LENGGER GIYANTI KABUPATEN WONOSOBO : Dari Seni Tradisi ke Seni Wisata

dokumen-dokumen yang mirip
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren

14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

DESKRIPSI PENTAS TARI Sebagai Pengrawit (Pendukung Karawitan)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2012

FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

DASAR-DASAR PENGETAHUAN BELAJAR KARAWITAN UNTUK ANAK SD

DESKRIPSI PENTAS TARI Sebagai Pengrawit (Pendukung Karawitan)

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG

HALAMAN PERSEMBAHAN. Skripsi ini saya persembahkan untuk,

DINAMIKA SANGGAR SENI DOWOH BUDOYO DESAPAGUBUGAN KULON TAHUN

PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PETANI NANAS DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

misalnya : puisi, lukisan, tarian, kerajinan, dan sebagainya8. Sedangkan

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

BAB I PENDAHULUAN. depan yang lebih baik untuk memperbaiki budaya saat ini. Seperti yang dikatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB IV PENUTUP. Kesenian Incling Krumpyung Laras Wisma di Kecamatan Kokap

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

OPTIMALISASI PERTUNJUKAN SENDRATARI RAMAYANA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA TAMAN BALEKAMBANG SURAKARTA

GONG DAN ALAT-ALAT MUSIK LAIN DALAM ENSAMBEL

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

FUNGSI TARI BEDHAYA KETAWANG DI KERATON SURAKARTA DALAM KONTEKS JAMAN SEKARANG

PERKEMBANGAN KESENIAN GRUP KENTHONGAN DALAN LARAS DI DESA KESUGIHAN KABUPATEN CILACAP TAHUN

DAYA TARIK TARI KRETEK DALAM PENGEMBANGAN WISATA BUDAYA DI KABUPATEN KUDUS

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI

ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

PERKEMBANGAN KESENIAN LENGGER BANYUMASAN GRUP TRI EKO BUDOYO DI DESA DANASRI KECAMATAN NUSAWUNGU KABUPATEN CILACAP TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Tembang Batanghari Sembilan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud

Seni Musik Tradisional Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat

TARIAN JHARAN KENCAK. Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur

EKSISTENSI KESENIAN TRADISIONAL TARI TOPENG GETAK KALIWUNGU DI KECAMATAN TEMPEH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN SKRIPSI

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

Alat Musik Bambu Asli Indonesia Yang Hampir Punah

KRUMPYUNG LARAS WISMA DI KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO: KELANGSUNGAN DAN PERUBAHANNYA. Skripsi

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA BATU SERIBU DI KABUPATEN SUKOHARJO

TARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING

STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI SENI PERTUNJUKAN SANGGAR SENI SEKAR JAGAD DUSUN KOTAKAN DESA BAKALAN KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

BAB V PENUTUP. hasil dari kreatufutas masyarakat di Desa Ngalang, kecamatan gedangsari,

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

PERKEMBANGAN TRADISI UPACARA BERSIH DESA TANJUNG SARI DI DESA DLIMAS KABUPATEN KLATEN TAHUN

Pelestarian Kesenian Kuda Lumping oleh Paguyuban Sumber Sari di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

PENGARUH RESONATOR TERHADAP BUNYI NADA 3 SLENTHEM BERDASARKAN SOUND ENVELOPE. Agung Ardiansyah

TIGA KONSEP PENTING: VARIASI, PENGOLAHAN DAN KAIT-MENGAIT Variasi

Catharsis: Journal of Arts Education

LAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING TEMA PERANCANGAN GAMELAN KERAMIK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN APRESIASI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KASONGAN YOGYAKARTA

STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

ABSTRAK. BENTUK PENYAJIAN TARI TOPENG LÉNGGÉR DI DESA GIYANTI KECAMATAN SELOMERTO KABUPATEN WONOSOSBO Oleh: Ela Purwanti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap masyarakat di dunia memiliki ciri khas kebudayaan tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen

Ebeg. Compiled as pptx by Fajar Fitrianto

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIKAP HIDUP TOKOH WANITA DAN NILAI-NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya

MUSEUM MUSIK TRADISIONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian

ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

KAJIAN ESTETIKA KOSTUM PENARI JATHILAN Studi Kasus Pertunjukan Jathilan di Sleman, Yogyakarta

