Pengaruh Pemberian Progesteron dan PGF2α terhadap Respon Estrus pada Kambing PE Anestrus Post Partum Muhammad Syawal 1 dan Ahmad Subhan 2 1 Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Deliserdang-SUMUT 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan E-mail: Syawal.ibkambing@gmail.com Abstrak Anestrus Postpartum pada kambing PE sering terjadi karena kesalahan manajemen reproduksi dan pakan sehingga mengakibatkan hipofungsi ovarium. Anestrus postpartum yang berlangsung lama menimbulkan kerugian bagi peternak karena efisiensi reproduksi yang rendah. Selama penelitian sebanyak 30 ekor kambing dibagi menjadi 3 kelompok yaitu CIDR, PGF2α dan kontrol. Kambing diberi pakan berupa konsentrat yang memiliki protein kasar 16% sebanyak 700 g/e/h. Hormon yang digunakan CIDR (0.3 g progesterone) ditanam intravaginal selama 12 hari dan kelompok PGF2α dengan dosis 5 mg/ekor sebanyak 2 kali dengan selang waktu 11 hari. Respon estrus diamati setiap tiga jam sekali dengan cara memasukkan pejantan pengusik ( teaser) ke dalam kandang kambing. Kambing dianggap positif estrus (onset estrus) jika diam dinaiki oleh pejantan. Pemberian progesteron menghasilkan estrus 100% lebih tinggi dibanding respon pada pemberian PGF2α estrus 70%. Onset estrus kelompok CIDR adalah 35.80±13.33 jam lebih cepat dibandingkan kelompok PGF2α yaitu 45.6±9.2 jam. Gejala klinis vulva (kemerahan dan kebengkakan) lebih tinggi intensitasnya pada pemberian progesteron (90%&80%) dibanding PGF2α (85.7%&71.4%). Intensitas kebasahan (lendir vulva) tidak menjadi pengamatan utama karena sangat bervariasi antar individu. Pemberian progesteron memperlihatkan intensitas 60% dan 57.1% pada Pgf2α. Lama estrus hasil pemberian PGF2α 52.17±3.34 jam lebih lama dibanding penanaman CIDR sebesar 49.61±3.56 jam. Kesimpulan, pemberian hormon progesteron dan PGF2α bisa memperbaiki fungsi reproduksi pada kambing anestrus postpartum 2-4 bulan. Progesteron dan Pgf2α mempersingkat lama anestrus post partum. Kata kunci: Anestrus Post Partum, kambing PE, PGF2α and Progesteron Pendahuluan Kambing PE merupakan ternak yang cukup produktif dan adaptif dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga banyak peternak yang menggunakan kambing sebagai penghasil tambahan. Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa (asal India) dengan kambing Kacang, yang penampilannya mirip Ettawa tetapi lebih kecil. Kambing Peranakan Ettawa memiliki tubuh dengan kisaran berat badan betina 40,2 kg dan jantan 60 kg yang difungsikan sebagai penghasil susu dan daging (Pamungkas. et al. 2009). Syukur (2006) menyatakan kambing mencapai dewasa kelamin pada umur 6 sampai dengan 10 bulan, dan dikawinkan pada umur 10-12 bulan atau saat bobot badan mencapai 55-60 kg. Umur estrus pertama bagi kambing PE adalah 8 10 bulan (Utomo, 2011). Jumlah anak sekelahiran (litter size) kambing PE 1,3 1,7 (Subandriyo et al., 1986); Adriani et al., 2003; Sutama. 2007) dengan selang beranak yang relatif pendek yaitu 240 hari (Sodiq dan sumaryadi 2002) maka hal tersebut sangat potensial untuk peningkatan populasi. Kejadian anestrus post partum pada kambing PE sering terjadi dalam waktu yang lama sehingga menimbulkan kerugian ekonomis. Seperti hasil penelitian (Freitas 2004) menunjukkan bahwa kambing mengalami anestrus post partum sampai 200 hari yaitu pada kambing Anglo Nubian 14.7% (5/34) dan Saanen 24.0% (6/25). Djajanegara dan Chaniago (1988) melaporkan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1341
hasil rata-rata selang beranak dipedesaan 360-450 hari. Anestrus post partum bisa terjadi karena kesalahan manajemen reproduksi dan kualitas pakan sehingga mengakibatkan hipofungsi ovarium. Selain itu keberadaan Corpus Luteum (CL) persisten dapat mengganggu fungsi reproduksi. Lamanya fase Anestrus Post Partum pada kambing sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan (Gonzalez-Stagnaro C.1984) Progesteron (P4) efektif untuk menstimulasi folikulogenesis sehingga ternak mencapai estrus (Fonseca et al. 2005). Pemberian progesteron (CIDR) secara intravaginal dalam waktu tertentu akan menyebabkan estrus. Setelah Pencabutan CIDR akan menurunkan jumlah progesteron secara drastis sehingga memicu hipotalamus untuk melepaskan hormon GnRH, selanjutnya terjadi pelepasan hormon FSH dan LH oleh hipofisa anterior. FSH dan LH akan merangsang terjadinya perkembangan folikel sehingga dimulainya estrus kembali. Pemberian Prostaglandin (PGF2α) berfungsi untuk melisiskan corpus luteum yang mengakibatkan hormon progesteron menurun sehingga memicu terjadinya proses folikulogenesis dan dapat merangsang kambing estrus. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi reproduksi dengan menggunakan hormon PGF2α atau progesteron (CIDR-G) pada kambing PE anestrus post partum Metodologi Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014. Hewan percobaan yang digunakan adalah Kambing PE betina sebanyak 30 ekor untuk perlakuan hormon masing-masing kelompok 10 ekor. Kambing berumur 4-5 tahun, berat badan 35-40 kg, kondisi sehat dan dalam keadaan anestrus post partum 2 4 bulan. Satu bulan sebelum perlakuan hormon kambing diberi legum berkualitas (kaliandra) dan pakan berupa konsentrat yang memiliki protein kasar 16% sebanyak 600 g/e/h yang dilanjutkan selama penelitian dengan komposisi seperti pada tabel.1. Rumput dan air minum disediakan secara adlibitum. Kambing dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok CIDR 10 ekor, kelompok PGF2α 10 ekor dan kontrol 10 ekor. Hormon yang digunakan dalam penelitian adalah CIDR (0.3 g progesterone; Pharmacia and Upjohn, Co., Hamilton, New Zealand) dan PGF2α (Lutalyse: dinoprost tromethamine 5 mg/ml dan benzil alkohol 1,65%) sebanyak 5 mg/ekor. Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Konsentrat Selama Penelitian No Nama bahan Jumlah Komposisi Kimia (%) (kg) BK TDN PK Ca P 1 Pollard 20 86 68 16 0.2 0.8 2 Bekatul 40 86 58 10 0.1 1.2 3 Bungkil biji kapuk 10 86 63 26 0.7 2.8 4 Bungkil kopra 20 86 67 18 0.1 0.6 5 Kedelai 3.5 86 69 32 - - 6 Tetes 6 83 58 3.3 0.8 0.1 7 Urea 0.5 - - 2.81 - - Keterangan : BK= bahan Kering, TDN= total digestible nutrient, PK= Protein Kasar, Ca= calcium dan P = phosphor 1342 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Pemberian Progesteron (CIDR) Setelah 1 bulan pemberian pakan berkualitas maka selanjutnya pemberian hormon progesteron menggunakan CIDR-G dengan bantuan aplikator ditanam secara intravaginal selama 12 hari. CIDR dicabut pada hari ke-13 kemudian dilakukan pengamatan estrus (Gambar 1) Tanam Cabut CIDR Selama 12 hari Deteksi estrus Estrus Gambar.1. Penanaman CIDR Pemberian PGF2α Satu bulan setelah pemberian pakan Kambing diberi hormon PGF2α sebanyak 5 mg/ekor. pemberian Hormon PGF2α dilakukan 2 kali dengan selang waktu 11 hari. Kambing diamati terhadap timbulnya respon estrus setelah penyuntikan PGF2α ke-2 (Gambar 2). ke-1 ke-2 PGF2α Selang 11 hari Deteksi estrus Estrus Gambar. 