, 2007). Suami berpendidikan mungkin lebih terbuka terhadap pengobatan modern, menyadari manfaat dari fasilitas kesehatan dan lebih mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan dan menuntut perawatan yang tepat. Mereka juga dapat menempatkan kendala pada istri mereka, mobilitas dan pengambilan keputusan, sehingga memudahkan mencari perawatan. Pendidikan suami dikaitkan dengan pekerjaan dan dengan kekayaan rumah tangga (Gabrysch and Campbell., 2009). Persentase penduduk laki-laki di Indonesia usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis dari tahun 2007 sampai 2011 masih berkisar diangka 95%. Jumlah penduduk laki-laki yang bersekolah cenderung menurun dengan meningkatnya usia. Hal ini mengindikasikan bahwa bagi penduduk di kelompok usia produktif yang tidak melanjutkan pendidikannya diperkirakan mereka segera bekerja atau menikah. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) formal di Indonesia laki-laki mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai 2010 yaitu 93,88%, akan tetapi tahun 2011 menunjukkan penurunan menjadi 91,48%. APM SMP formal 2007 yaitu 66,01% naik menjadi 66,86% pada tahun 2011. APM SMA formal laki-laki tahun 2007 yaitu 44,8% dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 47,47%. Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas dalam jenjang pendidikan formal tahun 2007 yaitu 8 tahun, tahun 2011

5 yaitu 8,3 tahun sedikit peningkatan lama sekolah laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat berarti akan membawa pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang kehidupan. Mengingat pentingnya peranan pendidikan, maka pendidikan mendapat perhatian utama dari pemerintah maupun masyarakat. Untuk lebih jelas gambaran penduduk Kota Salatiga menurut ijazah dapat dilihat dari tabel 1 berikut : Tabel 1. Distribusi tingkat pendidikan Kota Salatiga tahun 2013 Blm Tamat Tdk/Blm SMP SMA Kecamatan Tamat SD D3 PT Sekolah Sederajat Sederajat SD/MI sederajat Sidorejo 987 4818 9354 7663 7517 2446 10028 Sidomukti 795 3699 7940 6620 12686 1859 3813 Agromulyo 823 4452 9907 7691 10858 1676 2963 Tingkir 897 4503 8258 7251 13288 1855 3271 Jumlah 3502 29.123 37.682 30.545 43.238 1.402 15.759 Sumber : Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kota Salatiga Berdasarkan tabel 1 diatas bahwa sebagian penduduk Kota Salatiga memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi yaitu SMA/sederajat dengan jumlah 43.238 penduduk dan hanya sebagian kecil penduduk yang tidak menamatkan sekolah atau yang belum sekolah sekitar 3.502 orang. Berdasarkan tabel 2 pendidikan menurut jenis kelamin bahwa jenis kelamin wanita lebih dominan pada tiap tingkatan pendidikan baik itu SD sampai dengan Universitas dengan proporsi 58,87%. Adapun tingkat pendidikan SMK merupakan pendidikan yang diminati oleh remaja putri Kota Salatiga karena dapat memberikan skill dan bisa terjun ke dunia pekerjaan tanpa melanjutkan ke jenjang pendidikan universitas terkait kondisi ekonomi penduduk kota Salatiga yang belum memadai (BPS, 2013).

6 Tabel 2. Distribusi pendidikan menurut jenis kelamin tahun 2013 Ijazah Laki-laki % Perempuan % Jumlah % Tdk/belum tamat 0 0 0 0 0 0 SD SD / MI 6 0,2 24 0,85 30 1,06 SMP kejuruan 0 0 0 0 0 0 SMP 62 0,02 242 8,62 304 8,64 SMK 561 19,9 633 22,5 1194 42,5 SMA 257 9,15 409 14,5 666 23,7 Akademi/ 87 3,10 112 3,99 199 7,09 Diploma Universitas 181 6,45 232 8,26 413 14,7 Sumber : Salatiga dalam angka tahun 2012 Penelitian Sodikin (2006), di Banyumas mengatakan bahwa faktor pendidikan mempengaruhi pemilihan penolong persalinan, dimana makin tinggi pendidikan seseorang makin cenderung memilih tenaga kesehatan. Begitu juga menurut Prawira dalam Sodikin (2006), mengatakan suami yang memiliki pendidikan (tidak tamat dan tamat SD) memiliki risiko 1,65 kali lebih besar untuk memilih dukun bayi dibanding suami yang memiliki pendidikan tinggi (tamat SLTP dan perguruan tinggi). Atau dengan kata lain responden yang mempunyai pengetahuan tinggi terhadap penolong persalinan sebesar 56,19% memilih bidan dan 43,8% memilih dukun. Responden dengan pengetahuan rendah 67,74% memilih dukun sebagai penolong persalinan dan memilih bidan sebesar 32,26%. Sedangkan menurut Suprapto dalam Sodikin (2006), ibu/bapak yang berpendidikan rendah (tidak tamat sekolah atau paling tinggi SMP) mempunyai kemungkinan lebih besar memanfaatkan bukan tenaga kesehatan untuk menolong persalinan. Sedangkan penelitian dari Soekanto dalam Mariani (2010), berpendapat bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia dalam membuka pikiran untuk menerima hal hal baru. Notoatmodjo (2007) juga menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap wawasan dan cara pandangnya dalam menghadapi suatu masalah, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima

