I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

I. PENDAHULUAN. Petasan merupakan peledak yang berdaya ledak rendah atau low explosive.

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

I. PENDAHULUAN. Hakikat manusia pada dasarnya selain sebagai makhluk pribadi (individu) juga

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia. Dalam keluarga, manusia belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itulah umumnya orang banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan keluarga. Sekalipun keluarga merupakan lembaga sosial yang ideal guna menumbuh kembangkan potensi yang ada pada setiap individu, dalam kenyataannya keluarga sering kali menjadi wadah bagi munculnya berbagai kasus penyimpangan sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan, yang dilakukan oleh anggota keluarga satu terhadap anggota keluarga lainnya seperti penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan. Situasi inilah yang lazim disebut dengan istilah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). 1 Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Pada umumnya, dalam struktur kekerabatan di Indonesia kaum laki- laki ditempatkan pada posisi dominan, yakni sebagai kepala keluarga. Dengan demikian, bukan hal yang aneh apabila anggota keluarga lainnya menjadi sangat tergantung kepada kaum laki-laki. Posisi laki-laki yang demikian superior sering 1 Elsa R. M. Toule, Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kajian dari Perspektif Yuridis Kriminologis, Ambon: Fakultas Hukum Universitas Pattimura, 2015. hlm. 1.

2 kali menyebabkan dirinya menjadi sangat berkuasa di tengah-tengah lingkungan keluarga. Bahkan pada saat laki-laki melakukan berbagai penyimpangan kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya dimana perempuan dan juga anak menjadi korban utamanya tidak ada seorang pun dapat menghalanginya. Oleh karena itu para aktivis dan pemerhati perempuan sangat memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Hal ini sangat dipahami bahwa bukan saja Konstitusi Indonesia telah secara tegas dan jelas melindungi hak-hak asasi manusia dan perlindungan terhadap tindakan diskriminasi, namun kejadian-kejadian KDRT dengan berbagai modus operandinya, mengakibatkan korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) menderita, pada umumnya mereka menjadi stress, depresi, ketakutan, trauma, takut bertemu pelaku, cacat fisik, atau berakhir pada perceraian. Dari sisi pelaku, apabila kasusnya terungkap dan dilaporkan, biasanya timbul rasa menyesal, malu, dihukum, dan atau memilih dengan perceraian pula. Sehingga memerlukan pengaturan yang memadai, termasuk perlindungan terhadap bentuk-bentuk diskriminasi hak asasi perempuan dalam rumah tangga. 2 Bangsa Indonesia patut merasa bersyukur, karena pada tanggal 22 September 2004 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yang diharapkan dapat dijadikan sebagai perangkat hukum yang memadai, yang didalamnya antara lain mengatur mengenai pencegahan, perlindungan terhadap korban, dan penindakan terhadap pelaku KDRT, dengan tetap menjaga keutuhan demi keharmonisan keluarga. Menurut UU RI No. 23 tahun 2004 tentang 2 Ibid.

3 Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Secara umum Undang-Undang ini menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh Undang-Undang ini adalah meminimalisir tindak pidana KDRT dan pada akhirnya adalah terwujudnya posisi yang sama dan sederajat di antara sesama anggota keluarga. Posisi yang seimbang antara suami dan istri, anak dengan orang tua, dan juga posisi yang setara antara keluarga inti dengan orang-orang yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dari keluarga sementara saat itu dalam keluarga. Seperti pembantu rumah tangga maupun sanak saudara yang kebetulan tinggal dalam keluarga tersebut dengan tidak memberi pembatasan apakah mereka laki-laki atau perempuan. Sekalipun kaum laki-laki terkesan aktor yang paling banyak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tidak berarti kekerasan dalam rumah tangga tidak pernah dilakukan oleh kaum wanita (ibu) terhadap anggota keluarga lainnya. Masyarakat seolah-olah menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan sang istri terhadap suaminya dalam rumah tangga adalah suatu kewajaran karena merupakan bagian dari dinamika kehidupan berumah tangga yang biasa terjadi, dan menganggap bahwa sang suami akan mampu menghadapi dan mengatasinya. Laki-laki secara fisik dianggap lebih kuat daripada perempuan, sehingga apabila suatu saat hal tersebut terjadi (kekerasan terhadap suami) sang suami bukannya mendapat motivasi atau dukungan moril dari orang terdekatnya tapi justru malah suami mendapat tekanan tambahan dari orang-orang sekelilingnya yang menganggapnya sebagai laki-laki pengecut, cupu (culun), lemah di hadapan

4 perempuan, tidak mampu mengendalikan istri dan sebagainya. Sebagai contoh kasus kekerasan dalam lingkup rumah tangga oleh suami terhadap istri adalah kasus yang dialami oleh Ani Aryawati (36), warga Pagelaran, Kecamatan Pringsewu. Ani adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada Juli 2014 lalu. Menurut Sujoko (36), teman SMA korban yang juga turut mendampingi pengobatan Ani, temannya dulu bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi. Sekembalinya ke tanah air, korban menikah dengan Lambertus Ujang (53) dan dikaruniai tiga orang anak. Setahun menjelang terjadinya insiden pembakaran tubuh Ani, suaminya mengalami kolaps usaha. Suaminya itu menjalankan usaha ekspedisi dan rental mobil. Dari situ, suami korban kerap marah-marah, bahkan tidak jarang melakukan tindakan kekerasan. Karena tak tahan sering dipukuli, akhirnya korban minta diceraikan. Korban menjerit-jerit dan menjeburkan diri ke bak kamar mandi untuk memadamkan api yang berkobar di tubuhnya. Putra sulungnya berusia 10 tahun yang menyaksikan kejadian itu sontak langsung menyiramkan air pada bagian tubuh ke bawah. Namun sayang, kobaran api yang besar tak mudah dihentikan hingga akhirnya korban pun mengalami luka bakar yang sangat parah. 3 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga hanya beberapa pasal dari tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (yang tergolong ringan) yang menjadi delik aduan, selebihnya merupakan delik biasa (berdasarkan pasal 15 UU PKDRT). Tetapi pada prakteknya, karena sulitnya membuktikan dan menemukan saksi, maka kemudian menjadi delik aduan. Demi terwujudnya keadilan dan jaminan kepastian hukum perlu adanya kejelasan bahwa 3 Surat Kabar Harian Kompas, Selasa 14 April 2015.

5 tindakan-tindakan kekerasan internal rumah tangga bukan hanya merupakan delik aduan tetapi delik pidana umum. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bertujuan memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Tetapi pada kenyataannya, perlindungan yang diberikan belum memadai, terutama karena sanksi bagi pelaku yang tidak tepat. Dilihat dari sudut politik kriminil, maka tidak terkendalinya perkembangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang semakin meningkat, justru dapat disebabkan oleh tidak tepatnya jenis sanksi pidana yang dipilih dan ditetapkan. Terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut yang tidak dapat dilaksanakan karena sanksi hukum yang tidak sesuai dan tidak ada peraturan pelaksanaannya seperti rumah aman dan rumah alternatif bagi korban KDRT. Selain itu juga dengan sistem sanksi alternatif yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 23 tahun 2004 bagi masyarakat pada umumnya yang awam di bidang hukum dapat menimbulkan salah tafsir dimana mereka yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga dapat memilih penjatuhan sanksi bila tidak ingin dipenjara maka dapat dengan membayar pidana denda saja maka mereka akan bebas dari jeratan hukum. Selain itu, pencantuman sanksi maksimal saja tanpa mencantumkan batas minimal dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Pelaku bisa saja hanya dijatuhi dengan pidana paling minimun dan ringan bagi korban yang tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, sehingga korban enggan untuk mengadukan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya yang dianggap akhirnya hanya akan membuang-buang waktu dan tidak dapat memenuhi rasa keadilan korban.

6 Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis rumusan kebijakan hukum pidana dalam rangka penanggulangan tindak pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga. Penelusuran lebih dalam terhadap ketentuan pidana dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan menganalisa delik aduan serta hubungan antara penetapan sanksi pidana dan tujuan pemidanaan yang terkandung di dalamnya yang merupakan titik penting dalam menentukan strategi perencanaan politik kriminal. Menentukan tujuan pemidanaan dapat menjadi landasan untuk menentukan cara, sarana atau tindakan yang akan digunakan dalam rangka penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Kebijakan menetapkan sanksi pidana apa yang dianggap paling baik untuk mencapai tujuan, setidak-tidaknya mendekati tujuan, tidak dapat dilepaskan dari persoalan pemilihan berbagai alternatif sanksi. Masalah pemilihan berbagai alternatif untuk memperoleh pidana mana yang dianggap paling baik, paling tepat, paling patut paling berhasil atau efektif merupakan masalah yang tidak mudah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul: Pelaksanaan Penyidikan terhadap Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh Suami terhadap Istri (Studi di Wilayah Polda Lampung)

7 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri (Studi di Polda Lampung)? b. Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan Pelaksanaan Penyidikan terhadap Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh Suami terhadap Istri (Studi di Wilayah Polda Lampung). Ruang Lingkup lokasi penelitian adalah pada Polda Lampung. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun 2015. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri (Studi di Polda

8 Lampung) b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri. 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: a. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh Suami terhadap Istri (Studi di Wilayah Polda Lampung). b. Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat acuan bagi aparat penegak hukum khususnya Penyidik di dalam pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan penelitian mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami terhadap istri di masa-masa yang akan datang.

9 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum. 4 Berdasarkan definisi tersebut maka untuk mengetahui tentang pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penyidikan dan teori faktor penghambat yang menghambat pelaksanaan penyidikan dalam hukum pidana. a. Teori Penyidikan Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diuraikan bahwa: Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang, mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya Berbicara mengenai penyidikan tidak lain dari membicarakan masalah pengusutan kejahatan atau pelanggaran, orang Inggris lazim menyebutnya dengan istilah criminal investigation" Menurut teori yang dikemukakan oleh Lilik Mulyadi mengenai penyidikan, dari batasan pengertian (begrips bepaling), sesuai di dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP, dengan kongkret dan faktual menjelasakan dimensi penyidikan dimulai ketika terjadinya tindak pidana sehingga melalui proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek sebagai berikut: 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1986, hlm. 103.

10 1. Tindak pidana yang telah dilakukan. 2. Tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti). 3. Cara tindak pidana dilakukan. 4. Dengan alat apa tindak pidana dilakukan. 5. Latar belakang sampai tindak pidana tersebut dilakukan. 6. Siapa pelakunya. Menurut M Husein Harun Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan kejahatan dan memberikan pembuktian-pembuktian mengenai masalah yang telah dilakukannya. Untuk mencapai maksud tersebut maka penyidik akan menghimpun keterangan dengan fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu. 5 b. Teori Faktor-Faktor Penghambat Menurut Soerjono Soekanto, dalam penegakan hukum pidana bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut: 1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum) Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang 5 M. Husein Harun, Penyidik dan Penuntut dalam Proses Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hlm. 56.

11 dapat dibenarkan sepanjang kebijakan tidak bertentangan dengan hukum. 2) Faktor penegak hukum Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan. 3) Faktor sarana dan fasilitas Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya. 4) Faktor masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. 5) Faktor Kebudayaan Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilainilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan

12 kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah menegakannya. 6 2. Konseptual Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan sekumpulan pengertian yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui. Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan (rancangan, keputusan, dan sebagainya). 7 b. Penyidikan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 8 c. Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan 6 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rineka Cipta. 1986, hlm. 8-10. 7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm. 488. 8 Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

13 peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman). 9 d. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Tindak kekerasan yang secara langsung ditujuan kepada perempuan karena ia berjenis kelamin perempuan, atau mempengaruhi perempuan secara tidak proporsional. Termasuk di dalamnya tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual, ancaman untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut, pemaksaan dan bentuk-bentuk perampasan kebebasan lainnya. 10 E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tentang pengertian penyidikan, kepolisian, kekerasan dalam rumah tangga, dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana. 9 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm 62. 10 R. Susilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Komentar, Bogor: Politeia, 2001, hlm. 84.

14 III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan pengertian tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi jenis dan tipe penelitian, pendekatan masalah, data dan sumber data, metode pengumpulan data, metode pengelolahan data, dan analisis data. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah yaitu pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri dan faktor-faktor penghambat kepolisian dalam proses penyidikan terhadap tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh suami terhadap istri. V PENUTUP Merupakan bab penutup dari penelitian ini yang memuat kesimpulan secara rinci dari penelitian dan pembahasan serta memuat saran berdasarkkan permaslahan yang dikaji.