I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat. 1 Kode etik profesi adalah suatu tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam praktek. Kode etik profesi berisi nilai-nilai etis yang ditetapkan sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana seharusnya atau seyogyanya pemegang profesi bertindak atau berperilaku atau berbuat dalam menjalankan profesinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi adalah nilai-nilai etis. 2 Secara implisit Bhayangkara Polri merupakan harapan dan teladan bangsa, ia adalah harapan karena mengemban tugas-tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. 1 Suhrawardi Lubis,etika profesi, Jakarta, gramedia, 1994, hal 6-7 2 H.Pudi Rahardi,Hukum Kepolisian, Profesionalisme dan Reformasi Polri, Surabaya, Laksbang Mediatama, 2007, hal. 146.
2 Cita-cita dan citra Bhayangkara sebagai harapan dan teladan bangsa bukan suatu predikat yang dengan cuma-cuma diberikan kepada setiap Bhayangkara Polri, namun eksistensinya perlu diproses, aktivitas serta perjuangan yang paling panjang dan membutuhkan banyak pengorbanan. Bhayangkara harapan dan teladan bangsa perlu direalisasikan dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak hanya merupakan simbolis semata. Keamanan suatu negara adalah hal yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.jika suatu negara berada dalam situasi aman, maka selanjutnya yang didambakan oleh masyarakat dan pemerintah adalah suatu kehidupan yangbahagia, sejahtera, adil dan makmur dari para warga negaranya.faktor keamanan tersebut merupakan salah satu tanggung jawab dari Polri. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut seorang anggota kepolisian dituntut untuk bersih dari perbuatan tercela. Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, tidak dapat dilepaskan dari kepolisian. Tugas pokok Polri itu sendiri sendiri menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
3 Sebagai bagian dari proses penyelenggara negara, institusi kepolisian pun terikat kepada aturan-aturan hukum dan prosedur-prosedur tertentu, serta dikontrol dan bertanggung jawab kepada hukum. Dalam rangka menciptakan anggota Polri yang bersih dari perbuatantercela, seorang anggota Polri memiliki pedoman bersifat mengikat yang wajib untuk ditaati yang dikenal dengan Peraturan Disiplin Anggota Polri yang diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri. Peraturan disiplin anggota Polri dimaknai sebagai kaidah atau norma yang mengatur dan menjadi pedoman bagi setiapanggota Polri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Kepolisian Negara.Namun, walaupun peraturan disiplin bagi anggota Polri ini telah diberlakukan, saat ini makin marak kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota Polri yang sebenarnya mereka adalah pengayom bagi masyarakat. Struktur sosial masyarakat yang bersifat heterogen jelas mempunyai kepentingan atau interes yang berlainan sehingga akan mempengaruhi tujuan hukum itu sendiri termasuk pula mempengaruhi tindakan polisi dalam penegakan hukum 3. Data yang didapat dari Polresta Bandar Lampung, Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat pelanggaran kode etik personil Polri pada tahun 2011-2013 sebanyak 181 kasus, diantaranya sebagai berikut. 3 Harie Tuesang, upaya penegakan hukum dalam era reforfmasi, Jakarta, Restu Agung, 2009, hal.10
4 Tabel 1.1 Pelanggaran Kode Etik personel Polri N Pangkat/NRP & Penghukuman Tanggal Jenis Tanggal Pasal yang o Jabatan Sidang Hukuman Pembebasan dilangar 1 Torkis Halomoah S.Kep/03/1/2001 12 Januari Patus 21 16 februari Pasal 5 Huruf Butar, S.H 13 Januari 2011 2011 Hari 2011 A PPRI No 2 Brigpol/7812064 Tunda Tahun 2003 Anggota Polsek UKP TKP 1Periode 2 M. Amien Agen Skep/05/1/2011 20 Januari Patsus 21 2 Februari Pasal 5 huruf 9 AIPTU/57060777 21 Januari 2011 Hari 2011 PPRI No 2 Tahun 2003 3 Ferizal, SIK Skep/04/11/2012 7 Februari Teguran Pasal 4 huruf Kompol/71801100 7 8 Februari 201 tertulis Tunda R PPRI No 2 Tahun 2003 gaji berkala 1periode 4 Denny Gusmaya Skep/38/VIII/2012 2 agustus Patrus 27 agustus- Pasal 5 huruf Briptu/88010529 Basat Shabara 2012 21 hari Tunda UKP 1 16 agustus 2012 A PPRI No 2 Tahun 2003 Periode Tunda gaji 1 periode 5 Robi Yahyadi Skep/23/V/2013 20 Mei 2013 Petrus Pasal 5 huruf Brigpol/850555 Ba Polsek TKB 21 Mei 2013 21 Hari Tunda UKP I A dan C PPRI no 2 Tahun 2003 periode Tunda Gaji berkala 1 Sumber : Polresta Bandar Lampung 2013
5 Kompleksitas tantangan tugas Polri pada era reformasi dalam perjalanannya selain telah memberi manfaat bagi Polri dengan berbagai kemajuan yang signifikan baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun operasional.namun di sisi lain diakui secara jujur terdapat akses negatif dari penyelenggaraan tugaspokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Polri seperti penyalahgunaan kekuasaan/wewenang (abuse of power), dan melakukan perbuatan tercela lainnya yang melangggar kaidahkaidah moral, sosial dan keagamaan. Penyimpangan perilaku anggota Polri tersebut di atas adalah merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia. Namun penegakan hukum terhadap peraturan saat ini dirasakan masih jauh dari harapan dan belum mampu secara maksimal memberikan dampak positif bagi perilaku anggota Polri baik dikarenakan proses dari penegakan hukumnya maupun hasil dari penegakan hukum peraturan disiplinnya, antara lain masih terjadi perbedaan persepsi tentang pelaksanaan ketentuan hukum disiplin Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin, meskipun hal tersebut telah diatur baik oleh PP RI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri maupun ketentuan acara pelaksanaannya berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/431/IX/2004 tanggal 30 September 2004 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Polri, serta berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/97/XII/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang organisasi dan tata kerja Divpropram Polri.
6 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagai pegawai negeri, maka syarat pengangkatan dan pemberhentian anggota Polri terikat pada peraturan perundangundangan yang berlaku di lingkungan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Terkait dengan masalah pemberhentian anggota Polri dari Dinas kepolisian Negara Republik Indonesia, berlaku ketentuan pasal 22 Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011 yang menyatakan : (1) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui sidang KKEP terhadap: a) Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan b) Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, dan huruf i (2) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Peran Provos sebagai penegak kode etik di lingkungan kepolisian, melalui Unit Pelayanan Pengaduan dan Penindakan Disiplin (P3D) atau yang lebih dikenal dengan Provos ini merupakan sebuah unit yang bernaung langsung di bawah Kapolres. Unit
7 ini bertugas dan berwenang untuk menangani laporan masyarakat tentang perilaku atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Selain itu unit ini juga bertugas untuk menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi Kepolisian. 4 Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul Upaya Provos Polresta Bandar Lampung Dalam Rangka Penegakan Kode Etik Kepolisian Berdasarkan Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 (Studi di Polresta Bandar Lampung). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah upaya provos polresta Bandar lampung dalam rangka penegakan kode etik kepolisian berdasarkan peraturan kapolri no.14 tahun 2011 tentang kode etik kepolisian? b. Apakah faktor penghambat provos polresta Bandar lampung dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian? 2. Ruang Lingkup Guna menjaga penulisan dari penelitian ini tidak menyimpang dan tetap sesuai dengan permasalahan yang hendak dibahas, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah. Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan dalam 4 http://polsekwonosobo.wordpress.com/pelayanan-polri.html diakses tanggal 10 Oktober 2013
8 penelitian ini adalah mengenai peran provos dalam rangka penegakan kode etik kepolisian dengan ketentuan undang-undang, teori-teori, ataupun pendapat pakar hukum yang berhubungan dengan masalah-masalah terkait, dengan lokasi penelitian di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung. A. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimanakah implementasi Kode Etik di Kepolisian Polresta Bandar Lampung. b. Untuk mengetahui bagaimanakah Peran Provos dalam rangka penegakan kode etik kepolisian. 2. Kegunaan Penulisan a. Secara teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya mengenai penanganan terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana selain itu juga untuk memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan kode etik kepolisan Republik Indonesia. b. Secara Praktis 1. Bagi Penulis : Penelitian ini dapat memperluas penerapan kode etik ilmu yang didapat selama perkuliahan, serta menambah wacana ilmu hukum pidana tentang penegakan kode etik kepolisian terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana.
