TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kualifikasi pulsa telepon seluler sebagai obyek hukum adalah: sebagai suatu obyek hubungan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

DAFTAR PUSTAKA. AZ Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menyadari pentingnya

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Perlindungan konsumen terhadap tindakan wanprestasi pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

Noer Rafikah Zulyanti *) Universitas Islam Lamongan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang sama menuntut kewajiban ditunaikan. Hubungan hak dan

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability,

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING (Alih Daya) PADAA PT. SUCOFINDO CABANG PADANG SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JASA PENGIRIMAN BARANG MENURUT KUH PERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING

BAB I PENDAHULUAN. berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sangat

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pemamparan penulis yang dituliskan dalam Bab sebelumnya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM HAL KETERLAMBATAN SAMPAINYA BARANG

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

TANGGUNG GUGAT PRODUCT LIABILITY DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

DAFTAR PUSTAKA. dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002.

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

BAB III PENUTUP. bekerja pada malam hari dapat ditarik kesimpulan:

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

Oleh : I Gusti Ayu Indra Dewi Dyah Pradnya Paramita Desak Putu Dewi Kasih. Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB III METODE PENELITIAN. dicari hubungan sebab akibat atau kecenderungannya. Penelitian merupakan suatu

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara

BAB I PENDAHULUAN. produk perawatan kecantikan yang mampu menarik hati konsumen. jenis usaha inipun

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

BAB I PENDAHULULAN. lain melindungi segenap bangsa dan seluruh tanah tumpah da rah Indonesia,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN SERVICE CHARGE DI RESTORAN

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

Transkripsi:

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING Dhevy Nayasari Sastradinata *) *) Dosen Fakultas hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu solusinya adalah dengan sistem pegawai kontrak, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Outsourcing diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, sedangkan untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti yaitu Bagaimana perngaturan tentang outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan Bagaimana tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing. Kata kunci :Penyedia jasa, Perbuatan melawan hukum, Pekerja Outsourcing. PENDAHULUAN Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya.iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).salah satu solusinya adalah dengan sistem pegawai kontrak, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Gagasan awal berkembangnya outsourcing (Alih Daya) adalah untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan. Outsourcing (Alih Daya) merupakan bisnis kemitraan dengan tujuan memperoleh keuntungan bersama, membuka peluang bagi berdirinya perusahaan-perusahaan baru di bidang jasa penyedia tenaga kerja, serta efisiensi bagi dunia usaha. Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja.pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang- Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Keputusan. 101/Menteri/ VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Undang- Undang tersebut dapat dipergunakan dan berfungsi untuk menyelesaikan masalah tanggung jawab perusahaan penyedia jasa dalam perbuatan melawan hukum

yang dilakukan oleh pekerja outsourcing adalah a. Dapat dijadikan literatur dibidang hukum khususnya hukum perdata b. Dapat digunakan bagi pihak yang terkait dalam penyelesaian permasalahan pekerja, yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum. Peranan perusahaan outsourcing yang merupakan pihak ketiga dalam perjanjian kerja antara perusahaan dengan tenaga kerja membawa dampak hubungan pertanggungjawaban, pada perusahaan yang memberikan jasa keamanan kepada perusahaan yang membutuhkan. Maka perusahaan tersebut dapat pula dimintai pertanggung jawaban apabila perbuatan melawan hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dapat merugikan perusahaan peminta jasa tenaga kerja. Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah a. Bagaimana pengaturan tentang outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003? b. Bagaimana tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing? METODE PENELITIAN Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan tersebut melakukan pengkajian pengaturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Selain itu juga digunakan pendekatan analisis (Analitical Approach), pendekatan ini maksudnya menganalisa tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja outsourcing. Adapun bahan yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundangundangan, yang penulis uraikan dan dihubungkan sedemikian rupa. Cara pengolahan data dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit yang dihadapi. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Terhadap Tanggung Jawab Pengaturan Tentang Outsourcing Untuk menentukan tingkatan besar tanggungjawabnya, dan yang wajib bertanggungjawab, berikut akan dijelaskan beberapa prinsip tanggung jawab: 1 a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru bisa dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan. Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pasal 1365, yang dikenal sebagai perbuatan melawan hukum, mensyaratkan terpenuhinya unsur pokok yaitu: a. Adanya perbuatan b. Adanya unsur kesalahan c. Adanya kerugian yang diderita d. Adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian. 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability), sampai dapat membuktikan sebaliknya. Prinsip pembuktian ini dalam hukum pidana baru diterapkan pada tindak pidana korupsi. 3. Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, misal hukum pengangkutan. 4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Istilah strict liability ini sering diidentikkan dengan tanggung jawab mutlak. Ada pakar yang membedakan antara strict liability dengan absolute liability. Pada strict liability adalah prinsip tanggungjawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun ada pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misal force majeur. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Pembedaan tanggung jawab tersebut juga dapat dilihat dari ada tidaknya hubungan kausalitas antara subyek yang bertanggungjawab dengan kesalahan. 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Prinsip ini sangat menguntungkan pelaku usaha karena dalam klausul perjanjian selalu mencantumkan pembatasan tanggung jawab yang dikenal 1 Celina Tri Siwi Kristiyanti. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h.87.