7 informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang dengan tingkat pendidikan rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Menurut penelitian Mariani (2010), walaupun sebagian besar ibu hamil dan suami berpendidikan dasar tetapi sebagian besar pengetahuannya baik. Maka dari itu, sesuai hasil penelitian menyatakan bahwa pendidikan tinggi tidak selalu membuat pengetahuan seseorang menjadi lebih baik. Penelitian ini, sejalan dengan penelitian dari Dirbadiyah (2009), bahwa pendidikan berhubungan dengan sikap ibu hamil dan suami yang merencanakan persalinan dengan dukun bayi dan penelitian Agnes Romdiyah (2009), bahwa pendidikan berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Notoatmodjo (2007), bahwa pendidikan bukan merupakan satu-satunya faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang selain pendidikan adalah pekerjaan dan umur. Sampai sekarang belum banyak penelitian tentang hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil, hal tersebut berakibat belum diketahuinya apakah faktor pendidikan suami berhubungan dengan perencanaan persalinan ibu hamil. Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya penelitian tentang Hubungan Pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, bahwa pada masyarakat yang menganut budaya patriakal di mana posisi laki-laki/suami lebih dominan sehingga keputusan dalam memilih pelayanan kesehatan termasuk dalam hal ini saat merencanakan persalinan kebanyakan masih ditentukan oleh suami. Sementara itu pendidikan dan pengetahuan suami dalam hal kesehatan reproduksi termasuk permasalahan perencanaan persalinan masih relatif rendah, ini akan berdampak secara langsung terhadap masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi.

8 Oleh sebab itu penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut. Serta belum pernah diteliti hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil di wilayah Kota Salatiga tahun 2015, sehingga yang masih menjadi pertanyaan peneliti adalah: Bagaimana hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil di Kota Salatiga Propinsi Jawa Tengah tahun 2015? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan oleh ibu hamil di Kota Salatiga Propinsi Jawa Tengah tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui perencanaan persalinan ibu hamil di Kota Salatiga Propinsi Jawa Tengah tahun 2015 b. Untuk mengetahui pendidikan suami ibu hamil di Kota Salatiga Propinsi Jawa tahun 2015 c. Membandingkan proporsi perencanaan persalinan ibu hamil pada suami responden yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah dikontrol dengan pendapatan, paritas, frekuensi ANC dan pengetahuan suami. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan dan sumber informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam rangka penentuan kebijakan dan perencanaan pembangunan khususnya dalam rangka untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu. 2. Manfaat Pada Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil dan merupakan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.

9 3. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini merupakan pengalaman berharga yang menjadi proses belajar bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan penerapan ilmu pengetahuan di masyarakat khususnya tentang hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil. 4. Manfaat Bagi Masyarakat Diharapkan dapat menjadi informasi dan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu hamil dan keluarga dalam perencanaan persalinan untuk dapat menambah pengetahuan sehingga memiliki perencanaan yang matang dalam menghadapi proses persalinan

10 No Peneliti (tahun) dan tempat penelitian 1 Kambayong (2006),Papua E. Keaslian Penelitian Tabel 3. Keaslian penelitian hubungan pendidikan suami dengan perencanaan persalinan ibu hamil di Kota Salatiga Propinsi Jawa Tengah tahun 2015 Judul penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan di Puskesmas Mindiptana dan Puskesmas Tana Merah Metode penelitian Studi cross sectional menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif Persamaan Variabel bebas: Paritas dan pengetahuan Perbedaan Subjek penelitian: seluruh ibu bersalin yang melahirkan anak kedua dan seterusnya dalam periode (bulan Nopember 2003-Oktober 2004). Variabel terikat: pemilihan penolong persalinan Variabel bebas: sikap, kemudahan akses pelayanan, kepuasan pelayanan, dukungan keluarga. 2 Sodikin (2006), Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Determinan perilaku suami yang mempengaruhi pilihan penolong persalinan bagi istri di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Studi cross sectional Variabel luar: pendidikan suami Subjek Penelitian: suami yang istrinya melahirkan satu tahun terakhir (1 januari- 31 Desember 2005) Variabel terikat: pemilihan penolong persalinan Variabel bebas: sikap dan keyakinan, dukungan social, biaya persalinan

11 3 Dhaka et al., (2011) Nepal Skilled Care at Birth among Rural women in Nepal: practice and challenges Studi cross sectional Variabel bebas: pendidikan suami, paritas, Subjek penelitian: ibu bersalin yang melahirkan dua tahun sebelum survey Variabel terikat: pemilihan tempat dan penolong persalinan