PENINGKATAN KUALITAS PERTUNJUKAN WAYANG ORANG SRIWEDARI TERHADAP UPAYA PELESTARIAN BUDAYA DI KOTA SOLO

PROFIL WISATAWAN DI MUSEUM MANUSIA PURBA SANGIRAN KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

TATA RIAS DAN BUSANA TARI PADMA MUSTIKANING KRIDA

TARI KIPAS MEGA DALAM RANGKA PAMERAN BATIK DI BENTARA BUDAYA YOGYAKARTA 18 JULI 2009 OLEH : WENTI NURYANI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

FUNGSI DAN BENTUK PENYAJIAN MUSIK KRUMPYUNG DI DESA HARGOWILIS KULON PROGO YOGYAKARTA

PENGARUH KEBUDAYAAN SUNDA DALAM KESENIAN EBEG DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH. (Kajian Antropologi-Sosiologi) ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta sebagai Ibukota Negara, sehingga eksistensi kebudayaannya juga

POTENSI PASAR TRIWINDU SEBAGAI SENTRA SOUVENIR BARANG ANTIK BAGI WISATAWAN YANG BERKUNJUNG DI KOTA SOLO

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON SEBAGAI ASET PARIWISATA DI KOTA MEDAN KERTAS KARYA OLEH TYA AULIA

UKDW LATAR BELAKANG. Sebagai tempat wisata dan edukasi tentang alat musik tradisional jawa. Museum Alat Musik Tradisional Jawa di Yogyakarta.

BAB 1 PENDAHULIAN. Bhineka Tunggal Ika yang artinya walau berbeda beda tetapi tetap satu juga.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

Transkripsi:

[pic] LENGGER GIYANTI KABUPATEN WONOSOBO 1975-2002: Dari Seni Tradisi ke Seni Wisata Skripsi Diajukan untuk menempuh ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sejarah Disusun oleh: Ifa Ira Anggraeni NIM A2C003117 Motto: Dalam hidup selalu ada harapan. FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 MOTTO DAN PERSEMBAHAN Sekecil apapun harapan itu, kita harus berjuang dan berusaha meraihnya. Koreksilah dirimu sendiri sebelum kamu mengoreksi orang lain. (Anonim) (Anonim) Dipersembahkan kepada: Bapak dan Ibuku tercinta

Suamiku tercinta Keluarga besarku tercinta Orang-orang yang ku sayangi dan yang menyayangiku. Disetujui oleh: Dosen Pembimbing, Diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Program Strata 1 Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Pada hari : Rabu Tanggal : 8 Oktober 2008 Drs. Dhanang Respati Puguh, M. Hum. NIP 132086663

Ketua, Anggota 1, Prof. Dr. Sutejo Kuwat Widodo, M. Drs. Dhanang Respati Puguh, M. Si. Hum. NIP 131458536 NIP 132086663 Anggota 2, Anggota 3, Drs. Indriyanto, S. H., M. Hum. Dra. Siti Maziyah, M. Hum. NIP 131875484 NIP 132096082 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil alamin. Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat karunia-nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Lengger Giyanti Kabupaten Wonosobo Tahun 1975-2002: Dari Seni Tradisi ke Seni Wisata. Saya mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dalam proses penelitian baik berupa bimbingan, saran, maupun kritik. Pada kesempatan ini saya berterima kasih kepada Prof. Dr. Nurdien H. Kistanto, M. A. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, dan Dr. Dewi Yuliati, M. A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro yang telah memberikan rekomendasi pelaksanaan penelitian ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Dhanang Respati Puguh, M. Hum. selaku dosen pembimbing yang telah sangat sabar, perhatian, dan pengertian terhadap penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Sutejo Kuwat Widodo, M. Si. selaku dosen wali yang telah memberi pengarahan dan ilmunya kepada saya. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar yang telah memberi pengarahan dan membagikan ilmunya selama saya menempuh studi di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Selama penelitian, saya mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo, Kantor Kepala Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo, Perpustakaan Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Perpustakaan Widya Puraya Universitas Diponegoro, Perpustakaan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Perpustakaan Museum Ronggo Warsito Semarang, Perpustakaan Wilayah Semarang, Perpustakaan Daerah Wonosobo, Kelompok Kesenian Rukun Putri Budaya Dusun Giyanti, dan masyarakat Dusun Giyanti. Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut yang telah bermurah hati meminjamkan sumber-sumber yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak dan Ibuku yang memberikan segenap cinta, kasih sayang, doa, dorongan moril dan material. Terima kasih untuk warisan ilmu yang tak terkira nilainya. Bagi saya, Bapak dan Ibu adalah yang terbaik. Terima kasih untuk suamiku tercinta atas segenap kehangatan, kebersamaan, mimpi indah, cinta dan kasih sayang yang tulus pada saya. Terima kasih kepada kakak-kakak dan adik-adik yang setia menemani, memberikan dukungan, dan doa untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk teman-teman Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih kepada sahabatku tersayang, Etik dan Coco. Saya mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya menyampaikan maaf dan mengharap adanya kritik dan saran yang dapat menjadi masukan untuk memperbaiki langkah selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan ilmu

