BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pretest Perlakuan Posttest Observasi. Gambar 3.1. Desain penelitian the one-group pretest-posttest Keterangan : T 1 T 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niki Dian Permana P, 2015

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

LAMPIRAN B2. KISI-KISI SOAL TES KETERAMPILAN PROSES SAINS : Sekolah Mengengah Atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang konstan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN FISIKA MATERI KALOR TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. hanya mendengarkan, mencatat kemudian menghapal materi pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri. Dimyati (2006:8) mengemukakan secara umum dikatakan bahwa pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model

BAB III METODE PENELITIAN

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Elvina Khairiyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional yaitu siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spritual yang seimbang (Kemdikbud, 2013a). Fisika merupakan salah satu pengetahuan yang harus dimiliki siswa. Karena ilmu Fisika berperan penting terhadap perkembangan teknologi. Pembelajaran Fisika ditekankan menggunakan pendekatan saintifik untuk membangun pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap produk keilmuannya melalui langkah-langkah kegiatan saintis yang salah satu kompetensinya yaitu mengembangkan sikap rasa ingin tahu, jujur, tanggung jawab, logis, kritis, analitis, dan kreatif melalui pembelajaran Fisika (Permen No 59 tahun 2013). Oleh karena itu, setelah pembelajaran Fisika, diharapkan siswa tidak hanya memiliki kemampuan kognitif tetapi juga memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) seperti keterampilan berpikir kritis. Kemampuan Kognitif merupakan kecakapan seorang individu untuk melakukan berbagai aktifitas mental menggunakan konsep dan kaidah yang telah dimiliki untuk menyelesaikan masalah (Gagne dalam Winkel, 1996). Indikator kemampuan kognitif berdasarkan taksonomi Bloom revisi meliputi aspek mengingat (C 1 ), memahami (C 2 ), mengaplikasikan (C 3 ), menganalisis (C 4 ), menilai (C 5 ), dan berkreasi (C 6 ). Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan tingkat tinggi. Menurut Ennis dan Noris (dalam Fisher, 2009) berpikir kritis merupakan pemikiran masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Menurut Dewey (dalam Fisher, 2009) berpikir kritis merupakan sebuah proses aktif dimana anda memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam untuk diri anda, mengajukan berbagai pertanyaan untuk diri anda, menemukan informasi yang relevan untuk diri anda dan lain-lain dari pada menerima berbagai hal dari orang lain sebagian besar secara pasif. Keterampilan berpikir kritis dapat dimanifestasikan dalam dua belas indikator berpikir kritis, yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan 1

2 berpikir, yakni: memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (inference), memberikan penjelasan (advance clarification), dan mengatur srategi dan taktik (strategy and tactics) (Ennis, 1985). Keterampilan berpikir kritis penting untuk dilatihkan, karena berpikir kritis sebagai keterampilan belajar dan inovasi yang diperlukan dalam persiapan siswa menghadapi pendidikan pascasekolah atau dunia kerja (Lai, 2011). Noris menyatakan bahwa berpikir kritis mampu merefleksikan dampak perkembangan teknologi, objektif menimbang nilai yang beragam, dan mengembangkan atau memilih solusi yang tepat (Yu dkk, 2015). Selain itu, dalam proses kognitif, keterampilan berpikir kritis sangat penting dikembangkan karena siswa dapat lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep dalam situasi yang berbeda (Scriven & Paul, 2007). Pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan Fitriana (2015) mengatakan bahwa pemahaman konsep pada materi elastisitas masih rendah dengan rata-rata persentase sebesar 42% dengan N-gain 0,18. Salah satu yang menyebabkan rendahnya pencapaian pemahaman konsep adalah kurangnya dalam mengaplikasikan materi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Slamet, (2015) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah terlihat dari rendahnya inisiatif siswa untuk mengajukan pertanyaan, kurangnya keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat sewaktu kegiatan pembelajaran, rendahnya respon siswa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh guru, dan kecenderungan kurang mandirinya siswa dalam belajar. Kenyataan di lapangan permasalahan yang terjadi hapir sama dengan kedua penelitian tersebut. Berdasarkan studi pendahuluan di salah satu SMK dapat dikatakan bahwa kemampuan kognitif dan berpikir kritis siswa masih rendah. Untuk kemampuan kognitif, berdasarkan hasil wawancara guru mengeluhkan kemampuan kognitif siswa yang rendah ditunjukkan dengan hasil ulangan harian dengan rata-rata yang rendah sedangkan berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran yang terjadi diketahui bahwa model pembelajaran yang digunakan masih dominan konvensional dengan metode ceramah. Guru langsung

3 memberikan penjelasan tentang materi fisika dan tanpa memberikan pertanyaan atau permasalahan yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari dengan menampilkan fenomena atau gambar yang dapat memotivasi siswa. Setelah guru memberikan penjelasan, selanjutnya guru memberikan contoh soal kemudian siswa diberi latihan soal dan salah satu siswa mengerjakan di papan tulis kemudian dibahas bersama di dalam kelas. Selain itu guru kurangnya memberikan latihan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang seperti ini ternyata tidak hanya terjadi pada sekolah ini saja melainkan terjadi secara umum disemua sekolah yang ada di Indonesia (Munandar, 2004). Untuk keterampilan berpikir kritis yang teramati adalah rendahnya inisiatif siswa untuk mengajukan pertanyaan, kurangnya keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat sewaktu kegiatan pembelajaran, rendahnya respon siswa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh guru, dan kecenderungan kurang mandirinya siswa dalam belajar. Sedangkan indikator keterampilan berpikir kritis yang lain tidak dapat diamati. Proses pembelajaran yang dipaparkan di atas, diindikasi kurang memfasilitasi untuk melatihkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa secara optimal, sebagai contoh untuk melatihkan kemampuan mengenali dan menjelaskan sebagai bagian dari aspek kemampuan kognitif proses pembelajaran harus disertai memberikan pertanyaan atau permasalahan dalam kehidupan seharihari dengan menyajikan gambar atau fenomena, namun proses pembelajaran yang berlangsung berdasarkan hasil observasi tidak menyajikan hal tersebut. Kaufeldt (2008), menyatakan pembelajaran melalui sajian gambar atau fenomena memiliki banyak keuntungan yaitu dapat mendorong siswa untuk berpartisipasi dan terlibat aktif dalam berpikir secara menyeluruh. Hal yang sama juga berlaku untuk aspek keterampilan berpikir kritis diindikasikan bahwa pembelajaran yang selama ini diterapkan tidak maksimal dalam melatihkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran yang terjadi, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan siswa juga tidak dituntut untuk memberikan alasan, menggeneralisasi, menginterpretasi, berhipotesis, menggunakan prosedur yang tepat, mengumpulkan bukti-bukti yang dapat

4 menguatkan, membuktikan apakah yang dapat dipercaya ataupun melakukan kegiatan yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis lainya. Fakta di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran Fisika di sekolah masih perlu diperbaiki. Proses pembelajaran dalam permendikbud nomor 81A tahun 2013 adalah siswa didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan, jaman, tempat, dan waktu ia hidup. Proses pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis dan berpusat pada siswa. Pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis dapat menumbuhkan keterampilan tingkat tinggi siswa, seperti keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa (Dahar, 2011). Menurut Lambertus, (2009) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa berpotensi untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, karena siswa diberi keleluasaan membangun pengetahuannya sendiri, berdiskusi dengan teman, bebas mengajukan pendapat, dapat menerima atau menolak pendapat teman, dan atas bimbingan guru merumuskan kesimpulan. Model ICARE merupakan model yang menggunakan pendekatan konstruktivis dan guru menjadi fasilitator (Anagnostopoulo dalam Byrum, 2013). Model ICARE memberikan kesempatan kepada siswa melihat fenomena dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat termotivasi untuk lebih aktif dan meningkatkan rasa ingin tahunya pada tahapan introduction. Pada tahapan connect siswa melakukan praktikum, diskusi, dan presentasi. Dalam kegiatan praktikum siswa dilatih menggunakan prosedur dengan tepat, terampil dalam memilih dan menggunakan alat praktikum, lebih berhati-hati dalam praktikum, dan mengumpulkan bukti-bukti untuk dapat membuktikan hipotesis. Dalam kegiatan diskusi siswa dilatih memberikan alasan atas apa yang dinyatakan, menginterpretasi peryataan, menggeneralisasi, dan meyimpulkan. Pada saat presentasi siswa dilatih untuk bertanya, menjawab, melihat alasan yang tidak dinyatakan, dan kemampuan memberikan alasan. Kegiatan mengaplikasikan ke dalam konten yang baru pada tahapan apply, mereview kembali pelajaran yang didapat sehingga ilmu yang diperoleh lebih kuat dan bertahan lama dalam ingatan