2. Pemberian PGF2α Pengamatan Estrus Respon estrus diamati pada kedua kelompok perlakuan setiap tiga jam sekali dengan cara memasukkan pejantan pengusik ( Teaser) kedalam kandang betina hewan coba setelah selesai perlakuan hormon. Kambing dianggap positif estrus (onset estrus) jika diam dinaiki oleh pejantan. Kambing yang sudah estrus diberi tanda berwarna merah dipangkal lehernya. Pengamatan kambing terhadap respon estrus meliputi: Persentase estrus : Jumlah kambing yang estrus dibagi jumlah kambing yang diberi perlakuan (%) Onset estrus : Lama waktu yang diperlukan dimulai dari setelah pencabutan CIDR atau sejak pemberian hormon PGF2α yang ke-2 sampai dengan estrus muncul/diam dinaiki (Jam) Intensitas estrus : Warna kemerahan, kebengkakan dan lendir vulva (Bagus = ++, kurang= +) Lama estrus : Lama waktu sejak onset estrus (diam dinaiki) sampai menolak dinaiki oleh pejantan (Jam) Rancangan Penelitian dan Analisis Data Penelitian menggunakan rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan masingmasing 10 ulangan (10 ekor). Data yang diamati onset estrus dan lama estrus di analisis dengan ANOVA. Persentase estrus dan intensitas estrus (bengkak,warna & lendir vulva) secara deskriptif. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1343
Hasil dan Pembahasan Presentase dan Onset Estrus (Gambar 2). Pada penelitian ini kambing disebut onset estrus saat diam dinaiki oleh pejantan Gambar 2. Kambing onset estrus (diam dinaiki pejantan) Jumlah kambing yang estrus pada kelompok kontrol sebanyak 4 dari 10 ekor (40%). Pada kelompok perlakuan hormon hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kambing yang estrus setelah pencabutan CIDR (progesteron) sebesar 100% dan setelah pemberian PGF2α sebesar 70% (Tabel.2). Hal ini sesuai penelitian Dewi et al. (2011) dan penelitian Diah et al. (2010) yang menghasilkan kambing estrus 100% setelah mencabut CIDR yang ditanam selama 10 hari diikuti injeksi PGF2α. Akan tetapi lebih tinggi dari penelitian Fukui et al. (1994) yang menyatakan estrus 91,2%. Respon estrus hasil pemberian PGF2α sebanyak 2 kali selang 11 hari pada penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Tambing dan Sariubang (2008) yang menghasilkan estrus 84,1% sedangkan Siregar et al. (2010) menghasilkan estrus 100%. Besarnya respon estrus pada pemberian PGF2α tergantung dari adanya Corpus Luteum (CL) dalam ovarium (Wurlina, 2005). Ternak dalam status hipofungsi ovarium, maka tidak akan berespon bila diberi PGF2α. Dalam penelitian ini 3 dari 10 ekor (30%) kambing tidak estrus, hal tersebut diperkirakan karena dalam kondisi hipofungsi ovarium. 1344 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel.2. Presentase dan waktu onset estrus menurut Kelompok. Estrus Kelompok Kambing (n) Onset estrus (Jam) P-value n % Kontrol 10 4 40 *185.03±85.6 a <.0001 PGF2α 10 7 70 45.59±9.23 b 0.1150 CIDR 10 10 100 35.81±13.33 b Keterangan= * setelah 1 bulan pemberian pakan Terdapat perbedaan onset estrus pada kelompok CIDR dan PGF2α masing-masing 35.81±13.33 dan 45.6±9.2 kelompok CIDR. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sunendar (2008) yaitu antara 20-40 jam dan mendekati hasil penelitian Semiadi et al. (2003) yang menyatakan waktu onset estrus 38,22 jam. Namun lebih lambat dari Suharto et al. (2007) yaitu 26.6±0.98 jam. Kelompok PGF2α menunjukkan onset estrus sebesar 45.6 jam lebih lambat dibandingkan hasil Tambing dan Sariubang (2008) yang menyatakan 30.5 jam. Akan tetapi lebih cepat dibanding hasil penelitian Romano (1998) onset estrus rata -rata 53.1 jam. Rataan waktu muncul estrus pada kelompok kontrol mencapai 7 hari (185 jam) setelah pemberian pakan selama 1 bulan. Perbedaan hasil penelitian onset estrus dimungkinkan karena perbedaan perilaku seksual kambing pejantan yang digunakan untuk mendeteksi estrus, kondisi tubuh ternak dan pemberian pakan (Kresno dan Eko, 2010). Pemberian progesteron intravaginal memiliki onset estrus lebih cepat dibanding pemberian PGF2α tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05). sedangkan perbedaan antara kelompok perlakuan ( CIDR dan PGF2α) dengan kontrol ada perbedaan nyata ( P<0.05). Kondisi ini terjadi karena kelompok kontrol tidak diberi perlakuan sehingga penentuann awal waktu sampai mulai muncul estrus berbeda. Timbulnya estrus setelah pencabutan CIDR diawali dengan turunnya konsentrasi progesteron secara cepat dalam darah. Penurunan kadar hormon progesteron menyebabkan hipotalamus mensekresikan GnRH dan hipofisa segera mensekresikan FSH ke dalam darah selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan folikel. Folikel yang tumbuh dan matang akan menghasilkan estrogen dari sel theca dari folikel. Peningkatan kadar estrogen akan menyebabkan umpan balik positif ( positif feedback) terhadap LH pada hipotalamus sehingga terjadi estrus dan ovulasi (Menchaca et al., 2007). Timbulnya estrus pada pemberian PGF2α diawali lisisnya Corpus Luteum kemudian terjadi penurunan hormon progesteron dalam darah yang memicu terjadinya proses folikulogenesis sehingga terjadi estrus. Intensitas Estrus Intensitas estrus memperlihatkan vulva warna merah, bengkak dan berlendir (Gambar. 3). Peningkatan intensitas estrus merupakan tanda-tanda estrus pada kambing. Dari pengamatan ditemukan gejala estrus sesuai pernyataan Siregar et al. (2004) yaitu kambing mengalami gelisah, vulva bengkak dan berwarna kemerahan, bila diraba terasa hangat, keluar lendir dan diam dinaiki. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1345
Merah Bengkak Lendir = Vulva basah Gambar. 3. Gejala klinis vulva kambing yang sedang estrus Kemerahan dan kebengkakan pada kelompok kontrol menunjukkan 2 ekor (50%) kondisi bagus. Sedangkan intensitas estrus pada kelompok progesteron menunjukkan kemerahan dan kebengkakan lebih baik daripada PGF2α. Pada pemberian progesteron menunjukkan sebanyak 80% kemerahan dan 70% kebengkakan lebih bagus dibandingkan dengan pemberian PGF2α kemerahan 71.4% dan kebengkakan 57.1% (Tabel.3). Lendir merupakan bukan pengamatan yang utama karena lendir vulva, ternyata pada kambing bervariasi antara individu. Sebanyak 5 dari 10 ekor (50%) pada pemberian progesteron menunjukkan adanya lendir cukup banyak dan pada pemberian PGF2α hanya 3 dari 7 ekor ( 42.8%). Namun demikian perbedaan lendir terlihat pada ternak kambing dan dalam intensitas yang berbeda. Tabel 3. Intensitas estrus kambing setelah pemberian PGF2α dan CIDR Kel N Merah Bengkak Lendir + ++ + ++ + ++ Kontrol 4 2 (50%) 2 (50%) 2 (50%) 2 (50%) 2 (50%) 2 (50%) CIDR 10 2 (20%) 8 (80%) 3 (30 %) 7 (70 %) 5 (50%) 5 (50%) PGF2α 7 2 (28%) 5 (71%) 3 (43%) 4 (57%) 4 (57%) 3 (43 %) Keterangan: Kurang = +, Bagus = ++ Timbulnya gejala kebengkakan dan kemerahan vulva tergantung dari banyaknya estrogen yang dihasilkan oleh folikel matang. Folikel menghasilkan hormon estrogen yang mampu memanifestasikan gejala birahi (Hafez dan Hafez, 2000). Fungsi estrogen akan meningkatkan sirkulasi darah pada alat kelamin terutama vulva. Selain itu, pengaruh estrogen menyebabkan perkembangan sel epitel dengan terjadinya hiperplasi dan hipertropi. Hal tersebut akan meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai perubahan pada vulva dan keluarnya lendir transparan (Lammoglia et al. 1998). Lama Estrus Lama estrus pada ternak kambing kelompok kontrol 52.96±2.06 jam, sedangkan pada kelompok perlakuan pemberian PGF2α 52.174±3.34 lebih panjang daripada perlakuan pemberian progesteron (CIDR) yakni lama estrus 49.61±3.56 jam (T abel.4). Lama estrus dipengaruhi oleh 1346 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
umur, kondisi tubuh dan juga jenis hormon yang digunakan untuk sinkronisasi atau induksi estrus (Hastono. 2000). Tabel.4. Lama estrus berdasarkan kelompok. Kelompok Rataan (Jam) Kisaran (jam) Kontrol 52.96±1.6 51.5-54.42 CIDR 49.61±3.56 45-54.15 PGF2α 52.174±3.34 48.23-57.31 Keterangan : P= 0.2687, P> 0.05 Perbedaan lama estrus diantara kelompok progesteron dan PGF2α serta kontrol tidak berbeda nyata ( P>0.05). Pemberian progesteron memperlihatkan lama estrus ( 49.61±3.56) mendekati laporan Semiadi et al. (2003) yaitu lama estrus 48.63 jam akan tetapi l ebih panjang dibanding penelitian Sunendar (2008) yang menghasilkan lama estrus 36.61±2.5 jam dan (Dewi et al. 2011) sebesar 32.4±1.47 jam. Lama estrus hasil pemberian PGF2α adalah 52.174±3.34 pada penelitian ini mendekati laporan Tambing dan Sariubang (2008) yaitu lama estrus 50.1±1.50 jam. Secara alami lama berahi pada kambing PE 25-40 jam (Sutama 1996). Menurut Jainudeen et al. (2000) Durasi estrus kambing antara 24 sampai 48 jam dan Hafez and Hafez (2000) menyatakan lama estrus kambing 26-42 jam. Sebagai pembanding, hasil penelitia Greyling (2000) lama berahi pada kambing Boer sebesar selama 37 jam. Lamanya birahi bervariasi antara jenis hewan dan antara individu dalam satu spesies disebabkan oleh beberapa faktor seperti pejantan yang digunakan saat deteksi estrus, teknik pemeliharaan dan lokasi (Toelihere. 1979). Kesimpulan dan Saran Pemberian hormon progesteron dan PGF-2α bisa meningkatkan fungsi reproduksi pada kambing anestrus post partum 2-4 bulan. Progesteron dan PGF-2α mempersingkat lama anestrus post partum. Penanaman Progesteron secara intravaginal menghasilkan respon estrus lebih baik dibandingkan pemberian PGF2α (injeksi). Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu ovulasi guna mementukan waktu optimal kawin terutama program Inseminasi Buatan. Daftar Pustaka Adriani, A Sudono, T Sutardi, W Manalu dan I-k Sutama. 2003. Optimasi produksi anak dan susu kambing Peranakan Etawah dengan superovulasi dan suplementasi seng. Forum Pascasarjana, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 26 (4):355-352. Dewi RR, Wahyuningsih dan Diah TW. 2011.Respon estrus pada kambing peranakan ettawa dengan Body condition score 2 dan 3 terhadap kombinasi Implant controlled internal drug release jangka Pendek dengan injeksi PGF2α f2 alpha. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol. 5 No. 1, Maret 2011. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1347
Diah TW, Aris J, Kresno S, Amelia O, Wahyuningsih. 2010. Reproduction Performance of Etawah Cross BredGoats in Estrus Synchronization by ControlledInternal Drug Release Implant and Pgf2α Continued by Artificial Insemination. World Academy of Science, Engineering and Technology 65. Djajanegara A and TD Chaniago.1988. Goat meat production in indonesia. In: C. Devendra (ed). Goat Meat Production In Asia. International Development Research Centre. Ottawa Fonseca JF, Bruschi JH, Santos ICC, Viana JHM and Magalhaes ACM. 2005. Animal Reproduction Science. 85. 117-124. Freitas VJF, Rondina D, Nogueira DM and Simplicio AA. 2004. Post-partum anoestrus in Anglo-Nubian and Saanen goats raised in semi-arid of North-eastern Brazil. Livestock Production Science 90 : 219 226. Fukui YK, Tabuchi, Yamada A, Hayashi N and Tanaka K. 1994. Effect of insertion periods of Controlled Internal Drug Release device (CIDR) in conception rate by fixedtime intrauterian insemination with frozen semen in seasonally anestrous ews. J Reprod Dev 40: 221-226. Greyling JPC. 2000. Reproduction Traits in the Boer goats doe. Small Ruminant Research. 