pengetahuan. Semarang, 8 Oktober 2008 Penulis HALAMAN JUDUL MOTTO DAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR i v DAFTAR ISI ii iii iv Halaman DAFTAR ISI vii DAFTAR ISTILAH ix DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xix xx INTISARI xxi BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang dan Permasalahan 1 B. Ruang Lingkup 7 C. Tinjauan Pustaka 10 D. Pendekatan 14 E. Metode Penelitian dan Penggunaan Sumber 20 F. Sistematika 24 BAB II DUSUN GIYANTI, 1975-2002: DUSUN PERTANIAN DAN SENTRA LENGGER 26 A. Asal-usul Giyanti 26 B. Giyanti sebagai Dusun Pertanian 31 1. Kondisi Geografis 31 2. Kondisi Perekonomian Penduduk 34

C. Tradisi 35 1. Adat Istiadat Masyarakat Dusun Giyanti 36 2. Sadran Sura: Selamatan Masyarakat Dusun Giyanti 37 3. Kesenian 46 D. Dusun Giyanti sebagai Sentra Lengger 48 BAB III LENGGER TRADISI DUSUN GIYANTI 1975-1996 55 A. Asal Mula Lengger Giyanti 55 1. Arti Kata Lengger 56 2. Kemunculan Lengger Giyanti 63 3. Lengger Lanang: Lengger Giyanti Sebelum 1975 66 B. Kemunculan dan Perkembangan Kelompok Kesenian Lengger di Dusun Giyanti 73 1. Kelompok Desa 73 2. Kelompok Pribadi 77 C. Bentuk Pertunjukan Lengger 81 1. Gerak 82 2. Iringan 84 3. Tata Rias dan Busana 85 4. Tempat dan Waktu Pertunjukan 90 5. Struktur Penyajian 94 6. Perlengkapan 99 D. Fungsi Lengger pada Masyarakat Dusun Giyanti 106 1. Fungsi Seni Pertunjukan 106 2. Fungsi Lengger di Dusun Giyanti 109 a. Upacara Adat yang Menyangkut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 109 b. Hiburan 110 c. Tontonan 113 d. Media Pendidikan 114 e. Penunjang Kemeriahan Upacara-Upacara 115 BAB IV LENGGER WISATA DUSUN GIYANTI 1996-2002 117 A. Aset Wisata Dusun Giyanti: Sebuah Latar Belakang 117 B. Proses Kreatif Lengger Wisata 124 C. Bentuk Pertunjukan Lengger Wisata 131 D. Respon Masyarakat 139 E. Lengger Wisata sebagai Upaya Pelestarian 147 BAB V SIMPULAN 154 DAFTAR PUSTAKA 158 DAFTAR INFORMAN 164