dengan klausul eksonerasi atau lepas dari tanggung jawab. Dalam melaksanakan pengaturan tentang outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu : 1. Pengertian Perusahaan Mengenai pengertian perusahaan ini secara ilmiah terdapat beberapa pendapat, diantaranya adalah: Menurut pemerintah Belanda perusahaan ialah keseluruhan perbuatan, yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba. Menurut Molengraff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barangbarang, atau mengadakan perjanjianperjanjian perdagangan. 2 2. Pengaturan Tentang Outsourcing Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Outsourcing merupakan perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh karena semua kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan maupun tenaga kerja yang seharusnya menjadi urusan dan ditangani langsung oleh perusahaan pengguna dialihkan kepada perusahaan penyedia jasa untuk kemudian ditangani dan menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa, maka itu perjanjian outsourcing sebagai perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Perjanjian kerja harus memenuhi ketentuan asas-asas hukum kontrak, yang meliputi asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikatnya perjanjian. Pada asas kebebasan berkontrak, terdapat kebebasan kehendak yang mengimplikasikan adanya kesetaraan minimal. Di sini antara pekerja dengan pemberi kerja harus mempunyai kedudukan yang sama tidak dalam kedudukan sub ordinasi (di bawah perintah) harus sebagai mitra kerja. Pada asas kekuatan mengikatnya kontrak, ditentukan oleh isi kontrak itu sendiri, kepatutan atau iktikad baik, kebiasaan dan peraturan perundang-undangan. 3. Perusahaan Penyedia Jasa Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) juga tidak semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pengguna jasa outsourcing hendak mengakhiri kerjasamanya dengan perusahaan outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan outsource. Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi perusahaan pengguna jasa outsourcing, karena lingkup pekerjaannya yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan perusahaan. 3 4. Perbuatan Melawan Hukum Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu antara lain kerugiankerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung, kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat. Secara prinsip, pelaku Perbuatan Melawan Hukum telah melakukan perbuatan yang mengakibatkan yang bersangkutan wajib mengganti kerugian (moril dan materil) terhadap pihak-pihak yang telah dirugikan (saudara serta pembeli) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Berbicara tentang Perbuatan Melawan Hukum tentunya akan menghadapkan kita pada hal menentukan apakah suatu perbuatan itu merupakan Perbuatan Melawan Hukum atau wanprestasi. Hal ini terjadi karena mungkin saja hal yang kita nilai sebagai Perbuatan Melawan Hukum ternyata hanya merupakan wanprestasi semata. Kita perlu mengingat kembali bahwa wanprestasi terjadi apabila seorang yang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian 2 H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Hukum Dagang Indonesia 1. Djambatan. Jakarta 2003. halaman 15. 3 Djumadi. 2008. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, h. 49-54.

tersebut tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Tanggung Jawab Perusahaan Penyedia Jasa Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Pekerja Outsourcing Bahwa meluasnya tanggung jawab berkaitan dengan perbuatan melawan hukum merupakan konsekuensi logis dari perkembangan peradaban manusia itu sendiri, terutama dimulai ketika pola relasi antara manusia yang satu dengan yang lain semakin kompleks. Harus diakui konsep hukum common law jauh lebih berkembang dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban pengusaha atau perusahaan penyedia jasa ini dibandingkan dengan system hukum kita (civil law). Dalam sistem common law, doktrin Respondeat Superior Liability adalah salah satu doktrin utama yang diterima luas sebagai dasar pertanggungjawaban perusahaan penyedia jasa dalam konteks menjalankan pekerjaan. Menurut doktrin respondeat superior ini, seorang perusahaan penyedia jasa bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan tersebut bertindak masih dalam cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup pekerjaannya. Perumusan pertanggungjawaban dalam Pasal 1367 KUH Perdata sebagai mana disebutkan di atas, masih sangat umum dan luas sehingga agak menyulitkan dalam aplikasinya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pengaturan tentang outsourcing adalah diawali dengan adanya kesepakatan antara perusahaan pengguna tenaga kerja (jasa) dengan perusahaan penyedia jasa, kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk perjanjian kerjasama pemborongan penyediaan tenaga kerja, setelah itu perusahaan penyedia jasa melakukan perjanjian dengan pekerja. 2. Tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan pekerja outsourcing yaitu seorang perusahaan penyedia jasa bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan tersebut bertindak masih dalam cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup pekerjaannya. Perumusan pertanggungjawaban dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai mana disebutkan di atas, masih sangat umum dan luas sehingga agak menyulitkan dalam aplikasinya. Saran 1. Agar setiap perusahaan yang menggunakan jasa tenaga kontrak (outsourcing) dapat memberikan hak-hak pekerja kontrak menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku. 2. Agar para pekerja kontrak dalam melakukan pekerjaan dapat bekerja dengan baik dan sekaligus hak-hakya sebagai pekerja dapat dipenuhi/diperjuangkan, maka pemerintah seharusnya memfasilitasi pekerja kontrak (outsourcing) dalam memperoleh hak-haknya dengan membuka posko-posko pengaduan terhadap tenaga kerja, melalui asosiasi tenaga kerja di dalam perusahaan yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Abdul. R Saliman. Esensi Hukum Bisnis Indonesia. Kencana Prenada Media, Jakara, 2004. Ahmadi Miru. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2008. Celina Tri Siwi Kristiyanti. Hukum Perlindungan Konsumen.: Sinar Grafika. Jakarta, 2008. Djumadi. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2008. H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Hukum Dagang Indonesia 1, Djambatan. Jakarta, 2003. Johnny Ibrahim, Teori Metode Penelitian Normatif, Banyu Media Publishing, Malang, 2005. Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta, 2002. Sentosa Sembiring. Hukum Dagang. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan