BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses. sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Kader posyandu mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan bisa dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 mengatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006). kesehatan ditingkat desa. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan. Guna. mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita, orang tua perlu

BAB I PENDAHULUAN. gizi anak balitanya. Salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan di tiap kelurahan/rw. Kegiatannya berupa KIA, KB, P2M

BAB 1 GAMBARAN PROGRAM PUSKESMAS KALIPARE TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi atau peran serta masyarakat mempunyai arti yang sangat luas, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, tergantung pada keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

Oleh : Teti Herawati* *Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007). Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009, p.98).

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber

Fatma Helna 1, Khoidar Amirus 2, Gunawan Irianto 3 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 4,9 persen tahun Tidak terjadi penurunan pada prevalensi. gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. 2

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem Kesehatan Nasional merupakan suatu tatanan yang mencerminkan

BAB I PENDAHULUAN. Visi Kementrian Kesehatan adalah mencapai masyarakat yang mandiri

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 14, Juli 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta

BAB I PENDAHULUAN. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN. Masa golden period, potensi-potensi yang dimiliki seseorang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU, UMUR DAN STATUS GIZI BAYI/ BALITA DENGAN KEPATUHAN IBU BERKUNJUNG KE POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan mempunyai arti penting dalam. kehidupan nasional, khususnya didalam memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEHADIRAN IBU MENIMBANG ANAK BALITA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALALAK TENGAH DAN PUSKESMAS S

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

imunisasi, Gizi dan Penanggulangan diare (Zulkifli, 2003). Kegiatan posyandu penting untuk bayi dan balita, karena tidak terbatas hanya pemberian

BAB I PENDAHULUAN. (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PELAKSANAAN TUGAS KADER DENGAN KINERJA POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDANARAN SEMARANG TAHUN 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I. A. Latar Belakang. Dalam Al-Qur an terkandung segala bentuk tata kehidupan, mulai dari. Qur an surat Al- Baqarah dan surat Yunus yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional menurut Radiansyah (dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM UNTUK PEJABAT DINAS KESEHATAN DAN TPG PUSKESMAS

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan di Indonesia tingkat

BETTY YULIANA WAHYU WIJAYANTI J.

BAB I PENDAHULUAN. (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya

GAMBARAN PELAYANAN KUNJUNGAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DUSUN MLANGI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Serambi Saintia, Vol. II, No. 2, Oktober 2014 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POSYANDU TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dengan usia dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Radiansyah, 2007). Salah satu upaya cukup penting terhadap peningkatan kualitas sumber daya mausia adalah upaya peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktifitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika ditelusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan gizi (Supariasa, 2001). Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan bisa dijadikan sebagai salah satu parameter yang dapat menentukan kualitas sumber daya manusia sebuah Negara, karena melalui pelayanan kesehatan dapat dilihat maju atau tidaknya suatu Negara. Selain itu, kesehatan merupakan faktor 16

yang penting bagi individu, karena tingkat kesehatan individu juga mempengaruhi individu tersebut untuk mencapai suatu kondisi yang sejahtera. kesehatan sebagai salah satu bidang yang sangat berkaitan dengan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, maka kesehatan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena menjadi salah satu faktor untuk mencapai kondisi yang sejahtera (Adi, 2002). Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting bagi pertumbuhan anak, oleh sebab itu balita perlu ditimbang secaca teratur sehingga dapat diikuti pertumbuhan berat badannya. Anak yang sehat akan tumbuh pesat, bertambah umur bertambah berat badannya. Agar kegiatan penimbangan dapat mempunyai makna secara efektif dan efisien, maka hasil penimbangan setiap balita dapat dicantumkan pada grafik dalam KMS balita, kemudian dipantau garis pertumbuhan setiap bulannya, sehingga setiap anak dapat diketahui kesehatannya sejak dini. Hasil penimbangan balita di posyandu dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat dan instansi atau aparat pembina untuk melihat sampai seberapa jauh jumlah balita yang ada di wilayahnya tumbuh dengan sehat, sehingga dapat menggambarkan keberhasilan dari kegiatan posyandu (Depkes RI, 2001). Cakupan penimbangan ada kaitannya dengan faktor internal ibu balita seperti: tingkat pendidikan ibu balita, tingkat pengetahuan ibu balita, perilaku kesehatan, umur balita, status gizi balita, disamping itu juga berkaitana dengan jarak posyandu serta peran petugas kesehatan, tokoh 17