LAMPIRAN 167 DAFTAR ISTILAH Angger : ngger; sebutan yang biasa dipakai oleh orang tua untuk memanggil yang lebih muda. Bedhaya : tari putri istana yang ditarikan oleh sembilan penari perempuan yang hanya terdapat di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Bedhaya Semang : bedhaya yang sangat sakral dari Keraton Yogyakarta. Bendhe : canang; gong kecil; alat musik pukul dalam orkes gamelan terbuat dari perunggu, bentuknya menyerupai periuk atau belanga atau gong kecil yang disusun di atas tali-tali yang terentang di antara kerangka sandaran kayu. Binggel : perhiasan yang digunakan di kaki penari topeng. Bludru : bahan dari sutra atau sutra imitasi dengan bulu kapas pendek yang memberikan tekstur lembut. Bonang : instrumen gamelan Jawa berupa gong-mangkuk berukuran sedang yang disusun dua deret horisontal pada sebuah rak dari kayu (rancakan). Bordir : hiasan dari benang yang dijahitkan pada kain. Bumbung : alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup, berfungsi sebagai alat musik gong. Bundengan : sebuah bentuk kesenian yang sudah langka dan mungkin satu-satunya di Wonosobo atau bahkan di Indonesia, alat yang digunakan adalah sebuah koangan (alat untuk angon bebek) yang terbuat dari pelepah bambu (Jawa: clumpring) serta ijuk dan biasa digunakan untuk menyanyi penggembala ternak angsa. Celana panjen : celana sebatas lutut yang diberi hiasan bordir, terbuat dari bludru atau saten. Ceret : cerek; tempat air minum; alat untuk memasak air. Dandang : periuk besar untuk mengukus nasi, biasanya dibuat dari tembaga atau aluminium. Demung : alat musik gamelan semacam gambang dari logam. Dhanyang : roh pelindung atau nama lain dari dhemit (adalah akar kata Jawa yang berarti roh ). Dhemit : makhluk halus yang menghuni suatu tempat. Eling : ingat atau waspada. Gambang : instrumen perkusi yang dimainkan dengan menggunakan dua alat tabuhan. Gamelan : ansambel musik Indonesia yang sebagian besar terdiri atas instrumen pukul. Gecul : Geger : lucu. gempar atau kacau.

Gembel : sejenis rambut yang kusut dan bergumpal-gumpal. Gendhing : salah satu bentuk lagu dan struktur tertentu dalam karawitan Jawa atau dapat diartikan pula sebagai lagu dalam karawitan Jawa. Gincu : pemerah bibir. Gong : canang besar yang kadang-kadang dipukul sebagai tanda pembukaan upacara. Gusen : nama bentuk mulut bagi suatu topeng yang terlihat gusi dan giginya. Intrance : kesurupan atau keadaan tidak sadarkan diri. Jajan pasar : makanan kecil khas pedesaan yang dijual di pasar seperti klepon, entingenting, gula kacang, dan jenang. Jamang : hiasan kepala yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi yang ditatah dan disungging serta diberi payet. Jangkrik genggong : belalang yang kakinya panjang dan matanya besar. Jarit : kain persegi panjang dengan ukuran panjang kira-kira 2 meter dan lebarnya kira-kira antara mata kaki sampai ulu hati. Jathilan : kesenian khas Jawa Tengah berupa tarian yang penarinya menaiki kuda lumping, diiringi gamelan. Karawitan : seni gamelan dan seni suara yang bertangga nada slendro dan pelog. Kaul : niat yang diucapkan sebagai janji untuk melakukan sesuatu jika permintaannya dikabulkan. Kebo giro : kerbau liar. Kelat bahu : hiasan pada lengan atas yang biasanya terbuat dari kulit atau logam. Kempul : gong berukuran sedang yang digantung. Kendhang : alat bunyi-bunyian berupa kayu bulat panjang, di dalamnya berongga dan pada salah satu lubangnya atau keduanya diberi kulit untuk dipukul dengan tangan. Kenong : alat musik gamelan Jawa yang bernada tinggi dan nyaring dibuat dari perunggu, bentuknya seperti gong, diletakkan pada posisi telungkup pada dua utas tali yang direntangkan bersilang pada sebuah landasan. Keprak : bunyi-bunyian pengiring gerakan dalam pertunjukan wayang yang dibuat dari keping kayu dan logam. Kethoprak : sandiwara tradisional Jawa, biasanya memainkan cerita-cerita lama dengan iringan musik gamelan, disertai tarian dan tembang. Kicat : gerak berjalan miring dengan langkah ke samping yang dilakukan penari, baik putri maupun putra. Kinayakan : nama gendhing dan nama topeng untuk mengundang turunnya dewa-dewa. Kuali : belanga (dari tanah atau dari besi) tempat memasak; tempat menggoreng yang bertelinga sebagai pegangan terbuat dari besi dan aluminium. Kuda kepang : tarian yang dibawakan oleh tujuh orang penari dengan menaiki kudakudaan yang terbuat dari anyaman bambu, satu penari sebagai pemimpin dan enam penari lainnya sebagai prajurit. Langgar : tempat beribadah umat Islam di desa-desa, semacam masjid kecil. Ledhek : penari perempuan dalam pertunjukan tayub yang kadang-kadang menjajakan tari dan nyanyiannya kepada masyarakat yang memerlukan.