5 pada tahapan reflect, dan siswa mengulang kembali apa yang dipelajari disekolah melalui tugas rumah sehingga pengetahuan dan keterampilannya akan lebih kuat dan bertahan lama pada tahapan extend. Proses pembelajaran model ICARE tersebut merupakan proses pembelajaran yang mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Proses pembelajaran yang mengkontruksi pengetahuan sendiri dapat memotivasi siswa untuk memiliki semangat belajar, selain itu dapat meningkatkan kemampuan kognitif serta melatihkan keterampilan tingkat tinggi salah satunya keterampilan berpikir kritis. Beberapa penelitian yang menggunakan model pembelajran ICARE adalah,. Salyers, dkk (2010) mereka menerapkan model ini pada mahasiswa keperawatan untuk mengevaluasi dan melihat tingkat kepuasan mahasiswa dalam menggunakan kerangka tersebut. Mahasiswa keperawatan diikut sertakan dalam pembelajaran yang inovatif, dan memberikan kemudahan bagi mahasiswa keperawatan yang berada di daerah terpencil untuk tetap bisa belajar dan mengetahui informasi tentang pengetahuan keprofesionalan saat ini, selain itu membuat fakultas mampu mengatur dan menyajikan informasi yang relevan bagi mahasiswa. Amelee & Lincoln (2010) menggunakan langkah-langkah ICARE dalam pembelajaran Better Teaching and Learning (BTL) dapat membuat siswa lebih senang dalam belajar dan guru dapat menjadi motivator serta fasilitator yang aktif. Maskur, Budi, & Rochmad (2012) menggunakan kerangka ICARE yang beracuan konstruktivisme pada mata pelajaran matematika, terbukti dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (berpikir kreatif) sebesar 0,74 dengan kategori tinggi. Hal tersebut disebabkan karena model ICARE memfasilitasi untuk melatihkan keterampilan berpikir kreatif contohnya pada tahapan apply siswa dapat mengaplikasikan konsep yang diperoleh serta menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah nyata menggunakan informasi dan kecakapan baru yang telah mereka peroleh. Kelebihan model ICARE diantaranya adalah (1) Memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif dan meningkatkan rasa ingin tahunya, (2) Melatih siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga dapat menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti keterampilan berpikir kritis, (3) Memberikan siswa kesempatan untuk mengaplikasi konsep yang telah dipelajari,

6 (4) Memberikan siswa kesempatan untuk mengulang kembali pembelajaran yang dipelajari pada tahap reflect dan extend sehingga pengetahuan siswa menjadi lebih kuat dan bertahan lama dalam ingatan, dan (5) Guru lebih fleksibel dalam mendesain pembelajaran sehingga dapat mengubah pengalaman belajar siswa (Byrum, 2013). Model ICARE selama ini digunakan dalam pembelajaran online untuk mahasiswa atau siswa yang tinggal diperdesaan. Dalam pembelajaranya siswa belajar secara mandiri mengikuti tahapan-tahapan yang ada dalam model ICARE. Kegiatan diskusi dan bertanya dilakukan secara online. Kelemahan pembelajaran online diantaranya adalah (1) siswa yang tidak terampil menggunakan peralatan ICT, akan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil akhir pembelajaran, (2) siswa yang tidak disiplin akan sulit mengikuti tahapan-tahapan dalam model ICARE, dan (3) Ada beberapa materi pembelajaran yang sulit untuk dipelajari tanpa bimbingan guru secara langsung. Berdasarkan kelemahan-kelemahan pembelajaran online, maka model ICARE diterapkan dalam pembelajaran tatap muka sehingga efektifitas pembelajaran dapat dicapai dan siswa yang tidak terampil menggunakan ICT dapat mengikuti pembelajaran dengan baik serta guru dapat memantau apa yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan model ICARE dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa yang berjudul Pengaruh Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) terhadap Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengaruh penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa SMK?. Untuk lebih mengarahkan penelitian maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

7 1. Bagaimanakah pengaruh penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis? 2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai efek dari penerapan pembelajaran model ICARE? 3. Bagaimanakah pengaruh penerapan model ICARE terhadap kemampuan kognitif siswa pada materi elastisitas? 4. Bagaimanakah peningkatan kemampuan kognitif siswa sebagai efek dari penerapan pembelajaran model ICARE pada materi elastisitas? C. Batasan Masalah Penelitian 1. Keterampilan berpikir kritis yang dibahas pada penelitian ini adalah pengaruh penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis, peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara umum, dan peningkatan keterampilan berpikir kritis pada setiap aspek keterampilan berpikir kritis yang diujikan dalam penelitian ini. Pengaruh penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis dinyatakan dengan nilai effect size sedangkan peningkatan keterampilan berpikir kritis ditandai dengan perubahan positif dari hasil pretest dan posttest, yang dinyatakan dengan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dan perubahan kuantitas siswa yang mendapat skor dengan kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi dan sangat tinggi ke kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi dan sangat tinggi setelah pembelajaran dengan model ICARE. Tes keterampilan berpikir kritis yang digunakan adalah Cornell critical thinking test level X yang dikembangkan oleh Ennis, Milman & Tomko (2005). 2. Kemampuan kognitif yang dibahas pada penelitian ini meliputi pengaruh penerapan model ICARE terhadap kemampuan kognitif, peningkatan kemampuan kognitif secara umum, peningkatan kemampuan kognitif per aspek dan peningkatan kemampuan kognitif pada setiap sub materi elastisitas. Pengaruh penerapan model ICARE terhadap kemampuan kognitif dinyatakan dengan nilai effect size sedangkan peningkatan kemampuan kognitif ditandai dengan perubahan positif dari hasil pretest dan posttest, yang dinyatakan dengan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dan perubahan kuantitas

8 siswa yang mendapat skor dengan kategori sangat rendah, rendah, cukup ke kategori sangat rendah, rendah, cukup, tinggi dan sangat tinggi setelah pembelajaran dengan model ICARE pada setiap aspek dan sub materi elastisitas. Selain itu, pada penelitian ini juga melihat hubungan antara profil keterampilan berpikir kritis dengan kemampuan kognitif siswa. Ada tiga aspek kemampuan kognitif yang diteliti yaitu aspek mengingat (C 1 ), memahami (C 2 ), dan menerapkan (C 3 ). Materi fisika yang diujikan tegangan, regangan, modulus elastis, hukum Hooke, dan susunan pegas seri dan paralel. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran pengaruh penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis dan kemampuan kognitif siswa SMK. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh gambaran mengenai pengaruh penerapan model ICARE terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMK. 2. Memperoleh gambaran mengenai peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa SMK sebagai efek diterapkannya pembelajaran model ICARE. 3. Memperoleh gambaran mengenai pengaruh penerapan model ICARE terhadap kemampuan kognitif siswa SMK pada materi elastisitas. 4. Memperoleh gambaran mengenai peningkatan kemampuan kognitif siswa SMK sebagai efek diterapkannya model ICARE pada materi elastisitas. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi penerapan model ICARE dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan dan dapat dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti peneliti, mahasiswa LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dan guru-guru fisika.