9 2. Bagi Kepolisian : Khususnya bagi Kepolisian Daerah Polresta Bandar Lampung, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam hal penanganan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana sehingga dapat lebih meningkatkan profesionalisme para anggotanya. 3. Bagi Masyarakat : Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang upaya yang dilakukan oleh Polresta Bandar Lampung dalam penanganan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana, sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam penanganan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana. B. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah merupakan konsep-konsep sebenarnya dan abstrak hasil dari pemikiran yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensidimensi sosial yang relevan oleh peneliti atau penulis. 5 landasan teori yang dapat dijadikan dasar penulis yaitu Teori sistem hukum Friedman menurut Lawrence Meir Friedman, yang merupakan seorang ahli sosiologi hukum dari Standford University, ada tiga elemen utama dari sistem hukum (legal system), yaitu: 6 1. Struktur Hukum ( Legal structure) 2. Isi Hukum ( Legal Subtance) 5 Soerjono Soekanto, Dasar-dasar hukum pidana, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1985 hal. 125 6 http://scribd.com/doc/132230281/teori-sistem-hukum-friedman.html diakses hari kamis tanggal 10 Oktober pukul 19.00 wib
10 3.Budaya Hukum (Legal Culture) Pertama, isi hukum (legal substance), dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem substansial yang menentukan bisa tidaknya hukum itu dilaksanakan. 7 Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books), dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam pasal 1 KUHP ditentukan tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapat pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, struktur hukum/pranata Hukum dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 tahun 1981 meliputi mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat istilah yang menyatakan 7 http://ashibly.blogspot.com/2011/07/teori-hukum.html diakses tanggal 13 Oktober 2013
11 fiat justicia et pereat mundus meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakan.hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompoten dan independen. Seberapa bagus nya suatu peraturan perundang-perundangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan Ketiga budaya hukum, Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia, teori Friedman tersebut dapat kita jadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah bagian dari struktur bersama dengan Jaksa, Hakim, Advokat, dan Lembaga Pemasyarakatan. Polisi adalah aparat penegak hukum, tetapi
12 dalam kenyataan yang terjadi ada sebagian anggota itu bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi Kepolisan atau dalam arti kata ada sebagian Polisi melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi Kepolisian. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, upaya penegakan disiplin dan kode etik Kepolisian sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri (Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidak disiplinan dan ketidak profesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat. Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2002, diundangkan pada tanggal 8 Januari 2002 dalam Lembaran Negara No, 2 tahun 2002, tambahan Lembaran Negara No. 4168. Menurut Undang-undang tersebut tentang kode Etika Profesi, Pasal13 ayat (1) menyatakan: Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 1 Undang-undang No. 2 tahun 2002 berbunyi: Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
13 Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011, merupakan kaidah moral dengan harapan tumbuhnya komitmen yang tinggi bagi seluruh anggota Polri agar menaati dan melaksanakan (mengamalkan) Kode Etik Profesi Polri dalam segala kehidupan, yaitu dalam pelaksanaan tugas, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara, istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami skripsi ini. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti. Untuk menghindari kesalah pahaman tentang pokok permasalahan pembahasan dalam skripsi ini, maka dibawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Upaya adalah unit usaha untuk melakukan sesuatu setelah adanya peristiwa b. Provos adalah Unit Pelayanan Pengaduan dan penindakan Disiplin (P3D) atauyang lebih dikenal dengan Provos dalam menangani laporan masyarkat tentang perilaku atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian dan menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi Kepolisian, yang
14 bernaung langsung dibawah Kapolres, menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi kepolisian. 8 c. Kode etik adalah pola aturan, tata cara, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan Kode etik Kepolisian adalah norma tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban umum dan kemanan masyarakat. E. Sistematika Penulisan Sistematika disusun agar penulis dan pihak lain dapat dengan mudah memahami skripsi ini adalah sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Bab ini terdiri atas pendahuluan yang memuat latar belakang masalah penulisan skripsi ini, tujuan dan kegunaan penelitian. Bab ini juga memuat kerangka teoritis dan kerangka konseptual II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang berisi pemahaman dan pengertian umum mengenai penegakan kode etik, tindak pidana, faktor penghambat penegakan kode etik, peraturan kepala Kepolisian Republik Indonesia berkaitan dengan peran provos dalam penegakan kode etik. 8 http://polsek Wonosobo.wordpress.com/pelayanan-Polri.html diakses hari kamis 10 Oktober 2013 jam 20.00 wib
15 III. METODELOGI PENELITIAN Berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengelolahan data dan analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini berisikan tentang pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai penegakan kode etik kepolisian dan faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan kode etik dalam kepolisian. V. PENUTUP Bab ini berisikan tentang simpulan dan saran penulis di dalam penelitian.