Leng : lubang. Lengger : tarian rakyat sejenis tayuban. Berasal dari kata le yang artinya panggilan untuk anak laki-laki dan ger yang membuat geger atau ramai. Locality : suatu tempat. Manggung : mengadakan pementasan atau pertunjukan lengger. Mbarang : menyanyikan lagu tertentu kepada orang-orang dengan imbalan uang. Megar : mekar. Melik-melik : orang yang mencari barang-barang yang tidak terpakai di sungai. Mingkup : merapat. Mungkuri : membelakangi. Ngenggar-enggar : menghibur hati. Ngigel : menari. Nguri-uri : melestarikan. Nyuket Nyulam : sejenis tembang dalam pertunjukan lengger yang berisi doa permintaan. Payet : hiasan berkilap berbentuk bulat kecil yang dilekatkan pada baju, sepatu, topi, dan sebagainya. Pedhalangan : segala sesuatu yang berhubungan dengan penuturan cerita dan pertunjukan wayang; pengetahuan atau seni dhalang. Pelog : jenis tangga nada dalam karawitan Jawa, Sunda, dan Bali yang memberi kesan tenang dan luhur (tiap oktaf terdiri atas 5, 6, atau 7 nada yang jaraknya tidak sama). Pengrawit : para pemegang alat musik gamelan. Pepundhen : tempat terdapatnya makam dari orang-orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa; tempat-tempat keramat; sesuatu yang sangat dihormati. Performing art : seni tontonan atau seni pertunjukan. Pseudo-traditional art : kesenian yang bentuknya masih tetap mengacu pada bentuk serta kaidah-kaidah tradisional, tetapi nilai-nilai tradisionalnya yang biasanya sakral, magis dan simbolis dihilangkan atau dibuat semu saja. Pupur : bedak. Ronggeng : tari tradisional dengan penari utama wanita, dilengkapi dengan selendhang atau sampur yang dikalungkan di leher sebagai kelengkapan menari. Ruwatan : upacara membebaskan orang dari nasib buruk yang akan menimpa. Sabuk : ikat pinggang yang digunakan oleh penari. Sampur : selendhang panjang yang merupakan bagian busana pada tari Jawa. Saron demung : saron yang berbilah besar dan bernada rendah. Saron peking : saron yang berbilah kecil dan bernada tinggi. Saron : alat musik gamelan yang berupa bilah-bilah logam yang diletakkan di atas tempat kayu berongga, jumlah bilahnya tujuh buah. Selendhang : kain persegi panjang yang dipakai di pundak dengan cara dikalungkan di leher. Semprong : salung api atau asap; alat peniup api.

Sesepuh : orang yang sudah tua. Sindhen : vokalis wanita atau orang yang menyanyikan tembang atau parikan. Slendro : laras gamelan yang dalam satu oktaf terdiri atas beberapa nada dengan jarak antara (swantara) yang sama seperti 1-2-3-5-6-1. Srisig : berjalan dengan langkah kecil-kecil dan posisi kaki jinjit (seperti berlari) maju mundur atau melingkar sesuai dengan arah yang dituju. Sumping : hiasan yang digunakan di telinga. Tampah : perabot rumah tangga terbuat dari anyaman bambu, biasanya berbentuk bulat untuk membersihkan beras. Tayub : tari keakraban masyarakat petani. Telembuk : pekerja seks komersial. Tembang : nyanyian; syair yang diberi lagu. Topeng : penutup muka dari kayu, kertas, yang menyerupai orang. Tourist art : seni pertunjukan yang dikemas khusus untuk memenuhi selera wisatawan. Trafesti : seorang laki-laki yang berdandan seperti wanita dan menarikan tarian wanita. Tuah : sakti, keramat, berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan, kebahagiaan, dan keselamatan. Tukon pasar : barang-barang yang dibeli di pasar. Wanti-wanti : mengingatkan. Wedang jembawuk : minuman kopi yang dicampur santan dan gula. DAFTAR GAMBAR Gambar: Halaman 1. Ziarah ke makam leluhur Dusun Giyanti 39 2. Arak-arakan penari kuda kepang pada saat Sadran Sura 40 3. Masyarakat Dusun Giyanti dan patung Adipati Mertoloyo 41 4. Tenong pada acara Sadran Sura 43 5. Penari memakai badhong 71 6. Penari lengger menari berpasangan 90 7. Berbagai macam topeng penari lengger 105 8. Seorang anak yang berambut gembel 112 9. Penari topeng Rangu-rangu sedang intrance 133 10. Penari topeng Gecul menari dengan wisatawan mancanegara 135 11. Penari lengger menggunakan kostum lengkap 137 12. Welcome dance pada peresmian Sasana Kridha Budhaya Kertajanti 149