36: 171-177. Gonzalez-Stagnaro C. 1984. Comportamiento reproductivo de las razas locales de rumiantes em el tropico americano. In: Chemineau, P., Gauthier, D., Thimonier, J. (Eds.), Reproduction des ruminantes en zone tropicale, vol. 1. Les Colloques de l INRA, Pointa`-Pitre, Guadeloup, pp. 1 8. Hafez B and ESE Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia. pp. 59 63. Jainudeen MR, Wahid H and Hafez ESE. 2000. Sheep and goats. Di dalam: Hafez B dan Hafez ESE, editor. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. USA: Lippincott Williams and Wilkins. hlm 172-181. Kresno S dan Eko M. 2010. Sinkronisasi Estrus dengan Implant Controlled Internal Drug Release Intravaginal Pada kambing Peranakan Ettawa. Buana Sains. Vol.10 No: 1(1-7).2010 Lammoglia MA, RE Short, SE Bellows, MD Macneil and HD Hafs. 1998. Induced and synchronized estrus in cattle. J. Anim. Sci. 76:1662-1670 Menchaca A, Miller V, Salveraglio V and Rubianes E. 2007. Endocrine, Luteal and Follicular Responses After the use of the Short-Term Protocol to Synchronize Ovulation in Goats. Animal Reproduction Science 102 : 76 87. Pamungkas FA, Batubara A, Doloksaribu M dan Erwin Sihite. 2009. Potensi Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 23-25 Romano JE. 1998. Effect of two doses of cloprostenol in two schemes for estrous synchronization in Nubian goats.. Small Rum.Res. 28:171-176 Semiadi G, I ketut Sutama dan Yosep Saefuddin. 2003. Sinkronisasi Estrus Pada Kambing Peranakan Etawah Menggunakan CIDR-G.Animal Production.Vol.5(2).2003:83-86. Siregar TN, Armansyah T, Sayuti A dan Syafruddin. 2010. Tampilan Reproduksi Kambing Betina Lokal yang Induksi Berahinya Dilakukan dengan Sistem Sinkronisasi Singkat. Jurnal Veteriner Maret. Vol. 11 No. 1 : 30-35. 1348 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Siregar TN, N Areuby, G Riady dan Amiruddin. 2004. Efek pemberian PMSG terhadap respon ovarium dan kualitas embrio kambing lokal prepuber. Med. Ked. Hewan 20(3):108 112. Sodiq A and MY Sumaryadi. 2002. Reproductive performance of Kacang and Peranakan Etawah goat in lndonesia. J. Anim. Prod. 4(2):52-59. Subandriyo, B Setiadi and P Sitorus. 1986. Etawah grade goat production in Bogor and Cirebon goat station of West Java. Working paper no. 82, Sr-Crsp/ Balai Penelitian Ternak, Bogor. Suharto KA. Junaidi and DT Widayati. 2007. Short term intravaginal CIDR for estrus induction in low versus ideal body score condition of Ettawa crossbreeds goats Icobowas- Unair, 6-8 Agustus. Surabaya Sunendar. 2008. Profil Hormon Progesteron dan Estrogen pada Kambing Peranakan Ettawa yang Disinkronisasi Estrus dengan Implan Controlledn Internal Drug Release. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sutama I-K. 2007. Pengembangan kambing Perah suatu alternatif peningkatan produksi susu dan kualitas konsumsi gizi keluarga pedesaan. Pros. Seminar Nasional Hari Pangan sedunia XXVII. Bogor, 21 november 2007. Badan Litbang dan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. hlm. 116-124. Syukur DA. 2006.http://disnakkeswanlampung. go.id/brosur/kambing. Tambing SN dan Sariubang M. 2008. Kajian Komponen Teknologi Inseminasi Buatan (Ib) Pada Induk Kambing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008. Toelihere MR. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Utomo S.2011. Produktivitas Kambing PE di Wilayah Pengembangan Pesisir Pantai Kecamatan Wates, Kulon Progo. Laporan Penelitian. Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Wurlina. 2005. Pengaruh berbagai dosis prostaglandin F2 α terhadap kualitas birahi pada kambing lokal. Media Kedokteran Hewan. 21 (2): 84-87. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1349