masyarakat, kader posyandu. Masalah lain yang berkaitan dengan kunjungan di posyandu antara lain : dana oprasional dan sarana prasarana untuk menegakkan kegiatan posyandu, tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keuarga dan masyarakat akan manfaat posyandu serta pelaksanaan pembina kader (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Data yang dikeluakan UNICEF-WHO-The World Bank Join Child Malnutrition Estimates tahun 2012 menyebutkan 165 juta anak usia dibawah lima tahun diseluruh dunia mengalami stunted dan diperkirakan terdapat 101 juta anak dibawah usia lima tahun di seluruh dunia mengalami masalah berat badan kurang. Tingkat prevelensi stunting tinggi dikalangan anak dibawah usia lima tahun terdapat di Afrika (36%) dan Asia (27%) (UNICEF,2012). Data Riset Kesehatan dasar (Kemenkes) tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang serta informasi tentang pemantauan pertumbuhan anak diperoleh dari frekuensi penimbangan anak balita selama enam bulan terahir idealnya anak balita ditimbang minimal enam kali. Frekuensi penimbangan >4 kali sedikit menurun pada tahun 2013 (44,6%) dibanding tahun 2007 (45,4%). Anak umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terahir meningkat dari 25,5% (2007) menjadi 34,3% (2013). Sebaiknya semakin tinggi umur anak semakin tinggi pula presentase anak yang ditimbang di posyandu. Pada anak 18

sampai usia lima tahun seharusnya dibawa ke posyandu setiap bulan (Kemenkes RI, 2013). Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2013) partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2013 sebesar 72,44% menurun dibandingkan dengan pencapaian tahun 2012 (79,0%). Berdasarkan laporan tahun 2013, jumlah balita gizi buruk yang ditemukan sebanyak 326 balita atau 0,42% dari balita yang datang dan ditimbang. Dari 326 balita gizi buruk yang mandapatkan perawatan sesuai pedoman/standar adalah sebesar 41,7% hasil cakupan ini jauh dari target SPM yang ditetapkan yaitu 100% (Revisi Rencana Strategis Dinkes Kab. Pemalang, 2011-2016) Keberadaan posyandu dalam masyarakat memang berperan penting, namun masih banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkan secara maksimal. Penurunan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut salah satunya dapat dilihat dari pemanfaatan posyandu oleh keluarga yang mempunyai anak balita yaitu perbandingan antara jumlah anak balita yang dibawa ke posyandu dengan jumlah anak balita seluruhnya dalam satu wilayah kerja posyandu proporsinya masih rendah. Adapun standar pelayanan minimal untuk D/S adalah 80% (Depkes RI, 2005). Cakupan penimbangan baita (D/S) sangat penting karena merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi balita, cakupan pelayanan dasar khususnya imunisasi dan prevelensi 19

gizi kurang. Semakin tinggi cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A dan semakin tinggi cakupan imunisasi (Depkes RI, 2010). Keaktifan ibu pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya. Karena salah satunya tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil. Agar tercapai itu semua maka ibu yang memiliki anak balita hendaknya aktif dalam kegiatan posyandu agar status gizi balitanya terpantau (Kristiani, 2007). Beberapa dampak yang dialami balita, bila ibu balita tidak aktif dalam kegiatan posyandu antara lain tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan balita yang normal, tidak mendapat vitamin A untuk kesehatan mata, ibu balita tidak mengetahui pertumbuhan berat badan balita tiap bulan, ibu balita tidak mendapatkan pemberian dan penyuluhan tentang makanan tambahan (PMT), dengan aktif dalam kegiatan posyandu ibu balita dapat memantau tumbuh kembang balitanya (Depkes RI, 2007). Banyak faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu ke posyandu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sambas (2002), bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu berhubungan dengan partisipasi ibu ke posyandu. Menurut Maharsi (2007) ditemukan bahwa pengetahuan juga berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke posyandu. Selanjutnya, hasil penelitian Sambas (2002) juga ditemukan, bahwa kepemiikan KMS 20

berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke posyandu, hal ini karena KMS dapat menjadi motivasi bagi ibu untuk hadir ke posyandu, serta masih terdapat beberapa faktor lagi yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke posyandu, yaitu sikap ibu, jarak dari rumah ke posyandu, pendapatan keluarga, perilaku kader, perilaku petugas kesehatan serta perilaku tokoh masyarakat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Desember 2015 di desa Pegiringan Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang terdapat 6 posyandu, dengan jumlah keseluruhan balita sebanyak 693 dan yang rutin ditimbang ke posyandu sebanyak 402 balita. Hasil wawancara dengan 10 ibu balita yang tidak membawa balitanya ke posyandu karena sibuknya pekerjaan yang dilakukannya, usia balita yang sudah lebih dari 12 bulan, anak yang sudah mulai sekolah, ada beberapa ibu juga yang tidak mau anaknya diimmunisasi dengan alasan anaknya mengalami panas setelah diimunisasi. B. Rumusan Masalah Melihat masalah di atas, maka peneliti ingin mengetahui; bagaimana hubungan pekerjaan, pengetahuan, pendidikan dan usia balita terhadap keaktifan ibu berkunjung ke posyandu?. 21

C. Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pekerjaan, pengetahuan, pendidikan dan usia balita terhadap keaktifan ibu berkunjung ke posyandu di Desa Pegiringan, Kec. Bantarbolang, Kab. Pemalang. 2.Tujuan Khusus a. Mengetahui variabel pekerjaan, pengetahuan, pendidikan, dan usia balita. b. Mengetahui hubungan status pekerjaan ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu c. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu. d. Mengetahui hubungan pendidikan ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu. e.mengetahui hubungan usia balita terhadap kunjungan ke posyandu. D. Manfaat Penelitian 1.Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Dapat menambah sumber referensi bagi mahasiswa dan memperlus kajian tentang pengaruh status pekerjaan ibu, pengetahuan, pendidikan dan usia balita terhadap kepatuhan ibu dalam membawa balita ke posyandu. 22

2. Bagi Petugas Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sebagai dasar pembangunan program untuk balita di puskesmas dan posyandu setempat. 3. Bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi bagi masyarakat khususnya ibu yang mempunyai balita agar mau turut berpartisipasi dalam kegiatan - posyandu sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan balitanya. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut dan dapat memperdalam serta memperluas kajian tentang manfaat posyandu balita dan pengaruh status pekerjaan ibu, pengetahuan, pendidikan dan usia balita terhadap kepatuhan ibu dalam membawa balita ke posyandu. E. Peneliti Terkait Beberapa penelitian telah dilakukan dengan topic sebagai berikut: 1. Yumianti, (2014), berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan ibu balita berkunjung ke posyandu Delima Merkar 03 di desa karang dadap, kecamatan kalibagor, kabupaten Banyumas penelitan tersebut merupakan penelitian yang menggunakan desain penelitian dengan metode cross sectional, variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap, pekerjaan, dukungan keluarga dalam berkunjung ke posyandu. Hasil penelitian menunjukan hubungan pengetahuan dengan keaktifan kunjungan ke posyandu ( p.value =0,0001), sikap berhubungan dengan 23

keaktifan kunjungan ke posyandu (p.value =0,0001), pekerjaan dengan keaktifan kunjungan ke posyandu ( p.value =0,0001), dukungan keluarga dengan keaktifan kunjungan ke posyandu ( p.value =0,0001). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian adalah pada variabel yaitu pengetahuan, sikap, pekerjaan, dukungan keluarga dalam berkunjunga ke Posyandu dengan metode cross sectional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel pengetahuan dan pekerjaan. 2. Prihatiningsih. K.A, (2012), berjudul Tingkat pengetahuan Ibu Balita Tentang Posyandu Di Posyandu Cempaka I Dusun Trenggalek Sidoharjo Sragen Tahu 2012 penelitian tersebut merupakan penelitian yang menggunakan disain peneitian dengan metode Observasional Deskriptif, Variabel yang diteliti adalah Pengetahuan Ibu Balita Tentang Posyandu. Hasil penelitian menunjukan Tingkat pengetahuan baik ibu balita tentang posyandu sebanyak (14%), pengetahuan cukup sebanyak (72%) dan pengetahuan kurang sebanyak (14%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah variabel penelitian pengetahuan Ibu Balita Tentang Posyandu. Dengan metode Observasional Deskriptif. Persamaan penelitian ini dengan penalitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel pengetahuan ibu balita tentang posyandu. 3. Mimpor, (2008), berjudul Beberapa faktor yang berhubungan dengan praktik ibu dalam berkunjung ke Posyandu (di wilayah Puskesmas 24

Tanjung Puri Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat) penelitian tersebut merupakan penelitian yang menggunakan desain penelitian dengan metode Cross Sectional, Variabel yang diteliti adalah Praktik, Immunisasi, Pengetahuan, Sikap dan Dukungan keluarga dalam berkunjung ke Posyandu. Hasi penelitian menunjukan Immunisasi balita berhubungan dengan praktik (p.value =0,03). Pengetahuan berhubungan dengan Praktik, (p.value =0,001). Sikap berhubungan dengan praktik (p.value =0,001). Dukungan keluarga berhubungan dengan praktik, (p.value=0,011). Perbedaan penelitian ini dengan peneliti yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel penelitian praktik, immunisasi, pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dalam kunjungan ke Posyandu. Dengan metode Cross Sectional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel pengetahuan ibu balita tentang posyandu. 4. Wicaksono, (2015), berjudul Hubungan faktor predisposing (tingkat pengetahuan, pendidikan, sikap, pekerjaan) kader dengan keaktifan kader pada kegiatan posyandu di desa Rakit penelitian tersebut merupakan penelitian yang menggunakan desain penelitian deskriptif korlasi dengan pendekatan cross sectional, variabel yang diteliti adalah pengetahuan, tingkat pendidikan, sikap dan pekerjaan kader dengan keaktifan kader pada kegiatan posyandu. Hasil penelitian menunjukan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan keaktifan kader pada kegiatan posyandu (p value=0,302),pendidikan berhubungan dengan keaktifan kader dalam 25

kegiatan posyandu (p value=0,333), sikap berhubungan dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu (p value=0,044), pekerjaan berhubungan dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu (p value=0,008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel pengetahuan, tingkat pendidikan, sikap dan pekerjaan kader dengan keaktifan kader pada kegiatan posyandu. Dengan metode Cross Sectional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel pengetahuan, pendidikan dan pekerjaan. 26