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran: 1. Sarasilah Plobangan, Mangunreja Janti lsp, ngengrenganipun para pinisepuh Sinengkalan 1941 167 2. Peta Desa Kadipaten 183 Halaman INTISARI Penelitian ini merupakan kajian terhadap pertunjukan lengger sebagai kesenian rakyat di Dusun Giyanti pada periode 1975-2002, yang berkembang menjadi seni pertunjukan wisata. Lengger masih diminati oleh masyarakat pendukungnya dan dijadikan sebagai salah satu kesenian tradisional yang khas. Asal usul, fungsi, struktur, dan perkembangan lengger Giyanti dari seni tradisi menjadi seni pertunjukan wisata merupakan sisi yang menarik bagi penulis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menjelaskan permasalahan tersebut, yaitu bagaimana perkembangan pertunjukan lengger dari seni tradisi ke seni wisata di Dusun Giyanti. Untuk mengungkapnya digunakan pendekatan sosiologi seni, dengan menggunakan metode sejarah. Metode sejarah terdiri atas empat tahap, yaitu pengumpulan data (heuristik), kritik ekstern dan intern atau penilaian sumber, interpretasi fakta, dan penulisan. Metode sejarah adalah sekumpulan prinsip dan aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, kemudian menilainya secara kritis dan untuk selanjutnya menyajikannya dalam suatu sintesis dari hasil-hasilnya yang biasanya dalam bentuk tulisan. Tidak ditemukan bukti sejarah yang dapat dijadikan sebagai acuan asal-usul lengger di Dusun Giyanti. Mulanya pertunjukan lengger di Dusun Giyanti menampilkan laki-laki yang berperan sebagai perempuan, menari, dan menyanyi diiringi angklung, kempul, gong, dan kendhang batangan. Pada tahun 1975 terdapat perubahan penari lengger yang diperankan lakilaki kemudian diganti penari perempuan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan budaya dalam masyarakat. Lengger dapat diberi pengertian sebagai seni pertunjukan rakyat yang rata-rata ditarikan oleh dua orang perempuan. Akan tetapi, pada umumnya istilah lengger digunakan untuk menyebut pertunjukannya. Dalam penyajiannya, seorang penari lengger selalu menari

berpasangan dengan penari topeng. Keberadaan kesenian lengger tersebut memunculkan adanya kelompok kesenian lengger di Dusun Giyanti, yaitu Tunas Budaya dan Rukun Putri Budaya. Lengger Giyanti digunakan masyarakat untuk memeriahkan acara pernikahan, khitanan, nadar, hari-hari besar agama Islam, dan lain-lain. Fungsi lengger Giyanti adalah sebagai upacara adat yang menyangkut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hiburan, tontonan, media pendidikan, dan penunjang kemeriahan upacara-upacara. Akibat seringnya pertunjukan lengger dipentaskan dalam berbagai acara, maka fungsinya bergeser dari tuntunan menjadi tontonan. Potensi alam dan budaya Giyanti merupakan salah satu faktor kesenian lengger menjadi aset wisata Dusun Giyanti. Dalam hal ini, proses kreatif seniman Giyanti memiliki peran besar dalam memunculkan kesenian lengger sebagai seni wisata. Hal tersebut memberikan perubahan terhadap bentuk penyajian pertunjukan lengger sebagai seni wisata. Perkembangan lengger wisata ini ternyata memunculkan berbagai respon masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari seringnya tanggapan lengger sebagai wisata. Oleh karena itu, lengger wisata menjadi salah satu upaya pelestarian seni tradisional lengger yang hampir punah.